Jumat, 21 Agustus 2009

Berita Dari Sumatera Utara

Gugatan Rakyat KTPH-S Didasari Atas Bukti Alas Hak Kepemilikan

Terkait Sengketa Tanah KTPH-S VS PT. Smart Corporation.

Labuhanbatu, Pindo.

Menanggapi berbagai pemberitaan miring terkait sengketa tanah antara masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) Kecamatan Aek Kuo dengan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban yang banyak dilangsir media massa terbitan medan dengan menyebutkan bahwa Rakyat KTPH-S tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan mereka atas gugatan perdata sengketa tanah dengan PT. Smart Corporation.

Realitas ini jelas tidak benar karena tidak berdasarkan kompirmasi dan investigasi yang akurat wartawan yang memberitakan persoalan tersebut kepada pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam KEJ maupun UU No. 14 Tahun 1999 tentang Pers, demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SH.I kepada wartawan di kantornya, Senin (3/8).

Lebih lanjut dijelaskan Maulana, bahwa sejak didaftarkannya gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S yang saat ini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban ke pengadilan negeri Rantauparapat pada tanggal 18 mei 2009 lalu dengan Register perkara no. 08/Pdt.G/2009/PN-Rap, hingga kini proses hukumnya baru akan menyelesaikan proses mediasi antara pihak-pihak.

Hal ini sesuai dengan aturan dari Mahkamah Agung RI bahwa proses mediasi dalam sidang gugatan perdata ditempuh selama kurun waktu 41 hari, selama kurung waktu tersebut hakim mediasi yang menyidangkan kasus ini sebagai mediator, harus menyampaikan saran dan pertimbangan ataupun himbauan kepada masing-masing pihak untuk menempuh perdamaian dan bila perdamaian tidak terjadi dari masing-masing pihak maka sidang gugatan perdatanya akan dikembalikan kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk dilanjutkan pada sidang-sidang berikutnya hingga mencapai sebuah keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Jadi jelas, sangat tidak benar sekali pemberitaan di beberapa media massa lokal yang menyatakan, bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S tidak berdasarkan alas bukti kepemilikan atas tanah rakyat, sementara proses hukum di Pengadilan negeri Rantauprapat baru akan penyelesaian massa akhir sidang mediasi. Sidang belum mengarah kepada menghadirkan saksi-saksi ataupun bukti-bukti. Untuk diketahui publik, bahwa rakyat KTPH-S telah siapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang sangat mendukung tuntutannya. Kita lihat saja nanti saat sidang pembuktian”, pungkas maulana.

Selain pemberitaan miring seputar bukti-bukti yang dimiliki rakyat KTPH-S disebut-sebut tidak jelas, dalam koran lokal lainnya diberitakan bahwa tanah yang kini dipersengketakan oleh rakyat KTPH-S adalah tanah milik keluarga/keturunan kerajaan aek kuo ataupun keluarga Sulaiman Munthe.

“Pernyataan itu sungguh menggelikan sekali bagi saya, pasalnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rantauprapat, Ellyta Ginting, SH, LL.N pada kesempatan gelar perkara di polres labuhanbatu beberapa waktu lalu, terkait permasalahan serupa ini dengan tegas menyatakan, bahwa kasus tanah ulayat/tanah kerajaan tidak ditemukan di Kabupaten Labuhanbatu, hal ini dikarenakan daerah Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya dalah bekas kawasan perkebunan asing”, urai maulana.

Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum rakyat KTPH-S, Emmy Sihombing, SH & Associates kepada wartawan mengatakan, pemberitaan miring yang sering dilangsir oleh media massa lokal umumnya mengkerdilkan perjuangan rakyat KTPH-S. Padahal sesungguhnya bukti-bukti yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S dalam menuntut pengembalian tanah mereka yang telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 adalah disertai bukti-bukti otentik yang dapat dimenangkan hukum. Bukti-bukti tersebut diantaranya adalah KTPPT/KRPT, surat keterangan tanah yang dikeluarkan kepala desa serta didukung dengan bukti-bukti fisik berupa pemakaman masyarakat yang terdapat di di hampir seluruh divisi dalam areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Corporation kebun padang halaban.

“Bukti-bukti otentik yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S sangat kuat sekali, bukti-bukti KTPPT/KRPT tersebut telah teruji kekuatannya di mata hukum sebagai alas hak atas tanah yang benar dan diakui undang-undang. Seperti Kasus sengketa tanah seluas 46, 11 Ha antara masyarakat Mabar yang diketuai Tugimin, dkk. dengan PT. KIM dan Eks. PTPN IX, dimana alat bukti rakyat mabar berupa KTPPT/KRPT tersebut telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali Perdata No. 94/PK/PDT/2004”, tegas Boru Hombing ini.

Dalam putusannya tersebut MA menyatakan antara lain, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan para penggugat adalah para penggarap yang sah dan mantan buruh perkebunan TMA (Tembakau Maskapai Aresboro), tambah Emmy Sihombing.

“Oleh karenanya Saya sangat kecewa setelah membaca pemberitaan di koran lokal yang mengatakan bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S obscuur lebel, padahal proses persidangan di PN baru sidang mediasi dan belum mengarah kepada pokok perkara, kenapa begitu cepatnya wartawan koran lokal yang bersangkutan membuat dan menerbitkan pemberitaan yang justru kelak akan menjerat lehernya sendiri”, tungkas Emmy Sihombing.

Sementara itu, menyikapi permasalahan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S dengan PT. Smart Corporation Padang Halaban yang sudah timbul belasan tahun lalu, Komisioner Komnas HAM RI, Jony Nelson Simanjuntak, kepada wartawan baru-baru ini mengatakan, persoalan sengketa tanah rakyat yang berkepanjangan dan hingga kini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah (BPN-red) adalah imbas dari gejolak politik yang terjadi di masa silam saat awal rezim orde baru menguasai negeri ini disekitar periode tahun 1965 hingga 1970.

“Kekuasaan orde baru yang otoriter telah menyebabkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan dan di periode tahun 1965 hingga 1970, hampir di seluruh wilayah di NKRI telah terjadi perampasan hak ats tanah rakyat yang dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan pengusaha di lain pihak yang menginginkan NKRI dikuasai oleh kaum kapiltalis dan imprealisme modern”, pungkas Jony.

Untuk persoalan kasus tanah rakyat ini, ujar Jony, pihaknya telah melayangkan surat kepada kepala kepolisian republik indonesia yang diteruskan ke Poldasu dan Polres Labuhanbatu dengan harapan agar pihak kepolisian di negeri ini dapat bersikap netral atas persoalan tanah yang berkepanjangan ini. Di satu sisi pihak perusahaan saat ini telah memiliki sertifikat HGU dan di sisi lain rakyat KTPH-S juga memiliki alat bukti kepemilikan yang cukup kuat di mata hukum dan cukup kuat pula untuk membatalkan sertifikat HGU milik perusahaan yang indikasinya HGU tersebut dikeluarkan oleh institusi pemerintah (BPN-red) tanpa prosedur yang benar yang diatur dalam undang-undang aaupun aturan mengenai penguasaan tanah oleh perkebunan, jelasnya. (MS)

Labuhanbatu, 3 Agustus 2009

Pengirim Berita,

Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S

Konflik Tanah KTPHS vs PT. SMART Semakin Runcing Diberitakan Media Massa Lokal

Setelah Pengurus Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) membaca pemberitaan Surat Kabar Independen (SKI) Forum Indonesia Edisi 57/Tahun-II/2009, terbit Hari Senin tanggal 13-20 Juli 2009 pada halaman 4 yang berjudul KTPH tak dapat tunjukkan bukti tanah atas haknya. Dalam pemberitaan tersebut tampak sekali sikap wartawan SKI Forum Indonesia yang tidak profesional dalam melakukan investigasi berita, karena pemberitaan tersebut tidak berimbang atau dalam arti hanya mengambil keterangan dari sepihak saja tanpa melakukan cros chek kepada Kami selaku Pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Melalui surat bantahan ini perlu Kami jelaskan duduk persoalan yang sebenarnya :

Bahwa masyarakat dari 6 (enam) desa yang terdapat di sekitar perkebunan padang halaban yang tanahnya telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 saat ini bergabung dalam organisasi Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya yang disingkat KTPH-S bukan KTPH seperti yang tertulis dalam berita tersebut.

Bahwa masyarakat yang kini bergabung dalam KTPH-S tersebut benar, tidak memiliki bukti tanah atas haknya seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Akan tetapi perjuangan masyarakat sejumlah 2040 KK Anggota KTPH-S atas tanah perkampungan yang telah digusur di tahun 1969/1970 jelas memiliki bukti-bukti alas hak kepemilikan tanah tersebut. Bukti-bukti tersebut diantaranya Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT)/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 jo UU Darurat No. 1 Tahun 1956 yang hingga sampai saat ini kedua undang-undang tersebut belum dicabut oleh pemerintah (bila diperlukan dapat dicek dalam lembaran Negara Republik Indonesia) Jo UUPA No. Tahun 1960, Bukti Kohir/Ipeda/Pajak atas bumi dan juga KTP masyarakat yang dikeluarkan pada tahun 1958. Apakah bukti-bukti ini belum cukup kuat di mata hukum untuk membuktikan bahwa Kami adalah pemilik yang sah atas sejumlah luas tanah yang kini dikuasasi dan diusahai oleh PT. Smart Corpration Tbk kebun padang halaban?

Bahwa persoalan sengketa tanah tanah antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation saat ini tengah diproses di PN Rantauprapat dan pada hari jumat tanggal 24 Juli 2009 mendatang akan memasuki sidang mediasi guna mendengarkan tanggapan pihak PT. Smart Corporation melalui kuasa hukumnya untuk menempuh upaya perdamaian dan tidak pernah dalam persidangan yang telah berjalan majelis hakim meminta kepada pengurus KTPH-S ataupun kuasa hukumnya untuk mengajukan 2040 lembar fotocopy KTP, seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Hal ini jelas mengada-ada dan telah mencemarkan nama baik Pengurus KTPH-S dan 2040 KK anggota KTPH-S seperti yang telah diatur dalam KUHP.

Bahwa Maulana Syafi’i, SH.I yang menjabat sebagai Sekretaris Umum KTPH-S dan Hadi Sudaryanto alias ADI –seperti yang ditulis dalam berita- yang menjabat sebagai Ketua I KTPH-S tidak benar bahwa Kami tidak memiliki hak atas tanah yang diperjuangkan 2040 KK Rakyat KTPH-S, keberadaan Kami dalam organisasi KTPH-S disamping sebagai pengurus/wakil yang ditunjuk oleh 2040 KK masyarakat KTPH-S untuk mengurusi dan menyelesaikan persengketaan kepemilikan tanah dengan PT. Smart Corproration juga diakui dalam Akta Notaris KTPH-S yang dikeluarkan oleh Notaris Haji Djatim Solin, SH, SPn tanggal 02 April 2007. Keberadaan Kami sebagai pengurus atau wakil masyarakat KTPH-S ternyata dibenarkan dimata hukum seperti diatur dalam UU Darurat No 1 Tahun 1956 jo UUPA No 5 Tahun 1960. Akan halnya Saya, Maulana Syafi’i, SH.I sebagai Sekretaris Umum KTPH-S adalah ahli waris dari kakek saya yang bernama Sodjo yang berasal dari kanopan ulu-membang muda/aek kanopan dan telah dihilangkan nyawanya akibat penggusuran tanah rakyat di tahun 1969/1970 bersama ratusan penduduk kampung lainnya guna memuluskan usaha perkebunan padang halaban untuk menguasai tanah perkampungan rakyat.

Bahwa Keluarga besar Alm Kasdi Sastrowidjojo benar tidak ikut serta dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini seperti yang ditulis alam berita, dikarenakan keluarga tersebut telah menerima tanah seluas 20 Ha di Kampung Pulo Djantan/Batu Mamak Kecamatan Na IX-X sebagai ganti atas tanah miliknya seluas 12 Ha di Kampung Purworejo Kecamatan Aek Natas (dua tempat) yang diambil alih Perkebunan Plantagen AG Padang Halaban tahun 1969. Bagaimana mungkin keluarga besar Alm Kasdi akan diikutsertakan dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini sementara keluarga mereka telah meneri ganti atas tanah yang digusur. Sementara Kami yang hingga kini terus berjuang adalah dikarenakan tanah pengganti yang dijanjikan oleh perkebunan padang halaban belum Kami terima. Apakah salah bila kami terus berjuang menuntut hak-hak Kami kembali ???

Bahwa perjuangan KTPH-S tidak ada indikasi penipuannya karena yang Kami lakukan adalah sebuah perjalanan perjuangan untuk menuntut hak-hak Kami yang telah dirampas dan hal ini bukan hanya isapan jempol belaka tetapi juga dilandasi dengan alas hak atau bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah yang diakui oleh undang-undang. Kmai berharap bantahan ini dapat dimuat dalam SKI FORUM INDONESIA untuk edisi minggu depan demi memperbaiki nama baik KTPH-S dan demi menjujung tinggi KEJ maupun peraturan dan undang-undang tentang pers.

Sebagai penutup bersama surat bantahan ini berikut turut Kami lampirkan photo-photo makam tua yang hingga kini masih terdapat di tengah-tengah areal Perkebunan PT. Smart Corporation kebun padang halaban sebagai bukti fisik bahwa dulunya tanah tersebut adalah perkampungan rakyat yang sudah kompak yang telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan padan halaban seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan Panitia Landreform Porpinsi Sumatera Utara tahun 1969.

Melalui surat ini Kami juga mengundang Bapak Pemimpin Redaksi SKI Forum Indonesia kiranya berkenan hadir melihat tanah perjuangan yang kini telah dikuasai rakyat KTPH-S dan juga melihat langsung bukti-bukti fisik maupun bukti-bukti otentik kepemilikan rakyat KTPH-S, sehingga ke depan tidak akan ada lagi pemberitaan miring terkait sengketa tanah rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation

Atas atensi dan kerjasamanya kami haturkan terima kasih.

Sumardi Syam - Ketua Umum KTPH-S
Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S

Sekretariat KTPH-s : Dusun IV No. 04 Desa Panigoran – Kecamatan Aek Kuo

Polres Labuhanbatu Gelar Perkara Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S VS PT. SMART Tbk Padang Halaban




GAMBAR para anggota KTPH-S yang hingga hari ini masih menduduki dan berproduksi di atas tanah re-klaiming Kebun PT. SMART Tbk Padang Halaban sejak Maret 2009. Kini KTPH-S tengah menempuh serangkaian perundingan & jalan hukum untuk mendapatkan kembali hak atas tanah.

-------

LABUHANBATU, PILAR.

Merujuk kepada Laporan Polisi No. Pol : LP/412/IV/LB-SPK A tanggal 15 April 2008 atas nama pelapor Madju Tarihoran sehubungan dengan tindak pidana yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau aset lainnya, mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban sebagimana dimaksud dalam rumusan pasal 47 UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban.

Kepolisian Resort Labuhanbatu melakukan gelar perkara dipimpin Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga P. Panjaitan didampingi Kabid Binkum Poldasu Kombes Pol. Drs. John Hendri, SH, MH, bertempat di Aula Rupatama Polres Labuhanbatu, Rabu (3/6). Masyarakat KTPH-S didampingi Penasehat Hukumnya Emmy Sihobing SH dan Sahlan Matondang, SH dan PT. Smart Tbk Padang Halaban diwakili Madju Tarihoran dan Hermansyah juga dihadiri oleh Muspida Plus Kabupaten Labuhanbatu.

Gelar perkara dimulai sekira pukul 09.30 wib, oleh penyidik AIPTU M. Situmorang selaku penyidik menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya berdasarkan keterangan para pihak yang bersengketa. Dimana sejak tanggal 15 maret 2009 masyarakat KTPH-S yang diketuai Sumardi Syam dkk melakukan aksi pendudukan di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban berlokasi di Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo, yang diklaim masyarakat adalah tanah mereka berdasarkan alas hak Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Wilayah Sumatera Timur yang dilindungi Undang-undang Darurat No 8 Tahun 1954. Kemudian tanah-tanah rakyat tersebut digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 tanpa ganti rugi uang maupun ganti rugi tanah.

Sepengetahuan masyarakat KTPH-S berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Sujono, Kasie Sengketa Tanah BPN Kabupaten Labuhanbatu saat pertemuan dengan Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu, areal yang hingga kini masih mereka duduki tersebut adalah bekas areal HGU PT Serikat Putra yang telah berakhir sejak tahun 1987 dan di atas areal tersebut adalah lokasi Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Pernyataan masyarakat ini dibuktikan dengan masih ditemukannya puluhan makam tua atau kuburan milik masyarakat dahulu yang kondisinya kurang terawat karena berada tepat di tengah areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban. Informasi lain didapatkan masyarakat KTPH-S bahwa areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban melebihi batas luas areal HGU yang telah ditetapkan, dimana dalam HGU luas areal HGU-nya sekitar 7500 Ha ternyata di lapangan luas areal yang dikelola PT. Smart Tbk Padang Halaban melebihi dari luas areal HGU yang diberikan.

Selama pendudukan tersebut masyarakat telah mendirikan sedikitnya 12 unit pondok secara darurat terbuat dari bahan batang pinang, atap tenda biru dan bahan seadanya juga menanami areal pendudukan tersebut dengan berbagai tanaman palawija dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut dinilai telah mengganggu usaha perkebunan PT. Smart Tbk.

Menurut keterangan saksi ahli dari BPN Labuhanbatu didapatkan keterangan bahwa PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban dalam pengelolaannya memegang 3 (tiga) HGU, masing-masing sertifikat HGU No 1 Desa Padang Halaban luas 5.509, 39 Ha terbit berdasarkan HGU No 95/HGU/BPN/1997 tanggal 6 agustus 1997 berakhir haknya hingga 22 april 2024, sertifikat HGU No. 1 Desa Panigoran luas 372 Ha terbit berdasarkan HGU No. 5/HGU/BPN/89 tanggal 9 januari 1989 berakhir haknya hingga 31 Desember 2012 dan sertifikat HGU No 2 Desa Panigoran luas 1.583,53 Ha terbit berdasarkan HGU No. 99/HGU/BPN/97 tanggal 13 agustus 1997 berakhir haknya hingga tanggal 22 april 2024.

Menyikapi berbagai permaslahan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, Kabid Binkum Poldasu memberikan arahan, bila memang diduga areal HGU PT. Smart melebihi luas sebenarnya maka perlu dilakukan pengukurang ulang dan hal ini merupakan kewenangan BPN RI pusat jakarta mengingat jumlah luas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan sudah lebih dari luas 1000 Ha.

Namun menurut Kabid Binkum Poldasu, mengingat persoalan sengketa ini sudah cukup lama timbul sebaiknya ditempuh jalan perdamaian sajalah. “Damai itu, tidak ada kata yang lebih baik dari sebuah persengketaan daripada kata perdamaian dan ini diserahka kepada keua belah pihak”, ujar Kombes Pol Drs John Hendri.

Menyikapi hal ini, Maulana Syafi’i, SHI selaku Sekretaris Umum KTPH-S mengatakan bahwa saran perdamaian telah berulang kali ditawarkan oleh instansi pemerintah dari tingkat kabupaten hingga tingkat propinsi bahkan pada tanggal 1 maret 1999 lalu telah dicapai sebuah memorandum of understanding (MOU) antara Kanwil BPN Sumut dengan GERAG Sumut, sebuah lembaga yang konsen dalam menangani permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara dan KTPH-S termasuk satu diantaranya dalam daftar anggota GERAG Sumut sehingga persoalan ini dapat segera diselesaikan.

“Namun apa lacur”, ujar maulana, “kendati MOU telah dicapai namun hingga saat ini point-point yang tertuang dalam MOU tersebut belum dapat direalisasikan bahkan terkesan Kanwil BPN Propinsi Sumut telah mengkhianati MOU tersebut. Kemudian pada tanggal 20 April 2009 lalu, tambah maulana lagi, telah dilakukan sebuah proses mediasi penyelesaian konflik agraria ini, lagi-lagi Kanwil BPN Propinsi Sumut tidak memiliki sikap tegas guna mencapai solusi dari persoalan yang sudah timbul sejak satu dasawarsa lebih ini”, terang maulana.

Menanggapi hal ini, kembali pihak yang mewakili PT. Smart Tbk Padang Halaban masih tetap memegang teguh upaya penyelesaian kasus sengketa tanah ini diselesaikan melalui jalur hukum saja dan PT. Smart Tbk akan mematuhi segala putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, ujar perwakilan PT. Smart Tbk.

Situasi gelar perkara yang berlangsung selama lebih kurang empat jam pada hari itu terlihat cukup alot dan tegang. Masing-masing pihak bersikukuh dan berusaha untuk meyakinkan hadirin dengan penyampaian bukti-bukti.

Sujono, SH sebagai Kasie Sengketa, Konflik dan Perkara Tanah BPN Labuhanbatu yang hadir kurang mampu memberikan penjelasan lebih rinci dari persoalan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, mengingat beberapa persoalan yang timbul bukan kewenangannya untuk memberikan penjelasan. Demikian pula halnya dengan Burhanuddin Rambe, SH selaku Kabag Hukum Pemkab Labuhanbatu dalam pertemuan itu mengatakan bahwa persoalan yang sudah cukup lama timbul ini sudah disikapi oleh Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu dengan melayangkan surat dan melimpahkan proses penyelesaiannya di Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara.

Sesuai tuntutan PT. Smart Tbk Padang Halaban yang disampaikan kepada Polres Labuhanbatu, Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga H. Panjaitan dalam pertemuan tersebut menghimbau kepada masyarakat KTPH-S agar membongkar seluruh pondok-pondok yang sudah dibangun dan berada di dalam areal Perkebunan PT. Smart Tbk Padang Halaban sambil menunggu hasil keputusan pengadian yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, dikarenakan sebagian besar masyarakat KTPH-S yang berada di areal pendudukan adalah masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal menetap, penasehat Hukum masyrakat KTPH-S meminta agar pondok-pondok yang sudah didirikan jangan dibongkar karena hal ini sebagai bukti di pengadilan dengan jaminan bahwa masyarakat KTPH-S tidak akan mendirikan pondok lagi menunggu keputusan dari pengadilan negeri rantauprapat dan disepakati bahwa pondok yang didirikan masyarakat KTPH-S di tengah jalan perkebunan agar dibongkar.

Dikarenakan upaya perdamaian tidak dapat tercapai dari proses gelar perkara ini, maka sebagai kesimpulannya dicapai beberapa kesepakatan diantaranya. 1. terhadap permasalahan sengketa dengan Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dengan PT. Smart diselesaikan melalui jalur hukum dan hal ini telah dilakukan gugatan dengan gugata nomor : 8/pdt.G/PN-Rap tanggal 18 Mei 2009. 2. Selama proses gugatan berlangsung hingga mendapat kekuatan hukum tetap, agar dalam masalah ini tidak timbul Laporan Polisi (LP) baru, apabila timbul pihak kepolisian akan bertindak tegas sesuai dengan prosedur. 3. Selama proses jalur hukum ini berjalan apabila para pihak melakukan mediasi, negosiasi, lobi-lobi untuk mengarah perdamaian agar dilakukan terseurat tanpa ada tekanan atau paksaan manapun dan hal ini disampaikan kepada Pengadilan Negeri Rantauprapat dan tembusannya kepada Muspida Plus Labuhanbatu. 4. Selama proses hukum berjalan sambil menunggu kekuatan hukum tetap tidak menghambat kegiatan/aktifitas PT. Smart Padang Halaban. 5. Agar kesepakatan ini disosialisasikan kepada para pihak. 6. Kita semua mentaati azas, norma, hukum, aturan yang berlaku dan para pihak menghargai proses dan menghargai keputusan. (MS)

Rantauprapat, 6 Juni 2009

Pengirim Berita,

Maulana Syafi’i, SH.i - Sekretaris Jendral KTPH-S.

