Jumat, 21 Agustus 2009

Sengketa Petani Takalar Dan PTPN XIV

TIDAK PERNAH CUKUP TANAH UNTUK KAPITALISME

Di Polombangkeng, Kabupaten Takalar, 6000 hektar tanah petani di 12 desa dirampas PT Perkebunan Nusantara PTPN XIV, perusahaan negara yang mengolah tebu menjadi gula. Tak ada rasa manis bagi petani, semenjak lahan mereka dikuasai PTPN XIV dari tahun 1982 hingga hari ini. Demi ekspor dan swasembada gula, dan atas nama pembangunan serta stabilitas pangan, negara mengorbankan lebih dari 3000 jiwa.

Saat itu, pemerintah memakai sistem paksa untuk mengambil tanah warga, disertai intimidasi dan ancaman bagi yang tidak mau. Kekerasan dan represifitas negara membekas di ingatan sebagian warga –saksi sejarah sekaligus korban dari masa Orde Baru Soeharto hingga Orde Baru SBY. Tanah sebagai sumber penghidupan bagi kaum tani tersebut, dijadikan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV hingga tahun 2004. Namun status HGU selama 25 tahun masa kelola PTPN XIV seolah-olah tanpa batas. Saat petani menuntut pengembalian lahan mereka di tahun 2004, mereka diabaikan sama sekali.

Tiga tahun hal ini terus berlalu, pemerintahan terus berganti dan ‘reformasi’ terus menjadi jualan para politisi, tapi sungguh tak ada yang berubah di lahan tebu itu. Masa penantian tak lagi terbendung, semenjak sejumlah upaya politik dan aksi tuntutan kepada aparat negara tak juga membuahkan hasil, warga akhirnya memilih untuk melakukan sebuah aksi langsung mengambil alih lahan dan mengembalikan kehidupan mereka sediakala sebelum kehadiran PTPN XIV. Padi, jagung, dan wijen adalah manis yang bisa dirasakan dalam setahun ini setelah mereka berhasil merebut kembali kepunyaannya.

Dan inilah yang menjadi keyakinan dan tekad untuk terus mempertahankan tanahnya, serta tak tersisa alasan untuk melanjutkan keberadaan perusahaan di tempat mereka. Saat ini, perjuangan itu masih berlangsung. Setiap hari, tanpa lelah warga dari 12 penjuru desa di 2 kecamatan Polombangkeng Utara dan Selatan bersama-sama berjuang mengembalikan tanah mereka. Tanpa perlu komando menyatu dalam sebuah harapan yang sama mempertahankan tanah, sumber kehidupan bagi anak cucu kemudian hari, walaupun harus menghadapi intimidasi, teror, ancaman, bahkan penangkapan oleh aparat.

Adalah ironis dan tak beralasan jika berfikir diri kita tak terkait dengan kejadian ini, tak berhubungan dengan penderitaan para petani. Semenjak hampir seluruh dari kita adalah bagian masyarakat yang dieksploitasi dalam sistem ekonomi kapitalisme, maka sejak saat itu pula kita adalah bagian yang sama dengan para petani.

Tanah mereka dirampas untuk menghasilkan gula demi target ekspor dan statistik ekonomi (baca : prestasi pemda). Pemerintah memprogramkan swasembada gula. Ini artinya, harus semakin banyak gula dihasilkan untuk dijual ke luar negeridan harus semakin bertambah luas lahan yang dibutuhkan atau semakin lama lahan tersebut digarap. Dan itu pula berarti, tak ada niat untuk mengembalikan tanah petani.

Tapi pemenuhan pangan dan swasembada adalah omongkosong besar, jika kita melihat fakta bahwa gula produksi lokal justru diekspor ke luar, dan gula yang kita konsumsi justru didatangkan dari luar negeri (impor dari Taiwan dan Australia). Persoalannya sederhana, dalam ekonomi kapitalisme, semakin banyak pertukaran (dari dan ke luar/dalam negeri), semakin banyak pula keuntungan yang bisa dihasilkan. Dan sudah barang tentu, yang diuntungkan dari proses ini adalah para kapitalis, baik swasta maupun negara.

Kita berada dalam posisi yang sama dengan petani. Petani dirampas tanahnya, untuk mendukung tata dagang yang menguntungkan kapitalis. Sementara kita dikontrol dan dijebak untuk berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan, dan lalu bekerja agar bisa bertahan hidup, sekaligus berperan sebagai konsumen untuk ters mengkonsumsi komoditi-komoditi yang tata dagangnya diatur oleh negara dan semakin menguntungkan kapitalis.

Semakin patuh kita pada kekuasaan, semakin gelap mata kita untuk terus mengkonsumsi, semakin pudar solidaritas kelas kita, maka semakin langgeng cara mereka menghasilkan keuntungan, semakin tereksploitasi para buruh di pabrik, petani di desa, dan kaum miskin lainnya di seluruh muka dunia. Dan akhirnya kita terus berfikir bahwa tak ada kaitannya kita dengan mereka, di Takalar, di Vietnam, Thailand, Afrika, Amerika –seluruh kelas tereksploitasi oleh kelas majikan.

Bagi kapitalisme, semenjak orientasinya menghasilkan semakin banyak keuntungan, takkan pernah ada tanah yang cukup, juga tenaga pekerja yang dieksploitasi, manusia-manusia yang dimiskinkan, konsumen yang akan terus mengkonsumsi, tatanan sosial yang dirobek-robek.

Solidaritas kami terhadap petani Polombangkeng, Takalar adalah solidaritas sesama manusia yang dieksploitasi hidup dan tenaganya, mimpi dan hari esoknya, untuk melanggengkan kapitalisme dan dominasi negara.

