Kamis, 20 Agustus 2009

Berita Dari Jawa Tengah

Kepastian di ‘Kukrukan’



FOTO Sabarno [49] yang tengah mempersiapkan Kukrukan [bahasa jawa = lahan garapan di tanah terlantar]. Topografi yang berbukit menjadikan ia membuat teras miring untuk menahan laju air dan mencegah erosi.

-----

KALISALAK. Musim hujan telah tiba. Hal ini menjadikan rakyat di negeri ini senantiasa menyiapkan diri untuk mewaspadai datangnya banjir. Namun bagi kaum tani, datangnya hujan adalah saat tepat untuk memasuki musim tanam yang baru.

Demikian pula bagi petani penggarap di Dusun Kalisalak Desa Lemah Ireng, Bawen Kabupaten Semarang. Alat bajak sederhana tengah disiapkan berikut bibit padi dan kacang telah disemaikan. “Kami menanam padi dengan cara di-gogo, bukan dalam bentuk sawah,” jelas Sabarno [49]. Gogo adalah cara menanam padi di ladang yang relative kering dan mengandalkan hujan sebagai satu-satunya sumber air “Di sana, di lokasi tersebut sulit menampung air,” tambah aktifis kelompok tani penggarap yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional. Ia mengarahkan telunjuknya untuk menunjuk ke arah utara dusun.. Tampaklah beberapa bukit yang telah dikelola sebagai lahan berladang lengkap dengan teras siringnya.

Tanah apakah itu? Mengapa tidak menggarap di tanah yang lebih subur untuk diusahai sebagai sawah?

Sabarno menjawab bahwa tanah yang ada di dusunnya hanya seluas 4 ha saja yang sebagian besar adalah tanah kas desa. Hal ini tidak mungkin mencukupi untuk ratusan keluarga petani Dusun Kalisalak. Mengandalkan upah dari bekerja di pabrik ataupun buruh tani sungguhlah tak mencukupi kebutuhan pangan mereka

Di lain sisi terdapatlah sejumlah tanah terlantar ang persis berada di sebelah utara pemukiman warga. Tanah tersebut dibawah konsesi Hak Guna Usaha PTPN IX [Persero] Kebun Ngobo yang secara administrative termasuk dalam kawasan Dusun Kalisalak. Secara keseluruhan perusahaan tersebut mengusahakan karet, kopi dan kakao sebagai komoditas utama di atas tanah seluas 2.261.02 hektar.

Atas musyawarah seluruh warga, sekitar 41 hektar tanah terlantar tersebut digarap dan diusahai sebagai lahan produktif oleh 88 KK. Masa tanam kali ini adalah tahun kesebelas bagi mereka.

Sudah barang tentu pihak pihak PTPN IX bereaksi atas hal ini. Di tahun 1999 terjadi salah satu peristiwa yang mengakibatkan bentrokan antara kelompok tani penggarap yang bergabung dalam Serikat Tani Nasinal dan PTPN IX. Hal ini berujung pada perundingan yang menghasilkan kesepakatan pengakuan sementara keberadaan para penggarap oleh PTPN IX dan kalangan pemerintahan desa.

“Saya katakan sementara karena pada saat perundingan belumlah cukup kuat dari segi hukum,” terang Magiyanto [39], mantan aktifis kelompok tani penggarap yang kini menjabat sebagai Kepala Dusun Kalisalak. Kesepakatan yang masih bersifat informal belumlah dapat menjamin pengakuan yang sungguh-sungguh dari semua pihak. Oleh karenanya perjuangan legal untuk mendapatkan hak garap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 harus terus dilakukan, tambahnya.

Sengketa antara masyarakat dan PTPN IX juga meluas pada pemanfaatan mboso, limbah karet yang masih bernilai ekonomi. Hal ini berujung pada penangkapan dua warga pada April lalu yang disajikan dalam artikel Dua Petani pencuri ‘Mbosa’ Akhirnya Divonis 2,5 Bulan.

Musim hujan memang sudah pasti tiba. Namun kejelasan atas hak atas tanah petani penggarap tanah terlantar Dusun Kalisalak harus sunantiasa diperjuangkan untuk menjamin penghidupan bagi mereka.


Forum Mediasi BPN Jateng Yang Berat Sebelah




FOTO Mbah Muhadi tengah bersiap menuju ladang di pagi hari. Ia adalah salah seorang petani penggarap tanah terlantar PT. Rumpun Sari Medini afdeling Kaligintung yang terletak di Desa Kemitir Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

-----

SUMOWONO, SEMARANG. STN. Adalah Mbah Muhadi [71]. Jika hari menjelang pagi, ia telah bersiap-siap ke ladang dengan membawa pikulan berikut keranjang di kedua sisinya. Meskipun usianya tak lagi muda, ketangkasan dan kegigihan masih nampak di tubuh kecilnya. “Saya dulu ikut jadi pejuang rakyat,” jelasnya. Ia dan kawan-kawannya ada masa 1950-an dikenal sebagai aktifis pimpinan ranting salah satu organisasi pemuda militant. “Kami pernah ikut digerakkan untuk membangun GOR Senayan. Semua kami lakukan dengan sukarela dan senang hati,” ujarnya.

Hingga hari ini, Mbah Muhadi dan para petani Desa Kemitir Kec. Sumowono Kab. Semarang, Jawa Tengah tengah berjuang memperoleh kepastian hak atas tanah. Sejak sebelas tahun yang lalu, mereka menduduki dan memproduksi tanah di sebagian areal PT. Rumpun Sari Medini afdeling Kaligintung [RSM] yang terlantar. Dari 148 Ha konsesi usaha yang dimiliki kebun, tak lebih dari 15 hektar saja yang telah ditanami teh sejak ia beroperasi 1997 yang lalu. “Kami harus menggarap tanah tersebut untuk bertahan hidup. Empat hektar tanah Desa Kemitir tidak mungkin cukup menghidupi kami dan ratusan kepala keluarga lainnya,” terangnya.