Dukungan Terhadap Saksi Korban Penganiayaan Dalam Konflik Agraria Nagori Mariah Hombang


GAMBAR Liongsan Sianturi [34] takkala memberikan kesaksian tas penganiayaan terhadap dirinya di depan tim investigasi dari Komnas HAM dan Komisi III DPR RI pada pertengahan Mei 2007.

-------

Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional pimpinan Donny Pradana WR dan Isti Komah, S. Fil menyatakan dukungan atas upaya Liongsan Sianturi, anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang, Kec Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut selaku saksi korban penganiayaan, memohon keadilan kepada Mahkamah Agung RI. Hal ini dikarenakan adanya upaya kasasi kepada MA atas putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan dari terdakwa penganiaya Liongsan Sianturi.

Semoga hukum dan keadilan memihak pada korban. Maju terus gerakan massa!

-------

Kepada.Yth
KETUA MAHKAMAH AGUNG R. I
Di. J AK A R T A


Dengan Hormat,

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan serta semangat juang pada rekan- rekan. Adapun maksud kedatangan kami, hendak menyampaikan Aspirasi rakyat Maria Hombang yang sampai hari ini belum mendapatkan keadilan dalam penegakan supremasi hukum yang berlaku. Mereka berjuang mempertahankan hidup di dalam kondisi ekonomi global yang telah menghancurkan nilai- nilai kemanusiaan, sehingga penegak hukum di SUMATERA UTARA terkesan tidak serius dalam melaksaanakan kerja- kerja layaknya Aparat Negara yang direkomendarikan Negara untuk mewujudkan penegakan hukum.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Liongsan Sianturi
Alamat : Dusun Pokan Baru Desa Maria Hombang Kec. Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut.
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Petani

Selaku SAKSI KORBAN dalam penganiayaan tertanggal 19 April 2007 yang melaporkan para terdakwa kepada pihak kepolisian Resort Simalungun.

19 April 2007 merupakan fenomena berdarah yang memakan banyak korban, saat insiden tersebut, pengusaha lokal terbukti melakukan pengeroyokan terhadap bapak liongsan Sianturi sesuai dengan hasil Putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan Negeri Simalungun pada tanggal 29 November 2008 dengan Nomor : 226/Pid.B/2008/PN. SIM.

Namun pengadilan Negeri Simalungun, tidak berani melakukan penahanan terhadap para terdakwa yang telah terbukti secara sah melakukan perbuatan melanggar pasal 170 ayat (1) Satu KUHPidana. Kemudian Pengadilan tinggi Sumatera utara, Meringankan Hukuman pada terdakwa dengan merubah Kronogis perkara tersebut, sesuai dengan hasil putusan yang dikeluarkan tanggal 14 Januari tahun 2009 dengan Uraian sebagai berikut :

1. Setelah mencermati putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Nomor : 885/PID/2008/PT-MDN.- Pengadilan Tinggi Sumatera Utara terbukti telah merubah kronologis kejadian perkara sebagian dimuat dalam pertimbangan hasil putusan Pengadilan Negeri Simalungun yang mengakibatkan putusan tersebut menjadi cacat secara hukum.
2. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU dengan merubah kronologis kejadian perkara dimaksud. Padahal terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU juga terbukti melakukan pemukulan terhadap saksi korban Liongsan Sianturi.
3. Sesuai kejadian perkara bahwa” pada saat itulah para terdakwa melakukan kekerasan pada korban, dengan cara terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan, dengan mengunakan tangan kanannya sebanyak 2 (dua) kali, terdakwa II.HELARIUS GULTOM mengambil sepotong kayu dan memukulkannya kebagian kepala saksi korban Liongsan Sianturi sebanyak 1X ( satu kali), salah seorang petugaskepolisian mengamankan saksi korban Liongsan Sianturi, Namun secara tiba- tiba terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju meninju bagian pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan. Lalu…dst”.(Vide Put.P.T.MDN ; Halaman 6 Aliran I ).

Sesuai kronologis kejadian pada hasil putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tidak melibatkan terdakwa III. MANAT GULTOM melakukan pemukulan, padahal terdakwa III. MANAT GULTOM juga turut melakukan pemukulan, kemudian dalam putusan tersebut menyatakan ‘’ Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana tersebut diatas,

Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa inti permasalahan yang terjadi dalam perkara ini adalah mengenai sengketa hak milik atas sebidang tanah antara terdakwa II dengan pihak Kelompok petani masyarakat Nagori maria Hombang dan pihak terkait lainnya ; menimbang, bahwa tentang disparatis pemindanaa, dimana Penuntut umum..dst” . ( Vide Put. P. T. MDN ; Halaman 11 Aliran 1 ). Bahwa dalam putusan tersebut bukanlah perkara perdata melainkan perkara pidana yang berdiri sendiri dan terbukti melanggar pasal 170 Ayat Satu (1) KUHP. Sehingga Pengadilan Tinggi tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU, sebab :

1. Perkara tersebut bukan masalah perdata, namun perkara pidana yang berdiri sendiri, sesuai dengan penganiayaan yang terbukti telah dilakukan oleh para terdakwa.
2. Bahwa, tanah yang dimaksud Pengadilan Tinggi tidak diketahuai dimana tanah tersebut, sebab tempat kejadian perkara tersebut adalah batas Tanah masyarakat dengan PT.Kwala Gunung yang disebut Bondar Nippon/parit (Saluran Air).

Oleh karena itu, pengadilan Tinggi seharusnya melakukan pemeriksaan secara serius perkara tersebut, sesuai dengan pembuktianya yang sudah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan tidak mempolitisir dengan pertimbangan- pertimbangan yang tidak Relevan dan tidak Rasional. Sebab, pada inseden tersebut. Kepolisian resor Simalungun telah menangkap 17 Orang anggota Masyarakat dan sudah divonis selama 4 (empat) bulan penjara dan sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, walaupun alasan penangkapan terhadap 17 (tujuh belas ) orang anggota masyarakat tersebut, yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut.

Sehingga Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak perlu berspekulasi dengan pertimbangan-pertimbangan yang sungguh tidak rasional, sebab hasil putusan tersebut sangat berpengaruh terhadap publik.

Dari fenomena diatas, telah membuktikan betapa diskriminatifnya instansi penegak hukum di sumatera utara..Mereka lebih memprioritaskan kepentingan pengusaha yang berstatus terdakwa yang memiliki banyakn uang untuk memberdayakan mereka, dari pada keinginan rakyat yang dam meneginginkan terwujudnya keadilan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan landasar dasar Indonesia yakni PANCASILA dalam butir ke 5 (lima) ‘”KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA” .

Saya selaku saksi korban memohon kepada Pimpinan Mahkamah Agung untuk

1. Memeriksa kasus tersebut dengan baik, serta memberikan putusan seadil- adilnya pada penanganan perkara tersebut sesuai dengan proses ketentuan hukum yang berlaku.
2. Memeriksa para majelis hakim yang menangani perkara dimaksud agar mereka bersungguh-sungguh mengutamakan hukum dan keadilan di atas kepentingan pribadi.

Demikianlah surat ini, kami sampaikan agar dapat di tindak lanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hormat kami,


Simalungun, 12 Mei 2009




Liongsan Sianturi

Perundingan Yang Alot

GAMBAR areal konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT. SMART Tbk. Sampai dengan tahun 2006 tercatat menguasai 118 ribu hektar untuk kebun kelapa sawit.

-------

Akhirnya, Senin 20 April 2009 lalu terjadilah untuk yang pertama kalinya upaya mediasi multi-pihak itu. Melalui undangan kedua Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara [BPN SU] bernomor 570-500 tanggal 15 April 2009, terjadilah pertemuan yang bertujuan menangani masalah sengketa tanah Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S] dan PT. SMART Tbk.

Namun pertemuan yang diadakan di aula Kanwil BPN SU deadlock dan tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan petani korban.

KTPHS sangat menyesalkannya. Demikian tutur Maulana Syafi’i, SHI selaku salah satu juru bicara KTPHS. Ia hadir bersama jajaran pengurus KTPHS lainnya, Hadi Sudaryanto dan Sumardi Syam. Dalam pertemuan tersebut tidak terdapat kesepahaman bersama tentang skema penyelesaian konflik.

Kembalikan Tanah Yang Dirampas

Pertemuan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kanwil BPN SU sebagai mediator bagi kedua pihak yang bersengketa. Ia didampingi Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN SU dan Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kab. Labuhanbatu

KTPHS mengawali dengan paparan tentang perampasan tanah garapan petani/masyarakat seluas + 3000 Ha pada tahun 1969-1970 tanpa ganti rugi. Tanah tersibut dikelola oleh 2040 KK. Kini, tanah garapan tersebut berstatus areal konsesi Hak Guna Usaha yang dikelola PT. SMART Coorporation. Di dalamnya masih banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan masyarakat. Saat perampasan terjadi hingga sebelum reformasi 1998, masyarakat dilanda ketakutan untuk mengajukan tuntutan atas tindak ketidak-adilan tersebut. Oleh karena itu, KTPHS menuntut agar seluruh tanah yang dirampas agar dikembalikan.

Melalui desakan KTPHS beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Kab. Labuhan Batu telah membentuk tim penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan hal tersebut. Anggota tim tersebut meliputi BPN Kab. Labuhan Batu dan beberapa instansi yang terkait di dalamnya.

Akan tetapi, resume yang dikeluarkan oleh tim penyelesaian sengketa serta penelitian lapangan yang dilakukannya diselenggarakan tanpa keterlibatan KTPHS selaku. Dengan demikian, KTPHS menilai bahwa informasi dan rekomendasi tim kurang mendapatkan legitimasi dari pihak masyarakat korban konflik agrarian.

PT. SMART Menjawab

Pada tahun 1969-1970 perusahaan yang mengelola di atas tanah yang disengketakan KTPHS adalah PT. Sungkama Padang Halaban, bukan manajemen PT. Smart Coorporation. Barulah pada tahun 1983-1999 PT. Smart Coorporation melakukan pengelolaan manajemen pada kebun Padang Halaban. Melalui ketiga orang juru bicaranya, Hermansyah Usman, Prasetyohadi dan Mahidin Simbolon, PT. SMART mengakui bahwa sebelum tahun 1999 mereka tidak pernah mendengar tentang persoalan sengketa tanah.

Sejak tahun 1999 munculah tuntutan-tuntutan masyarakat. PT. SMART merasa telah menanggapinya dengan mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya,baik di tingkat Kabupaten Labuhan Batu maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara.

Salah satu upaya PT. SMART adalah mendorong dibentuknya tim penyelesaian sengketa tanah Kabupaten Labuhanbatu dan pada tahun 2002. Kini, tim tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan kesimpulan berupa resume.

Delegasi BPN Kab. Labuhan Batu yang hadir dalam pertemuan mediasi tersebut membenarkan pernytaan PT. SMART. Menurutnya, resume telah diputuskan berdasar pada data yang dimiliki.

Menanggapi keinginan KTPHS, PT. SMART tidak punya hak untuk melepaskan tanah seluas yang dituntut oleh masyarakat. Untuk itu PT. SMART memilih penyelesaian konflik agrarian tersebut dilakukan melalui jalur peradilan.

Setengah Feodal Sebagai Basis PT. SMART Tbk

Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka.

Basis sosial ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri dalam system feudal memang telah digantikan dengan ekonomi yang berbasis pada uang pada system setengah feodal. Produksi pertanian dan perkebunan di era setengah feudal di arahkan sebagai komoditas perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya diperlukan produksi pertanian/perkebunan skala besar untuk mencapai hasil ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan pasar, khususnya permintaan di luar negeri.

Demikian juga dengan PT. SMART Tbk. Ia adalah salah satu perusahaan public terbesar di Negara ini yang berbasis pada produksi kelapa sawit yang meliputi pembenihan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, pabrikan penyulingan CPO, pabrikan margarine dan minyak goreng serta transportasi dan pendistribusian produk ke pasar luar negeri. Tak kurang, bursa efek di Jakarta dan Surabaya juga turut mencatatkan penjualan sahamnya kepada public.

Hingga tahun 2007, PT. SMART Tbk memiliki konsesi HGU untuk perkebunan seluas 118.000 ha di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 78% diantaranya telah beroperasi. Perusahaan ini juga mengoperasikan Sembilan pabrik kelapa sawit untuk memproses CPO dengan kapasitas produksi 485 ton per jam dan 2 pabrik pemroses Kernel Crushing dengan kapasitas 730 tons per hari. Selain itu, ia juga memiliki dua buah pabrik minyak goreng dan margarine.

Merk dagang terkenal minyak goreng produksi PT. SMART adalah Filma dan Kunci Mas dua merek minyak goreng terkemuka di Indonesia. Untuk produk margarin, PT. SMART memproduksi Palmboom® dan juga Filma® sebagai merek baru yang diluncurkan pada pertengahan
tahun 2005. Selain itu, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1962 ini juga memproduksi produk-produk lainnya dengan merk terkemuka di luar Indonesia, seperti Golden Fiesta di Filipina.

Serikat Tani Nasional menilai bahwa berkembangnya PT. SMART tak bisa dilepaskan dari praktek monopoli atas tanah, suatu ciri penting system setengah feudal. Karena perusahaan ini membutuhkan tanah yang sangat luas untuk memperbesar produksi tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa memperluasan wilayah kelola perkebunan-perkebunan kelapa sawit adalah kunci utama kemajuan perusahaan tersebut. Ratusan ribu hektar tanah harus dikuasai untuk mendapatkan hasil tandan buah segar yang menguntungkan.

Hal inilah yang rentan menimbulkan konflik social dengan petani/masyarakat. Kejadian yang dialami KTPHS memperkuat analisis bahwa perampasan tanah adalah tindakan salah satu upaya kalangan perusahaan perkebunan untuk memperluas kekuasaan feudal dan mempertinggi keuntungannya. Sudah barang tentu, Negara melalui Badan Pertanahan Nasional turut bertanggung jawab atas mudahnya mengeluarkan izin konsesi HGU.

Tentu tidaklah mungkin PT. SMART Tbk melepaskan 3000 ha dengan sukarela kepada KTPHS.

Risalah Perjuangan KTPHS vs PT. SMART Tbk di Kab. Labuhan Batu, Sumut


Risalah Perjuangan Masyarakat Untuk Mengembalikan Hak Atas Tanah Yang Dirampas Perkebunan Kelapa Sawit PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban/Sinar Mas Group di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara

Koflik agraria di Indonesia adalah buah dari praktek monopoli tanah oleh kalangan tuan tanah tipe baru. Tuan tanah tipe ini adalah mereka yang menguasai tanah amat luas serta melakukan praktek riba dengan mendirikan usaha perbankan besar hingga memiliki perusahan ekspor/impor yang berhubungan langsung dengan perdagangan internasional.

Salah satunya adalah usaha perkebunan skala besar yang dilakukan oleh PT. SMART [Sinar Mas Agro-Resources&Technology] Tbk lewat penguasaan tanah sejumlah 1,3 juta ha. Perusahaan ini memiliki kaitan yang erat dengan Sinar Mas Grup yang dimiliki keluarga Eka Tjipta Wijaya, salah satu raksasa bisnis di Indonesia.

Di kebun Padang Halaban, PT. SMART Tbk memulai usahanya dengan nama PT Maskapai Perkebunan Sumcama Padang Halaban di tahun 1962. Pada tahun 1969/1970, perusahaan tersebut memperlulas areal penguasaan tanahnya dengan.merampas tanah masyarakat di enam lokasi perkampungan yang dibangun sejak tahun 1945, Masing-masing lokasi tersebut adalah perkampungan Sukadame Panigoran, perkampungan Sidomulyo, perkampungan Karang Anyar, perkampungan Purworejo Aek Ledong, perkampungan Sidodadi Aek Korsik dan perkampungan Kartosenton Brussel, Masing-masing tanah di enam lokasi perkampungan tersebut telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah pada masa itu.

Masyarakat dari enam perkampungan tersebut dipaksa pergi dengan intimidasi dan janji tanah pengganti. Mereka dituduh sebagai anggota partai komunis dan menghambat pembangunan apabila menolak pindah.

Berbagai upaya perjuangan untuk mengembalikan tanah tersebut telah dilakukan. Melalui wadah Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang didirikan sejak 1998, para korban perampasan tanah telah menempuh jalan perundingan dan aksi demonstrasi kepada beberapa lembaga pemerintahan terkait.

Hingga pada hari Selasa, 21 Oktober 2008 Tim Sengketa Tanah (TST) Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu dan BPN Labuhanbatu telah melakukan peninjauan lokasi. Dengan berbekal GPS, tim yang dpimpin oleh Kasie Agraria Rudi Zulkarnain dan Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhan Batu Sujono menemukan sejumlah fakta-fakta adanya pemakaman umum di bekas perkampungan yang kini terdapat di dalam areal HGU PT. SMART Tbk.

Dalam sebuah kesempatan perundingan di Kantor Bupati Labuhan Batu, Sujono menyatakan, bahwa terdapat empat buah Hak Guna Usaha [HGU] di atas areal perkebunan PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban. Tiga diantaranya masih aktif, sementara satu hak atas tanah yang tercatat sebagai HGU PT. Syerikat Putra seluas 372 Ha telah berakhir sejak tahun 1987.

Kuatnya bukit-bukti milik masyarakat tak jua memenangkan tuntutan perjuangan KTPHS. Hal ini menunjukkan bahwa usaha masyarakat untuk mendapatkan hak atas tanah bagi penghidupannya sebagaimana tertuang dalam UUPA No.5 tahun 1960 maupun peraturan penjabarannya yang lain selalu terhenti.

Dikalahkannya kepentingan masyarakat terhadap hak atas tanah sangat terkait dengan orientasi sistem politik dan sistem ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintahan saat ini. Konsep pembangunan yang sepenuhnya tunduk dan menyerap berbagai konsepsi pembangunan sistem globalisasi-neoliberal (imperialisme dunia) dengan tetap memelihara sistem sisa-sisa feodalisme untuk menopang eksploitasi sumber-sumber agraria demi akumulasi super profit.

Dengan demikian, sengketa agraria yang timbul tidak pernah menemukn jalan keluar penyelesaiannya. Sementara bingkai perundangan UUPA No.5 tahun 1960 yang masih berlaku tidak lagi ditempatkan sebagai rujukan utama dalam penyelesaian sengketa yang ada. Bahkan, UU Pengadilan land reform dan lembaga pengadilan land reform yang sebelumnya merupakan lembaga yang dapat menjamin penyelesaian secara tuntas atas perkara-perkara yang ada telah dicabut dan dibubarkan. Kini tiada ada lagi lembaga yang dapat dijadikan tempat rujukan dalam penyelesaian secara adil serta berpihak pada kepentingan kaum tani.

Oleh karenanya, sungguh penting untuk mendesakkan kepada pemerintahan RI untuk

Pertama menyelesaikan berbagai konflik dan sengketa agraria, ,termasuk perampasan tanah yang menimpa KTPHS, dengan mengembalikan seluruh lahan sengketa kepada kaum tani dan melegalisasi hak kaum tani atas tanah.

Kedua, melaksanakan UUPA 1960 secara konsekuen dengan merombak struktur kepemilikan sumber-sumber agraria yang timpang serta menghapuskan segala bentuk kepemilikan sumber-sumber agraria yang bersifat monopoli. Selain itu, menciptakan harmonisasi kebijakan di sektor agraria dengan berpijak kepada nafas UUPA 1960 sebagai payung hukum.

PT. SMART Tbk Tidak Hadiri Undangan BPN Sumatera Utara


GAMBAR tenda para anggota Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dalam aksi damai pendudukan lahan kembali di Kebun Padanga Halaban PT. SMART Tbk pada pertengahan Maret 2009vyang lalu.

-----

Direksi PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban tidak menghadiri undangan pertemuan mediasi yang ditawarkan oleh kepala Kanwil BPN Sumatera Utara (BPN SU) Ir. Horasman Sitanggang melalui suratnya tertanggal 7 April 2009.

Undangan pertemuan mediasi yang bersifat biasa tersebut, seyogyanya digelar pada hari Selasa Tanggal 14 April 2009 bertempat di Aula Mini Kanwil BPN SU Jl. Brigjen Katamso No. 45 Medan dimaksud bertujuan guna memusyawarahkan/membicarakan proses penyelesaiakan kasus tanah rakyat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) Kecamatan Aek kuo kabupaten Labuhanbatu, yang sudah timbul sejak satu dasawarsa belakangan ini yang berkonflik dengan PT. Smart Tbk kebun padang halaban Kecamatan Aek kuo-labuhanbatu.

Dalam surat undangan disebutkan, bahwa jadwal pertemuan dimulai pada pukul 09.30 wib. dan pada waktu yang telah dijanjikan tersebut, enam orang perwakilan rakyat KTPH-S masing-masing bernama, Sumardi Syam, Maulana Syafi'i, SHI, Hadi Sudaryanto, Ady Suwardi. kasiman dan M. Chairy dari GERAG SU telah berada di lokasi pertemuan ruangan mediasi.

Selanjutnya beberapa waktu kemudian Tim Opstasta 2009 BPN SU masing-masing, Masniari Situmorang Kasie Sengketa Tanah BPN SU, Hafizunsyah SH Kasie Perkara Tanah BPN SU, Robinson Simangunsong kepala kantor BPN Labuhanbatu dan Sujono Kasie V Kantor BPN Labuhanbatu diserta dua orang staf pegawai operator laptop dan dokumentasi BPN SU bersama seorang staf BPN SU bernama Perwira karo Sekali, menunggu kehadiran Direksi PT. Smart Tbk kebun padang halaban, hingga pukul 10.02 wib.

Setelah lebih kurang setengah jam menanti kehadiran Direksi PT. Smart Tbk di ruangan mediasi yang tak jua kunjung hadir, akhirnya pihak masyarakat KTPH-S dan Tim opstasta 2009 BPN SU membuka pertemuan selama lebih kurang satu jam dan diakhiri sampai pukul 11.03, dengan membahas tentang dokumen-dokumen bukti yang dimiliki rakyat ktph-s maupun dokumen bukti milik pt.smart tbk kebun padang halaban.

Selama proses pendiskusian berlangsung terjadilah tawar menawar mengenai jadwal pertemuan selanjutnya yang disepakati akan dilaksanakan pada Hari Senin Tanggal 21 April 2009 minggu depan.

Ketika ditanya tentang sanksi yang akan dikenakan BPN SU kepada pihak PT. Smart Tbk kebun padang halaban bila ternyata tidak juga menghadiri undangan kedua kalinya tersebut, pihak BPN SU mengaku tidak memiliki wewengan untuk memberikan sanksi itu.