JARINGANLIBERTARIAN

(Flyer pada Aksi Solidaritas Untuk Petani Takalar, 22 Juli 2009 depan Kantor PTPN XIV, Makassar)


Kronologis Penembakan Polisi Terhadap Petani Polongbangkeng

Minggu, 9 agustus 2009


08:00 WITA
Aparat dari Polres Takalar berada di lokasi untuk mengawal pengolahan oleh pihak PTPN dipimpin langsung Oleh Kapolres Takalar.
08:15 WITA
Sebagian warga yang berada dikebun dan sebagian Warga yang berada di desa-desa masing yang mendengar akan adanya pengolahan atau untuk merawat bergegas kelokasi tetapi dilokasi warga tidak melakukan perlawanan
08:30 WITA
Warga dan pihak polisi saling berhadap-hadapan di lokasi lahan yang akan digarap PTPN. Beberapa orang aparat polisi memerintahkan warga untuk mundur, tapi tidak diindahkan oleh warga.
Pihak PTPN tetap memprovokasi warga dengan melakukan proses perawatan dgn menggunakan 6 buah traktor.
Pihak PTPN menurunkan 6 (enam) unit traktor untuk melakukan penggarapan lahan. Ini menyebabkan kondisi bertambah tegang, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat.
Di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian (berteriak, dll).
09:20 WITA
Pasukan tambahan pengamanan dari Brimob dan PHH tiba di lokasi, berjumlah sekitar 50 personal dengan bersenjata lengkap. Pasukan tambahan ini langsung menggantikan aparat dari Polres Takalar, dan langsung mengambilalih pengamanan.
Hanya berselang 5 menit kedatangannya di lokasi kejadian, aparat langsung menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga yang tidak menyangka akan mendapat perlakuan tersebut menjadi kaget dan panik. Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat memburu warga dan menangkapi satu persatu.
Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki (terlampir). Warga melakukan perlawanan dengan melemparkan batu ke arah aparat. Kondisi yang tidak berimbang ini makin tegang, dan represifitas aparat semakin meningkat dengan terus mengintimidasi warga.
Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih 1 (satu) jam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan 1 (satu) orang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan.
Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.
10:00 WITA
Suasana panas sedikit menurun, warga mulai mundur dan tercerai berai. Sementara itu aparat juga ditarik mundur ke arah titik awal berkumpul (tepi lahan garapan).
Selang beberapa waktu, warga mulai berkumpul kembali untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk.
10:45 WITA

Kondisi kembali berubah menjadi tegang. Warga yang berada di sekitar tempat kejadian kemudian tambah mendekat, untuk mencari tahu kondisi warga yang ditangkapi. Hal ini direspon oleh aparat untuk terus menghalangi warga mendekat ke arah lahan.
Warga dan aparat akhirnya bersitegang kembali. Warga kemudian mundur dan menyebar untuk bersiaga.
11:20 WITA
Kejadian ini langsung tersebar ke desa-desa sekitar. Warga dari desa lain kemudian datang dan bergabung dengan warga yang telah lebih dulu hadir di lokasi. Mereka berkumpul dan berjaga-jaga.
Baik warga dan aparat dalam kondisi siaga.
12:00 WITA
Warga terus berdatangan dan berkumpul di beberapa tempat. Kondisi tetap tegang, dimana warga dan aparat sama-sama kondisi siaga
13:30 WITA
Saksi mata menyebutkan ada sebuah lemparan batu dari arah PTPN, disusul suara deru mesin traktor yang cukup bising yang memancing perhatian warga. Kejadian ini membuat warga berkumpul kembali sebagai respon kejadian tersebut.
Provokasi ini akhirnya membuat suasana kembali tegang. Aparat kemudian mengeluarkan tembakan peluru karet dan gas air mata.
Warga yang kaget dan panik, hanya merespon dengan melemparkan batu ke arah aparat sebagai respon. Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan dengan teriakan “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”.
Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala.
Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata.
Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.
14:10 WITA
Warga membubarkan diri. Sebagian menuju posko pengaduan, sebagian menuju rumahnya masing-masing.
Seluruh korban dievakuasi ke puskesmas terdekat. Di puskesmas, petugas medis menolak menangani korban karena takut akan diminta pertanggungjawaban dari aparat, dan merekomendasikan untuk merujuk ke Rumah Sakit Takalar.



Brimob Tembaki Warga, 2 Orang Kritis

(Takalar, Sulsel 10/8), Sedikitnya 7 orang warga tertembak aparat Brimob dalam kejadian di hari Minggu (9/8). Sebelumnya terjadi ketegangan antara warga Polongbangkeng Utara, Takalar dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN XIV) yang sedang berupaya untuk mengolah lahan warga yang masa HGU-nya berakhir 3 tahun lalu.

Ketegangan memuncak dengan aksi provokasi berupa lemparan batu dari arah PTPN XIV, yang disertai dengan deru mesin traktor yang bising. Hal ini memancing perhatian warga yang sejak pagi berjaga-jaga untuk menghalau proses pengolahan lahan tersebut.

Aparat kepolisian yang diturunkan mengawal pengolahan tersebut kemudian menghalau dengan memerintahkan warga untuk mundur dan menjauh dari lahan. sementara itu pihak PTPN terus melakukan proses pengolahan lahan menggunakan enam traktor yang ada di lokasi. Merasa tidak diindahkan, warga terus merengsek dan mendesak agar pengolahan tersebut dihentikan.

Berselang beberapa waktu, pasukan Brimob dan Dalmas tiba di lokasi dengan bersenjata lengkap dan langsung menggantikan dan mengambil alih pengamanan dari aparat Polres Takalar. Dan hanya berselang 5 menit, tembakan peluru karet dan gas air mata dilepaskan beruntun ke arah warga. Ini membuat warga panik dan berhamburan untuk menyelamatkan diri.