Pertemuan Tiga Pihak

Kamis, 21 Agustus 2008, Mbah Muhadi dan para petani berunding dengan jajaran pimpinan PT. RSM dengan dijembatani oleh Kanwil BPN Jateng. Pertemuan yang diselenggarakan di kantor Camat Sumowono adalah usaha pertama perundingan tiga pihak untuk menemukan jalan keluar konflik.

Darmanto selaku kepala bidang sengketa pertanahan dan konflik agraria Kanwil BPN Jateng memimpin jalannya pertemuan. Hadir pula dalam kesempatan tersebut adalah Camat Sumowono, kepala desa Kemitir, direktur PT. RSM, kepala kantor pertanahan Kab. Temanggung serta jajaran pimpinan kantor pertanahan Kab. Semarang dan para petani.

Para petani mengemukakan tiga hal berkait dengan tuntutan mereka, yakni [1] petani berhak bebas menentukan jenis tanaman di kawasan garapan tanah terlantar PT. RSM; [2] pihak PT. RSM tidak diperkenankan menggangu tanaman milik petani; [3] Pihak BPN harus memproses sesuai ketentuan Undang Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 tentang penelantaran tanah dalam areal hak guna usaha [HGU].

Keinginan tersebut diperkuat oleh aspirasi Kepala Desa Kemitir Kec. Sumowono Kab. Semarang. Beliau menyatakan bahwa warganya, yang sebagian besar adalah anggota Serikat Tani Nasional ‘Setyo Manunggal’, diperkenankan terus menggarap tanah terlantar PT. RSM dan meminta BPN untuk meninjau ulang HGU PT. RSM dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat di wilayah ini.

Namun PT. RSM bersikeras bahwa areal tersebut adalah kewenangannya berdasarkan HGU yang ada. Oleh karena itu, para petani penggarap harus bekerja sama dengan PT. RSM apabila tetap ingin menggarap di areal tersebut. “Bahkan Undang Undang Perkebunan No. 18 Tahun 2004 melarang siapa saja masuk dan menggarap di areal perkebunan. Barang siapa yang melanggar pasti dipidanakan,” ancam Tjuk Sugiarto, Direktur PT. RSM yang baru setahun menjabat kedudukannya.

Darmanto menyatakan bahwa PT. RSM telah mengakomodasi keinginan para petani untuk tetap dapat menggarap. “Ini hal yang positif” tandasnya. Oleh karena itu, ia dan jajaran yang hadir berpendapat agar petani menerima saja tawaran kerjasama dengan pihak PT. RSM. “Karena HGU PT. RSM masih berlaku,” terangnya. Sambil berkata demikian, Darmanto menydorkan surat perjanjian kerjasama dari PT. RSM agar segera ditandatangani para petani.

Kontan saja Mbah Muhadi dan para petani menolaknya. Apa pasal? Pertama, surat perjanjian tersebut secara sepihak disusun oleh PT. RSM dan mengabaikan keterlibatan petani. Kedua, keinginan PT. RSM dan tuntuan petani tidak bertemu secara substansi. Ketiga, BPN dinilai mengabaikan penilaian atas tanah terlantar yang menjadi objek konflik pertanahan dan cenderung memihak pada PT. RSM. Keempat, pengalaman pahit para penggarap bekerjasama dengan PT. RSM di masa lalu. Yang justru berbentuk pungutan-pungutan bagi hasil tanaman petani maupun mobilisasi para penggarap menjadi pemetik teh dengan upah yang sangat rendah.

Dengan demikian pertemua tiga pihak tidak menghasilkan perubahan yang membela Mbah Muhadi dan kawan-kawan. Apakah parapetani akan menunggu hingga HGU PT. RSM habis di tahun 2018? “Sejak sekarang kami tetap mempertahankan tanah yang telah digarap sambil mencari cara lain dalam perjuangan”, tegas Mbah Muhadi.

Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional manambahkan bahwa kanwil BPN Jateng dan Tim Penilai Tanah Terlantar patut menyampaikan temuan mereka kpeada para petani berkenaan dengan hasil penyelidikan 2006 yang lalu. "Jika terbukti ditemukan sejumlah bagian areal perkebunan yang ditelantarkan sejak PT. RSM menerima HGU tahun 1997 yang lalu, maka berdasar pasal 34 UUPA No. 5 1960 menyebutkan bahwa HGU hapus salah satunya karena ditelantarkan," tambahnya. Dan negara patut memberikan hak garap kepada petani tersebut.

Asal usul Konflik

Afdelling Kaligintung sejak zaman Belanda memang lokasi perkebunan dan bukan tanah rakyat. Takkala terjadi nasionalisasi atas asset bekas Belanda di masa presiden Soekarno pada masa 1950-an, kebun tersebut menjadi salah satu sasarannya. Dan kepengurusannya di serahkan pada tentara setempat, yang dikemudian hari dikenal sebagai Kodam IV Diponegoro. Selain kebun di afdelling Kaligintung yang secara administrative terletak di batas antara Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung, PT. RSM juga memiliki kebun di afdeling Medini Kab. Kendal.

“Kami menghimpun para petani penggarap tanah perkebunan PT. RSM dalam kelompok tani dan bergabung dengan Serikat Tani Nasional sejak tahun 2005,” urai Suryono [39], ketua kelompok tani penggarap Setyo Manunggal. Kelompok tani tersebut telah mennyelenggrakan serangkaian perjuangan massa dengan mobilisasi aksi mendesak pada pihak-pihak terkait.

Dan pada pertengahan 2006, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah [Kanwil BPN Jateng] menyelenggarakan peninjauan lapangan. Bersama jajaran kantor pertanahan Kabupaten Semarang dan Kab Temanggung, Kanwil BPN Jateng membentuk Tim Penilai Tanah Terlantar yang bertujuan menginventarisasi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh perkebunan. Tim tersebut menilai telah terjadi penelantaran tanah dan memberikan teguran pertama kepada PT. RSM, Teguran tersebut diberikan jangka waktu 18 bulan dan akan dinilai kembali pada Januari 2008.