Sehingga kesannya sangat terlihat kontras bahwa BPN SU diguda masih berpihak kepada perusahaan PT. Smart Tbk kebun pandang halaban karena dinilai tidak memiliki sikap tegas atas etika pertemuan dalam prokoler sebuah institusi pemerintahan yang diharapkan dapat menyelesaian persoalan kasus tanah rakyat KTPH-S itu dan perusahaan diduga sengaja tidak menghadiri pertemuan dimaksud guna menghindar dari tekanan masyarakat.

Pertemuan mediasi ditutup pada pukul 11.31 wib oleh pimpinan rapat Hafizunsyah dengan ucapan salam dan dilanjutkan dengan penanda tanganan notulen rapat dan daftar hadir pertemuan tersebut.

Medan, 14 April 2009

Hormat
Kelompok Tani Padang halaban Sekitarnya



Maulana Syafi'i, SHI
Jubir/Sekretaris umum KTPH-S
CP 0812 6309 5879

Berlanjut Aksi Reklaiming KTPHS

Massa KTPHS telah mendirikan 11 pos koordinasi dan 2 pos jaga semenjak aksi damai pendudukan lahan Minggu, 15 Maret 2009.

-------

Pada hari kedua, Senin, (16/03), massa KTPH-S kembali melanjutkan aksinya dengan menanami areal sengketa dengan ratusan batang pohon pisang dan ratusan batang pohon kelapa. Aksi rakyat ini mendapat perhatian dari puluhan Satuan Pengamanan (Satpam) yang kembali diturunkan oleh perusahaan PT. Smart Corporation dan beberapa orang personil dari kepolisian Pos Padang Halaban. Aksi di hari kedua ini juga berjalan dengan lancer aman dan tertib, pihak pengamanan yang hadir hanya meliha dan memantau aktifitas para petani yang tidak bertanah itu.

Di hari ketiga pendudukan lahan, Selasa (17/3) Rakyat KTPH-S melanjutkan aksinya dengan kembali menanami sayur mayor dan palawija di sela-sela tanaman pohon kelapa sawit milik perusahaan atau dengan istilah melakukan perkebunan tumpang sari. Selanjutnya sekira pukul 11.00 wib beberapa orang oknum kepolisian utusan Polres Labuhanbatu bersama dengan perwakilan perusahaan PT. Smart Corporation, menemui pengurus KTPH-S.

Saat menemui pengurus KTPH-S, utusan Polres Labuhanbatu menawarkan perundingan kepada Pengurus KTPH-S untuk mencari solusi penyelesaian atas persoalan yang timbul dengan cara mediasi yang akan difasilitasi oleh Polres Labuhanbatu, dengan ketentuan rakyat KTPH-S tidak melanjutkan aksi pendudukan lapangan.

Mendengar penawaran seperti itu, Hadi Sudaryanto dan beberapa orang pengurus KTPH-S dengan tegas menolak tawaran utusan dari Polres Labuhanbatu tersebut dengan alasan bahwa penawaran serupa pernah dilakukan oleh Kepolisian saat Rakyat KTPH-S lakukan aksi pendudukan lapangan pada bulan Maret tahun 2001 lalu. Ketika tawaran diterima dan rakyat meninggalkan areal lapangan, alhasil proses perundingan secara mediasi seperti yang ditawarkan oleh kepolisian tidak pernah direalisasikan hingga detik ini, dan hari ini tawaran serupa ditawarkan ulang, ini sama saja bentuk pembodohan kepada rakyat.

Menengahi tawaran dari pihak kepolisian tersebut, para Pengurus KTPH-S menimpali dengan mengatakan bersedia melakukan perundingan dengan pihak perusahaan yang difasilitasi oleh Polres Labuhanbatu dengan ketentuan rakyat tidak meninggalkan areal yang diduduki hingga perundinagan mencapai kesepakatan dan jadwal perundingan akan ditentukan setelah salah seorang pengurus KTPH-S yang kini tengah berjuang di Ibukota Jakarta kembali, demikian disampaikan oleh hadi Sudaryanto selaku Ketua I KTPH-S.

Usai mendengar ketegasan dari para pengurus KTPH-S tersebut, aparat kepolisian utusan Polres Labuhanbatu bersama dengan peerwakilan perusahaan menuju ke arah Kantor Management PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban dan meninggalkan rakyat KTPH-S yang melanjutkan aksinya terus melakukan penanaman system tumpang sari.

Sekira pukul 17.00 wib, kembali aksi rakyat KTPH-S dipantau dan diperhatikan oleh beberapa orang oknum kepolisian dari Polsek Bandar Durian Kecamatan Aek Natas. Namun setelah beerapa lama melihat aktifitas rakyat dan menanyakan beberapa hal kepada rakyat KTPH-S, selanjutnya oknum-oknum kepolisian meninggalkan rakyat KTPH-S yang terus melakukan aksinya hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

"Dengan aksi pendudukan lapangan kita berharap BPN RI khususnya Kanwil BPN Sumatera Utara dapat mengambil langkah tegas untuk secepatnya melakukan proses mediasi dalam mempercepat penyelesaian kasus tanah rakyat KTPH-S yang sudah sekitar satu dasawarsa (sepuluh tahun) diperjuangankan Rakyat KTPH-S ini. Perlu ditegaskan bahwa aksi ini tidak bertujuan untuk merusak ataupun melakukan penjarahan atas asset-aset perusahaan yang ada tetapi dititik beratkan kepada keinginan Rakyat KTPH-S mengajak Pimpinan perusahaan PT.Smart Corporation Tbk untuk berunding bersama Rakyat KTPH-S untuk mencari solusi penyelesaian dari persoalan yang timbul, dengan harapan terciptanya win win solution dalam proses mediasinya dan ini yang seharusnya dapat segera dilakukan oleh Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara", demikian dikatakan Jubir/Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi'i, SHI.

Diterangkannya, bahwa awal persoalan tanah rakyat ini timbul sejak puluhan tahun lalu, tepatnya pada tahun 1969/1970. Dimana Rakyat yang telah menguasai dan menduduki areal tanahnya yang terdapat di enam lokasi perkampungan masyarakat yang sudah kompak dan telah dibangun sejak tahun 1945, masing-masing areal lokasi perkampungan tersebut, di perkampungan sukadame panigoran, perkampungan sidomulyo, perkampungan karang anyar, perkampungan purworej aek ledong, perkampungan sidodadi aek korsik dan perkampungan kartosentono brussel, dimana tanah-tanah di enam lokasi perkampungan tersebut selain telah memiliki pemerintahan desa di masing-masing perkampungan, tanah-tanah yang dikuasi/diduduki rakyat di keenam areal perkampungan juga telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah, seta telah dilunasi kewajiban membayar pajak atas tanah seperti kohir dan ipeda oleh rakyat.

Namun selanjutnya, di tahun 1969/1970 oleh pihak perusahaan perkebunan padang halaban yang saat itu bernama PT. Plantagen AG, tanah-tanah rakyat tersebut digusur dan dipindahkan ke areal lokasi lain seluas 3000 HA. Namun belakangan, ketika rakyat dari enam lokasi perkampungan yang telah digusur tersebut akan pindah ke areal tanah penggantian seluas 3000 Ha tersebut, ternyata tanah penggantian telah pula diperjual belikan oleh oknum-oknum Pegawai Agraria Labuhanbatu (BPN dulu-red). Sehingga tanah penggantian hingga kini tidak pernah didapatkan oleh rakyat, sementara rakyat yang digusur harus mencari sendiri tempatnya untuk tinggal dan menetap dengan cara menumpang di tanah masyarakat lain di luar perkampungan yang digusur atau merantau ke luar daerah meninggalkan kampung halaman tempat kelahirannya dengan menyisakan sejuta penderitaan dan kepedihan, kenang Maulana.

Dikatakannya, "Jumlah luas keseluruhan areal tanah rakyat di enam lokasi perkampungan dulunya yang telah habis digusur seluas 2246 Ha dan oleh PT. Plantagen Ag/PT. Smart Corporation diberikan tanah pengganti seluas 3000 Ha. akan tetapi tanah pengganti tersebut hingga detik ini tidak pernah diberikan kepada rakyat yang digusur. Apa ini bukan sebuah bentuk penindasan hak kepada rakyat?", pungkas Maulana

Selanjutnya, untuk memperjuangkan pengembalian hak-hak atas tanahyang telah digusur, sejak September 1998 persoalan ini sudah berulang kali disampaikan kepada instansi pemerintahan baik di daerah hingga ke tingkat pusat. Namun sampai hari ini persoalan sengketa tanah rakyat KTPH-S belum juga diselesaikan oleh pemerintah khususnya BPN. Padahal surat-surat rekomendasi dari berbagai instansi pemerintahan terkait, baik dari pemerintahan daerah maupun dari pemerintahan di tingkat pusat telah dikantongi oleh Rakyat KTPH-S, namun kenapa BPN sepertinya tidak ingin persoalan tanah rakyat ini secepatnya diselesaikan.

"Padahal, Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhanbatu Sujono, dalam pertemuan di Kantor Bupati Labuhanbatu bersama dengan Rakyat KTPH-S saat lakukan aksi menginap di kantor Bupati Labuhanbatu pada tanggal 13 Oktober 2008 lalu dengan tegas menyatakan, bahwa HGU yang dikelola oleh PT. Smart Padang Halaban dan anak perusahaannya yang masih hidup ada tiga HGU dan 1 (satu) HGU telah berakhir sejak tahun 1987 yaitu HGU PT. Syerikat Putra yang luasnya 372 Ha, dimana areal HGUnya masuk dalam areal pengelolaan perusahaan PT. Smart Corporation. Dari pernyataan ini Kasie Sengketa BPN Labuhanbatu ini, seyogyanya BPN dapat mengambil sikap tegas sehingga persoalan sengketa tanah dalam skala besar ini dapat diselesaikan secepatnya. Perlu diketahui, bahwa aksi pendudukan Rakyat KTPH-S yang dilakukan saat ini adalah di atas Areal HGU PT. Smart yang telah mati tersebut", tukas Maulana.

Dalam aksi pendudukan lapangan kali ini, Rakyat KTPH-S tidak akan melakukan tindakan anarkis, seperti melakukan penjarahan atau merusak tanaman pohon kelapa sawit milik perusahaan yang telah ada, tetapi aksi ini diwarnai dengan mendirikan posko-posko dan juga melakukan pengelolaan lahan di sela-sela tanaman milik perusahaan. Dalam aksi ini juga Rakyat KTPH-S menyampaikan beberapa tuntutan dan pernyataan sikap, antara lain :

1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation di Tahun 1969/1970.

2. Kepolisian RI dan jajarannya harus dapat memberikan Jaminan Keamanan dan pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan Pendudukan Lahan di atas Tanah Sengketa seluas + 3000 Ha, yang masuk dalam dalam Areal Pengelolaan Produksi Management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara.

3. Pemerintah Republik Indonesia khususnya BPN RI dan Instansi terkait harus secepatnya melakukan Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak Sepuluh Tahun lalu (Tahun 1998), sesuai denagn Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesaikan Persoalan Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S ini.

4. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pengukuran Ulang atas Areal Sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur sejak Tahun 1969/1970 oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation dan kini Tanah Sengketa tersebut masuk dalam HGU PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.

5. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S kepada sebanyak 2040 KK Rakyat KTPH-S yang telah teraniaya hidupnya selama Puluhan Tahun atas Tragedi Pelanggaran dan Perampasan HAM yang dilakukan oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.

“Kami sangat-sangat berharap kepada pemerintah dan instansi yang berwenang dalam persoalan tanah rakyat ini, kiranya dapat terbuka mata hatinya unuk dapat mengambil satu langkah tegas sehingga persoalan rakyat tidak berlarut-larut dan hak-hak rakyat atas tanahnya yang sekian lama telah dirampas dan dianiaya dapat dikembalikan. Dengan demikian ke depan kita semua berharap tidak akan terjadi lagi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sebuah tindakkan pelanggaran yang dilakukan oleh instansi pemerintahan maupun instansi swasta seperti yang telah puluhan tahun dilakukan oleh PT. Smart Corporation terhadap nasib Rakyat KTPH-S. Semoga”, harap Maulana. (SYA)

Disampaikan oleh MAULANA SYAFI’I, SHI selaku Jubir/Sekretaris Umum KTPH-S

Ratusan Petani KTPH-S Melakukan Pendudukan lahan Di Areal HGU PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban.

GAMBAR massa petani KTPH-S.aksi menduduki lahan yang di kusasi PT SMART corporation. Tbk. perkebunan sawit.

http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=59045395558&ref=nf


Labuhanbatu,

Sebanyak 415 orang masyarakat Rakyat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) dari tiga kecamatan masing-masing, Kecamatan Aek Kuo, Kecamatan Marbau dan Kecamatan Na IX-X Kabupaten Labuhanbatu lakukan aksi pendudukan lahan di Areal HGU PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban, pada Minggu (15/3).

Aksi damai pendudukan lahan ini dilakukan bertujuan agar pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat segera menyelesaikan persoalan SengketaTanah Rakyat KTPH-S dengan PT. smart Tbk Padang halaban yang sudah timbul sejak sepuluh tahun lalu. aksi tersebu tmendapat pengawalan dari dua orang personil Pos Polisi Padang Halaban dan puluhan Satpam PT. Smart Tbk Padang Halaban yang hanya melihat dan memantau aktifitas aksi rakyat KTPH-S. Sampai berita ini diturunkan, di lapangan areal HGU PT. Smart Tbk padang Halaban, massa KTPH-S telah mendirikan sebanyak 11 unit posko untuk pertemuan dan temat menginap massa aksi serta 2 unit posko jaga secara darurat.

"Dengan aksi pendudukan lapangan kita berharap BPN dapat mengambil langkah tegas untuk melakukan proses mediasi dalam mempercepat penyelesaian kasus tanah rakyat KTPH-S yang sudah sekitar satu dasawarsa diperjuangankan Rakyat", demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi'i, SHI.

Diterangkannya, bahwa persoalan tanah ini rakyat timbul sejak puluhan tahun lalu, tapatnya di tahun 1969/1970. Dimana Rakyat yang telah menguasai dan menduduki areal tanahnya yang terdapat di enam lokasi perkampungan masyarakat yang sudah kompak dan telah dibangun sejak tahun 1945, masing-masing lokasi perkampungan sukadame panigoran, perkampungan sidomulyo, perkampungan karang anyar, perkampungan purworej aek ledong, perkampungan sidodadi aek korsik dan perkampungan kartosenton brussel, dimana tanah-tanah di enam lokasi perkampungan tersebut telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah.

Oleh pihak perusahaan perkebunan padang halaban tanah-tanah tersebut digusur dan dipindahkan ke areal lain seluas 3000 HA. Namun belakangan, ketika rakyat dari enam lokasi perkampungan yang telah digusur tersebut akan pindah ke areal tanah penggantian seluas 3000 Ha tersebut, ternyata tanah penggantian telah diperjual belikan oleh oknum-oknum Pegawai Agraria Labuhanbatu (BPN dulu-red). Sehingga tanah penggantian hingga kini tidakpernah didapatkan sementara rakyat yang digusur mencari sendiri tempatnya dengan cara menumpang di tanah masyarakat lain, jelas Maulana.

"Jumlah luas keseluruhan areal tanah rakyat di enam lokasi perkampungan dulu yang digusur seluas 2246 Ha dan diberikan tanah pengganti seluas 3000 Ha. akan tetapi tanah pengganti tersebut hingga detik ini tidak pernah diberikan kepada rakyat yang digusur. apa ini bukan sebuah bentuk penindasan hak kepada rakyat?", pungkas Maulana

Selanjutnya, sejak September 1998 persoalan ini sudah berulang kali disampaikan kepada instansi pemerintahan baik di daerah hingga ke tingkat pusat. Namun sampai hari ini persoalan sengketa tanah rakyat KTPH-S belum juga diselesaikan oleh pemerintah khususnya BPN. Padahal surat-surat rekomendasi dari berbagai instansi pemerintahan terkait baik di daerah maupun di tingkat pusat telah dikantongi oleh Rakyat KTPH-S, namun kenapa BPN sepertinya tidak ingin persoalan tanah rakyat ini secepatnya diselesaikan.

"Padahal, Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhanbatu Sujono dalam pertemuan di Kantor Bupati Labuhanbatu dengan Rakyat KTPH-S saat aksi menginap di kantor Bupati Labuhanbatu pada tanggal 13 Oktober 2008 lalu dengan tegas menyatakan, HGU PT. Smart Padang Halaban yang masih hidup ada tiga HGU dan 1 (satu) HGU telah berakhir sejak tahun 1987 yaitu HGU PT. Syerikat Putra yang luasnya 372 Ha. Dari pernyataan ini seyogyanya BPN dapat mengambil sikap sehingga persoalan ini dapat diselesaikan secepatnya. Perlu diketahui, bahwa aksi pendudukan Rakyat KTPH-S yang dilakukan saat ini adalah di atas Areal HGU PT. Smart yang telah mati tersebut", tukas Maulana.

Dalam aksi pendudukan lapangan kali ini, Rakyat KTPH-S tidak akan melakukan tindakan anarkis, melakukan penjarahan/merusak tanaman milik perusahaan yang ada, tetapi aksi ini diwarnai dengan mendirikan posko-posko dan juga melkakan pengelolaan lahan di sela-sela tanaman milik perusahaan. Dalam aski ini juga Rakyat KTPH-S menyampaikan beberpa tuntutan dan pernyataan sikap, antara lain :

1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation di Tahun 1969/1970.
2. Kepolisian RI dan jajarannya harus dapat memberikan Jaminan Keamanan dan pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan Pendudukan Lahan di atas Tanah Sengketa seluas + 3000 Ha, yang masuk dalam dalam Areal Pengelolaan Produksi Management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara.
3. Pemerintah Republik Indonesia khususnya BPN RI dan Instansi terkait harus secepatnya melakukan Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak Sepuluh Tahun lalu (Tahun 1998), sesuai denagn Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesaikan Persoalan Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S ini.
4. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pengukuran Ulang atas Areal Sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur sejak Tahun 1969/1970 oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation dan kini Tanah Sengketa tersebut masuk dalam HGU PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.
5. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S kepada sebanyak 2040 KK Rakyat KTPH-S yang telah teraniaya hidupnya selama Puluhan Tahun atas Tragedi Pelanggaran dan Perampasan HAM yang dilakukan oleh PT.


Dukung Gerakan Reklaiming Tanah oleh KTPHS di arel HGU PT. SMART Padang Halaban

GAMBAR para petani tak bertanah anggota KTPH-S tengah menyelenggarakan kampanye massa di Pemkab Labuhan Batu, Sumut tentang perjuangan reform sosial-ekonomi pengembalian tanah yang dirampas PT. SMART Kebun Padang Halaban 1969/1970.

-------

Kami atas nama Kelompok Tani Padang Halaban & Sekitarnya [KTPH-S] yang beranggotakan 2040 KK dengan ini menyatakan sikap dan berharap agar persoalan penyelesaian sengketa tanah seluas + 3000 Ha yang pernah dikuasai dan diduduki oleh Rakyat KTPH-S namun akhirnya dan digusur dan dirampas oleh pihak perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 tanpa ganti tanah maupun ganti rugi. Tanah tersebut kini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation secara melawan hokum.

Maka Kami Rakyat KTPH-S bermaksud melakukan re-klaiming pendudukan lahan atas tanah rakyat yang di rampas di areal HGU PT. SMART Kebun Padang Halaban tersebut mulai Minggu, 15 Maret 2009 jam 09.00 WIB.

KTPHS melakukan perjuangan ini dengan damai dan tanpa kekerasan. Kami tidak akan menggangu/merusak tanaman sawit & aktivitas berkebun PT. SMART. Di sela-sela kebun tersebut, KTPHS akan dirikan pos sebagai pusat informasi dan komunikasi selama berlangsungnya gerakan reklaiming dan mengelola lahan yang belum di produksi oleh PT. SMART dengan tanaman pangan semusim.

KTPHS menyelenggarakan perjuangan massa ini dengan maksud agar aparatur negara terkait serta pihak PT. SMART mengadakan perundingan dengan rakyat untuk menyelesaikan konflik agraria ini yang mengutamakan kepentingan kaum tani.

Untuk informasi tentang hal ini hubungi Maulana Syafei [Sekretaris Jendral KTPHS - 081263095879] dan Adi [Koordinator Aksi Reklaiming - 081362263573]

Sikap KTPHS Labuhan Batu, Sumut Menuntut Pengembalian Tanah

JAKARTA. Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang dipimpin Donny Pradana WR dan Isti Komah, S, Fil menyatakan dukungan atas perjuangan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS], Labuhan Batu, Sumut.

Perjuangan reform sosial-ekonomi tentang pengembalian tanah para anggoata KTPHS yang dirampas PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban patut diapresiasi sebagai anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal.

Berani berjuang, berani menang!

-----

PERNYATAAN SIKAP RAKYAT KTPH-S - Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya
Kec. Aek Kuo Kab. Labuhanbatu Prop. Sumatera Utara
Yang menuntut Pengembalian Lahan Desa yang digusur di tahun 1969/1970

Kami atas nama Rakyat KTPH-S yang beranggotakan 2040 KK dengan ini menyatakan sikap dan berharap agar persoalan penyelesaian sengketa tanah seluas + 3000 Ha yang pernah dikuasai dan diduduki oleh Rakyat KTPH-S namun akhirnya dan digusur dan dirampas oleh pihak perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 tanpa ganti tanah maupun ganti rugi. Tanah tersebut kini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation secara melawan hokum, maka Kami Rakyat KTPH-S dengan ini menyataan sikap :

1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas dari rakyat di tahun 1969/1970
2. Berikan jaminan keamana/pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan pendudukan lahan di atas tanah sengketa seluas + 3000 Ha yang masuk dalam management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.
3. Pemerintah harus secepatnya melakukan proses penyelesaian sengketa tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak sepuluh tahun yang lalu sesuai dengan aturan perundang-unangan yang berlaku di NKRI karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesain persoalan ini.
4. Pemerintah RI melalui BPN RI harus melakukan pengukuran atas lahan sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur di tahun 1969/1970 dan kini tanah tersebut masuk dalam Areal Management HGU PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban
5. Pemerintah RI harus melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha kepada 2040 KK Rakyat KTPH-S, dimana tanah tersebut kini masih terus dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.

Sampaikan dukungan kepada Maulana Syafii, SHi selaku Sekretaris Jendral KTPHS di +6281263095879.

Aliansi Luas Menghadang PT. TPL

Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional mendukung perjuangan massa yang diselenggarakan oleh Serikat Tani Kabupaten Samosir [STKS] untuk hak sosial ekonomi dan penyelamatan lingkungan dari PT Toba Pulp Lestari. Upaya perjuangan tersebut berhasil menggalang aliansi luas dengan kelompok masyarakat lainnya.

Berikut ini adalah pernyataan sikap tentang hal tersebut yang dikirimkan oleh Guntur Simamora, aktifis dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat [KSPPM].

Berani berjuang, berani menang!