Aparat mulai menangkapi warga, beberapa disertai dengan pemukulan. Saat itulah, salah seorang warga, Dg Nangring, ditembaki ke arah kepala. Warga yang terdesak dan dengan tangan kosong melakukan perlawanan seadanya yang tidak berimbang. Dari kejadian ini, 7 orang warga ditangkap dan satu orang mahasiswa ikut dipukul dan diangkut ke kantor polisi. Sementara itu 2 orang warga kirits dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan serius akibat luka tembak yang dialaminya.



Reportase dari seorang partisipan kontinum yang berada di lokasi kejadian

9 Agustus 2009
Semenjak akhir juli, aksi penghadangan oleh petani untuk menghalau pengolahan tanah warga oleh PTPN kembali terjadi. Pada Hari ini Minggu(9/8) satuan pengamanan dari Brimob, Polres, Polsek diturunkan(2 SSK) yang dipimpin langsung oleh Kapolres Takalar untuk mengawal Proses pengolahan lahan. Hal ini ditandai dengan Beroperasinya 6 unit traktor milik PTPN.
Informasi tentang pengolahan Lahan warga oleh PTPN terdengar oleh warga, sehingga mereka dari berbagai Desa berkumpul di lokasi penggarapan. Kejadian ini berawal pagi hari sekitar jam 8.00 wita.
Polisi yang sudah berada di lokasi langsung berhadapan dengan warga. Warga tetap bertahan untuk menghalau pengolahan lahan. Sekitar pukul 09.00 pasukan dari Brimob di kerahkan dengan persenjataan lengkap untuk menghadang warga. Hal ini memicu warga untuk berkumpul dari berbagai penjuru lahan menuju ke titik tempat ke 6 unit traktor beroperasi. Saat Brimob datang mereka langsung bertindak brutal dengan menembakan peluru dan melemparkan gas air mata kea rah warga. Sehingga warga berhamburan dan melakukn perlawanan dengan melempar aparat dengan batu.
Aparat reaksi semakin refresif dan terus menembakkan peluru menuju kea rah warga dan melemparkan gas air mata. Beberapa warga terkena tembakan dan ditangkap. Aksi ini berlangsung selama kurang lebih satu jam. Aparat terus memukul mundur warga, walupun beberapa kali warga tetap bertahan, Setelah situasi sudah mereda satuan brimob mulai ditarik mundur. Meskipun tetap bertahan dilokasi.
Provokasi terus datang dari aparat kepada warga dengan meneriakkan “Warga takalar Bencong”. Warga tetap saja bertahan bertahan untuk menghalau aparat.
Sampai pukul 14.00, aparat kembali melakukan tindakan refresif dengan melakukan penyisiran lokasi /lahan dengan memburu dan membubarkan kerumunan warga. Mereka menyisir sampai Mangga I (tempat warga biasa berkumpul untuk memantau proses pengolahan lahan oleh PTPN) dan menguasai tempat itu. Saat penyisiran itu kembali melakukan pelanggaran dengan menembaki warga dari jarak dekat dan melukai warga di bagian kepala. Akhirnya warga membubarkan diri dan kembali ke desa masing-masing dan sebagian ke posko pengaduan yang telah di bangun.
Samapi hari ini warga yang menjadi korban Penembakan
1. Haris Naba (desa Romang Lompoa) ditembak di lutu dan saat ini menjadi tahan dan dirawat di RS bhayangkara Makassar
2. Jupri Tona (parambado) tertembak di perut kana, juga di tahan.
3. Samaluddin la’bang (barugaya) tertembak di kaki (dekat mata kaki), kembali ke rumah
4. Dg Massu (barugaya) tertembak di pelipis, pulang ke rumah
5. Naswir Nanring (timbuseng) tertembak di kepala bagian kiri, tidak mendapat perawatan di puslesmas setempat dengan alas an takut berurusan dengan polisi dan kendala peralatan medis

Situasi di Desa timbuseng temapat warga berkumpul memanas. Warga tetap bersiaga di lokasi hingga malam. Aparat Masih bersiaga di lahan Perkebunan. Bahkan Polisi Menyisir desa-desa untuk mencari warga di tuduh provokator dan melempar aparat.



Pernyatan Sikap KPP STR Mengenai Penembakan Petani Takalar Polongbangkeng


PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 036/B.1-P/KPP/VIII/2009

Usut Tuntas Otak Pelaku Penembakan Petani Takalar Sekarang Juga!
Kapolres Takalar Dan Kapolda Sulawesi Selatan Harus Bertanggungjawab Atas Jatuhnya Korban Di Lahan Konflik Antara Rakyat Tani Dengan PTPN XIV



Salam Pembebasan,

Kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi. Setelah 18 desember 2008 lalu, dusun Suluk Bongkal, Bengkalis-Riau dibakar (diduga dilakukan oleh pihak kepolisian) yang disangka dipicu oleh sengketa lahan antara PT Arara Abadi (Suplyer bahan baku pulp and paper untuk PT. Indah Kiat Pulp and Paper-anak dari Sinar Mas Group), kemudian disusul kemudian 28 Mei 2009 3 orang petani diduga tewas akibat bentrokan antara rakyat tani desa Bangun Purba, Rohul-Riau dengan perusahaan suplyer bahan baku pulp and paper PT Riau andalan Pulp and Paper (RAPP), APRIL Group, kemudian Minggu (09/08/2009) tepatnya 8 hari menjelang peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-54, aparat keamanan diduga melakukan penembakan terhadap petani Takakar yang melakukan protes terhadap pengolahan tanah mereka oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Menurut data yang kami himpun dari berbagai sumber, bentrokan diduga oleh karena tembakan oleh pasukan Brimob Polda Sulawesi Selatan. Dan dari sumber anggota Pemantau dari Komnas HAM, Dedi Askari pada Tribun Timur mengungkapkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM di Takalar, Sulawesi Selatan dengan korban masyarakat sipil, dapat dirincikan, jumlah korban yang terkena tembakan berjumlah enam orang. Para korban penembakan itu terdiri, pertama; Haris Naba (28), warga Desa Romang Lompoa. Ia terkena mengalami luka di bagian lututnya. Kedua, Jufri Tona (30) warga Desa Parangbaddo yang mengalami luka di bagian perut sebelah kanan. Ia dirawat dan telah menjalani operasi tadi malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Ketiga, Jamaluddin La'bang (28) warga Desa Barugaya. Dia mengalami luka di bagian mata kaki kiri. Keempat, Daeng Massu (55), warga Barugaya. Ia mengalami luka di kepala bagian dahinya. Keliman, Nasmen Nanring (32), warga Desa Timbuseng.