Menganggapi teguran Kanwil BPN Jateng, pada semester kedua tahun 2007, PT RSK mulai melakukan perluasan tanaman teh seluas 4 ha. Perluasan tanam inilah yang menuai protes petani penggarap. “Bagaimana tidak protes kalau teh ditanam di sela-sela tanaman jagung milik kami?” kata Suryono dengan nada tajam.

Selasa, 04 Desember 2007 yang lalu, ratusan anggota kelompok tani kembali menyelenggarakan perjuangan massa dan menggerakkan anggota ke kantor pertanahan Kab. Semarang. Harian Suara Merdeka memuat liputannya dengan judul 'Ratusan Petani Geruduk Kantor BPN'.

Salah satu hasil aksi tersebut adalah upaya BPN untuk mengedepankan mediasi antara petani penggarap dan PT. RSM. Hal tersebut baru terlaksana Kamis, 21 Agustus 2008 yang lalu.


Dua Petani Pencuri 'Mbosa' Akhirnya Divonis 2,5 Bulan

BAWEN, STN. Setelah mengalami sekali persidangan di PN Kabupaten Semarang, Senin [09/06] Tuwolo [30-an] dan Budi [25] divonis bersalah dan dijatuhi hukuman selama 2,5 bulan potong masa tahanan. Keduanya adalah anggota kelompok tani yang menginduk pada Serikat Tani Nasional [STN] di Dusun Kalisalak Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.

"Yang pasti mereka akan menghirup udara bebas pada hari Minggu 06 Juli 2008," jelas Sungkowo, anggota polisi dari Polsek Tengaran Kabupaten Semarang yang memantau jalannya persidangan.

Tanggapan Komnas HAM

Komisoner Komnas HAM dari Sub komisi Pemantauan, Johny Nelson Simanjuntak, mengemukakan simpatinya atas hal ini. Melalui email ia menyatakan bahwa Komnas HAM beritikad untuk mengambil tindakan yang merupakan wewenang Komnas HAM. Semisal melihat ke lapangan, memanggil PTPN yang bersangkutan atau tindakan lain yang mungkin dilakukan. "Saya berharap bahwa kerjasama yang sedang dan akan dibangun memberi manfaat maksimal untuk petani," tulisnya diakhir email yang dikirimkan kepada STN.

Donny Pradana WR dari KPP STN mengemukakan rencana penyelenggaraan dialog terbuka atas kasus mboso yang melibatkan para pihak, termasuk Komnas HAM. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya awal kampanye massa tentang hak memungut mbosa sebagai jalan keluar jangka pendek untuk mengatasi krisis kehidupan akibat kenaikan harga BBM.

Baca juga artikel sebelumnya yang berjudul Mengumpulkan 'Mbosa' Karena Miskin


Mengumpulkan 'Mbosa' Karena Miskin

BAWEN. STN. "Ada dua orang warga sini yang ditangkap mandor kebun sekitar tanggal 20-an bulan April lalu. Saat ini mereka mendekam di tahanan Polsek Bawen. Pihak PTPN menuduh mereka mencuri 10 Kg mbosa seharga Rp. 10.000,-. Sungguh Keterlaluan!," geram Mbah Mangun [70] seorang anggota kelompok tani setempat yang tergabung dalam Serikat Tani nasional.

Mbosa adalah sisa tetes getah karet. Mengumpulkan mbosa adalah pekerjaan yang sama pentingnya dengan bertani bagi kalangan petani miskin dan buruh tani di sekitar perkebunan karet PTPN XIII. Perusahaan perkebunan tersebut memiliki kurang lebih 470 Ha areal tanaman karet yang terhampar di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Dua orang yang ditangkap adalah warga Dusun kalisalak Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mereka adalah Tuwolo [30-an] yang telah berkeluarga dengan satu orang anak dan Budi [25] yang kebetulan masih melajang. Keduanya juga anggota kelompok tani yang dianggotai Mbah Mangun.

Hingga saat ini, keduanya dititipkan dalam tahanan Polsek Bawen oleh pihak kejaksaan setempat. Sementara dalam bulan ini akan diselenggarakan persidangan tanpa adanya pembelaan hukum yang berarti.

Tentu saja hal ini membuat Mbah Mangun pantas geram. Bagaimana ia tidak geram?

Pertama, mbosa tak lebih dari getah karet yang jatuh ke tanah. Setelah bercampur dengan tanah, gerah karet tersebut tak lagi berwarna putih susu dengan bau menyengat seperti telur busuk. Jadi, mbosa lebih tepat disebut limbah/sampah dari pada sebagai getah karet.

Kedua, terlambatnya informasi penangkapan Tuwolo dan Budi yang diterima oleh kelompok tanimengakibatkan tidak tertanganinya pembelaan hukum yang memadai bagi keduanya.

Kemiskinan

Sejak bergulirnya reformasi 1998 yang lalu, anggota kolompok tani dan masyarakat Dusun Kalisalak dengan gagah berani telah menggarap 41 Ha tanah terlantar di areal PTPN XIII. Namun pendapatan yang dihasilkan dari usaha bertani di atas tanah tersebut hanya mencukupi untuk keperluan makan sehari-hari.

"Bagaimana dengan biaya sekolah anak dan kebutuhan lain di luar makan? Apalagi kini harga-harga sembako makin mahal setelah BBM dinaikkan oleh pemerintah SBY-JK. Maka kita harus bisa bertahan hidup dari apa yang didapat si sekitar kebun karet", jelas Barno [35] aktifis Serikat Tani Nasional yang memimpin kelompok tani Dusun Kalisalak.

Diduga kuat pihak mandor dan sinder perkebunan memang sengaja mengumpulkan dan menjual mbosa ke kalangan penadah untuk mendapatkan sekedar uang tambahan. Mereka merasa tersaingi dengan keberadaan warga miskin yang juga turut mengumpulkan mbosa.

Keadaan serupa juga terjadi Desa Sedandang Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, sebagaimana tersaji dalam artikel Kompas, Rabu 09 April 2008 yang lalu berjudul Kemiskinan; Mengais Sisa-sisa Tetes Getah Karet.