---

TUNTUTAN ALIANSI MASYARAKAT, NGO, TOKOH AGAMA DAN KOMUNITAS LINTAS PARTAI POLITIK KABUPATEN SAMOSIR

Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), JPIC Kapusin, Tokoh Agama, dan Komunitas Lintas Partai Politik Samosir (DPC PNBK, DPD II Partai Golkar, DPC PIB, DPC PDS, DPC Partai Buruh, DPC Partai Pakar Pangan, DPC Partai Patriot, DPC PPPI, DPD PKPB, DPC PDIP, DPD PAN, PD Partai Matahari Bangsa, DPC Partai Pemuda Indonesia, PKK PDP, DPC Partai Demokrat, DPD PPRN, DPC PDK, DPK PKPI)

Dalam tempo waktu + 3 tahun, sekitar ¾ dari luas hutan register 41 Hutagalung sudah habis digunduli oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanpa ada pengawasan secara ketat dari pemerintah maupun pemda setempat. Padahal, kelestarian hutan ini sangat vital bagi keselamatan hidup masyarakat, spesies lainnya dan ekosistem danau toba. Mengingat wilayah Kabupaten Samosir seluruhnya masuk dalam kawasan DTA Danau Toba dan typologi yang berbukit, miring dan terjal, sehingga sedimen tanah sangat tinggi di tambah lagi dengan kondisi kawasan hutan yang semakin gundul/kritis, akibatnya lahan-lahan yang ada sangat mudah longsor.

Tragisnya lagi, Sekitar April 2008, PT. TPL mulai memasuki dan beraktifitas menggunduli utan Lindung Sitonggi-tonggi kawasan Register 41 Hutagalung, daratan Sumatera. Hutan lindung ini berada diperbukitan, dan sekitar 10 km dibawahnya tersebar perkampungan masyarakat Kecamatan Sitio-tio, Harian dan Sianjur Mula-mula. Kekawatiran masyarakat akan adanya bencana longsor, banjir, kekeringan, dsb, telah memicu ketakutan dan keresahan yang meluas serta rasa was-was yang berkepanjangan. Ironisnya, hutan lindung Sitonggi-tonggi dan hutan lindung lainnya yang berada dalam kawasan register 41 Hutagalung dialih fungsikan menjadi HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanpa landasan hukum (Peraturan dan Perundang-undangan).

Tambahnya lagi, Semenjak PT. Toba Pulp Lestari, Tbk ini beraktifitas di hutan register 41 Hutagalung, telah menumbuhkan berdirinya puluhan industri swamills, menambah catatan hitam kehancuran hutan register 41 Hutagalung beserta hutan lindung yang ada didalamnya, seperti hutan lindung sitonggi-tonggi. Berdirinya hingga operasional industri swamills ini, juga tidak mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah. Managemen pengelolaan industri ini tidak pernah transparan, apakah ijin industri ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak. Dan ketika masyarakat mempertanyakan ke industri tersebut, dijawab bahwa bahan baku kayu log mereka beli dari PT. Toba Pulp Lestari. Namun pastinya industri swamills ini juga terlibat dalam penghancuran hutan register 41 Hutagalung berserta hutan lindung Sitonggi-tonggi dan hutan lindung lainnya.

Masih segar dalam ingatan kita, Semenjak PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (PT. TPL) beraktifitas menggunduli hutan Register 41 Hutagalung telah banyak menelan korban, seperti hilangnya akses masyarakat terhadap hasil hutan (kasus musnahnya kemanyan masyarakat Pollung dan Parlilitan, tahun 2006-2008), dan bencana banjir bandang yang terjadi di kecamatan Tarabintang Kabupaten Humbahas, awal tahun 2007.

Selain itu kami juga memperkirakan, apabila hutan tersebut tetap digunduli, maka pada musim hujan akan terjadi banjir bandang seperti yang pernah terhadi di Sihotang, Harian Boho, kecamatan Harian pada tahun 1957. Sungai-sungai akan meluap seperti yang terjadi di Desa Sabulan sekitar tahun 2005, dimana pada saat itu aek (sungai) Bulak dan Sitio-tio meluap yang menghancurkan rumah penduduk dan persawahan. Atau pada saat kemarau, kekeringan akan terjadi. Seperti keringnya sungai-sungai di Kecamatan Ronggur Nihuta akibat hutannya digunduli oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, dulunya bernama PT. Indorayon Inti Utama, sekitar 15 tahun yang lalu. Dan yang lebih mengerikan, erosi maupun longsor kemungkinan besar akan terjadi, mengingat hutan Register 41 dan hutan Lindung sitonggi-tonggi berada di atas perkampungan masyarakat Kecamatan Sitio-tio, Harian, dan Sianjur Mula-mula.

Ketakutan dan keresahan masyarakat tersebut terlihat dari berbagai upaya yang dilakukan untuk mengentikan aktifitas PT. TPL tersebut. Baik melalui desakan secara tertulis maupun melalui unjuk rasa yang ditujukan kepada pemerintah maupun PT, TPL, namun tidak diperdulikan. (lebih jelasnya turut kami lampirkan surat Bupati Samosir yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI)

Perlu kami jelaskan, secara umum typologi kabupaten samosir adalah bergelombang, berbukit dan miring sampai terjal, hanya 8 % dari luas wilayah yang datar (kemiringan 00 - 20) dan semuanya terletak pada dataran tinggi (antara 800 – 1.800 meter dpl). Dan Kabupaten Samosir tersebar di dua daratan, yaitu daratan Sumatera dan daratan pulau samosir yang dikelilingi danau toba.

Sekali lagi kami tegaskan, khusus untuk wilayah Kabupaten Samosir yang berada didaratan Sumatera, bahwa kelestarian hutan register 41 Hutagalung yang didalamnya terdapat hutan lindung Sitongi-tonggi dan hutan lindung lainnya sangat vital bagi keselamatan manusia, Spesies dan ekosistem danau toba, mengingat hutan tersebut berada diperbukitan yang dibawahnya tersebar perkampungan masyarakat kecamatan Sitio-tio, Harian dan Sianjur Mula-Mula.

Dari penjelasan singkat di atas, kami dari lintas partai politik Kabupaten Samosir menuntut dan mendesak instansi terkait dan perusahan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk :

1. Menghentikan Aktivitas PT TPL di Hutan Lindung Sitonggi-tonggi Register 41 Hutagalung dan di DTA Danau Toba sekarang juga, dan untuk Selama-lamanya !
2. Menutup PT TPL di bumi Samosir sekarang juga dan untuk selama-lamanya !
3. Mengusut tuntas alih fungsi hutan lindung sitonggi-tonggi menjadi HPHTI PT TPL !

Demikianlah kami sampaikan, atas keberpihakan yang berlandaskan kemanusiaan dan hukum, kami ucapkan

terima kasih.

BPN, TST Pemkab Labuhanbatu dan Masyarakat KTPH-S Lakukan Peninjauan Lapangan

Rantauprapat, 21 Oktober 2008 oleh Maulana Syafi’i*)

LABUHANBATU, METRO.

Menindaklanjuti notulen hasil rapat antara Pemkab Labuhanbatu bersama keempat Kelompok Tani yang menggelar aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu dengan menduduki kantor Bupati Labuhanbatu, Tim Sengketa Tanah (TST) Pemkab Labuhanbatu beserta instansi terkait bersama BPN Labuhanbatu dan masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPHS) melakukan peninjauan ke areal Perkebunan Kelapa Sawit milik PT.Smart Tbk Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, yang bersengketa dengan tanah masyarakat Selasa (21/10).

Tim rombongan peninjau lapangan yang dipimpin oleh Kasie Agraria Rudi Zulkarnain dan Kasie V BPN Labuhanbatu Sujono bersama masyarakat, memulai peninjauan lapangan tepat pada pukul 10.15 wib dimulai dari Blok I areal bekas desa/perkampungan masyarakat di Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) untuk mencari titik koordinat permasalahan di dalam areal HGU.

Selanjutnya tim peninjau didampingi saksi sejarah yang juga mantan mandor ukur Perkebunan Padang Halaban di masa perusahaan PT. Plantagen AG Kasiman (73), menuju Blok II Bekas Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Bukti yang meyakinkan bagi tim peninjau bahwa dulunya di areal tersebut adalah perkampungan masyarakat dilihat dengan banyaknya makam tua yang terdapat di areal ini, ada sekitar 60-an makam di areal tanah datar dan sekitar sebelas makam di areal tanah perbukitan. Makam tertua yang terdapat di areal Blok II ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1942, kata Kasiman.

Usai meninjau areal Blok II, selanjutnya rombongan menuju Blok III di areal Bekas Desa Sukadame Panigoran, Desa Karang Anyar dan Desa Sidomulyo. Di areal Blok III bukti berupa kuburan/pemakaman masyarakat dan juga bukti sumur-sumur tua dapat dilihat dengan jelas sekali. Bagaimana kondisi dan situasi telah maju dan berkembangannya masyarakat di tiga desa ini di masa lalu dapat dilihat dengan banyaknya kuburan tua dan sumur tua yang terletak persis di tengah-tengah areal PT. Smart Tbk Padang Halaban saat ini.

Disamping areal yang masih basah/becek dikarenakan hujan turun di malam sebelumnya, kondisi yang menghambat kalancaran pelaksanan peninjauan ke lapangan dikarenakan telah dirubahnya posisi/letak jalan perkampungan di masa lalu dengan kondisi jalan blok tanamana milik perusahaan milik BII group ini saat ini, demikian Kasiman mengeluhkan tentang kondisi medan yang cukup sulit.

Karena cukup lelah dalam menelusuri jejak sejarah dan bukti-bukti di masa lampau, juga dikarenakan banyaknya areal bekas desa/perkampungan yang digusur perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 dan posisi letaknya yang terpisah satu sama lain, menyebabkan peninjauan lapangan tidak dapat diselesaikan hari itu juga. Namun, baik BPN Labuhanbatu maupun TST Pemkab Labuhanbatu akan segera membuat laporan tentang kegiatan peninjauan yang berakhir sekira pukul 16.00 wib itu kepada pimpinannya masing-masing untuk penambahan bukti-bukti dan data dalam menunjang terlaksana proses penyelesaian konflik agraria di daerah ini secara singkat dan cepat, demikian dikatakan Sujono kepada ratusan masyarakat yang turut hadir menyaksikan peninjauan lapangan tersebut.

“Dari sebanyak sembilan desa yang telah digusur dan yang telah selesai dilakukan peninjauan lapangan, baru sebanyak tiga desa yang selesai dikerjakan masing-masing di lokasi bekas Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran, Desa Karang Anyar dan Desa Sidomulyo, ketiga desa ini posisinya sekarang berada dalam wilayah Kecamatan Aek Kuo. Namun dari sample peninjauan ke lapangan dari ketiga desa ini sudah didapatkan kondisi yang bisa dikatakan serupa dengan kondisi desa-desa yang lainnya”, kata Sujono.

Namun demikian, untuk menambahkan informasi tentang kondisi di bekas desa masing-masing saat ini, seyogyanya masyarakat KTPHS dapat memberikan photo-photo tentang bukti-bukti yang masih tertinggal di areal bekas desa yang telah digusur seperti bukti photo kuburan, sumur atau bukti lainnya dinilai dapat mendukung data-data masyarakat.

Usai melakukan peninjauan, baik masyarakat maupun tim peninjau sepakat akan terus berkoordinasi dengan Pemkab Labuhanbatu dalam upaya penyelesaian sengketa tanah dengan perusahaan. Kesepakatan dicapai setelah tim rombongan berjanji kepada masyarakat akan membuat berita acara peninjauan hari itu yang ditanda tangani masing-masing pihak sebagai data yuridis sesegera mungkin.

Sementara masyarakat menunggu realisasi dari janji tim peninjau yang akan segera menyelesaikan laporan hasi peninjauan ke lapangan, mereka juga tengah mempersiapkan kekuatan massanya. Manakala tim peninjau mengingkari janji tersebut massa petani akan siap untuk melakukan aksi pendudukan lahan sebagai bentuk protes sekaligus desakan kepada Pemkab Labuhanbatu agar segera menyelesaiakan konflik agraria yang sudah berkepanjangan dan puluhan tahun ini.

Adi Suwardi (55), salah seorang masyarakat petani kepada wartawan mengatakan, selama sepuluh tahun melakukan perjuangan penuntutan pengembalian lahan masyarakat yang digusur baru hari ini proses peninjauan lapangan bersama masyarakat di lakukan. Di satu sisi realitas ini akan membangkitkan semangat anggota masyarakat yang lainnya untuk mengobarkan perjuangan. Kendati ini merupakan sejarah bagi perjuangan KTPH-S selama satu dasawarsa terakhir, ini juga merupaka cemeti bagi Pemkab Labuhanbatu untuk lebih serius dan lebih cepat dalam melakukan upaya penyelesaian sengketa. Bila hal ini diabaikan begitu saja atau Pemkab Labuhanbatu tidak lebih serius dalam penangan masalah ini, maka disalahkan bila massa tani melakukan aksi pendudukan lahan.

Kegiatan peninjauan ke lapangan ini juga disaksikan oleh Sekcam Aek Kuo Drs. Adlin Sinaga dan Kapolpos Padang Halaban AIPTU. S. Silalahi. Namun sayangnya, Kepala Desa Panigoran Sofyan Pane yang diharapkan dapat turut serta mengikuti kegiatan peninjauan ke lapangan ini hingga usai peninjauan tidak juga menampakkan batang hidungnya. “Ini menunjukkan tidak aspiratifnya kepala desa panigoran kepada masyarakat”, demikian asumsi masyarakat yang berkembang.

*) adalah sekretaris KTPHS yang merupakan salah satu jaringan Komite Pimpinan pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara. Uraian asal-usul sengketa dapat di klik pada Rilis Perjuangan Kelompok Tani Padahalaban - Sekitarnya.

Maju Terus Gerakan Massa Tani KTB, KTTM, KTM dan KTPHS

JAKARTA. STN, Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang dipimpin Donny Pradana WR dan Isti Komah, S, Fil menyatakan apresiasi yang setinggi-tingginya atas aksi massa tani di pelataran halaman Pemkab Labuhan Batu, Sumut sejak 13 - 15 Oktober 2008.

Militansi anggota Kelompok Tani Bersatu, Kelompok Tani Tiga Maju, Kelompok Tani Mentari dan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya patut menjadi cermin kegigihan perjuangan reform sosial ekonomi mendesak kaum tani. Karena tanah adalah kehidupan mereka.

Berani berjuang, berani menang!

---

Ratusan Massa Rakyat Miskin “Serbu” Kantor DPRD dan Bupati Labuhanbatu

Labuhanbatu (SIB)

Ratusan massa rakyat miskin “menyerbu” kantor DPRD dan kantor Bupati Labuhanbatu, Senin (13/10). Massa petani miskin ini menuntut Pemkab melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 secara murni dan konsekwen serta untuk mengembalikan tanah rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.

Massa yang menamakan dirinya dari Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN PRM) Labuhanbatu terdiri dari sedikitnya 4 kelompok tani (Poktan), yakni Kelompok Tani Bersatu (KTB), Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Padang Halaban dan Kelompok Tani Mentari (KTM) serta turut bersolidaritas ...

Lebih lanjut, klik judul di atas.

---

Ribuan rakyat miskin serbu kantor DPRD dan Bupati Labuhanbatu

Wednesday, 15 October 2008 11:27 WIB
WASPADA ONLINE

RANTAUPRAPAT - Ribuan rakyat miskin "menyerbu" kantor DPRD dan kantor Bupati L. Batu, Senin (13/10). Massa petani miskin ini menuntut Pemkab melaksanakan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 secara murni dan konsekuen serta untuk mengembalikan tanah rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.

Kelompok massa yang menggunakan ikat kepala kain merah bertuliskan STN-PRM bergerak dari Lapangan Ika Bina Jalan MT. Thamrin menuju kantor DPRD dan kantor Bupati L . Batu di Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat sekira 10 km. Mereka menumpang truk, angkot dan sepedamotor. Barisan para petani ini sempat membuat macat arus lalu lintas Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Rantauprapat-Aeknabara, apalagi di dekat pusat-pusat keramaian.

Lebih lanjut, klik judul di atas.


---

Ratusan Pendemo Nginap dan Ancam Boikot Pemkab dan Pemilu 2009 Jika Tuntutan Tak Dipenuhi

Rantauprapat (SIB)

Ratusan masyarakat miskin akhirnya menginap di halaman kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat karena tuntutan massa yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM) itu, mengembalikan tanah rakyat, tidak dapat sipenuhi Pemkab Labuhanbatu.

Pengunjukrasa juga mengancam akan menyegel seluruh instansi Pemkab memboikot pemilihan mum calon legislatif 2009 di daerah itu dan terus menginap di halaman kantor bupati, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi sesegera mungkin oleh Pemkab.

Lebih lanjut, klik judul di atas.

---

Ratusan warga miskin menginap di halaman kantor Bupati

Thursday, 16 October 2008 10:10 WIB
WASPADA ONLINE

RANTAUPRAPAT - Ratusan masyarakat miskin hingga Rabu (15/10) masih menginap di halaman kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja, Rantauprapat. Hal itu dilakukan karena tuntutan massa yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM) itu, mengembalikan tanah rakyat, tidak dapat dipenuhi.

Pengunjukrasa juga mengancam akan menyegel seluruh instansi Pemkab, memboikot pemilihan umum calon legislatif 2009 di daerah itu dan terus menginap di halaman kantor bupati, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

Lebih lanjut, klik judul di atas.

---

Notulen Diterima, Massa Petani Miskin Bubar dari Kantor Bupati Labuhanbatu

Rantauprapat (SIB)

Aksi demo di hari kedua, semula pihak Pemkab Labuhanbatu telah mengeluarkan notulen hasil rapat antara delegasi petani dengan pihak Pemkab dan pihak BPN yang dilakukan sehari sebelumnya di ruang rapat kantor bupati. Namun, salinan notulen itu akhirnya dikembalikan ke pihak jajaran Setdakab. Alasannya, terdapat beberapa point dalam notulen rapat penyusunan mekanisme awal proses penyelesaian sengketa tanah 4 kelompok tani dengan pihak perusahaan perkebunan yang ada di Labuhanbatu.

Akhirnya, karena perwakilan menilai hasilnya tidak sesuai keinginan massa, notulen dikembalikan, tanpa dibubuhi tandatangan dan stempel pejabat Pemkab. Selain itu, beberapa point penting dianggap kabur.

Lebih lanjut, klik judul di atas.

---

Rilis Perjuangan Kelompok Tani Padang Halaban - Sekitarnya

Kronologis Permasalahan Tanah Masyarakat Desa Di Sekitar Perkebunan Padang Halaban Yang Diambil Aalih/Digusur Oleh Perusahaan Perkebunan Padang Halaban Di Tahun 1969/1970 Tanpa Ganti Rugi Penggantian Tanah

Tahun 1942 Tentara Bangsa Jepang menduduki wilayah Perkebunan Padang Halaban Sekitarnya yang saat itu dalam keadaan “Vacum of power” (kekosongan kekuasaan) dan menguasai Perusahaan Perkebunan Padang Halaban yang ditinggalkan Agresi I Penjajah Belanda bernama Perusahaan Perkebunan NV. SUMCAMA. Bangsa Jepang saat itu juga menguasai para kuli di perkebunan. Selanjutnya para kuli diperintahkan oleh Penguasa Jepang untuk mengganti jenis tanaman di dalam areal Perkebunan Padang Halaban dari jenis tanaman kelapa sawit menjadi jenis tanaman pangan, seperti palawija dan sebagainya.

Tahun 1945 Penguasa Jepang meninggalkan Perusahaan Perkebunan Padang Halaban dan seluruh kulinya, dikarenakan Bangsa Jepang Kalah perang dengan sekutu akibat Kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Tentara Sekutu. Mengingat begitu pentingnya lahan yang ditinggalkan oleh Bangsa Jepang untuk keperluan hidup rakyat (bekas kuli bangsa jepang), sementara saat itu Penguasa Bangsa Indonesia belum berdaulat penuh atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Penguasa Perang Bangsa Indonesia saat itu, Presiden Ir.Soekarno, telah pula menyampaikan perintah langsung kepada seluruh rakyat Indonesia dan para laskar rakyat agar areal-areal / tanah-tanah bekas perkebunan bangsa asing yang ditinggalkan pemiliknya, supaya diberikan/dibagikan kepada rakyat Indonesia (termasuk bekas kuli bangsa jepang) untuk ditanami dengan tanaman pangan guna membantu keperluan logistik perang para laskar rakyat, disamping juga sebagai tanda bangsa yang sudah merdeka adalah memiliki tanah asal kenvensi bangsa asing.

Guna menjalankan Perintah Langsung Penguasa Perang Bangsa Indonesia saat itu, pada tahun 1945 juga, hamper seluruh areal lahan di Perkebunan Padang Halaban asal konvensi bangsa asing yang ditinggalkan oleh Bangsa Jepang seluas sekitar 3000 Ha, dibagikan kepada rakyat bekas kuli bangsa jepang) secara bekerjasama dengan para laskar rakyat. Tanah-tanah tersebut dibagikan berdasarkan bekas divisi perkebunan padang halaban di masing-masing tempat. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi perkampungan rakyat/desa, dengan luas tanah yang berhak diusahai rakyat masing-masing seluas 2 (dua) Ha/KK. Perkampung rakyat/desa yang dibentuk dari tanah pembagian tersebut masing-masing :

1. Tanah di bekas Divisi I yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo
2. Tanah di bekas Divisi Pabrik yang diduduki rakyat dinamakan Desa Karang Anyar
3. Tanah di bekas Divisi II yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidodadi/Aek Korsik
4. Tanah di bekas Divisi III yang diduduki rakyat dinamakan Desa Purworejo/Aek Ledong
5. Tanah di bekas Divisi IV-V yang diduduki rakyat dinamakan Desa Kartosentono/Brussel
6. Tanah di bekas Divisi VI yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sukadame/Panigoran

Tahun 1949 saat Agresi II Belanda kembali menjajah Bangsa Indonesia dan sampai juga ke desa-desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban. Kedatangan Penjajah Belanda pada Agresi II ini, tidak bertujuan untuk menggusur perkampungan/desa yang sudah diciptakan oleh rakyat, akan tetapi bertujuan untuk memperbaiki sarana dan prasarana di Perkebunan Padang Halaban yang rusak.

Tahun 1954 setelah dikeluarkannya UU Darurat Nomor 8 Tahun 1954 oleh Pemerintah Republik Indonesia, masyarakat desa yang telah menduduki dan mengusahai tanahnya masing-masing seluas 2 (dua) Ha/KK di desa-desa sekitar Perkebunan Padang Halaban tersebut, diberikan KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah) yang dikeluarkan oleh KRPT (Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah) wilayah Sumatera Timur sebagai dasar untuk mendapatkan/memperoleh alas hak yang diakui hukum seperti diatur dalam UUPA Tahun 1960 dan sejak saat itu rakyat sudah dibebani kewajiban membayar pajak/Ipeda oleh Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.

Demikian pula dengan status tanah yang diduduki oleh rakyat disahkan oleh pemerintah telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan Padang Halaban (saat itu bernama Perusahaan NV. SUMCAMA). Untuk diketahui, bahwa luas areal desa-desa yang diciptakan oleh rakyat sejak tahun 1945 dan dikeluarkan dari HGU Perusahaan Perkebunan Padang Halaban, hingga tahun 1969/1970 tidak pernah mengalami perluasan areal desa (merebaknya penggarap liar). Areal desa itu tetap luasnya sejak dibentuk menjadi desa hingga terjadi peristiwa penggusuran.