Apapun alasan apparatus keamanan terhadap kejadian ini, merupakan bukti bahwa menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-54 ini, petani masih saja dirugikan dengan tindak kekerasan yang sudah banyak memakan korban. Lebih parah lagi, disetiap setelah aksi kekerasan terjadi, upaya pengusutan yang dilakukan oleh lembaga terkait sangatlah minim. Berdampak pada kejadian yang berulang-ulang, sebab tidak dilakukannya efek jera terhadap pelaku dan otak tindak kekerasan tersebut. Inilah sejatinya dampak yang dilahirkan oleh pemerintahan kakitangan neoliberalisme yang jelas-jelas melindungi pemilik modal besar, serta melakukan penindasan terhadap kaum tani sebagai rakyat tak berpunya. Pemerintahan dengan cirri neoliberalisme inilah juga yang menutup akses kaum tani untuk memajukan pertanian mereka dengan cara menarik subsidi pada SAPROTAN/SAPRODI, berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan harga SAPRDI/SAPROTAN. Hasilnya kemudian adalah, kaum tani yang jelas-jelas tidak mempunyai fondasi ekonomi kuat (karena dibiarkan lemah) akan dengan sendirinya "mati di lumbung padi".

Maka melihat kondisi demikian, Serikat Tani Riau, merupakan organisasi tani lokal yang berafiliasi kepada Serikat Tani Nasional (STN) MENYATAKAN SOLIDARITAS PERJUANGAN TERHADAP PETANI TAKALAR dan Menyatakan Sikap:

1. Mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres Takalar dan Kapolda Sulawesi Selatan. Dikarenakan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM di wilayah hokum Polres Takalar diduga dilakukan oleh Pasukan Brimob yang secara garis komando dibawah Kapolda Sulawesi Selatan

2. Mendesak Koomnas HAM untuk segera mengusut otak dan pelaku tindakan kekerasn yang menyebabkan jatuhnya korban luka-luka di pihak petani

Kami menyerukan kepada seluruh kaum tani untuk membangun front persatuan nasional melawan Neoliberalisme serta kakitangannya dalam negeri. Karena hanya dengan membangun persatuan front inilah, kemenangan akan kita jelang kemudian hari.

Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.

BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL

TANAH, MODAL, TEKNOLOGI MODERN, MURAH, MASSAL UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DI BAWAH KONTROL DEWAN TANI


Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam keras tindakan aparat kepolisian melakukan penembakan terhadap petani takalar

Penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV ini telah dilakukan sejak awal tahun 80-an hingga saat ini terus berlanjut. Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kab. Takalar melanjutkan kontrak tanpa menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008 hingga saat ini, telah terjadi pelanggaran HAM oleh PTPN XIV yang dibackup oleh Aparat Kepolisian.

Penembakan terhadap petani berlanjut kembali pada Minggu 9/08/09 kemarin, akibatnya Bentrokan tidak bisa dielakkan antara warga (petani) dengan Aparat Kepolisian (Satuan BRIMOB dan SATDALMAS Polda Sulawesi Selatan) kembali terjadi di atas lahan sengketa yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan sumber dari amggota KPA yang sejak awal hingga saat ini berada di lokasi kejadian, menyebutkan bahwa peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV pada hari Minggu 09/08 yang dikawal aparat Polres Takalar untuk kembali mengelola lahan perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.

Sementara, di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian dengan berteriak teriak menyudutkan warga desa. Disamping itu, pihak PTPN juga terus memprovokasi warga dengan menurunkan 6 buah unit traktor yang siap melakukan penggarapan lahan, tentu saja kondisi demikian semakin menambah tegang keadaan, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat. Namun demikian warga yang berada di lokasi perkebunan tetap berusaha tenang dan tidak melakukan perlawanan.

Puncak kejadian terjadi sekitar pukul 09:20 WITA saat aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas dari Polda Sulsel yang bersenjeta lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Sehingga Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat terus memburu warga dan menangkapi satu persatu. Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki.

Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih sejam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan seorang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan. Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.

Selain Itu Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan secara aroganya dengan menyebut “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”. Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala. Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata. Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.

Tentu saja kasus penembakan yang menimpa petani Polongbangkeng Takalar Dalam pandangan KPA adalah sengketa agraria yang disebabkan timpangnya struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang aksesnya kepada rakyat (petani) sangat dibatasi adanya dan pengaturan kebijakan Nasional dan daerah setempat yang memberikan akses seluas-luasnya bagi perusahaan perkebunan.

Atas hal itu KPA Menyatakan sikap:

1. Mengecam keras tindakan tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel Penembakan yang melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng Takalar
2. Meminta Kapolri untuk menghukum para aparat pelaku penembakan dan intimidasi terhadap warga dan petani serta mengajukannya ke Pengadilan.
3. Meminta Polda Sulsel untuk menanggung biaya pengobatan dan rumah sakit kepada para korban penembakan.
4. Meminta Pemda Takalar menyelesaikan kasus sengketa agraria di Takalar dengan meninjau ulang pemilikan HGU PTPN XIV dan mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.
5. Mendukung Komnas HAM untuk menetapkan kasus ini sebagai tindakan pelanggaran HAM.