Dengan demikian kesejahteraan warga di sekitar perkebunan patut menjadi perhatian penting oleh negara. Sekiranya, Program Pembaruan Agraria Nasional yang hendak dicanangkan oleh pemerintahan SBY-JK harus diletakkan sebagai sebuah kerangka untuk memberikan pengakuan atas 41 Ha areal terlantar PTPN XIII yang digarap kaum tani dan pemberian hak memungut mbosa sebagai jalan keluar jangka pendek untuk mengatasi krisis kehidupan akibat kenaikan harga BBM.

"Apabila hal tersbut tidak dijalankan maka PPAN bukanlah reforma agraria sejati," tandas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.


Di Magelang, Tuntut Pendidikan Gratis; Mahasiswa Temanggung Tolak Kenaikan Harga BBM

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=164325&actmenu=35

23/05/2008 14:44:43 TEMANGGUNG (KR) - Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Temanggung Peduli Rakyat (AMTPR), Kamis (22/5), menggelar demonstrasi untuk menolak rencana kenaikkan harga BBM di Gedung DPRD Temanggung.

Sedangkan di Magelang, ratusan massa dari perwakilan organisasi kemasyarakatan dan partai politik berunjuk rasa di depan Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Magelang, menuntut pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin.

Demonstrasi mahasiswa di Temanggung dikawal ketat aparat kepolisian. Mereka antara lain menyatakan SBY-JK telah membohongi rakyat dan memikulkan beban berat pada rakyat. Sebab dengan kenaikan BBM, beban rakyat akan semakin berat dengan melejitnya sembako.
Sementara BLT yang akan digulirkan bukanlah suatu solusi. “Kebijakan BLT hanya bikin rakyat malas, BLT tidak strategis dan tidak solutif,” kata Aska, koordinator aksi.

Di Magelang peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, Kamis (22/5) dilakukan ratusan massa yang terdiri dari perwakilan Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Serikat Tani Nasional (STN) dan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) dengan berunjuk rasa ke Kantor Setda Kabupaten Magelang.

Unjuk rasa diawali dengan berjalan kaki dari Lapangan drh Soepardi menuju kompleks Setda. Perwakilan pengunjuk rasa akhirnya ditemui oleh sejumlah pejabat dari dinas dan instansi terkait dan anggota DPRD setempat. Kepala Kesbanglinmas Kabupaten Magelang Drs Edy Susanto berjanji akan meneruskan aspirasi tersebut.


Ijazah Ambar Dipersoalkan Lagi



SEMARANG & SEKITARNYA

29 Mei 2008

SEMARANG- Serikat Tani Nasional (STN) dan Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) mendesak Polda dan Kejati Jateng untuk menindaklanjuti laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Wakil Bupati Siti Ambar Fathonah. Sebab, perbuatan Wakil Bupati tersebut dinilai sebagai pembohongan kepada masyarakat. Koordinator STN Imam Budi Sanyoto mengatakan, surat permohonan klarifikasi ijazah sudah dilayangkan ke Polda dan Kejati Jateng, 10 Mei lalu.

Kemarin dua ormas tersebut mendatangi lagi kantor lembaga penegak hukum itu untuk menanyakan kelanjutan pemprosesan surat permohonan. ’’Kami hanya meminta klarifikasi soal ijazah yang digunakan Wakil Bupati saat pencalonan tahun 2005,’’ katanya saat mendatangi kantor Biro Kota Suara Merdeka Jl Pandanaran 30, Rabu (28/5).

Diakuinya, persoalan tersebut pernah mencuat pada 2005 saat Ambar maju sebagai cawabup berpasangan dengan Bambang Guritno dalam pemilihan bupati Kabupaten Semarang.

Meski masalah itu sudah dilaporkan, realitanya pasangan tersebut menang dan berhasil memimpin kabupaten. Dalam perkembangan kini, Bupati Semarang Bambang Guritno dinonaktifkan, karena sedang mengikuti proses persidangan tindak pidana korupsi dana pengadaan buku SD/MI sebesar Rp 3,36 miliar.

Putusan Pengadilan

STN dan FKI-1 Jateng berupaya membuka kembali keabsahan ijazah Ambar. Mereka beralasan selama ini Ambar menggunakan surat keterangan lulus dari Ponpes Pabelan Kabupaten Magelang.

’’Apabila memang surat keterangan tersebut sah, kami menginginkan putusan pengadilan yang menyatakan sah berdasarkan peraturan undang-undang, termasuk ijazah SD yang disebut hilang,’’ tambah Koordinator FKI-1 Jateng Eko Hasri Ristyawan.

Dia meminta ada proses hukum apabila ternyata ada pembohongan publik terhadap penggunaan ijazah itu. Dalam pengajuan permohonan itu, Imam juga menyertakan surat-surat yang menguatkan dugaan tersebut.

Di antaranya, fotokopi surat Depdiknas tentang hasil penilaian Kulliyatul/Tarbiyatul Muallimin Al Isl/amiyah (KMI/TMI) Ponpes tertanggal 28 Januari 2005, fotokopi Keputusan Mendiknas tentang Pengakuan KMI/TMI ponpes setara dengan SMA, fotokopi Surat Keterangan Kelulusan Siti Ambar Fathonah No 321’/BP/PP/’77 tanggal 12 Desember 1977, fotokopi Surat Depdiknas tentang STTB atas nama Siti Ambar Fathonah tanggal 21 Juli 2005 telah dilegalisasi, fotokopi Piagam Madrasah Depag No WK/5.C/22/Agm ITS/1991, serta fotokopi Surat Keterangan No 045.2/V/2005 tentang surat keterangan kehilangan barang dari SD Negeri Pringapus 03.

Sementara itu, Wakil Bupati Semarang Hj Siti Ambar Fathonah mengatakan, pihaknya sudah mengantongi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan penolakan terhadap kasasi Miftahudin, selaku calon Bupati Semarang yang dikalahkan pasangan Bambang Guritno (BG)-Ambar, pada Pemilihan Bupati Juli 2005. ’’Pada intinya tidak ada masalah dengan ijazah saya. Saya selama ini diam dan tidak mau berpolemik. Ini demi kondusivitas daerah,’’ tutur Ambar, kemarin.