Tahun 1962, setelah sekitar 17 (tujuh belas) tahun mengembangkan dirinya, Desa Sidomulyo berhasil mendapatkan Penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara saat itu Ulung Sitepu, atas prestasi Desa Sidomulyo yang berhasil meraih Juara II Desa Terbaik se-Sumatera Utara. Saat itu, Ulung Sitepu yang langsung turun/datang ke Desa Sidomulyo untukmenyerahkan Piagam Penghargaan yang juga langsung diterima oleh Kepala Desa Sidomulyo saat itu bernama (alm) Langkir.

Tahun 1968, akibat imbas dari peristiwan G 30 S/PKI tahun 1965 di Jakarta, masyarakat di desa-desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban yang mayoritas berpencaharian sebagai petani tersebut, mulai diintimidasi oleh Pengusaha Perkebunan Padang Halaban (bernama PT. Plantagen AG), sebagai ekses dari Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Pengusaha perkebunan dengan dibantu aparat TNI/Polri dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu saat itu, mulai melakukan intimidasi dan menuduh masyarakat desa sebagai anggota BTI (Barisan Tani Indonesia) yang merupakan underbow-nya PKI. Selanjutnya, dengan todongan senjata laras panjang milik para aparat, masyarakat desa dipaksa untuk meninggalkan tanahnya dari masing-masing tempat, dengan terlebih dahulu melucuti/mengambil bukti-bukti kependudukan/kepemilikan tanah dari tangan masyarakat desa.

Beberapa kali pertemuan masyarakat desa dengan pengusaha Perkebunan Padang Halaban dilakukan, untuk membicarakan persoalan ganti rugi lahan yang akan digusur Perkebunan Padang Halaban. Namun setiap kali pertemuan dilaksanakan tidak mendapat kesimpulan yang adil bagi rakyat maupun bagi pengusaha, karena rakyat tidak bersedia digusur bila tidak diganti dengan tanah pengganti. Akhirnya pengusaha, pemerintah kabupaten labuhanbatu saat itu dan TNI/Polri bekerjasama untuk menggusur rakyat dari atas tanah yang mereka duduki dengan menuduh masyarakat sebagai Anggota BTI.

Padahal masyarakat di masing-masing desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban tidak pernah mengenal yang namanya BTI ataupun bergabung ke dalam partai terlarang tersebut. Akan tetapi, tuduhan terhadap masyarakat desa ini dengan menyebutnya sebagai Anggota BTI, hanya merupakan alat di masa Orde Baru sebagai dalih untuk mempermudah aksinya melakukan perampasan hak tanah rakyat yang tidak berdaya karena berhadapan dengan intimidasi dan todongan senjata laras panjang milik aparat TNI/Polri. Bagi masyarakat desa yang dituduh sebagai Anggota BTI dan tidak dapat melakukan perlawanan, akhirnya harus rela untuk ditahan di penjara Korem 021 Pematang Siantar atau disiksa dihadapan orang banyak.

Tahun 1969/1970 hingga saat ini habislah sudah desa-desa yang sejak tahun 1945 dibangun dengan semangat kebangsaan mempertahankan Kemerdekaan RI, akibat digusur/diambil alih Perusahaan Perkebunan Padang Halaban (bernama PT. Plantagen AG). Sementara surat dari Maskape Perkebunan Plantagen Aktiengsellschaft bernomor 1ms/2232/69 tanggal 4December 1969 ditanda tangani Drs. I.A.M Schumuther yang ditujukan kepada Tn. E. Hildebrant selaku wakil maskape di Perkebunan Padang Halaban. Surat tersebut menegaskan tentang tanah seluas 3000 Ha yang telah dibayarkan ganti ruginya kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk diberikan kepada masyarakat desa sebagai penggantian tanah atas tanah mereka di sekitar Perkebunan Padang Halaban yang diambil alih oleh Perusahaan.

Sejak tahun 1998 hingga saat ini masyarakat desa korban penggusuran tahun 1969/1970 yang bergabung dalam Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya, tidak pernah berputus asa untuk melakukan tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Lahanbatu agar hak atas tanah penggantian mereka yang telah dibayar ganti ruginya kepada pemerintah, sebagai akibat dari tanah masyarakat yang digusur/diambil alih oleh Perusahaan Perkebunan Padang Halaban di tahun 1969/1970. Dikarenakan sebelum era reformasi bergulir, masyarakat korban penggusuran tidak berani melakukan tuntutan karena masyarakat merasa trauma dengan kejadian masa lalu, di samping system pemerintahan orde baru yang terkenal gemar “membungkam suara rakyat”dengan senjata ampuhnya melakukana makar/tindakan subversib.

Namun, sejak tuntutan masyarakat tersebut disampaikan oleh masyarakat kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, hingga detik ini persoalan belum mendapat keputusan yang berarti dari Pemkab Labuhanbatu, kendati berbagai proses penyelesaian telah ditempuh namun semuanya nihil. Utnuk itu, kami kembali berharap kiranya Pemkab Labuhanbatu dapat memberikan satu keputusan yang berpihak kepada rakayt korban penggusuran.

Aek Kuo, 25 Agustus 2008

Dikisahkan oleh Ketum KTPH-S Sumardi Syam dan dicatat oleh Sekum KTPH-S Maulana Syafi’i, S.HI

Selain Sangat Meresahkan Masyarakat, Galian Parit PT. Smart Tbk Akibatkan Berubahnya Bentuk Fisik Tanah

Catatan : Maulana Syafi’i*)

AEK KUO, METRO.

Untuk kesekian puluh kali parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, kembali mengambil korban. Kali ini korbannya bukan seorang anak kecil yang tenggelam seperti kejadian naas yang pernah menimpa nasib warga Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Kuo, di tahun 2006 silam, melainkan seekor lembu milik warga Desa Pulo Jantan yang kemaren sore terperosok dan terjebak dalam lubang parit galian yang dalam dan tidak dapat untuk naik ke atas hingga kehabisan nafas dan akhirnya mati di dalam parit galian “pencabut nyawa”.

Demikian diceritakan Wiryono (72), seorang warga Desa Pulo Jantan, Kecamatan Aek Kuo kepada wartawan, Rabu (10/9). Menurut Wiryono, peristiwa matinya beberapa ekor lembu milik warga sekitar perkebunan padang halaban di dalam parit galian milik perusahaan itu, sudah merupakan hal yang lumrah. Kendati demikian, tidak pernah terbesit di dalam benak management PT. Smart Tbk Padang Halaban untuk membayar ganti rugi ternak lembu warga yang mati di dalam parit galian berukuran lebar 6m dan dalam 6m yang termasuk dalam type Galian C, namun tidak dikenakan retribusi pajak galian c oleh Pemkab Labuhanbatu, jelas wiryono.

Tidak dipungkiri wiryono, bila korban yang tewas di dalam parit galian “pencabut nyawa” itu dari jenis manusia, maka pihak management segera memberikan kompensasi atau sekedar uang duka keluarga ahli musibah, akibat human eror yang dilakukan pihak perusahaan pada parit galiannya, seperti yang pernah menimpa warga di Kecamatan Aek Kuo dan Kecamatan Marbau beberapa tahun lalu, kenang Wiryono.

Berbeda pula dengan apa yang telah dialami oleh Warisem (80) warga Kecamatan Na IX-X, akibat tergiris erosi dari galian parit raksasa milik PT. Smart Tbk Padang Halaban itu, tanah peninggalan almarhum suaminya hampir selebar 3m dan sepanjang 60m yang terletak di sebelah samping rumahnya di Dusun Gerojokan, kini kondisinya telah hilang dan berubah menjadi satu dengan dasar parit galian.

“Akibat dari parit bekoan (galian-red) di sebelah samping rumah, tanahku sekitar hampir selebar 3m dan sepanjang 60m telah hilang dan telah berubah menjadi satu dengan dasar parit bekoan itu. Bisa dilihat, saat ini di sepanjang dasar parit itu ada empat batang pohon sawit yang sudah berproduksi milikku yang tumbang dan kini mulai membusuk, juga ada serumpung pohon bambu dan pohon pisang serta sebatang pohon kepala jawa, telah berada persis di tengah-tengah parit galian”, urainya Warisem.

Kedukaan yang dialami oleh kedua orang tua lanjut usia, Wiryono dan Warisem ini, juga pernah dirasakan oleh mantan Kepala Puskesmas Aek Kuo dr.H. Rustian Sinaga. Pasalnya, Aliran parit galian di sekitar puskesmas yang tergiris erosi mengakibatkan pagar tembok puskesmas ini roboh. Demikian pula halnya ketika parit galian tersebut tidak mampu membuang tumpahan debit curah hujan yang cukup tinggi hingga menciptakan genangan air di dalam parit galian.

Praktis, dengan terciptanya genangan air dalam galian tersebut membuat “bangsa nyamuk” merasa nyaman melakukan pembiakan generasinya. Akibat buruknya adalah, realitas ini sempat membuat daerah kesehatan di wilayah kecamatan aek kuo di tahun 2007 lalu masuk dalam daerah epidemis penularan DBD dan malaria.

Masih segar dalam ingatan masyarakat aek kuo, kala itu seorang anak balita dari Dusun Marbau Jaya Desa Aek Korsik harus dilarikan ke Rumah Sakit H. Adam Malik di Medan dalam kondisi koma karena positif terjangkit penyakit DBD, lagi-lagi perusahaan penyebab persoalan ini tidak mau ambil pusing.

Tidak sampai disitu, cerita unik yang menimpa seorang warga Desa Karang Anyar Kecamatan Aek Kuo, akibat mobil pick up yang dikendarainya terjun bebas ke dasar parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban, yang posisinya persis bersebelahan dengan jalan lintas dari dan menuju antar lintas desa setempat. Ironisnya, kendati parti galian yang diciptakannya bersebelahan dengan jalan lintas desa, namun pihak management PT. Smart Tbk Padang Halaban tidak tergerak hatinya untuk membuat pagar pembatas.

Sekarang, parit galian ini kembali mengancam keselamatan masyarakat pengguna jalan di Dusun IV Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo. Pasalnya, kondisi badan jalan yang mulai tergiris erosi parit galian sehingga membuat jalan semakin kecil dan longsoran tebing parit membentuk jurang yang siap menanti mangsa bagi yang melintas di jalan itu, ujarnya MS salam seorang warga desa setempat kepada wartawan.

Kondisi rawannya parit galian perusahaan perkebunan ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit di lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif labuhanbatu. Seperti apa yang pernah dikatakan Dahlan Bukhori dari Fraksi PDI-P DPRD Labuhanbatu, seingat Dahlan beberapa waktu lalu DPRD Labuhanbatu telah mendiskusikan hal ini dalam sidang paripurna untuk merumuskan ramperda tetnang retribusi pajak parit galian yang dimasukan dalam kategori galian c sehingga menjadi PAD bagi Pemkab Labuhanbatu.

Namun dengan alasan tidak adanya manfaat ekonomis yang dirasakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit atas parit galian tersebut, didukung pula surat sakti dari BKSPPS (Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sawit) dari pusat yang menyatakan keberatannya bila jenis parit galian seperti itu dikenakan retribusi pajak daerah mengingat galiannya tidak mendatangkan manfaat ekonomis. Menurut surat BKSPPS, galian tersebut bertujuan sebagai tapal batas tanah perusahaan dan juga sebagai alasan pengamanan areal perkebunan kelapa sawit dari kejahatan para ninja sawit.

Akan tetapi Dahlan Bukhori tetap membantah, bila alasannya sebagai tapal batas adalah tidak logika mengingat tapal batas yang seyogyanya dipergunakan adalah berupa tiang besi atau sejenisnya. Demikian pula bila alasannya sebagai pembantu pengamanan areal tanaman sawit dari kejahatan aksi para ninja sawit, setahu Dahlan perusahaan yang membuka usahanya selalu sedia dengan sepasukan pengamanan, tegasnya.

“Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak memberikan retribusi parit galiannya kepada Pemkab Labuhanbatu, manalagi diketahui parit galian seperti milik PT. Smart Tbk Padang Halaban lebih besar menciptakan keresahan bagi masyarakat ketimbang manfaatnya bagi Pemkab Labuhanbatu. Alangkah lebih baiknya bila permasalahan ini dicari solusinya untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman bagi masyarakat di sekitar parit galian tersebut”, harapnya Dahlan. (SYA)

*) adalah ketua Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang merupakan jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara. KTPHS tengah mengupayakan perjuangan massa hak atas tanah atas PT. Smart Tbk Padang Halaban dengan dua ribu jiwa korban konflik .

Gugatan Petani Korban Tindak Kekerasan Telah Disidangkan

SIMALUNGUN, STN. Dampak konflik agraria yang menimpa petani dari Nagori Mariah Hombang masih terus berlanjut. Persengketaan yang menajam sejak 19 April 2007 menyisakan beberapa kasus hukum yang patut ditandaklanjuti dengan saksama oleh kepolisian setempat.

Salah satunya tengah dialami Liongsan Sianturi [34]. Aktifis Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Sumatera utara, ini dianiaya oleh para pengusaha lokal yang secara sepihak bermaksud mengambil alih tanah petani. Pengusaha tersebut juga dibantu para oknum polisi setempat. Akibat-luka-luka yang dideritanya, Liongsan melaporkan para penganiaya ke polsek Tanah Jawa pada 29 April 2007 lalu. Pihak kepolisian menerima laporan tersebut dalam dokumen bernomor Pol.LP/309/IV/2007/Simal.

Akan tetapi, laporan tersebut tak kunjung menyeret para pelaku. Ebed Sidabutar [24], koordinator Front Solidaritas Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang dan Bosar Galugur [FSPPNMHBG], mengatakan bahwa lambatnya proses hukum terhadap laporan tersebut berkaitan erat dengan upaya-upaya pihak penganiaya untuk meloloskan diri dari jerat hukum. “Pihak kepolisian seakan-akan turut menutupi. Hal ini juga nampak dalam pengusutan kasus meninggalnya aktifis FPNMH Djaulak Gultom pada akhir Februari lalu,” terangnya.

Upaya FSPPNMHBG dalam mencari keadilan tidak hanya dilakukan di tingkat Kabupaten. Bersama Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional, mereka telah mendatangi Mabes Polri pada akhir Maret 2008 lalu demi mengadukan serangkaian tindak kekerasan yang melibatkan oknum kepolisian setempat dalam menghadapi para petani.

Sementara itu dukungan bagi perjuangan FPNMH dan laporan Liongsan Sinaturi terus mengalir. Salah satunya berasal dari Bina Desa, LSM pendukung petani di Jakarta. Tina E.T.V Napitupulu dari Divisi Advokasi dan Kajian Bina Desa meminta agar pihak Kejaksaan Negeri Simalungun agar menuntut seberat-beartnya pelaku tindak penganiayaan terhadap Liongsan Sianturi. Tina juga mendesak pada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri [PN] Simalungun agar betul-betul mempertimbangkan putusan demi terciptanya keadilan sosial bagi petani.

Sejak Kamis, 17 Juli 2008 PN Simalungun mulai menyidangkan gugatan Liongsan Sianturi. Hingga kini proses persidangan masih terus berjalan.

Serikat Tani Menuntut Perlindungan Hutan Sebagai Sumber Penghidupan

BERITA KEGIATAN SERIKAT TANI KABUPATEN SAMOSIR (STKS)
DAN KELOMPOK STUDI DAN PENGEMBANGAN PRAKARSA MASYARAKAT (KSPPM)

Pangururan, Selasa 25 Maret 2008

Puluhan utusan Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) yang didampingi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mendatangi DPRD Samosir. Utusan STKS dan KSPPM disambut oleh Ketua yang didampingi beberapa anggota DPRD lainnya, (Selasa, 25/03/08).

Kedatangan utusan STKS dan KSPPM ini bertujuan untuk menyampaikan penolakan penggundulan hutan di Hariara Pintu, Desa Partungkot Naginjang, Kec. Harian, Kab. Samosir. Dalam tuntutannya, STKS dan KSPPM juga mendesak Pemerintah dan Pemda Samosir untuk membatalkan segala rupa ijin pengelolaan hutan kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari dan PT. Sumber Rejeki Tele. Tuntutan ini dibacakan oleh Pengurus Serikat Tani Kabupaten Samosir, dan diterima langsung oleh Ketua DPRD Samosir.

“kami yang hadir di sini hanya 5 orang, oleh karena itu kami tidak dapat mengambil keputusan, tapi kami berjanji untuk menindak lanjutinya, kata Jhoni Naibaho, Ketua DPRD Samosir.

Saat ini ada pembahasan MoU antara Pemda Samosir dengan Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari, jadi sebagai dukungan awal dari kami, maka kami bersedia mendampingi bapak-bapak dan ibu-ibu untuk menghadiri pertemuan tersebut, tambah Marlon Sihotang, anggota DPRD Samosir.

Utusan STKS dan KSPPM ini berangkat bersama anggota DPRD menuju Kantor Bupati Samosir. Pertemuan yang berlangsung di Aula Pertemuan Kantor Bupati Samosir dihadiri Sekda, Assisten I, Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari dan Komisi II DPRD Samosir.

Pada saat itu utusan STKS yang didampingi KSPPM diberikan kesempatan untuk membacakan dan menyampaikan aspirasinya. Dalam tuntutannya, STKS yang didampingi KSPPM kembali menegaskan penolakannya terhadap PT. EJS Agro Mulia Lestari terkait rencana penggundulan hutan seluas 2.250 Ha untuk digantikan menjadi tanaman bunga hias dan holtikultura dan mendesak pemerintah dan pemda untuk mencabut dan membatalkan segala rupa ijin pengelolaan hutan kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari.

Dalam menyampaikan aspirasi, Esbon Siringo-ringo, Sektretaris STKS, mengatakan bahwa masyarakat samosir yang pada umumnya petani sangat membutuhkan air dan perlindungan pemerintah terhadap petani, kami tidak membutuhkan tanaman bunga.

Hal sedana juga dikatakan Nova Gurusinga, staf KSPPM Wil. Samosir, hutan yang direncanakan akan digunduli oleh PT. EJS Agro Mulia Lestari merupakan Daerah Tanggapan Air (DTA) dan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga jika hutan ini tetap gunduli maka bencana kekeringan dan pencamaran tidak mungkin dapat dihindari. Selain kekeringan, bencana lonsongsor juga tidak mungkin dapat dihindari mengingat topografi daerah tersebut merupakan daerah curaman yang dibawahnya terdapat persawahan dan perkampungan masyarakat kecamatan Harian, Sianjur Mula-Mula dan Sitio-tio. Hal ini juga akan sangat berdampak terhadap danau toba yang menjadi salah satu andalan kabupaten ini.

Selesai berdialog, pengurus STKS menyerahkan tuntutan tersebut dan diterima Sekda Kabupaten Samosir di hadapan Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari dan Komis II DPRD Samosir. Kemudia STKS dan KSPPM meninggalkan kantor bupati.
Salam dari kami,

Nova Gurusinga dan Guntur Simamora
Staf KSPPM Wil Samosir

Catatan :
Guntur Simamora adalah aktivis KSPPM Wil Samosir dan salah seorang jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Propinsi Sumatera Utara.

Nagori Mariah Hombang, Potret Konflik Agraria yang Tak Kunjung Padam

GAMBAR yang diambil pada Kamis, 19 April 2007. Saat terjadinya tindak kekerasan terhadap puluhan anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang oleh tuan tanah lokal dan kepolisian dari Polres Simalungun, Sumut. Empat belas petani divonis empat bulan penjara karena didakwa melawan petugas.

-------

Mariah Hombang adalah sebuah nagori (desa) yang terletak di kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun. Sebuah desa yang mayoritas mata pencahariannya adalah bertani. Di sana terhampar persawahan dan juga permadani kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat maupun perkebunan negara. Sekilas kita mungkin melihat kedamaian dan ketulusan kaum petani dalam bekerja. Namun sejatinya tersimpan persekongkolan kuat kekuasaan yang mengganggu kelangsungan hidup para petani dan menjerumuskan masyarakat ke jurang kemiskinan.

Persoalan ini bermula dari tahun 1983 yakni kedatangan dinas kehutanan yang hendak melaksanakan proyek dengan meminjam tanah rakyat seluas 687’5 ha di Perladangan masyarakat. Program tersebut bernama inliving yang dimaksud untuk memperbesar debit air dan penghijauan, untuk petani.Masyarakat pun dengan segala kearifan serta keluguan yang dimilikinya memberikan kesempatan pada dinas kehutan dalam melaksanakan proyek tersebut. Saat itu dinas kehutanan kabupaten simalungun pun membangun kesepakatan bahwa masyarakat bersedia memberikan tanah tersebut untuk dijadikan proyek oleh dinas kehutanan. Dinas kehutanan memberikan pago-pago berupa perlengkapan alat kampung seperti, talam dan perlengkapan memasak serikat Desa di Mariah Hombang dan lahan tersebut hanya bisa dipergunakan dalam satu musim dan selanjutnya masyarakat dapat mengolola tanah tesebut dengan cara tumpang sari.

Namun naas bagi rakyat, program tersebut gagal karena pinus yang mereka tanam di areal tersebut tidak tumbuh kembang dengan baik.Namun dinas kehutanan tidak mengembalikan lahan tersebut pada masyarakat. Dinas Kehutanan malah menjual tanah tersebut ke Perusahan Swasta yang bernama PT. Kwala Gunung. Permasalahan itu mulai dari tahun 1989 , ketika PT. KWALA GUNUNG menginginkan tanah seluas 2000 ha. Sesuai ijin lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sumatera Utara pada 27 April 1989 Sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I SUMATERA UTARA Nomor : 593 / 41 / 2757 / K /TAHUN 1989 Tentang Ijin lokasi/Penyediaan Tanah Untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa sawit PT KWALA GUNUNG. Isinya adalah,

MEMUTUSKAN/MENETAPKAN :

PERTAMA : Memberikan Ijin lokasi / Penyediaan tanah untuk usaha perkebunan kelapa sawit kepada PT.KWALA GUNUNG seluas lebih kurang 1.312,50 ha di Desa Bosar Galugur/Mariah
Hombang Kecamatan Tanah jawa Kabupaten Simalungun, sebagaimana Peta petunjuk lokasi /situasi terlampir pada surat keputusan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan.

KEDUA : Mewajibkan kepada PT.KWALA GUNUNG untuk :

1. Menyelesaikan dengan Musyawarah dan mufakat pemberian ganti rugi atas tanah garapan/tanaman yang ada di atasnya.
2. Mengajukan permohonan pengukuran kepada kantor wilayah badan pertanahan nasional Propinsi Sumatra Utara guna menentukan letak batas dan luas secara defenitif.
3. Mengurus dan menyelesaikan Hak Guna Usaha pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara.
4. Melaporkan kegiatan yang telah dilaksanakan secara berkala yaitu setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernus Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara melalui Pemda Tingkat II Simalungun.

KETIGA : IJIN LOKASI /Penyediaan tanah ini berlaku untuk 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. Apabila tidak mengadakan aktifitas untuk memenuhi syarat – syarat tersebut diatas dan usaha–usaha pengolahan tanah di lapangan, maka penatapan ijin lokasi/penyediaan tanah ini akan ditinjau kembali.

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan ditinjau kembali.

Untuk memenuhi ijin tesebut , Perusahaan tersebut memakai Bupati, Camat, Kepala Desa serta Masyarakat luar yang diduga kuat menjadi kaki tangannya untuk mendapatkan lahan dengan mempengaruhi, mengintimidasi, teror dan lain-lain.