Tembusan:

1. Bapak Kapolri di Jakarta

2. Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta

3. Ketua Komnas HAM

4. Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar

5. Gubernur Sulsel Di Makasar

6. Bupati Takalar

7. Kapolres Takalar

8. DPRD II Takalar

9. Media Massa Cetak Maupun Elektronik di Indonesia

10. Arsip



Jakarta, 10 September 2009



Idham Arsyad

Sekretaris Jenderal KPA

Cp: 081342619987




Kapolda Akan Periksa Sejumlah Pejabat Takalar

Rabu, 12 Agustus 2009 | 01:28 WITA

Makassar, Tribun - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang akan memeriksa sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Kabuapten (Pemkab) Takalar terkait kasus sengketa lahan antara sejumlah warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PN) XIV di Takalar.

Hal tersebut diungkapkan Salempang usai bersilaturahmi dengan Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, di Gubernuran, Makassar, Selasa (11/8).
Senin (10/8) lalu, kepada Tribun, sejumlah warga yang melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di atas sebuah dataran tinggi di Desa Pa'rampunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut), Takalar, mengatakan, bahwa PTPN pernah memberikan ganti rugi ke warga pemilik lahan. Hanya saja, tidak semua dana tersebut sampai ke warga.
"Katanya uang ganti rugi itu dulu diserahkan ke gubernur dan bupati yang menjabat waktu itu. Namun, yang sampai ke tangan masyarakat hanya sedikit," kata Dg Lau, salah seorang warga yang mengaku pemilik sebagian lahan yang dipakai oleh Pabrik Gula Takalar tersebut.
Di atas dataran itu, Dg Lau bersama ratusan warga, setiap saat melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di daerah itu. Jika pihak PTPN melakukan aktivitas di lahan sengketa tersebut, mereka langsung mencegahnya.
Saat ditanyai siapa gubernur dan bupati yang menjabat saat itu, Dg Lau bersama rekan-rekannya tidak menjawab secara rinci.
Pengakuan warga inilah yang dinilai Salempang sebagai pintu masuk untuk melakukan pemeriksaan."Kami akan memeriksa siapa-siapa yang terkait dalam dugaan penyelewengan dana ganti rugi tersebut, termasuk Tim Sembilan yang sering dibicarakan," lanjutnya.
Tim Sembilan adalah tim yang dibentuk dulu untuk melakukan proses ganti rugi. Tim ini merupakan gabungan antara pemkab dan PTPN.
Hanya saja Salempang berulang kali mengatakan bahwa jika masyarakat yang mengadu tidak memiliki bukti yang valid, maka pihaknya akan menghentikan kasus tersebut. "Silakan melapor (warga) kepada kami, dan kami akan lakukan penyelidikan. Tapi, tentunya harus disertai dengan bukti-bukti. Jika tidak, maka maaf, kasus ini akan kami hentikan," ujarnya dengan nada tegas.
Salempang mengatakan, berdasarkan fakta yang ada, hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) di atas lahan seluas sekitar 40 hektare itu adalah milik PTPN. "Itu dibuktikan dengan dokumen yang dimiliki PTPN maupun BPN (Badan Pertanahan Negara) Takalar.
Meski demikian, dia tidak akan menutup diri dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan. "Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan agar melapor. Kami akan melakukan pemeriksaan," jelasnya. Salempang juga meminta agar Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusai (HAM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar agar melakukan pengawalan terhadap aduan atau laporan masyarakat tersebut. Kedua lembaga ini sudah turun tangan dalam sengketa ini.
Brimob Ditarik
Satu satuan setingkat kompi (SSK) dari Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya diturunkan ke lahan sengketa, sudah ditarik. Minggu (9/8) lalu, terjadi bentrok antara polisi dengan warga. Sebanyak dua warga dilarikan ke RS Bhayangkara, Makassar, akibat terkena peluru karet. Sejumlah polisi juga luka-luka termasuk kapolres dan kapolsek setempat terkena lemparan warga. Versi warga sebanyak 11 yang tertembak. Namun, yang dirawat di RS hanya dua orang.
Menurut Salempang, penarikan personel tersebut karena suasana sudah kondusif dan bukan karena desakan Komnas HAM. Komnas HAM, katanya, juga menjamin bahwa warga tidak akan masuk di area tersebut.
Demo Makassar
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Makassar untuk Rakyat Polongbangkeng Kabupaten Takalar, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PTPN di Jl Urip Sumoharjo, Makassar, kemarin.
Sebelumnya, massa yang terdiri atas berbagai kampus ini, terlebih dahulu melakukan aksinya di sekitar Jl Tol Reformasi, kemudian melanjutkan ke kantor PTPN. Dalam orasinya, para demonstran meminta agar kasus yang sudah cukup lama ini, segera diselesaikan. Tanah yang selama ini dikuasai PTPN juga diminta agar dikembalikan ke warga. Selain itu mereka juga meminta polisi menghentikan kekerasan terhadap para petani.
Demonstran juga meminta Salempang agar mencopot Kapolres Takalar dan mencabut hak PTPN atas tanah tersebut yang dinilai melakukan pelanggaran HAM.
Secara terpisah Kabid Humas Polda Komisaris Besar Polisi Hery Subiansauri saat dimintai keterangannya terkait kasus tersebut mengatakan bahwa keberadaan polisi di TKP hanyalah untuk melakukan pengamanan.
"Memang seharusnya pemerintah setempat menyelesaikan hal ini secepatnya, bukan diserahkan sepenuhnya kepada polisi," jelas Hery kepada Tribun.