Dengan adanya kelompok-kelompok yang tidak puas tersebut, ia tidak terlalu mempermasalahkan. ’’Saya hanya berdoa agar mereka diberi petunjuk dan kesadaran oleh Allah. Saya hanya berpikir bagaimana sekarang lebih memajukan Kabupaten Semarang,’’ tegas dia yang pada saatnya nanti akan menunjukkan keputusan MA tersebut, karena sore kemarin dalam perjalanan dinas ke Jakarta. (H22,H14-37)



Warga Ngancar Mengadu ke Wakil Bupati Minta Bagian Tanah Sengketa



Sabtu, 19 Januari 2008 SEMARANG

UNGARAN - Warga RT 02 dan 03/ RW III, Lingkungan Ngancar, Kelurahan/ Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, kemarin mengadu Wakil Bupati (Wabup) Hj Siti Ambar Fathonah. Hal ini terkait sengketa tanah seluas empat hektare yang berada di pinggir Jl Bawen-Tuntang atau tidak jauh dari Terminal Bawen.

Di lahan yang terlantar tersebut, 33 orang menggantungkan hidupnya dengan menanam palawija. Warga kaget dengan terbitnya sertifikat hak milik (HM) atas nama Sisilia Sudiati dan Yohanes Sujono. Saat ini mereka meminta bagian tanah sengketa tersebut.

Imam Budi Sanyoto (61) juru bicara warga mengatakan, tanah tersebut sudah digarap sejak 1955. ''Tapi anehnya pada 2005 terbit sertifikat hak milik. Dan yang membuat kami gelisah, pada awal September 2007 lahan dibuldozer tanpa musyawarah,'' kata Imam, Jumat (18/ 1) di ruang tamu bupati.

Warga yang didampingi Camat Bawen Jati Trimulyanto menjelaskan, dari 33 penggarap, ada 11 orang yang hanya diberi uang masing-masing Rp 1,5 juta. Sedang 22 orang menolak karena tanah tersebut lebih berharga dari uang yang ditawarkan.

Menurut informasi, lahan sengketa akan digunakan untuk pabrik rokok. Kalau warga diberi kompensasi pekerjaan? ''Ya kalau digaji dengan layak dan mendapat ganti untung, kami bersedia,'' ucap Imam.

Saat ini para penggarap mencari pekerjaan seadanya. Ada yang menjadi kuli batu dan berjualan di terminal.

Hana Jumini (40) sudah sepuluh tahun menggarap lahan kosong itu. Saat ini, dia yang memiliki sembilan anak, kebingungan mencari uang.

''Dulu kami menanam jagung, kedelai, kacang tanah, dan lain-lain. Paling sedikit ya Rp 400 ribu per bulan bisa kami dapat,'' terang wanita yang sambil menggendong anak bungsunya, kemarin. Hana masih memiliki tanggungan empat anak sekolah di SD.

Mempertemukan Pemilik

Wabup Siti Ambar Fathonah dalam pertemuan itu mengatakan akan berusaha mempertemukan pemilik tanah dengan para warga. ''Karena mereka memiliki bukti sertifikat, kami harus mempertemukan warga dengan yang mengaku sebagai pemilik,'' tutur Wabup kemarin.

Kasi Sengketa Konflik dan Perkara BPN Kabupaten Semarang Bintarwan yang hadir menjelaskan, kepemilikan tanah sesuai prosedur dan ada perpanjangan sejak 1977. ''Kalau ada gugatan warga dan ternyata dimenangkan warga, sertifikat bisa gugur. Sampai sekarang HM atas nama Sisilia Sudiati dan HGB Yohanes Sujono secara legal formal sah.''

Muh Nur perwakilan LHB Semarang saat mendampingi warga di DPRD beberapa waktu lalu menegaskan, tanah yang berstatus HGB dan selama puluhan tahun tidak dimanfaatkan maka statusnya terlantar. Nur juga mempertanyakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat yang kurang teliti.

''Mestinya HGB menjadi HM harus ada beberapa syarat, seperti bukti IMB dan SPPT PBB. Anehnya SPPT PBB bukan atas nama pemilik tanah tapi warga penggarap,'' tandas Nur. Menurutnya berdasar PP 36/ 1999, tanah terlantar boleh digarap siapapun. Tanah tersebut bisa dikuasai warga. (H14-16)

Catatan :

Warga Ngancar tersebut berhimpun dalam Komite Persiapan Desa Bawen Kab. Semarang Propo. Jawa Tengah. Mereka bersama-sama dengan Front Perjuangan Pemuda Indonesia Kota Salatiga dan Serikat Paguyuban Petani Qoriah Thoyibah mendirikan aliansi Sekretariat Bersama Pemuda dan Petani Kab. Semarang untuk memajukan perjuangan-perjuangan rakyat. Aliansi ini juga didukung LBH Semarang dalam segi-segi hukumnya.


Ratusan Petani geruduk Kantor BPN


Rabu, 05 Desember 2007 SEMARANG

UNGARAN - Ratusan petani Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Selasa (4/ 12). Mereka yang mengatasnamakan Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Nasional ''Setyo Manunggal'' Desa Kemitir mengajukan sejumlah tuntutan soal sengketa kebun Kaligintung. Kawasan Kaligintung ini terhampar di dua wilayah perbatasan antara Kabupaten Semarang dan Temanggung.

''Kami meminta pencabutan hak guna usaha (HGU) PT RSM/ kebun Kaligintung sebagai wujud pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya,'' kata Suryono, salah satu tokoh serikat tani, kemarin.

Para pengunjuk rasa juga secara tegas menolak surat penghentian penggarapan lahan yang diterbitkan PT RSM kepada para petani penggarap, yang membuka lahan di atas tanah sengketa. Sekitar dua ratus orang pendemo tersebut meminta pendistribusian tanah yang disengketakan kepada para petani penggarap, secepatnya.