Dari hasil Upaya yang mereka lakukan, ternyata semua persaratan yang diberikan oleh Gubernur Sumatra Utara tidak Maksimal di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG. Sehingga sampai dengan hari ini Perusahaan tersebut belum memiliki HAK GUNA USAHA dari Badan Pertanahan Nasional Propinsin Sumatera Utara. dan PT KWALA GUNUNG tidak mendapatkan lahan seluas 2000 ha.

Ketidak maksimalan persyaratan yang tidak di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG antara lain sbb :

1. Tanah yang masyarakat yang hendak diganti rugi ternyata salah alamat , dalam artian bahwa
2. masyarakat yang menerima ganti rugi tersebut bukan termasuk Penggarap tanah yang sebenarnya.
3. Nominal harga yang disepakati senilai Rp. 500.000 /ha ternyata tidak sesuai dengan nominal harga yang diterima olah masyarakat dari Para Birokarasi yang di percayai saat pemberian tolak cangkul tersebut, sebagian masyarakat mendapat Rp.200.000 /ha, bahkan ada diantara masyarakat yang hanya mendapatkan Rp. 70.000.
4. Jumlah ganti rugi yang diberikan, tidak disesuaikan dengan ukuran luas tanah yang digarap oleh masing- masing masyarakat.
5. Penyerahan ganti rugi/pago – pago.tidak disertai dengan Batas – batas tanah garapan masyarakat.
6. Pemberian ganti rugi bersifat yuridis (tumpang tindih).

Berangkat dari kesalahan yang dilakukan oleh Pihak Perusahan yang saat itu menggunakan birokrasi dan masyarakat luar yang telah melakukan intimidasi terhadap masyarakat. Sampaidengan hari ini persoalan ini belum terselesaikan oleh pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemda tingkat Kabupaten Simalungun.

Kami tegaskan bahwa Sejak SK diterbittkan Perusahaan tidak pernah melakukan aktifitas apapun di areal tersebut dalam artian bahwa perusahan tersebut telah MENELANTARKAN TANAH tersebut.

Kesadaran rakyat pun timbul bahwa ternyata mereka telah ditipu selama ini oleh Pemerintah dan pihak Pengusaha.Merekapun membentuk organisasi bernama, Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) sebagai alat perjuangan untuk mengambil kembali tanahnya yang sudah dirampas. Namun dalam perjalanannya kemudian, mereka selalu mendapat tekanan setiap birokrasi di Pemerintahan Simalungun.

Namun mereka tetap menuntut dengan aksi massa. Pada 15 juni 2006 Bupati pernah menyatakan “Silahkan duduki tanah itu,jangan mau pergi walaupun ada yang mengusir, sampai penyelesaian”. Pernyataan tersebut disambut baik masayarakat. Ironisnya ketika masyarakat
menduduki tanah tersebut malah masyarakat di adukan dengan tuduhan melakukan pengerusakan .

Pengaduan tersebut keluar berdasarkan pengaduan yang dibuat oleh pengusaha lokal yang sejauh sepengetahuan masyarakat ia sama sekali tidak berhak atas tanah garapan tersebut.

Ternyata tanpa sepengetahuan masyarakat, bahwa Perusahaan tersebut telah memperjual – belikan tanah garapan tersebut ke Pengusaha lokal yang difasilitasi oleh kepala desa.

Hal ini membuat Konflik Horijontal yang berkepanjangan antara Forum Petani Nagori Maria hHombang dengan Pihak Pengusaha dan PT. KWALA GUNUNG dan Pemerintah tidak berani mengambil Kejaksanaan dalam menyikapi persoalan ini. Pemerintahan Kabupaten Simalungun lebih cenderung membiarkan konflik ini dan berpihak terhadap Pemilik modal tersebut.

Hingga pada 19 April 2007 yang lalu, terjadi insiden yang membuat tekanan psikologis masyarakat. Pengusaha lokal melakukan penganiayaan terhadap Liongsan Sianturi (Petani Mariah Hombang) beserta masyarakat lainnya. Saat insiden tersebut,17 orang petani Mariah Hombang ditangkap dan divonis selama 4 (empat) bulan dengan tuduhan melawan petugas Kepolisian Resort Simalungun.

Tindakan kejahatan Penganiayaan yang dilakukan oleh pengusaha telah dilaporkan kepada Kepolisian resos simalungun, Sesuai surat laporan polisi No : Pol. LP / 309 / IV / SIMAL tertanggal 29 April 2007. Namun sampai hari ini, respon kepolisian terhadap pengaduan
tersebut belum ditindak lanjuti oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara melalui Polres Simalungun. Selama sebelas bulan lamanya pengaduan tersebut di terlantarkan oleh Kepolisian
Resor Simalungun dan membiarkan pelaku kejahatan tersebut bebas berkeliaran..

Aksi Unjuk rasa yang dilakukan para petani dengan organisasi masyarakat pada 21 Januari 2007 telah mendapat respon yang positif dari DPRD Simalungun. Sesuai Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Simalungun dengan No. 332 / 186 / DPRD / tertanggal 22 Januari 2008 kepada Bupati Simalungun.Adapun isi Rekomendasi tersebut adalah sbb :

1. Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk mengadakan pertemuan dengan masyarakat Mariah Hombang dan Bosar Galugur guna mendapatkan solusi penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang kecamatan hutabayu raja dan kecamatan tanah jawa dengan PT.KWALA GUNUNG.
2. Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk tidak melakukan aktifitas di lokasi yang di persengketakan sebelum ada perijinan sesuai perundang – undangan yang berlaku.
3. Menjembatani sekaligus menyurati Kapolres Simalungun untuk dapat menangguhkan penahanan atas tiga orang warga Mariah Hombang/Bosar Galugur yang ditahan. Mereka adalah Vinsensius Sinaga, Mangisara Butar Butar dan Hisar Butar Butar.
4. Mengkoordinasikan dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Simalungun untuk tidak memperkenankan melakukan kegiatan atau melakukan kegiatan atau aktifitas apapun di lokasi yang di sengketakan sebelum melaksanakan kordinasi dengan Bupati Simalungun dan Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun.
5. Agar Dinas Kehutanan yang di dampingi satpol PP melakukan pengawasan terhadap penebangan kayu dan seluruh aktifitas di areal yang di persengketakan sebelum ada kepastian hukum/perundang undangan yang berkekuatan hukum.

Sangat disesalkan , rekomendasi yang di keluarkan oleh DPRD Simalungun sama sekali tidak di respon oleh instansi yang seharusnya berkompeten dalam melaksanakan Anjuran tersebut.

13 Pebruari 2008, Djaulak Gultom (Seorang saksi saksi sejarah tanah sekaligus petani Mariah Hombang) di temukan tewas dalam situasi yang mengenaskan. Pembunuhan terhadap Djaulak Gultom diduga merupakan tindakan yang tidak manusiwi yang di lakukan oleh orang – orang juga diasumsikan terlibat dalam sengketa tanah tersebut.

Kondisi tubuh mayat ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan seperti :

* Perut hingga dada ditutupi rumput.
* Kepala bagian belakang, ditemukan luka bekas tusukan/benturan.
* Topi bermerek korpri tetap berada diatas kepala (Namun tidak terpakai).
* Mulut dalam keadaan mengagang (terbuka).
* Bibir bagian atas sebelah kiri pecah (luka).
* Kedua tangan mengepal.
* Di Dada hingga perut ditemukan beberapa goresan dan bekas memar (membiru).
* Diatas pusat ditemukan bekas luka bertuliskan angka lima (5).
* Kaki sebelah kiri melepuh (diduga terkena siraman air panas).
* Sandal jepit yang digunakan dalam keadaan terpakai.
* Kondisi tubuh dalam keadaan telentang dan sudah menegang.

Penyebab kematian Djaulak Gultom tersebut hingga kini belum terungkap, disebabkan ketidakseriusan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Polres Simalungun. Hingga kini, pihak keluarga Djaulak Gultom belum menerima hasil otopsi yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Simalungun di RUMAH SAKIT DJASAMEN SARAGIH Pematang Siantar.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak–pihak masyarakat, Anggota DPRD SUMATERA UTARA melalui Komisi A telah melakukan desakan terhadap Kematian Djaulak Gultom.

Dengan kejadian ini, kita rakyat Indonesia sudah dapat melihat bagaimana kolaborasi antara pihak Pemodal/Pengusaha dengan Pemerintahan di Simalungun, Demikian juga Ketidakseriusan Kepolisian Resort Simalungun dalam Menangani persoalan rakyat.

Bersama ini, tuntutan masuarakat yang terhabng dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang adalah ;

1. Menyelesaikan sengkete tanah di Mariah Hombang Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.
2. Menagkap Pelaku Kejahatan Penganianyaan terhadap Liongsan Sianturi sesuai surat laporan polisi No. POL./ 309 / IV / 2007 tertanggal 29 April 2007.
3. Mengusut tuntas Kematian Djaulak Gultom, Petani Maria Hombang.
4. Copot KAPOLDA Propinsi Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun.


Hormat kami,

FRONT SOLIDARITAS PERJUANGAN PETANI NAGORI MARIA HOMBANG KEC.HUTABAYU RAJA DAN NAGORI BOSAR GALUGUR KEC.TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA = FSPPMHBS =
Sekretariat : Kampung Pokanbaru Desa Maria Hombang Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara

Disampaikan secara tertulis oleh Ebed Sidabutar selaku koordinator FSPPMHBS dan Kasmin Manurung selaku ketua Forum petani Nagori Mariah Hombang, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.

Berikan dukungan bagi perjuangan FSPPMHBS dengan melayangkan fax surat protes kepada :

1. Bupati Kab Simalungu 0622 - 7551900.
2. DPRD Kab. Simalungun 0622 - 7552780.
3. BPN Sumatera Utara 061 4531969.
4. DPRD Sumatera Utara 061 - 4511419.
5. Polda Sumuatera Utara 061 -7879372.

Beika dukungan juga untuk mengirimkan sms protes kepada :

1. Bupati Kab. Simalungun 0811606777 dan 0811639656.
2. Kapolres Kab. Simalungun 08126209090.
3. Kepala Kejaksaan Kab. Simalungun 08126211349.


Aktivis Petani Tewas, Polisi Menyebutkan Jaulak Meninggal karena Serangan Jantung

http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.03474892&channel=2&mn=166&idx
=166

KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI / Kompas Images

Lince boru Sihombing (62) menangis saat menceritakan kematian suaminya, Jaulak Gultom (66), petani Mariah Hombang, Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, Selasa (26/2). Polisi menyatakan korban meninggal karena serangan jantung, sementara warga dan Lince bersaksi korban dibunuh karena ditemukannya luka di tubuh korban.

Kamis, 28 Februari 2008 | 03:47 WIB

Medan, Kompas - Jaulak Gultom (66), aktivis petani yang masih terlibat konflik tanah di Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, ditemukan tewas di ladang desa setempat dua pekan lalu. Para tetangga dan keluarga menduga korban tewas dibunuh.

Meskipun demikian, Polres Simalungun menyatakan bahwa korban meninggal karena serangan jantung. Hingga Selasa (26/2), polisi belum mengeluarkan hasil visum korban.

Lince boru Sihotang (62), istri Jaulak, di Kantor Kontras Sumut kemarin siang bertutur, korban ditemukan pukul 20.00 di kebun yang berjarak sekitar 300 meter dari ladangnya setelah seharian dicari. Sambil bercucuran air mata, Lince bercerita dalam bahasa Batak bahwa korban ditemukan oleh anaknya, Tien Gultom (22). Separuh tubuh korban mulai dari perut hingga kepala tertimbun rumput.

Menurut Lince, seperti hari yang lain, Rabu (13/2) lalu ia pergi ke sawah, sementara suaminya ke ladang. Biasanya suaminya pulang untuk makan siang, sedangkan Lince membawa bekal makan sendiri. Hari itu ia ke sawah bersama Tien. Saat tengah hari, Tien dimintanya pulang. Selain makanan tidak cukup untuk berdua, ia juga diminta menengok bapaknya yang akan makan siang di rumah.

Sampai di rumah Tien tak menemukan ayahnya. Ia cari di ladang pun tidak ditemukan. Para tetangga ikut mencari hingga ditemukan sekitar pukul 20.00 dengan tubuh sudah kaku dengan tangan mengepal. Sebelum korban ditemukan, sempat beredar teror melalui SMS bahwa seorang warga bernama Benfri Sinaga tewas dibunuh.

Polisi datang dua jam kemudian. Ditemukan luka tusuk di kepala belakang dan luka memar di perut. Kaki kanan dan belakang telinga korban melepuh seperti disiram air panas. Korban kemudian dibawa ke RSUD Pematang Siantar untuk divisum. Namun, hasil visum hingga kini belum diterima pihak keluarga.

Diah Susilowati dari Kontras Sumut mengatakan, pembunuhan itu diduga berkenaan dengan konflik tanah yang sudah berlangsung dua tahun ini. Korban adalah saksi hidup atas status tanah konflik di Mariah Hombang, Hutabayu Raja, dan Desa Bosargalugur, Kecamatan Tanah Jawa, Simalungun, antara perusahaan dengan sekitar 700 kepala keluarga di dua desa itu. Diah mengatakan, kasus-kasus pembunuhan karena konflik tanah sering terjadi di Sumut.

Korban sendiri, tutur Lince, pernah dipenjara selama dua tahun karena kasus tanah di Mariah Hombang pada tahun 2002. Tahun 2007, ia juga menjadi korban bersama 16 petani, ditahan di Polres juga kasus pada tanah yang sama.

Kepala Polres Simalungun Ajun Komisaris Besar Rudi Hartono mengatakan, fakta menunjukkan korban mengalami gagal jantung. Namun, hasil laboratorium forensik belum diketahui.

”Korban memang seakan-akan dianiaya, kami masih mengirim hasilnya ke Medan,” kata Rudi. Polisi menduga ada pihak ketiga yang menggerakkan petani di kawasan itu. (WSI)

-------

Kronologis Peristiwa Pembunuhan 13 Pebruari 2007 Terhadap Jaulak Gultom di Jalan Umum Areal Kode Cina yang diterima oleh Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional

Pukul 20.00

Anak dari korban (jaulak Gultom) menemukan bapaknya telah mati di perladangan arah kode cina. Menurut kesaksian dari anak korban bahwa bapaknya pergi keladang jam 11 siang dan biasanya si korban uda pulang jam 5 sore tapi karna korban gak kunjung pulang dari perladangan maka sianak mencari bapak dengan kondisi yang naas.

Pukul 20.15

Kasmin Manurung (ketua FPNMH) dihubungi penduduk kampung untuk memberitahu peristiwa tsb. Pada saat itu juga kasmin menghubungi pihak kepolisian Polsek Tanah Jawa untuk memberitahu peristiwa tersebut.

Pukul 21.30

Kepolisian Polsek Tanah Jawa turun ke TKP untuk melihat korban dan menanyai anak korban, tapi sangat disayangkan Polsek Tanah jawa belum berani mengambil tindakan untuk mengamankan korban dari dengan alas an belum ada perintah dari Polres Simalungun.

Pukul 23.00

Polres Simalungun dating ke TKP. Dalam penyelidikan yang dilakukan pihak polres ditemukan kondisi korban yang sangat memprihatinkan yaitu ditemukan lobang dibelakang kepala korban dan luka memer di sekujur punggung tubuh korban.

Pukul 24.00

Korban diangkat dari TKP untuk dibawa ke RSUD Pematangsiantar agar dilakukan Visum oleh ahli forensic.

Pukul 24.45.

Korban tiba di RSUD dan ditangani pensiunan dokter RSUD karna dokter jaga lagi tidak berada ditempat. Dari hasil pemeriksaan pihak RSUD dapat diberi keterangan bahwa korban dianiaya dengan keji dengan hasil pemeriksaan sbb ;

1. Ditemukan lubang luka dikepala dengan memakai alat seperti paku
2. Korban dipukul lebih dari dua orang hingga tak sadarkan diri
3. Ditemukan kulit terkelupas dibagian kaki dan telinga seperti kena siraman air panas.

Pukul 04.30

Korban dibawa kembali kerumah duka oleh RSUD di kode cina. Isak tangis kelurga korban tak terbendung lagi dan meminta pihak kepolisian agar mengungkap kasus yang terjadi pada Jaulak Gultom.


Catatan :

Jaulak Gultom adalah salah satu anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH] jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu

http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Petani-Torgamba-Demo-Ke-Kantor-Bupati-L.-Batu.html

Jumat, 25 Januari 2008 03:00 WIB

Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu
Rantauprapat, WASPADA Online

Sekira 200-an petani kelapa sawit yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari, Desa Asam Jawa, Kec. Torgamba, Kab. Labuhan Batu berunjuk rasa ke Kantor Bupati Labuhan Batu, Kamis (24/1).

Mereka meminta Pemkab turut campur dalam pengukuran ulang lahan yang disengketakan antara PT Milano dengan petani. Aksi unjukrasa para petani berbuntut dari keputusan Pengadilan Negeri Rantauprapat yang disinyalir sengaja berpihak kepada perusahaan untuk memenangkan lahan sengketa seluas sekira 259, 65 Ha hamparan lahan satu dan 237,94 Ha lahan hamparan dua.

Aksi dipimpin Suwardi sebagai Ketua Kelompok Tani Mentari dimana sebagian besar anggotanya adalah eks pengungsi konflik Aceh berharap Pemkab mau memikirkan sejenak rakyatnya yang bakal terlunta-lunta akibat penggusuran lahan yang selama ini merupakan ladang kehidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Para pengunjuk rasa usai melakukan orasi di halaman Kantor Bupati yang dijaga ketat Satpol PP dan anggota Polres Labuhan Batu setelah dilakukan negoisasi ditetapkan 10 perserta petani yang diperkenankan masuk dalam rapat terbatas dengan pemkab yang langsung dipimpin Wabup Sudarwanto S.

Dalam rapat itu terungkap, perwakilan warga meminta agar pelaksanaan eksekusi ditunda dan dilakukan kembali pengukuran lahan yang disengketakan. Mendengar masukan dari masyarakat petani, Sudarwanto menjawab, Pemkab tidak mempunyai kewenangan untuk menunda eksekusi yang telah ditetapkan pengadilan sebab sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Namun, kalau permintaan masyarakat untuk digelar kembali pengukuran ulang HGU PT Milano, sebagai petugas pelayan masyarakat pemerintah daerah meminta waktu sebab masalah tersebut wajib dikonsultasikan dengan perangkat terkait, tentunya keputusannya akan disampaikan pada rapat selanjutnya melalui perwakilan pengunjukrasa, papar Wabup.

Usai pertemuan itu para unjukrasa melanjutkan aksi mereka ke PN Rantauprapat. Hingga berita ini terkirim para unjukrasa masih bertahan di gedung pengadilan dengan penjagaan ekstra ketat dari satuan petugas Polres Labuhan Batu. (a26)



Catatan :

Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.

Petani Demo Kantor Bupati Labuhanbatu dan PN Rantauprapat

http://hariansib.com/2008/01/24/petani-demo-kantor-bupati-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/

Rantauprapat (SIB)

Pasca eksekusi perumahan petani, seratusan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari (KTM) mendemo kantor bupati Labuhanbatu di Jl Sisingamangraja, Rantauprapat, Kamis (24/1). Mereka menuntut keadilan dan Pemkab harus bertangungjawab atas eksekusi perumahan petani oleh jurusita Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat.

Para petani ini membawa spanduk sepanjang 3 meter dengan lebar 1 meter bertuliskan “Negara/Pemkab harus bertanggungjawab atas nasib rakyatnya akibat eksekusi/penggusuran. Jangan coba-coba menghindar atau cuci tangan”. Spanduk merah itu dipampangkan pengunjukrasa di halaman kantor bupati Labuhanbatu menghadap gedung eksekutif itu.

Di halaman gedung mewah itu, para petani yang merasa dirugikan menyampaikan orasi kekecewaan dan kekesalannya atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat mengeksekusi perumahan atau perkampungan mereka dari lahan garapan bersengketa dengan PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu hari Selasa (22/1).

Aksi damai massa petani KTM dikawal ketat seratusan anggota polisi dari Polres Labuhanbatu dipimpin Kabag Ops Kompol J Manurung.

Seusai menyampaikan aspirasinya di halaman kantor bupati, pendemo yang didominasi para orang tua itu beranjak ke halaman PN Rantauprapat juga dikawal polisi. Spanduk merah itu juga dipampang menghadap pintu masuk kantor pengadilan yang berseberangan dengan kantor bupati Labuhanbatu.

Para petani berorasi di halaman PN itu. “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan,” sorak petani pengunjukrasa. Dalam aksi itu, kordinator aksi Saeno dan orator massa Anto menghimbau petani pendemo tidak bertindak anarkis.

Orator pengunjukrasa, Anto, solidaritas petani dari Kelompok Tani Bersatu (KTB) dalam orasinya mengatakan, 22 Januari 2008 adalah hari kiamat kecil bagi kelompok tani (Poktan). Karena perumahan petani dan 450 petani dieksekusi pengadilan dari lahan garapan yang telah dijadikan petani menjadi perkampungan. Dan pada eksekusi hari itu, ratusan petani ditembak dengan gas air mata. Mereka mengakui, seorang petani ibu rumah tangga tewas akibat gas air mata yang disemburkan polisi yang menghalau aksi perlawanan petani atas eksekusi dimaksud. Bayi berusia dua bulan juga ikut jadi korban gas air mata dari polisi.

Kapolres Labuhanbatu kepada wartawan membantah kalau gas air mata disebut penyebab meninggalnya seorang petani.

Setelah satu jam massa petani berorasi sambil bernyanyi lagu-lagu perjuangan petani di halaman kantor pengadilan itu, barulah Ketua PN Rantauprapat Moestofa SH MH turun menemui pengunjukrasa. Dia meminta perwakilan petani untuk diberi penjelasan terkait putusan pengadilan masalah gugatan dan verset warga tani yang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.

Di ruang sidang anak PN itu, Moestofa didampingi hakim Budiman Sitorus SH, kaur umum Maramuda Siregar dan Kabag Ops Polres Labuhanbatu Kompol J Manurung, memberikan penjelasan kepada delegasi massa petani KTM pengunjukrasa Yetno, Wardi, Saeno, Zulkifli, Amir Damsyah T, Wisah dan H Rustam.

Moestofa menerangkan bahwa PT Perkebunan Milano memiliki alas hak HGU No.1 tahun 1988 tanggal 8 Maret 1988. GHU itu ada dua, yakni untuk pengusahaan lahan di Dusun Pengarungan dan di Sei Daun. PN telah memutus perkara gugatan PT Perkebunan Milano diterima, sedangka kasasi warga petani ditolak MA dalam perkara No.16/Pdt.G/2003/PN-Rap.

Lahan yang dikuasai Sainah bersama 150 warga berada dalam HGU dimaksud. Sainah dkk mengajukan verset (perlawanan), Yatno dkk mengajukan verset dan Peninjauan Kembali (PK) serta Wandi dkk mengajukan verset dan gugatan baru dengan kuasa hukum M Yamin Lubis SH dan Abdi Nusa Tarigan SH, yakni No.9 dan No.10 yang telah diputus PN Rantauprapat. Dalam verset dan gugat baru dimaksud, warga petani hanya bisa menunjukkan surat pernyataan sendiri menggarap tanah yang diketahui kepada desa. “Saya berkeyakinan bahwa verset dan gugatan baru itu hanya untuk mengharapkan kesempatan menggarap,” tukas Moestofa.
Menjawab pertanyaan Saeno, mengapa PN langsung melakukan sita eksekusi sebelum ada putusan atas verset dan gugatan baru, Moestofa menjelaskan bahwa verset atau gugatan baru tidak menghalangi sita eksekusi dan eksekusi karena telah menjadi putusan pengadilan. HGU PT Milano juga belum ada yang dibatalkan pemerintah. Ketua PN juga bertanggungjawab atas eksekusi yang telah dilaksanakan juru sita.