Polda Sulselbar Minta Kasus PTPN XIV Diselesaikan Pemda


Minggu, 09 Agustus 2009 23:40
Takalar, Sulsel (ANTARA News) - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) meminta Pemerintah Kabupaten Takalar segera melakukan pertemuan dan menyelesaikan sengketa warga dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Kapolda Sulselbar Irjen. Pol. Mathius Salempang melalui Kabid Humas, H Hery Subiansauri, di Makassar, Minggu, mengatakan, sengketa warga dengan pengelola PTPN XIV sudah lama terjadi dan harus segera diselesaikan secara damai tanpa adanya persoalan.

"Kasus ini sudah lama terjadi dan ini harus segera diselesaikan, apalagi PTPN merupakan perusahaan umum yang juga masih milik negara. Makanya harus ditempuh dengan cara mufakat agar keduanya bisa beriringan tanpa adanya masalah lagi yang timbul," katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, sengketa warga yang sudah berlangsung selama beberapa tahun itu sudah mulai ada titik temu bahkan penyelesaian pembayaran tanah milik warga itu sudah terlaksana.

Namun karena adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang mencoba menyulut emosi warga dan tidak menerima uang pembayaran itu, akhirnya warga yang lainnya pun mencoba menuntut lebih hingga akhirnya permasalahan tersebut berlanjut terus.

Hery juga mengaku, posisi polisi hanya sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum yang harus bertindak jika ada oknum-oknum yang mencoba memperkeruh suasana dan mengacaukan permasalahan tersebut.

Selain itu, dalam insiden berdarah yang kembali terulang itu, tujuh polisi dan tiga warga dilaporkan terluka akibat bentrokan yang terjadi di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan saat ratusan warga mencoba menghentikan aktivitas pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Ketujuh orang polisi dan tiga warga terluka dalam insiden unjuk rasa yang digelar oleh ratusan warga Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut).

Anggota polisi yang terluka yakni, Kapolresta Takalar, AKBP Andi Asdi yang terkena lemparan batu dibagian kaki kanannya, Kapolsek Polongbangkeng Utara AKP Abdul Malik yang terkena lemparan batu pada bagian wajahnya sehingga beberapa giginya terjatuh.

Kepala Unit (Kanit) IDIK III Polres Takalar, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Idrus, serta lima anggota satuan pengendalian massa atau Dalmas Polres Takalar.

Ketujuh orang polisi yang mengalami luka memar sudah ditangani oleh tim medis bahkan ketiga orang warga lainnya yang juga terluka yakni, Aris Daeng Naba (30) terkena peluru karet pada betis kirinya.

Jufri Daeng Tona (32) juga terluka akibat tembakan pada pinggang sebelah kirinya serta seorang lagi yang belum diketahui identitasnya.

Kedua korban yang terkena tembakan peluru karet sudah dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Padjonga Daeng Ngalle sebelum dirujuk ke RS Bhayangkara Makassar karena mengalami luka yang cukup serius serta seorang yang tidak memiliki identitas masih di RSU Takalar.

"Luka-luka yang dialami oleh warga dengan anggota itu karena adanya oknum-oknum yang mencoba menyusupi kerumunan warga kemudian memicu terjadinya keributan hingga akhirnya warga melempari polisi dengan batu," ujarnya.

Pernyataan Sikap PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP) terhadap kebrutalan Polisi terhadap kasus Polongbangkeng takalar

PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

Nomor: 107/PS/KP-PRP/e/VIII/09

Mengecam keras kebrutalan pihak kepolisian dalam penegakan hukum!
Kapolri harus bertanggungjawab terhadap kekerasan pihak kepolisian!



Salam rakyat pekerja,

Pada tanggal 22 Juni 2009, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) memberlakukan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI. Artinya, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) hendak menjalankan fungsi dan tugasnya dengan menghormati Hak Asasi Manusia setiap warga Negara. Dapat dikatakan, POLRI akan menjalankan fungsi mengayomi dan melindungi masyarakat.

Namun kenyataannya sangat berbeda jauh dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kapolri tersebut. Baru-baru ini, pada tanggal 9 Agustus 2009, telah terjadi tindakan brutal yang dilakukan kepolisian terhadap para petani di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Para petani yang hendak melaksanakan protes karena PTPN memaksakan memulai operasinya di atas tanah yang sedang berkonflik, terpaksa harus menjadi korban kebrutalan polisi. Beberapa warga bahkan menderita luka serius dan seorang petani ditembak dari jarak dekat serta mendapat pukulan popor senapan berkali-kali oleh aparat kepolisian.

Tindakan brutal kepolisian ini bukan hanya terjadi sekali saja. Di beberapa daerah lain tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian juga terjadi. Contoh saja tindakan kekerasan aparat dan pimpinan Polres Jakarta Utara terhadap para pekerja LBH Jakarta beberapa waktu yang lalu. Juga di Aceh, beberapa kali proses penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian menyebabkan meninggalnya sang tersangka atau korban. Tentu saja penegakan hukum yang dimaksud adalah penegakan hukum yang menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Perlakuan ini juga dilakukan oleh aparat kepolisian di beberapa daerah yang lainnya, sehingga menimbulkan korban luka atau bahkan korban meninggal. Penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan tentunya sangat bertentangan dengan peraturan Kapolri yang baru saja dikeluarkan. Namun yang menarik, tindakan penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan korban jiwa, hanya dilakukan kepada rakyat pekerja.

Sementara kepada para pemilik modal dan pejabat yang melakukan penyuapan dan korupsi, akan diperlakukan dengan sangat baik. Tindakan atau perlakuan yang ditunjukkan oleh kepolisian bisa sangat berbeda jika menghadapi para koruptor yang jelas-jelas telah merugikan dan menyengsarakan negeri ini. Beberapa kali, pihak kepolisian pun melindungi kepentingan pemilik modal dengan menjadi penjaga keamanan aset modalnya. Mereka dengan sigap dan brutal akan menghalau segala gangguan yang akan merugikan kepentingan para pemilik modal termasuk gangguan dari rakyat yang ingin menuntut hak-haknya. Artinya di beberapa wilayah Indonesia, pihak kepolisian juga masih menjadi “anjing penjaga” kepentingan para pemilik modal.