Asyari warga Ngoho, Kemitir, mengatakan selama ini dia mengalami penderitaan karena merasa ditindas oleh sekelompok orang tertentu. ''Saya berharap persoalan PT RSM sebagai pemegang HGU ini harus segera diselesaikan,'' tegasnya. Dikatakan warga lainnya, di saat para petani penggarap menanam jagung, lahan tersebut ditanami teh oleh perusahaan itu.

Dalam selebaran tuntutan yang dibawa para petani disebutkan, pada 25 Januari 2006 ratusan petani berbondong-bondong ke kantor Gubernur Jateng dengan tuntutan tentang konflik agraria antara petani dengan PT RSM. Sudah hampir dua tahun berlalu, belum ada proses yang signifikan hingga munculnya isu tentang rencana Perpres tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).

Melarang Petani

Keresahan petani penggarap bertambah, karena pada 13 September 2007 muncul surat dari PT RSM yang isinya melarang petani menggarap lahan sengketa di kawasan Kaligintung. Keresahan petani tersebut cukup beralasan karena saat ini musim tanam telah tiba.

''Kami resah karena ragu-ragu mau menanam. Padahal kami menggantungkan hidup di lahan tersebut,'' ucap seorang petani Darno.

Mereka juga mendapat informasi bahwa pihak perkebunan mendapat kesempatan kedua dari pemerintah dalam hal ini BPN untuk melakukan rehabilitasi penelantaran lahan selama dua tahun terhitung sejak 2007. Hal ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan, karena petani yang lebih produktif justru diabaikan pemerintah.

Dwi Purnomo SH Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kabupaten Semarang kepada wartawan menjelaskan, pihaknya akan memfasilitasi masalah ini. Sebab menurutnya yang berwenang menyelesaikan persoalan ini adalah Kanwil BPN Jateng, sebab lahan tersebut melibatkan dua wilayah, Kabupaten Semarang dan Temanggung.

''Unsur mediasi akan dikedepankan. Kami berharap sama-sama ikhtiar untuk mediasi yang difasilitasi Kanwil agar lebih terfokus,'' ucap Dwi yang menerima perwakilan petani penggarap.

Pihaknya, mengaku belum mengetahui secara detil persoalan ini sehingga terkesan bingung. BPN setempat kemarin membuat laporan ke Kanwil BPN Jateng tentang permasalahan ini. (H14-16)


Resolusi Petani Di Hari Pangan Nasional


http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2007/10/05/brk,20071005-109073,id.html

Jum'at, 05 Oktober 2007 | 08:25 WIB

TEMPO Interaktif, Klaten:Menyambut Hari Pangan Nasional, Forum Petani Klaten (FPKP mengeluarkan resolusi yang ditujukan kepada pemerintah setempat. Mereka menuntut agar Pemerintah Kabupaten Klaten membuat peraturan daerah yang menatur mengenai pertanian berbasis organik. Peraturan tersebut bertujuan melindungi petani dan konsumen.

"Pemerintah sudah seharusnya mengembangkan pertanian organik, sejak prosus produksi hingga distribusinya harus dalam perlindungan," kata Bismo Prasetyo, Koordinator FPK dalam Resolusi Petani Klaten, Jumat.

Menurut FPK, resolusi untuk kembali ke pertanian berbasis organik sangat penting mengingat kerusakan ekosistem akibat pertanian kimiawi yang sudah secara langsung mengancam kehidupan petani. Mengutip hasil penelitian Dinas Kesehatan Magelang akibat penggunaan pestisida kesehatan para darah petani sayur di daerah tersebut mayoritas sudah tercemar pestisida. "Hari Pangan harus dijadikan momentum untuk kembali ke pertanian organik," tegasnya.

FPK menyatakan pertanian organik bukan saja tuntutan kebutuhan konsumen tetapi juga menjadi kepentingan petani. Pertanian organik kata Bismo, menjadi dasar bagi perwujudan kemandirian petani dan mengurangi ketergantungan dari pihak luar.

"Bertolak belakang dengan pertanian kimiawi dan transgenik yang dikendalikan secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya karena sebagai hasil kebijakan neo-liberalisme," kata Bismo.

Keberlangsungan Klaten sebagai lumbung pangan di Jawa Tengah, ia melanjutkan, mulai terancam. Daerah ini memiliki luas lahan pertanian sekitar 24.494 hektare. Tetapi produktifitasnya hanya mencapai 26.776 ton beras.

Bismo membandingkan dengan Kabupaten Sragen yang sejak enam tahun terakhir ini mengembangkan pertanian organik. Dengan lahan pertanian yang lebih sempit, namun mampu menghasilkan 24.122,00 ton beras. "Pertanian organik mampu kesuburan tanahnya sebaliknya pertanian kimiawi merusak kesuburan tanah," kata dia. Imron Rosyid

Catatan :

Forum Petani Klaten adalah salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi Jawa Tengah. Organisasi tersebut berkembang dalam perjuangan hak atas air antara petani dengan perusahaan air minum dalam kemasan Aqua dan pembelaan korban gempa bumi 2006 yang lalu.


Klaten Agar Kembali Jadi Lumbung, Produktivitas Lahan Menurun



http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/08/jateng/61003.htm

Jawa Tengah
Senin, 08 Oktober 2007

KLATEN, KOMPAS - Menyambut Hari Pangan 16 Oktober 2007, sejumlah petani di Kabupaten Klaten yang tergabung dalam Forum Petani Klaten atau FPK mengeluarkan resolusi. Dalam resolusi ini FPK meminta Pemerintah Kabupaten Klaten agar peduli dengan kondisi pertanian dan mengembalikan Klaten sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Selain menjalankan konsep pertanian berkelanjutan dengan menerapkan konsep pertanian organis, pemerintah seharusnya melarang peredaran tanaman transgenik yang nyata-nyata membahayakan kesehatan.

Selain mengembalikan Klaten sebagai lumbung padi, konsep pertanian berkelanjutan dinilai petani sebagai jalan keluar untuk meningkatkan kesejahteraan petani, melindungi petani, dan melindungi konsumen. Menurut Koordinator FPK Bismo Prasetyo, Minggu (7/10), Resolusi FPK yang telah disampaikan kepada Pemkab Klaten Jumat pekan lalu berangkat dari keprihatinan terhadap perkembangan kondisi pertanian di Klaten. Menurun Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tingkat produktivitas pertanian di Klaten menurun tajam.