Dalam kesempatan itu, delegasi petani meminta agar dilakukan ukur ulang lahan yang dikuasai PT Perkebunan Milano sebab diduga melebihi luas lahan sebagaimana dalam HGU. (S25/l)

Catatan :

Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.

Lima Butir Kesepakatan DPRD Kab. Simalungun Untuk FPNMH

Setelah melakukan serangkaian aksi unjuk rasa pada hari Senin [21/01] di DPRD Kab. Simalungun, para petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional, berhasil mendesakkan 5 [lima] butir tuntutan.

Kelima butir tuntutan tersebut adalah :

1. DPRD Kab. Smalungun bersedia mengeluarkan rekomendasi untuk penangguhan penahanan 3 orang petani yang masih ditahan di Polres Simalungun.
2. DPRD Kab. Simalungun melarang PT. Kuala Gunung [ PT. KG] melakukan aktivitas pem-buldozer-an di lapangan.
3. DPRD kab. Simalungun meminta kepada Kantor Pertanahan Kab. Simalungun untuk tidak melakukan pengukuran lahan sampai persoalan hak atas tanah yang disengketakan PT. KG dengan FPNMH selesai.
4. DPRD Kab. Siamlungun mendesak kepada para investor lokal agar menghentikan penebangan tanaman di pinggiran daerah aliran sungai, demi menjaga kelestarian lingkungan.
5. DPRD Kab. Simalungun mendesak pada Bupati untuk mempercepat penyelesaian konflik bersama pihak Kantor Pertanahan setempat.

-------

http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Ratusan-Warga-Demo-Di-DPRD.html

Selasa, 22 Januari 2008 03:00 WIB
Ratusan Warga Demo Di DPRD PDF Cetak E-mail
Simalungun, WASPADA Online

Ratusan warga Mariah Hombang, Kec. Hutabayuraja dan warga Bosar Galugur, Kec. Tanahjawa, Simalungun tergabung dalam Front Solidaritas Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang dan Bosar Galugur (FSPPN-MHBG), Senin (21/1) kembali mendatangi kantor DPRD Simalungun, Jalan Sangnawaluh, menuntut penyelesaian kasus tanah dan mohon pelepasan tiga rekan mereka yang ditahan di Polres Simalungun.

Warga yang terdiri dari orangtua laki-laki dan perempuan, pemuda, remaja dan anak-anak datang dengan mengendarai lima truk dan kenderaan umum. Selain berorasi menyampaikan aspirasinya melalui pengeras suara, para pengunjuk rasa juga membawa spanduk berukuran besar dan kecil.

Meskipun kedatangan warga Mariah Hombang dan Bosar Galurur ke gedung wakil rakyat sudah berulang kali, namun kasus sengketa tanah yang menjadi pertikaian antara warga dengan pihak PT Kuala Gunung tidak kunjung tuntas. Malah persoalannya menjadi rumit, karena akibat ekses yang terjadi di lapangan tiga warga Bosar Galugur ditahan di Mapolres Simalungun.

“Percepat penyelesaian sengketa tanah di mariah Hombang dan Bosar Galugur serta bebaskan ketiga petani yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota kepolisian,” teriak salah seorang pengunjuk rasa saat membacakan pernyataan sikapnya.

Dikatakan, masalah sengketa tanah antara masyarakat dengan pihak PT Kuala Gunung merupakan kasus yang sudah cukup lama. Bahkan persoalannya telah beberapa kali dibahas, baik digedung dewan maupun di kantor bupati, namun hasilnya tetap mengambang alias tidak jelas.

Terakhir pertemuan di kantor dewan pada 14 Desember 2007, dimana pihak DPRD sendiri melalui komisi I telah mengeluarkan rekomendasi dan menyarankan kepada Pemkab Simalungun, c/q Bupati Simalungun agar kedua belah pihak (warga dan PT Kuala Gunung) menghentikan kegiatan di atas lahan sengketa.

Kenyataan di lapangan pihak PT Kuala Gunung terus beraktivitas di atas lahan sengketa, sedangkan warga melarang, sehingga timbul sedikit konflik yang berujung kepada penangkapan tiga petani. “Kami tidak tahu apakah rekomendasi DPRD itu telah dikirimkan kepada PT Kuala Gunung atau memang sengaja tidak dikirim sehingga memicu terjadinya bentrok di lapangan,” terang salah seorang pengunjukrasa.

Yang parahnya lagi, timpal pengunjukrasa lainnya, saat mereka menggelar aksi menuntut pelepasan tiga rekan mereka ke Polres Simalungun pada Rabu (16/1) lalu, justru yang diperoleh bukan pelepasan atau penangguhan penahanan, malah seorang lagi teman mereka (Kasmin Manurung) yang ikut berunjuk rasa ditangkap usai unjukrasa.

Setelah, penangkapan Kasmin Manurung, warga kemudian mendatangi kantor DPRD Simalungun, tetapi lagi-lagi sial bagi warga yang sudah capek-capek dan begitu jauh datang dari kampungnya, sesampainya di gedung dewan justru ‘diusir’ alias disuruh pulang karena datang tanpa izin atau pemberitahuan. “Penyelesaian kasus ini perlu keseriusan. Kalau DPRD dan Pemkab Simalungun serius, kasus ini pasti sudah selesai,” ujar Ebed Sidabutar, selaku kordinator aksi.

Menyikapi aspirasi pengunjukrasa, anggota DPRD Simalungun dari Komisi I masing-masing Iskandar Sinaga, Johan Arifin, Makmur Damanik, Binar Pasaribu serta Prisdar Sitio, sekretaris dewan mengundang 10 perwakilan masyarakat untuk membicarakan masalah itu. Dalam pertemuan dengan wakil masyarakat itu, beberapa hal dibahas termasuk soal izin prinsip PT Kuala Gunung dan kemungkinan adanya ganti rugi yang akan diterima masyarakat.

Kemudian, menyangkut tiga rekan petani yang ditahan di Mapolres Simalungun, wakil ketua DPRD Simalungun, Janter Sirait yang juga sebagai kordinator Komisi I mengatakan akan mengeluarkan rekomendasi untuk bisa menangguhkan penahanannya. Begitupun, pertemuan itu akan dilanjutkan dengan mempertemukan antara pihak petani dan PT Kuala Gunung dengan difasilitasi Pemkab Simalungun. (a15)

Penangkapan Petani Bosar Galugur dan Ketua FPNMH


Kembali terjadi tindak kekerasan yang menimpa para aktifis dan petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Prop. Sumatera Utara.

Berikut ini adalah kronologi kejadiannya.

Sabtu, 12 januari 2008

PT Kuala Gunung mendatangkan Buldoser ke Nagori Bosar Galugur untuk membuat jalan ke lahan sengketa dan sekaligus menumbang kayu untuk dijadikan kayu olahan. Alat berat ini di operasikan oleh Iwan

Minggu 13 Januari 2008

Masyarakat yang melihat alat berat memasuki dan menumbang kayu dari lahan yang mereka kuasai mengingatkan Iwan untuk segera menghentikan aktifitasnya dengan penjelasan bahwa status tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian dan tidak boleh ada aktifitas di lahan sebelum mendapatkan kesimpulan dari peretmuan lanjutan yanag akan dibicarakan dalam waktu dekat. Namun Iwan bersikeras akan melanjutkan pekerjaannya dan tidak boleh satu orangpun menghalanginya. Hal ini dibuktikannya dengan mengeluarkan senjata tajam berupa Kampak dan melayangkan ke salah seorang petani, sehingga mengenai bokongnya. Segera masyarakat lainnya menarik kampak dari tangan Iwan dan membawa teman petani yang terkena senjata tajam tersebut untuk diobati.

Senin 14 januari 2008

Setelah insiden hari minggu tersebut, Iwan melaporkannya ke Mapolsek Tanahjawa dan mengadukan beberapa orang masyarakat sebagai tersangka dengan tuduhan penganiayaan.

Selasa 15 Januari 2008

Masyarakat mendatangi Mapolsek Tanah jawa hendak melaporkan insiden minggu 13 januari tersebut dan untuk mengadukan Iwan sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap salah seorang teman mereka. Namun Mapolsek TanahJawa tidak menanggapi laporan masyarakat tersebut malahan menahan 3 orang karena menjadi tersangka atas penganiayaan Iwan dan membawa ketiga petani tersebut ke Mapolres Simalungun.

Rabu 16 Januari 2008

Mendapat informasi bahwa 3 orang petani dari nagori mereka di tahan di Mapolres Simalungun, masyarakatpun mendatangi Mapolres Simalungun untuk menanyakan alasan penahanan ketiga orang teman mereka. Namun pihak Polres Simalungun tidak menerima mereka karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya, kemudian masyarakat dengan membawa kekesalan hendak mengadukan kejadian ini ke DPRD Simalungun untuk meminta keseriusan pihak pemerintah menangani persoalan di nagori mereka. ketika hendak membubarkan diri, Kasmin Manurung (Ketua FPNMH) ditangkap dan diborgol oleh salah seorang anggota Polres Simalungun tanpa alasan yang jelas.

Setelah mendapat keterangan dari Kasmin Manurung, dia dituduh terlibat dalam kasus penganiayaan Iwan, padahal pada saat peristiwa terjadi Kasmin Manurung tidak ada di lokasi kejadian.

Kamis 17 Januari 2008
Perkembangan terakhir 3 orang petani dan juga Kasmin Manurung sudah menandatangani surat penangguhan penahanan dan sampai kronologis ini dibuat belum ada kejelasan status mereka.

Catatan :

Hari ini [Senin, 21/01/08] para petani yang tergabung dalam FPNMH mengadakan unjuk rasa ke kantor Bupati dan DPRD Kab. Simalungun untuk menuntut pembebasan 3 orang petani.

Untuk dukungan perjuangan FPNMH, mohon kirimkan sms protes ke Bupati Kab. Simalungun di nomor 0811606777 dan 0811639656.

Kirimkan juga surat protes melalui fax kepada Polda Sumatera Utara 061 7879372; Fax BPN Sumatera Utara 061 4531969; Fax DPRD Sumatera Utara 061 4511419.

Ratusan Petani Labuhanbatu Unjuk Rasa Tuntut PT Sipef Kembalikan Lahan 662 Ha

http://hariansib.com/2007/12/19/ratusan-petani-labuhanbatu-unjuk-rasa-tuntut-pt-sipef-kembalikan-lahan-662-ha/

Labuhanbatu (SIB)

Ratusan massa petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Kecamatan Pangkatan, Labuhanbatu, berunjukrasa ke DPRD setempat, Senin (17/12), menuntut agar lahan seluas 662 hektar yang kini dikuasai PT Sipef Pangkatan, dikembalikan kepada masyarakat sebagai pemilik lahan. Termasuk di dalamnya, Dusun Tiga Maju Bulu Sari, Desa Sido Rukun yang turut dikuasai perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.

Dalam aksi damai itu, massa yang diterima Komisi A, juga membawa alat peraga yang menggambarkan ketertindasan masyarakat oleh PT Sipef. Alat peraga itu berupa tabung berbentuk pabrik dengan pelataran rumah dinas PT Sipef. Alat peraga itu dipikul warga dalam aksi itu, yang menggambarkan beban berat yang diterima warga terhadap kehadiran perusahaan itu.

Melalui sidang konsultatif dengan DPRD, disepakati akan ditindaklanjuti pasca tahun baru mendatang. Direncanakan, DPRD akan mengundang pihak PT Sipef, BPN, Tim Verifikasi Tanah Pemkab Labuhanbatu dan unsur lainnya yag dianggap perlu.

Kepada wartawan, penasihat KTTM, Tirman, menyebutkan sengketa lahan dimaksud mulai tahun 1970 -1980 lalu. Luas lahan yang disengketakan itu dikuasai PT Sipef Pangkatan.

Dalam pernyataan sikap massa juga diterangkan, lahan tersebut sebelumnya telah diusahai masyarakat sejak lama. Di masa orde baru, masyarakat diusir dari lahan itu dengan tuduhan anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan barisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Termasuk warga yang bermukim di Dusun Tiga Maju Bulu Sari.

Dengan berkedok penanaman modal asing (PMA), massa menuding PT Sipef berperan besar dalam penggusuran yang dilakukan dengan berbagai intimidasi itu. Untuk itu, massa menuntut agar Pemkab Labuhanbatu meninjau ulang hak guna usaha (HGU) PT Sipef Pangkatan. Mengeluarkan serta mengembalikan lahan seluas 662 hektar dari HGU PT Sipef, kepada masyarakat. Mengembalikan Dusun Tiga Maju Bulu Sari yang kini sudah berubah menjadi lahan perkebunan perusahaan itu.

Sejauh ini, sudah dua Kelompok Tani (Poktan) yang bersengketa dengan PT Sipef dalam kasus yang sama. Selain KTTM, juga ada Kelompok Tani Bersatu (KTB) Desa Menanti, Kecamatan Bilah Hilir.

KTTM mempersengketakan lahan seluas 662 hektar di Kecamatan Pangkatan, KTB justru mencapai 700 hektar di Kecamatan Bilah Hilir. Hingga saat ini, kedua kelompok tani sama-sama berjuang dalam mendapatkan lahan yang diklaim miliknya yang dirampas PT Sipef. (S25/y)

Catatan :

Kelompok Tani Tiga Maju dan Kelompok Tani Bersatu adalah jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Propinsi Sumatera Utara.

Ratusan Petani Demo Mapolres Labuhanbatu

http://hariansib.com/2007/11/06/ratusan-petani-demo-mapolres-labuhanbatu/

Rantauprapat (SIB)

Hampir tiga ratusan petani dari Kecamatan Torgamba, demo ke Mapolres Labuhanbatu, di Jalan Thamrin Rantauprapat, Senin (5/11), terkait diperiksanya pengurus Kelompok Tani Mandiri (KTM) atas tuduhan pencurian kelapa sawit sembilan ton dari kebun PT Perkebunan Milano.

Massa petani datang menumpang 5 unit truk colt diesel, membawa poster-poster yang menuding polisi membekingi PT Milano. Di antaranya bertuliskan “Polres Labuhanbatu membekingi PT Milano dan pengusaha-pengusaha”, “Polisi terlalu mencampuri urusan masyarakat,” “Pecat polisi nakal & laporkan ke komisi kedisiplinan”.
Poster lain, membongkar kasus PT Milano. Di antaranya poster bertuliskan “PT Milano berbadan satu dua nyawa akan kami bongkar”, “PT Milano kental dengan pemalsuan malah dibiarkan”, “PT Milano sertifikat HGU Kebun Sei Daun fiktif. Buktinya ada!” dan “PT Milano kepunyaan Andi Irawan”.

“Massa petani tidak menyampaikan orasi. Namun kedatangan kami juga untuk menunjukkan solidaritas terhadap pengurus Poktan KTM yang sedang diperiksa satuan reskrim Polres Labuhanbatu,” kata Kordinator aksi petani Paimun didampingi Niko dari Serikat Tani Nasional di halaman Mapolres tersebut kepada SIB.

Aksi massa petani KTM didukung Kelompok Tani Bersatu (KTB) Kecamatan Kampung Rakyat, Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Kecamatan Pangkatan dan kelompok tani lain. Massa KTM mengalisis bahwa Polres Labuhanbatu tidak lagi berpihak pada rakyat.

“Apabila terjadi keputusan yang lebih berpihak pada PT Milano maka massa KTM dan Poktan lainnya akan menuntut polisi,” tandas Niko. Wakil Kepala Kepolisian Resort Labuhanbatu, Kompol B Anies didampingi Kasat Reserse Kriminal AKP M Junjung Siregar menemui massa petani.
“Masyarakat boleh-boleh saja menuding seperti itu,” tukas Anies didamping M Junjung ketika dikonfirmasi SIB di ruang kerjanya. Kasat Reskrim mengatakan, sebelumnya massa petani telah memberitahukan kedatangannya. Pemberitahuan itu dilayangkan setelah Polres memanggil 4 pengurus Poktan KTM terkait kasus pencurian kelapa sawit sebanyak 9 ton dari lahan PT Perkebunan Milano di Blok L-11, Desa Pengarungan, Aek Batu dan Pinang Damai, Kecamatan Torgamba.

“Mereka hanya menunjukkan solidaritas terhadap temannya yang sedang diperiksa atas pengaduan Manajer PT Perkebunan Milano Andi Setiawan pada bulan Oktober lalu,” kata Wakapolres.

Pantauan SIB, juru periksa Polres Labuhanbatu tengah memeriksa Ketua KTM Swandi, Sekretaris KTM Saeno, anggota KTM Boiran dan Tukijan atas tuduhan pencurian kelapa sawit. Hingga sore harinya, massa masih tetap bertahan di halaman Mapolres. Jalan utama di depan mapolres tersebut terpaksa ditutup satu arah dari Rantauprapat menuju Medan menghindari kemacetan lalulintas.

Massa KTB Unjukrasa

Dua ratusan lebih massa Kelompok Tani Bersatu (KTB) mendatangi Kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja, Rantauprapat, Senin (5/11), menuntut pembebasan lahan petani seluas 716 hektar di Kecamatan Kampung Rakyat yang dituding digarap PT Sipef sejak tahun 1971.

Aksi damai ini didukung kelompok tani (Poktan) Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Mandiri (KTM), Gerakan Pemuda Bersatu (GPB), Kelompok Perempuan Mahardika dan Poktan lainnya.

“Kami meminta Pemkab Labuhanbatu menyelesaikan kasus sengketa tanah petani dengan PT Sipef supaya lahan seluas 716 hakter dikembalikan,” tandas Sabar selaku Penasihat KTB yang ditemui SIB di halaman kantor bupati.

Jumat (2/11) kemarin, tambah Supromo, massa petani turun ke lahan sengketa namun dihadang petugas security dan polisi pengamanan perkebunan PT Sipef sehingga para petani tidak boleh masuk sehingga petani mendatangi kantor Bupati Labuhanbatu.

Aksi massa petani dikawal ketat Satpol PP Pemkab dan puluhan polisi dipimpin Kabag Ops Kompol J Manurung untuk menghindari terjadinya aksi anarkis. Supromo selaku kordinator lapangan menjamin tidak akan ada tindakan anarkis dari pengunjukrasa.

Massa petani ini, tambah Supromo, akan menginap di kantor bupati sampai mendapat jawaban tegas dan pasti dari bupati terkait penyelesaian sengketa lahan dimaksud.

Pantauan SIB, pengunjukrasa yang didominasi orang tua itu telah membawa perbekalan sepeti tenda dan keperluan dapur untuk keperluan aksi nginap. (S25/y)

Catatan :

Kelompok Tani Mandiri (KTM), Kelompok Tani Bersatu (KTB), Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Mandiri (KTM), Gerakan Pemuda Bersatu (GPB) dan Kelompok Perempuan Mahardika adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Sumatera Utara.

Sikap KTB Kab. Labuhanbatu 12 September 2007

Sikap KELOMPOK TANI BERSATU (KTB) Kab. Labuhan Batu 12 September 2007

Jn. Besar Kp. Menanti No. 76 Desa Meranti Kecamatan Bilah Hulu Kab. Labuhanbatu-Propinsi Sumatra Utara

HP. 081326530253-HP. 081397753297-HP 085275235585

Telah berulangkali, terbukti hingga saat ini pemerintah masih tetap saja membohongi Rakyatnya. Seperti kasus sengketa tanah yang kami hadapi dengan PT Sipef, sebuah perusahaan asing yang memperoleh legitimasi UU Penanaman Modal Asing, yang tentunya sudah direstui pemerintah untuk merampas hak-hak petani untuk bercocok tanam (mengolah lahan pertanian). Sengketa tanah yang kami alami adalah bukti bahwa pemerintah SBY-JK adalah pemerintahan boneka negeri asing, yang setiap saat dapat diperintah untuk mempertahankan dominasi modal asing di Indonesia.

Perjuangan kami masih tetap berlanjut sampai dengan hari ini, meskipun Pemkab Labuhan Batu masih saja berupaya membohongi kami. Pertemuan dengan pihak Pemkab LabuhanBatu ternyata tak membuahkan hasil apa-apa, padahal Pemkab Labuhanbatu menjanjikan kepada kami untuk mengutamakan penyelesaian KELOMPOK TANI BERSATU. Apa yang terjadi dibalik semua ini..? begitu mudahkah pihak Pemkab Labuhanbatu membohogi rakyatnya..? Inilah Kenyataan yang Kami hadapi saat ini.

Telah juga kami sadari sedari awal, bahwa pemerintah saat ini (SBY-JK dan Pemerintahan dibawahnya) sangatlah bobrok dan anti Rakyat. Mereka (Pemerintah) lebih suka berdiri dibelakang perusahaan modal asing ketimbang melindungi rakyatnya dari tindakan perampasan tanah. Kami sudah tahu scenario busuk ini, sebuah tipu muslihat dari persekongkolan licik antara pengusaha modal asing dan pemerintah kabupaten Labuhanbatu. Saat ini kami sudah tak butuh lagi kata-kata manis dan janji-janji palsu dari pihak pemkab. Kami sudah bosan. Dalam tekad kami, rekomendasi yang diamanahkan dalam pertemuan dengan pendapat antara pihak kami (KTB), PT Sipef, DPRD Kab.Labuhanbatu, BPN, Pemkab Labuhanbatu, Camat Bilah Hulu dan kepala desa Menanti, yang Hasil rapat Komisi - A DPRD Labuhanbatu menghasilkan rekomendasi diantaranya:

1. Sampai dengan surat ini diterbitkan, Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan Photo copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuhan yang ada diatasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi Komisi-A DPRD Kabupaten Labuhanbatu.
2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari kelompok Tani Bersatu (KTB) selalu tepat waktu.
3. Diminta kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu, agar melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT. Sipef agar kedepan tidak ada yang merasa dirugikan, baik PT. Sipef maupun masyarakat (KTB).
4. Disarankan kepada Pemkab. Labuhanbatu, agar dapat menghentikan aktifitas keduabelah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.