Kapitalisme-Neoliberalisme
telah menyebabkan kebobrokan dalam institusi kepolisian yang seharusnya menjaga keamanan-ketertiban serta mengayomi dan melindungi masyarakat. Kenyataannya saat ini, institusi kepolisian seakan-akan telah menganggap rakyat lah yang harus diperangi demi menjaga kepentingan-kepentingan para pemilik modal. Maka dari itu, gerakan perlawanan rakyat harus mulai dibentuk dan disatukan untuk menghancurkan sistem kapitalisme-neoliberalisme, sehingga dapat mengembalikan peran dan fungsi kepolisian ke posisinya semula yang dicita-citakan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat.

Secara tidak sadar, aparat kepolisian pun sebenarnya merupakan rakyat pekerja yang juga dirampas kesejahteraannya oleh para pejabat kepolisian dan para kapitalis. Seharusnya aparat kepolisian dapat berjalan bersama-sama dengan rakyat pekerja lainnya untuk menuntut kesejahteraan dan melawan para penguasa yang jelas-jelas lebih berpihak kepada para kapitalis. Hanya dengan SOSIALISME lah kesejahteraan dan hak-hak rakyat pekerja dapat dijamin oleh Negara, termasuk kesejahteraan para aparat kepolisian.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:


1. Mengecam keras tindakan brutal dengan menggunakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian dalam menegakkan hukum di Indonesia.

2. Menuntut seluruh aparat kepolisian untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengayomi dan melindungi hak-hak rakyat pekerja di seluruh Indonesia.

3. Mendesak Kapolri dan jajaran pejabat kepolisian lainnya untuk bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparatnya kepada rakyat pekerja di seluruh Indonesia.

4. Kepada seluruh elemen gerakan perlawanan rakyat untuk bersatu, termasuk aparat-aparat kepolisian yang tertindas, demi memperjuangkan SOSIALISME untuk kesejahteraan seluruh rakyat pekerja di Indonesia.




Jakarta, 10 Agustus, 2009


Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)


Ketua Nasional

(Anwar Ma'ruf)


Sekretaris Jenderal

(Rendro Prayogo)



*****
Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP PRP)
Jl. Kramat Sawah IV No. 26 RT04/RW 07, Paseban, Jakarta Pusat
Phone/Fax: (021) 391-7317
Email: komite.pusat@prp-indonesia.org / prppusat@gmail.com / prppusat@yahoo.com
Website: www.prp-indonesia.org
*****


janji Caleg terhadap kasus PTPN XIV dan petani Takalar terhadap Konflik

(sinar Harapan)

Makassar - Janji politik calon peserta pemilihan legislatif lalu, yang mengaku siap memperjuangkan hak atas kepemilikan lahan perkebunan PTPN XIV dianggap sebagai pemicu konflik warga kecamatan Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, Sulsel.
Detail Berita
DEMO PTPN - Sejumlah pengunjukrasa dari berbagai elemen mahasiswa berunjukrasa di depan kantor PTPN XIV Makassar, Rabu (12/8). Mereka meminta agar PTPN segera menuntaskan kasus sengketa tanah perkebunan di pabrik gula Takalar, Sulsel antara warga dan PTPN XIV dan meminta agar polisi tidak melakukan tindak kekerasan terhadap para petani di pabrik tersebut. (ANTARA)

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pada pemilihan legislatif lalu banyak pihak-pihak yang ditemukan mengumpulkan suara dengan memanfaatkan permasalahan kepemilikan lahan itu untuk meraih simpati masyarakat.
"Kalau saya lihat kemarin memang terlalu banyak janji politik. Saya tidak mau bilang ada provokasi, itu hanya 'statement-statement' lepas," ucap Syahrul seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/8). Bupati Takalar, Ibrahim Rewa sebelumnya telah menduga bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian yang terjadi di kecamatan Polongbangkeng Takalar Sulsel, Minggu (9/8) telah dihasut oleh provokator.
Menurutnya, bentrokan antara warga kecamatan Polongbangkeng Takalar dengan anggota kepolisian dari Polisi Resor (Polres) Takalar, Brigader Mobil Polda (Brimobda) Sulselbar dan pasukan pengendali Massa (Dalmas) Takalar di areal PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar telah disusupi oleh orang-orang dan pihak-pihak yang menjadi provokator selama ini.
Sejauh ini, penyelidikan kepolisian diarahkan pada pengumpulan bukti-bukti awal adanya aktor intelektual dibalik bentrokan yang memakan korban dikalangan warga dan aparat kepolisian tersebut. Meski demikian, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang mengaku pihaknya belum dapat berspekulasi untuk membenarkan adanya keterlibatan oknum tertentu dalam kasus tersebut.


Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV(keterangan Perundingan Kapolda Sulselbar dan Petani takalar rabu, 19-08-09)


Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV
Kamis, 20 Agustus 2009 04:54
Takalar, Sulsel - Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Irjen Pol Mathius Salempang, menemui ratusan warga yang bertikai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar, Rabu.

Pertemuan Kapolda dengan warga Polongbangkeng Utara dan Selatan juga menghadirkan unsur Muspida Takalar serta Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulsel, Roly Irawan, menyarankan kepada Bupati Takalar, Ibrahim Rewa untuk segera menuntaskan persoalan warga tersebut.