Penurunan produktivitas petani di Klaten disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya, penurunan areal sawah karena tingkat kesuburan tanah yang mulai berkurang, kondisi tanah yang mulai tidak bersahabat akibat banyaknya pemakaian produk kimia, dan jumlah air yang mulai berkurang. "Penggunaan pupuk kimia saat ini sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Selain membahayakan kaum petani, juga membahayakan konsumen," ujar Bismo. Berbasis organik Oleh karena itu, melalui Resolusi FPK, Pemkab Klaten dan dinas-dinas terkait didesak agar melakukan berbagai langkah, yakni melarang produk transgenik beredar di Klaten, mengembangkan pertanian berbasis organis, melindungi petani dan konsumen dengan membuat peraturan daerah untuk mengatur pertanian berbasis organis mulai dari proses produksi, penyediaan benih, penyediaan pupuk, sampai proses distribusi hasil pertanian.

Selain itu, pemerintah harus mengontrol eksploitasi sumber daya air dengan cara menasionalisasi perusahaan asing yang mengelola sumber daya air sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. "Semoga momentum Hari Pangan Nasional ini mampu memberi semangat kepada kita untuk mengembalikan citra Kabupaten Klaten sebagai lumbung padi Jateng plus yang menyejahterakan kaum petani di Klaten," kata Bismo. Selama ini Klaten dikenal sebagai daerah yang subur. Kondisi ini menyebabkan Klaten menjadi penghasil padi dengan kualitas paling bagus di Jawa Tengah. (SON).

Catatan :

Forum Petani Klaten adalah salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi Jawa Tengah. Organisasi tersebut berkembang dalam perjuangan hak atas air antara petani dengan perusahaan air minum dalam kemasan Aqua dan pembelaan korban gempa bumi 2006 yang lalu.



ARK Kudus Tolak Kedatangan Wapres


Rabu, 20 Juni 2007 MURIA

KOTA - Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Kesejahteraan (ARK), Selasa (19/6), menggelar unjuk rasa di depan Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus. Pada aksi itu, mereka menegaskan penolakan terhadap UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.

Selain menggelar orasi, peserta aksi juga membawa poster yang berisi kritikan atas pengesahan regulasi tersebut. Di antara poster yang dibawa, juga terdapat poster penolakan kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melakukan kunjungan ke Pati dan Kudus.

Menurut koordinator lapangan, Mustaqim, pihaknya secara tegas menginginkan pemerintah mencabut UU yang telah disahkan pada 29 Maret lalu. Hal itu didasarkan atas kekhawatiran bahwa aset-aset rakyat banyak yang akan jatuh pada pemodal, baik asing maupun lokal. "Selanjutnya, mereka yang akan mengendalikan harga, sehingga pemerintah kehilangan otoritas dalam melindungi rakyatnya," ujarnya.

Peserta demo, yang terdiri atas unsur PMII, SB Inpro Sejahtera Jepara, SB CV Asri Jepara, Kelompok Swabela Perempuan, FSBDSI, LMND, BEM UMK, LPH Yaphi, YPL Jepara, FPPI, Pagar Lindung, KPI, dan PPBK, pada kesempatan tersebut juga membacakan petisi.

"Petisi kami sampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, BPN Pusat, DPR RI, dan Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

Isi petisi tersebut, pertama meminta pemerintah mencabut UU Penanaman Modal. Kedua, meminta penghapusan utang lama dan menolak utang baru. Ketiga, melibatkan rakyat atau serikat petani dalam kebijakan "Program Pembaharuan Agraria Nasional". Terakhir, menolak adanya kekerasan terhadap petani. Usai menyampaikan petisi, sekitar 60 peserta aksi akhirnya membubarkan diri. (H8-76)


Tanah Hak Petani Diminta Di kembalikan, Serikat Tani dan Mahasiswa Demo


Rabu, 20 Juni 2007 SEMARANG

UNGARAN - Sekitar 70 orang yang menamakan Serikat Tani dan Mahasiswa menggelar demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Semarang, Selasa (19/6). Mereka mendesak lembaga legislatif untuk membantu memperjuangkan kepemilikan tanah yang dulu milik petani dan sekarang dikuasai pihak lain. Pengunjuk rasa yang diterima anggota Komisi A DPRD R Sedya Prayogo SH MH dan anggota Komisi B Drs Pujo Pramujito, menegaskan, jika tanah tersebut tidak dikembalikan ke petani maka masyarakat pedesaan akan semakin terpuruk.

''Negara harus bisa menjalankan fungsi sosial yakni mengembalikan tanah-tanah rakyat yang saat ini dikuasai Perhutani. Tanah tersebut jelas asal usulnya digarap petani,'' kata Muntiarsih yang mengaku dari serikat petani Jateng, kemarin.

Ia menegaskan, sudah selayaknya Perhutani dibubarkan karena secara ekonomi tidak menguntungkan negara. Dikatakan, sekarang ini juga banyak terjadi kerusakan lingkungan di hutan. ''UU Agraria 1960 dibekukan saat Orde Baru sehingga petani semakin terpuruk. Mestinya di saat petani kehilangan tanah, amanat UU Agraria tersebut benar-benar dijalankan,'' tandasnya. Dia menegaskan, rencana pemerintah mereformasi UU Agraria justru melukai hari rakyat. Muntiarsih menandaskan, pemerintah harus segera memberikan tanah di 19 objek land reform di kabupaten ini kepada petani.

Sutikno (43) petani asal Gondoriyo, Bergas, dalam audiensi dengan anggota DPRD tersebut mengatakan ingin menggarap tanah kosong kehutanan. ''Kami hanya rakyat kecil yang hanya bisa menggarap lahan. Kalau kami tidak punya lahan bagaimana kelanjutan nasib kami,'' jelasnya.

Jafar dari pemuda NU menjelaskan, meski UU Agraria ditetapkan pada 1960 nasib petani Indonesia tak banyak berubah. Menurut dia, konsekuensi semua ini semakin senjangnya ketimpangan penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria. ''Ketimpangan ini juga menjadi penyebab tragedi penembakan para petani oleh oknum aparat militer (marinir) di Pasuruan Jatim,'' tuturnya.

Dibawa ke Polres

Anggota Komisi A DPRD R Sedyo Prayogo menegaskan, mendukung gerakan pejuang petani tersebut. ''Karena lembaga DPRD adalah lembaga politis, kami akan sampaikan ke pemerintah secara politis. Apalagi di DPRD banyak parpol yang akan mendukung perjuangan ini,'' terang Prayogo di hadapan pengunjuk rasa. Namun, menurut dia, jika masalah itu terkait dengan hukum, sebaiknya diselesaikan dengan cara yudisial review.

Triyono, staf BPN yang hadir dalam audiensi ini menjelaskan, pihaknya akan menampung semua aspirasi petani. ''Kami hanya melakukan sesuai aturan,'' jelasnya singkat. Usai aksi, puluhan orang tersebut diminta keterangan ke Polres Semarang karena tidak memberitahukan akan ada aksi mimbar bebas. ''Izinnya cuma audiensi kenapa harus ada mimbar bebas,'' ucap seorang anggota Polres, kemarin.

Dalam aksi tersebut dihadiri Serikat Paguyuban Tani Qaryah Thayyibah, Serikat Tani Nasional, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, HMJ Syariah, Lakspesdam NU Salatiga, Teater Getar, BEM STIE AMA, D-Fash, Mapala STAIN, dan BEM STAIN. (H14-16)



Petisi Terbuka Kepada Presiden RI dan Kepala BPN RI

Pada tanggal 5-7 Juni 2007 yang lalu, kami yang terdiri dari Serikat Tani, Serikat Buruh, Kaum Miskin Kota, dan NGO di Jawa Tengah, dan tergabung dalam Kelompok Kerja Jaring Demokrasi Jawa Tengah (KKJD Jawa Tengah) mengadakan sebuah pertemuan yang bertajuk “Konsolidasi Demokrasi”.

Dalam pertemuan tersebut, ada dua hal yang dibahas secara mendalam:

1. UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal
2. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Reforma Agraria.


I.
Kami menilai bahwa UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal sangat merugikan dan melukai hati rakyat khususnya kalangan petani, buruh, dan kaum miskin lainnya di Indonesia.
Kami melihat bahwa UU ini sangat berpotensi menggusur nilai-nilai kebangsaan kita secara keseluruhan sebab UU ini mencerminkan sebuah bentuk penjajahan baru yang sangat halus tetapi menjerat kehidupan kebangsaan kita.

Kami mengambil sikap untuk mendukung sepenuhnya upaya-upaya kelompok masyarakat demokratis lain dalam melakukan Judicial Review untuk mencabut UU ini. Bahkan secara tegas, kami menuntut pemerintah untuk segera mencabut UU Penanaman Modal ini sebagai upaya penyelamatan kedaulatan bangsa dan upaya membendung kekuatan anti nasional-demokrasi.

II.
Selanjutnya mengenai Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Kami mengajukan protes keras terhadap draft Peraturan Pemerintah (PP) ini karena:

1. Pemerintah tidak melibatkan organisasi rakyat dalam identifikasi objek dan subjek reforma agraria seperti tercantum dalam draft PP tersebut. Padahal, Reforma Agraria yang berhasil harus melibatkan peran serta Organisasi Rakyat.
2. Pemerintah menentukan secara sepihak siapa-siapa penerima manfaat dan dalam subjek individu. Padahal, Serikat Tani memiliki peran yang sangat vital dalam setiap organisasi tani. Mereka harus dilibatkan sehingga pelaksanaan Reforma Agraria ini bisa diarahkan dalam bentuk-bentuk kepemilikan asset bersama seperti koperasi milik petani dan desa. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya pengalihan tanah-tanah objek Reforma Agraria kepada pengusaha dalam bentuk penjualan aset.
3. Pemerintah tidak menunjukkan iktikad baik dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria. Semestinya tanah-tanah sengketa yang jumlahnya mencapai lebih dari 1000 kasus ini merupakan bagian penting dari redistribusi.


Oleh Sebab itu, kami menuntut:

1. Cabut Undang-Undang No 25/2007 tentang Penanaman Modal.
2. Pembahasan PP Pembaruan Agraria dan PPAN haruslah melibatkan serikat tani. Serikat-serikat yang dimaksud adalah serikat yang selama ini berjuang dalam pembaruan agraria.
3. Libatkan pula Serikat Tani dalam Identifikasi Objek dan Subjek di dalam program PPAN dan tercantum jelas dalam PP tentang Pembaruan Agraria.


Demikian Petisi Terbuka ini diajukan untuk menjadikan perhatian.

Kelompok Kerja Jaring Demokrasi (KKJD) Jawa Tengah :

FPPB Batang, FPPP Pekalongan, SITA Batang, SPP Temanggung, FPPK Kendal, PPKP Sulbar, Lidah Tani Blora, ORTAJA, JATIROGO, Serikat Petani Pasundan, Petani Mandiri Jakarta, Aliansi Buruh Yogya, FSPTG, YAWAS, Taring Padi, Soeketteki Semarang, Sanggar Shakuntala, FPPI Jateng, SMI Jateng, FPPI DIY, SMI DIY, Gerakan Kaum Jalanan Merdeka,
PERDIKAN Yogyakarta, SPPQT Salatiga, Serikat Tani Merdeka DIY, STN Jateng, DPD I Papernas Jateng, YAPHI Solo, YAPHI Kudus, YAPHI Purworejo, LBH Semarang, Yayasan Alur Batang, Percik Salatiga, LPRKROB Batang, Pewarta DIY, LSM Jangkeb DIY, PPR DPP DIY, Uplink DIY, Pergerakan Indonesia DIY,KPU Batang, Agrarian Resource Centre Bandung, Bandung, KPA, Pergerakan Bandung, LARAS Batang, Demos Jakarta