"Kasus ini sudah lama dan harus segera diselesaikan karena jika ini berlarut-larut permasalahan tidak akan selesai. Karena itu, Bupati harus segera membentuk tim penyelesaian konflik antarwarga dan pihak PTPN XIV Takalar," ujarnya.

Mantan Direskrim Sus Polda Metro Jaya ini menyatakan siap membantu pemerintah dalam penyelesaian masalah antarwarga dengan pihak PTPN. Apalagi, jika itu berkaitan dengan penciptaan suasana yang kondusif.

Dikatakannya, saat ini pihaknya telah memegang bukti Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dari PTPN XIV Takalar, selaku penerima hak dari pemerintah pusat untuk penggarapan lahan yang disengketakan.

Namun, ia juga mengaku tidak akan mempermasalahkan HGU dan HGB karena keduanya dinilai bisa menyulut konflik.

Dalam pertemuan itu, salah seorang warga mengugkapkan jika komitmen kontrak pada 1982 penggarapan lahan warga hanya sampai 25 tahun. Sedangkan luas lahan yang diserahkan hanya 6000 hektare.

"Jadi berdasarkan komitmen yang ada, apabila masa kontrak habis, maka lahan akan dikembalikan atau dibayar kembali apabila ingin digunakan pihak PTPN XIV. Itupun luasnya tidak melebihi dari 6000 hektare," ujarnya.

Bupati Takalar, Ibrahim Rewa menanggapi pernyataan warga mengakui bahwa ada beberapa lahan memang menjadi milik pemkab yang hak pengelolaannya diserahkan kepada warga.

"Luas lahan yang dikelola oleh warga sekitar 350 hektare. Penyerahannya berdasarkan kesepakatan dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan)," ujarnya.

(T.PK-MH/S016)




Release Solidaritas terhadap Petani Polongbangkeng Takalar : 21 Agustus 2009, Stop kekerasan Terhadap Petani dan Bubarkan PTPN

Thu, 20 Aug 2009 02:50:50 -0700


Siaran Pers Bersama

Solidaritas untuk Takalar

Bubarkan PTPN dan Stop Kekerasan Terhadap Masyarakat

Jakarta, 20 Agustus 2009. Konflik agraria kembali terulang. Kali ini melibatkan
petani dan PTPN XIV di Takalar, Sulawesi Selatan. Berkaca pada kaleidoskop
konflik agraria, penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV sudah berlangsung
sejak awal tahun 1980-an.



Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah
mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi,
dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kabupaten Takalar melanjutkan kontrak tanpa
menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan
petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008, telah terjadi pelanggaran
HAM oleh PTPN XIV.



Penembakan terhadap petani ini kembali terjadi pada tanggal 9 Agustus 2009.
Peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV dengan kawalan aparat
Polres Takalar. Kedatangan ini dimaksudkan untuk kembali mengelola lahan
perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung
mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.



Puncaknya, pada pukul 09.20 WITA, aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas
Polda Sulsel yang bersenjata lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang
sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai
senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah
warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Tak ayal, mereka pun berhamburan
menyelamatkan diri. Ironisnya, aparat terus memburu warga dan melakukan
penangkapan secara sewenang-wenang. Di lapangan, menurut penuturan salah
seorang warga, setidaknya terdengar 100 kali tembakan . Akibatnya, 6 (enam)
orang warga menderita luka serius di bagian kepala, paha, perut, dada, dan kaki.



Selama satu jam lebih, ketegangan terus memuncak. Penangkapan pun terus
dilakukan. Bahkan disertai pemukulan. Salah satu korbannya adalah mahasiswa.
Lebih parah lagi, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera milik
wartawan Metro TV.



Merespons tragedi kemanusiaan ini, Solidaritas untuk Takalar tegas menyatakan:

Pertama, mengecam keras tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel yang
melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng, Takalar,
Sulawesi Selatan.



Kedua, meminta Kapolri untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti telah
menyalahi fungsi keberadaannya, dengan melakukan penembakan dan intimidasi
terhadap warga dan petani.

Ketiga, menuntut Polda Sulsel untuk menanggung seluruh biaya pengobatan dan
rumah sakit para korban penembakan dan pemukulan.



Keempat, menuntut Pemerintah Daerah Takalar agar menyelesaikan kasus sengketa
agraria di Takalar. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali kepemilikan HGU
PTPN XIV dan kembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.



Kelima, mendesak kepada Komnas HAM untuk menindaklanjuti secara maksimal
tragedi kemanusiaan yang melukai hak asasi manusia ini.***

Solidaritas untuk Takalar
Eksekutif Nasional WALHI, KPA, AGRA, KontraS, FMN, LBH Masyarakat, KIARA,
KOMPAK, KAU



Untuk informasi selanjutnya, silakan menghubungi:
081808893713, Islah (Walhi)
085693623631, Yura Pratama (LBH Masyarakat)
085223336432, Zaenal M (KPA)
02199250046, Mustofa (KOMPAK)
081383461152, Erpan Faryadi (AGRA)
081315606332, Catur Widi A (FMN)






Tembusan:
Bapak Kapolri di Jakarta
Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta
Ketua Komnas HAM


Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar
Gubernur Sulsel Di Makasar
Bupati Takalar
Kapolres Takalar
Ketua DPRD II Takalar
Media Massa Cetak dan Elektronik
Arsip


Permohonan Peliputan Aksi Solidaritas Takalar
Kepada : Rekan-rekan Media Massa
Di,-
Tempat

Dilaksanakan Pada :
Hari/Tanggal : Jum'at, 21 Agustus 2009
Waktu : Pkl 10.30 - 11.30 WIB
Tempat : Kantor Menteri Negara BUMN, Jl. Merdeka Selatan Jakarta Pusat
Tema : Bubarkan PTPN dan STOP Kekerasan terhadap Petani

Demikian pemberitahuan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
banyak-banyak terima kasih.