Jelas, bahwa poin ke tiga dan keempat ditujukan kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu untuk bisa tegas dalam menindaklanjuti persengketaaan kami dengan PT. Sipef. Buktinya sampai dengan saat ini, Pemkab Labuhanbatu belum mengambil langkah-langkah penelitian dan investigasi terpadu guna menyelidiki perolehan HGU PT. Sipef, yang dalam rapat “Dengar Pendapat” sudah kita buktikan bersama bahwa PT. Sipef mengalami kecacatan dalam proses perolehan HGU. Ini harus dilakukan oleh Pemkab, seperti yang diamanatkan diatas pada poin 3. bahwa juga sudah terbukti sampai saat ini pihak PT. Sipef tidak mampu memperlihatkan data-data tentang ganti rugi tanah dan tanaman. Sudah sangat jelas seharusnya, bahwa ini adalah REKAYASA dan PERAMPASAN TANAH KAMI yang dilakukan oleh PT. SIPEF. Sedangkan Pemkab Labuhanbatu sepertinya tidak mengindahkan poin-poin dari rekomendasi DPRD Labuhanbatu. Dan menjadi pertanyaan dikepala kami, apakah Pemkab Labuhanbatu sudah tidak mau melaksanakan hasil rekomendasi tersebut…? Apa Pemkab Labuhanbatu ingin dengan sendirinya menyaksikan Rakyat sendiri yang melaksanakan hasil rekomendasinya dengan cara kami sendiri…? Tolong pertanyaan ini menjadi catatan buat Pemkab. Kami yang sudah muak dibohongi akan melakukan perjuangan habis-habisan untuk merebut hak kami bersama kekuatan solidaritas massa kaum tani lainnya. Agar Rakyat seluruhnya tahu bahwa Pemkab Labuhanbatu diduga telah melakukan pembohongan public kepada masyarakat. Untuk itu kami Kelompok Tani Bersatu ( KTB ) menyatakan Sikap :

1. Jalankan Hasil Rekomendasi DPRD Labuhanbatu Sekarang Juga…!!
2. Kembalikan Tanah Rakyat Desa Meranti yang dirampas PT. Sipef sekarang Juga..!!
3. Pemkab. Labuhan batu harus Ikut bersama kami untuk melakukan Peninjauan lahan sengketa sekarang juga…!!
4. Pemkab Labuhanbatu sebagai lembaga Eksekutor harus tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.
5. Hentikan Aktifitas PT. Sipef dilahan sengketa Sekarang Juga..!!
6. Laksanakan UUPA ( Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 tahun 1960 sekarang juga …!!
7. Tolak RUU Penanaman Modal Asing ( RUU PMA) yang membuat kaum tani kehilangan lahannya..!!
8. Laksanakan Reforma Agraria Sejati dengan Tanah, Modal, Tekhnologi Murah, Massal, untuk Pertanian Kolektif dibawah control Dewan Tani..!!
9. KTB juga bersolidaritas atas perjuangan Kelompok Tani Mentari (KTM) di Torgamba yang bersengketa dengan PT. Milano, Himpunan Tani Nelayan (HTN) di desa Sipare-pare Marbou, Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Petani Pangkatan dengan PT. Sipef, FPNMH (Forum Petani NAgori Mariah Hombang) di Simalungun, dan Petani Bandar Betsy.
10. KTB juga menyerukan untuk segera membangun persatuan-persatuan kaum tani dan mendorong terbentuknya Dewan Tani Labuhanbatu.

KTB juga mneyerukan sepultura ( Sepuluh Tuntutan Rakyat ) :

1. Tanah, modal dan teknologi modern untuk pertanian kolektif
2. Pupuk murah untuk petani
3. Lapangan kerja untuk rakyat
4. Perumahan murah dan layak untuk rakyat
5. Pendidikan dan kesehatan geratis untuk rakyat
6. Tolak penggusuran
7. Tolak PHK, stop buruh kontrak, naikkan upah buruh 100%
8. Stop penindasan dan kriminalisasi terhadap perempuan
9. Hapuskan pukat trawl
10. Subsidi, lindungi industri-industri dalam negeri

Dengan Keyakinan dimanapun bentuk penindasan harus dilawan dan dimusnahkan, serta keyakinan kami akan Persatuan Rakyat menuju Kemenangan Perjuangan Rakyat yang termanifestasi dalam Pemerintahan Persatuan Rakyat. Kami tutup Statment ini dengan pekik : HIDUP KAUM TANI INDONESIA… !!

“ CUKUP SUDAH JADI BANGSA KULI, BANGKIT JADI BANGSA MANDIRI ”
BANTUK PEMERINTAHAN PERSATUAN RAKYAT
TANAH, MODAL, TEKHNOLOGI MODERN, MURAH-MASSAL, UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DIBAWAH KONTROL DEWAN TANI/DEWAN RAKYAT SEKARANG JUGA…!!!

HORMAT KAMI,



SUPRONO
KOORDINATOR LAPANGAN

Didukung oleh:

Gerakan Pemuda Bersatu (GPB), Serikat Tani Nasional (STN), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Rakyat Miskin (GERAM), Kelompok Perempuan Demokrasi (KPD)

Seribuan Petani Labuhanbatu Duduki Lahan Konflik Sipef

http://hariansib.com/2007/09/18/seribuan-petani-labuhanbatu-duduki-lahan-konflik-sipef/


Rantauprapat (SIB)

Pasca aksi unjukrasa ratusan massa Kelompok Tani Berasatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu 12 September lalu di kantor Bupati Labuhanbatu, massa tersebut kembali beraksi dengan menduduki lahan konflik dengan PT Sipef, Senin (17/9). Kali ini, jumlah massa yang diturunkan jauh lebih besar dari sebelumnya.

Aksi ini merupakan bagian dari ketidakpercayaan KTB terhadap Pemkan dan DPRD setempat. KTB menuding Pemkab Labuhanbatu tidak aspiratif terhadap penyelesaian sengketa tanah antara KTB dengan PT Sipef.

Pemkab dinilai tidak merealisasikan rekomendasi Komisi A DPRD Labuhanbatu yang teliti ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Sipef dan penghentian aktifitas kedua belah pihak yang bersengketa, di atas lahan konflik. Seribuan petani berjalan kaki menuju lahan konflik di Desa Meranti, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Setibanya di lahan, warga langsung memasang/ mendirikan tenda serta melakukan pebersihan di lahan yang diklaim tanah mereka. Massa juga mempersiapkan persediaan menginap di lahan sengketa itu.

Selang satu jam lamanya, Kapolsek Kampung Rakyat AKP J Sembiring bersama beberapa orang jajarannya, datang menemui massa. Dalam dialog polsek meminta agar massa tidak melakukan anarkis atau pelanggaran hukum.

Kapolsek juga menyarankan, penyelesaian sengketa tanah tersebut diselesaikan dengan kepala dingin. “Saat ini bulan Ramadhan, maka jangan kita nodai dengan aksi-aksi yang melanggarhukum”, pinta Kapolsek seraya menyarankan agar massa tidak perlu menginap di lahan dimaksud. Namun, Sabar dan Saeno yang menjadi koordinator massa, tetap bersikukuh akan menginap di lahan tersebut.

Pengamatan wartawan, hingga sore hari persiapan massa KTB untuk menginap di lahan konflik, semakin bulat. Sementara pihak perusahaan yang ditemui wartawan di kawasan kantor yang berdekatan dengan lahan konflik, enggan dikonfirmasi. Terlihat, pihak perusahaan kasuk-kusuk dengan surat menyurat terkait persoalan dimaksud. “Sabar ya pak, kebetulan yang berhak memberikan keterangan. Lagi sibuk”, pinta salah seorang karyawan bidang administrasi.

Saeno mengatakan, pihaknya akan melakukan penyisiran hari Selasa (18/9) di lahan sengketa. Pihaknya akan meminta para karyawan untuk meninggalkan lahan konflik. “Kita minta agar pihak perusahaan menghentikan aktifitasnya di lahan konflik ini,” tukasnya. (S25/p)

Reklaiming Kelompok Tani Bersatu

Pada hari Jumat, 20 Juli 2007 pihak DPRD Kab. Labuhan Batu telah merekomendasikan bahwa Pemkab harus bertindak aktif untuk menyelesaikan konflik agraria antara Kelompok Tani Bersatu, jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara, dengan pihak perkebunan PT. Sipef .

Dalam surat rekomendasi bernomor 1462/DPRD/2007 yang ditujukan kepada Bupati Labuhan Batu disebutkan bahwa DPRD Kab. Labuhan batu telah menyimpulkan, diantaranya:

1. Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan foto copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuh yang ada di atasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi KOmisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.
2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari Kelompok Tani Bersatu selalu tepat waktu.
3. Meminta Pemkab Labuhan Batu untuk melakukan penelitian ulang terhadap HGU PT. Sipef.

Pihak Kelompok Tani Bersatu juga telah menggunakan inisiatifnya untuk membangun komunikasi intensif dengan Bp. Sudarwanto, Wakil Bupati Kab. Labuhan Batu melalui serangkaian pertemuan dan desakan dengan aksi massa.

Namun, upaya dialog yang ditawarkan oleh Kelompok Tani Bersatu ditanggapi dingin oleh pihak Pemkab Labuhan Batu.

Oleh karenanya, pada hari Senin, 17 September 2007 Kelompok Tani Bersatu akan masuk ke lahan sengketa yang terletak di Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu untuk menjalankan hasil rekomendasi Komisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.

Ratusan Petani Unjuk Rasa Ke Kantor Bupati Labuhanbatu

http://hariansib.com/2007/09/13/ratusan-petani-unjuk-rasa-ke-kantor-bupati-labuhanbatu/

Rantauprapat (SIB)

Ratusan petani yang bergabung dalam Kelompok Tani Bersatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu (12/9) unjuk rasa ke kantor Bupati Labuhanbatu menuntut agar kasus-kasus tanah di Labuhanbatu diselesaikan oleh Pemkab Labuhanbatu. Beberapa spanduk besar dan kecil juga menghiasi aksi unjuk rasa tersebut. Pengunjuk rasa tiba di kantor Bupati Labuhanbatu sekitar pukul 10.00 WIB. Terjadi kemacetan dan antrean panjang sekitar setengah jam karena pengunjuk rasa tidak diberikan masuk ke halaman kantor Bupati sehingga mereka berkerumun di badan jalan lintas Sumatera persisnya di depan kantor bupati.

Setelah petugas Polres berada di lokasi unjuk rasa, pengunjuk rasa diarahkan untuk berkumpul di halaman kantor Bupati sehingga kemacetan yang lebih parah terhindar. Lima perwakilan KTB masuk ke ruangan Asisten I untuk bertemu dengan Asisten II Pontas Harahap dan beberapa perwakilan Pemkab.

Dalam pernyataan sikap KTB disebutkan agar Pemkab Labuhanbatu melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT Sipef agar ke depan tidak ada yang merasa dirugikan baik PT Sipef maupun masyarakat KTB. Pemkab Labuhanbatu juga diminta agar dapat menghentikan aktivitas kedua belah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.

Selain itu, Pemkab Labuhanbatu harus ikut bersama masyarakat untuk melakukan peninjauan lahan sengketa dan tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.

Setelah melakukan pertemuan beberapa jam, pihak KTB dan Pemkab Labuhanbatu menyepakati agar pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada hari Rabu (19/9) di tempat yang sama. Pengunjuk rasa membubarkan diri dengan tertib setelah perwakilan mereka menyampaikan kesepakatan yang diambil, namun mereka mengharapkan agar pada pertemuan selanjutnya ada solusi yang menggembirakan. (S9/j)

Tambahan :

Kelompok Tani Bersatu Labuhanbatu adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara.

Seratusan Nelayan dan Petani Demo ke DPRD Labuhanbatu dan PN Rantauprapat

http://hariansib.com/2007/08/29/seratusan-nelayan-dan-petani-demo-ke-dprd-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/

Rantauprapat (SIB)

Seratusan massa Himpunan Tani Nelayan (HTN) dari Desa Siparepare Hilir, Kecamatan Marbau, demo ke DPRD Labuhanbatu. Secara terpisah, massa Kelompok Tani Mandiri (KTM) dari Desa Pengarungan Kecamatan Torgamba juga berunjukrasa di Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Selasa (28/7).

Dua kelompok petani dan nelayan itu datang secara bersamaan. Massa HTN “menyerbu” DPRD menuntut kembali pelestarian lingkungan seluas 1312,5 hektare lahan perikanan darat sebagai kawasan perikanan di Siparepare Hilir sebagaimana sebelumnya. Sedangkan massa KTM mendatangi PN Rantauprapat menuntut penegakan keadilan hak-hak mereka terkait lahan yang sedang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.

Delegasi massa HTN di DPRD Labuhanbatu setelah hampir 1 jam berorasi diterima Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu H Zainal Harahap didampingi Ketua Komisi A membidangi tanah Bedi Djubaedi, Ketua Komisi B Bidang Perijinan Rikardo Barus, Panggar Nasution (Ketua Fraksi Demokrat), Aminuddin Manurung, Abdul Rasyid, Supeno dan Syahrul Bakti Pane di ruang paripurna dewan. Hadir mewakili Kadis Perikanan dan Kelautan Mardiana Dasopang (KTU) dan staf serta Camat Marbau Darwin Yusma.

Menurut pengunjukrasa masyarakat nelayan sekarang sudah miskin dan trauma sebab sering diteror pihak-pihak lain. DPRD meminta tanggapan dari pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Labuhanbatu tentang status lahan 1312,5 hektar dimaksud. Menurut dinas tersebut masalah lahan perikanan tidak ada milik pemerintah tetapi hanya perairannya. Di Siparepare hilir hanya ada 30 hektar lahan perikanan yang digenangi air.

Muktar Rangkuti dari LMND dalam pertemuan itu mengatakan HTN menuntut kehidupan yang layak sehingga mengharapkan DPRD segera dapat menyelesaikan kasus tersebut. “Kami juga meminta pihak kepolisian dilibatkan dalam penyelesaian masalah ini, supaya jelas siapa yang salah menjual lahan petani nelayan,” pintanya.

Sementara itu, massa KTM yang tengah menggugat PT Milano di PN Rantauprapat menilai syarat-syarat berita acara peradilan hukum perdata tidak dilakukan sebagaimana mestinya dengan alasan peradilan sebelumnya (No. 16/Pdt.G/2003/PN-MDN tanggal 25 Juli 2006, Putusan MA No.911 K/Pdt/2006 tanggal 21 September 2006) telah dilakukan sidang lapangan. Massa tetap meminta PN melakukan sidang lapangan.

Pengunjukrasa juga menilai PN Rantauprapat yang mengadili perkara No.12/Pdt.G/2007/PN-Rap, tidak mampu meminta bukti kepada tergugat PT Milano untuk menunjukkan bukti sah (sertifikatHGU asli) sebagai syarat sah yang diakui di dalam pengadilan. Massa KTM usai berorasi mengikuti sidang gugatan mereka terhadap PT Milano.

Perjuangan kedua kelompok tani didukung STN, LMND, GERAM, KTB, GPB, KPD dan KPM. Pengunjukrasa dikawal ketat aparat kepolisian dan Kodim, membawa beberapa spanduk yang di antaranya bertuliskan “Kembalikan areal pelestarian perikanan darat seperti semula.” Massa bubar dengan tenang meski mereka tampak kecewa dengan jawaban DPRD. (S25/y)

http://www.metrotvnews.com/

Petani Desa Sipare-Pare Menghendaki Pengembalian Lahan Perikanan

Metrotvnews.com, Labuhan Batu: Sekitar 400 petani yang tergabung dalam Himpunan Tani Nelayan dari Desa Sipare-Pare Hilir, Kecamatan Merbau, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatra Utara, Rabu (29/8), berbondong-bondong ke Kantor DPRD Labuhan Batu. Mereka menuntut agar lahan perikanan darat yang telah beralih fungsi dikembalikan seperti semula. Menurut perwakilan massa, areal yang berada di Desa Sipare-Pare Hilir merupakan tempat mencari nafkah bagi masyarakat.

Massa meminta, jika tidak mungkin mengembalikan seluruh lahan perikanan seperti sedia kala, lahan itu agar dikembalikan kepada Kelompok Tani Nelayan. Mereka mengklaim, lahan tersebut dimiliki secara sah oleh para tani nelayan sejak beberapa generasi lalu.

Menanggapi tuntutan tersebut, DPRD Labuhan Batu sepakat dengan keinginan petani. DPRD mengakui, hampir seluruh perusahaan perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu memiliki permasalahan tanah dengan masyarakat. Karena itu, DPRD meminta Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu mengukur ulang hak guna usaha perusahaan-perusahaan yang bermasalah dengan masyarakat.(DOR)

17 Petani Mariah Hombang Bebas Setelah Jalani Persidangan Selama 4 Bulan


Setelah melalui rangkaian persidangan sejak Juni 2007, pada hari Senin, 13 Agustus 2007 sejumlah 17 orang petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Serikat Tani Nasional, Kec. Huta Bayu Raja Kab. Simalungun, Sumatera Utara telah divonis empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Mereka dituduh melawan petugas kepolisian saat mempertahankan hak atas tanahnya pada Kamis, 19 April 2007 yang lalu.

Dengan jatuhnya vonis tersebut, ke-17 orang petani akan bebas pada hari Jumat, 17 Agustus 2007.

Serikat Tani Nasional menilai bahwa vonis terhadap 17 petani tersebut adalah upaya sandiwara politik untuk menutpi kekeliruan Polres Simalungun dan pengusaha perkebunan lokal yang memulai melakukan tindak kekerasan terhadap Petani Nagori Mariah Hombang Kec. Huta Bayu Raja dalam tragedi Kamis, 19 April 2007.

Serikat Tani Nasional juga memandang bahwa upaya pembelaan dan perjuangan terhadap ke-17 orang petani yang dilakukan oleh FPNMH melalui aksi-aksi massa di Simalungun dan pembelaan di Jakarta bersama Nursjahbani Katjasungkana, SH selaku anggota Komis III DPR RI , Bina Desa, KPA, Aliansi Petani Indonesia, Kontras, Imparsial, IGJ serta kalangan pergerakan lainnya menunjukkan sebuah kemenangan politik.

Kelompok Tani Mentari Hadiri Persidangan Sengketa Tanah Dengan PT. Melano

Kelompok Tani Mandiri Desa Melano, Kec. Kota Pinang, Labuhan Batu, menghadiri persidangan di pengadilan negeri Labuhan Batu berhubung dengan kasus sengketa agrarianya dengan PT Milano pada tanggal 5 Juni 2007. Ada dua dusun yang terlibat dalam persidangan. Persidangan pertama dihadiri oleh perwakilan masyarakat dari Dusun Hamparan satu, menyangkut tentang “penandatanganan paksa” pelepasan status tanah yang dilakukan oleh agen PT MELANO. Usaha mengambil tandatangan dari warga tersebut dilakukan atas dasar penipuan pihak perusahaan kepada petani. Persidangan sempat ditunda karena ketidakhadiran pihak PT Melano.

Keesokan harinya, sidang-pun dilanjutkan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa proses sengketa yang diselesaikan dengan proses peradilan (hukum) tidak pernah dimenangkan oleh rakyat. Ini adalah bukan yang pertama bagi rakyat. Rakyat harusnya menyadari bahwa hukum dan perangkat-perangkatnya dinegara kita sudah dirancang untuk tidak berpihak kepada rakyat. Keputusannya sudah jelas, kekalahan-pun dialami pihak rakyat dusun Hamparan satu, dengan keputusan dalam waktu 8x24 jam, lahan beserta rumah rakyat yang diklaim diatas HGU PT Melano harus segera dikosongkan warga, karena akan segera dieksekusi. Kekecewaan yang sangat memberatkan itu-pun harus ditanggung rakyat dengan rasa kesedihan yang mendalam.

KPW STN Sumatera Utara yang selama ini mewadahi KTM berpandangan, bahwa:
1. Masih menguatnya pola-pola yang diterapkan pewaris sah Orde Baru dalam menangani kasus-kasus rakyat.
2. Terjadinya persengketaan tanah dengan pihak pengusaha diakibatkan karena pemerintah tidak memiliki niatan baik untuk menjalankan Reforma agrarian yang sejati untuk kesejahteraan kaum tani.


Secara sistematik, Reforma Agraria Sejati dijalankan dengan Menyusun strategi pelaksanaannya – dengan tujuan untuk mencapai optimalisasi manfaat, potensi, kontribusi, dan kepentingan masyarakat, daerah, dan nasional – dengan melakukan beberapa kegiatan :Inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan SDA lainnya, sebagai dasar tiga kegiatan utama :

1. Penyelesaian konflik dengan mengutamakan kepentingan rakyat miskin.
2. Pengakuan atas wilayah kelola agraria rakyat, baik masysarakat adat maupun kaum tani.
3. Penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria/SDA,

Itulah hasil kesimpulan kami atas terjadinya diskriminasi pemerintah SBY-JK terhadap para petani penggarap yang terbukti sudah lama mengusahai lahan dibandingkan pihak perusahaan (PT Melano) yang datang atas legitimasi rezim militeristik Soeharto. Untuk itu KPW STN Sumut menyatakan sikap:

1. Kembalikan Tanah Rakyat yang dirampas oleh PT Melano.
2. Pemerintah harus mengakui lahan kelola rakyat serta melindungi hak petani atas mata pencahariannya (lahan) dengan mensertifikasi lahan kelompok tani.
3. Tinjau ulang izin HGU PT Melano atas dasar prinsip-prinsip yang dikandung dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960.

KPW STN Sumatera Utara juga menyerukan:

1. Persatuan kaum Tani Labuhan Batu untuk saling bersolidaritas terhadap persoalan-persoalan tanah yang dihadaspi kaum tani.
2. Membangun kekuatan-kekuatan konkret untuk menjaga lahan pertanian, dengan membentuk posko-posko pertahanan lahan, untuk menghempang tindakan eksekusi semena-mena dari pihak Perusahaan yang dilindungi oleh Pemkab Labuhan Batu.
3. Pertahankan tanah yang sudah lama dikelola, TANAH ATAU MATI, karena bagi PETANI TIDAK MEMILIKI TANAH SAMA ARTINYA DENGAN MATI.
4. Bergabunglah dengan kekuatan-kekuatan progresif lainnya seperti Petani, Mahasiswa, Kaum Miskin Perkotaan serta Seniman dan agamawan Pro Rakyat dalam satu alat politik alternative bersama yakni PAPERNAS (Partai Persatuan Pembebasan Nasional)

/Randy S.

Kelompok Tani Bersatu Hadiri Undangan DPRD Labuhan Batu



Rabu, 6 Juni 2007, Kelompok Tani bersatu (KTB) yang diwakilkan oleh Saeno, sabar, Sufron, Yudi dkk, bersama dengan Hadi dan Indra (KPK-STN Lab.Batu) serta Mangiring P.Sinaga dan Randy S (KPW-STN Sumut) menghadiri undangan DPRD Labuhan Batu yang beragendakan Dengar Pendapat Sengketa Tanah masyarakat Desa Menanti, Kec. Bilah Hulu, Labuhan Batu dengan PT Sipef.

Dalam pertemuan tersebut terjadi perdebatan yang cukup alot antara KTB dengan PT Sipef. Perdebatan dipicu atas pengakuan PT Sipef yang mengklaim lahan seluas 712 Ha (lahan sengketa) yang berada didalam areal HGU PT Sipef.

Sedikit kami gambarkan kronologis sengketa ini, bahwa pada tahun 1956, rakyat Desa Menanti sudah mengusahai lahan sengketa tersebut dengan menanami tanaman-tanaman produkstif seperti Karet, Kelapa Sawit dan tanaman Palawija lainnya. Rakyat membuka lahan pertanian karena perkebunan nenas Sisumut Belanda yang bangkrut sehingga tanah tersebut terlantar dan kemudian di kelola oleh penduduk.

Paska tragedi berdarah G 30 S, ditandai dengan kemunculan rezim militeristik Suharto (Orde Baru), maka penyelewengan atas semangat Reforma Agraria (UUPA thn 1960) diberlakukan dengan pemberian HGU kepada perusahaan (PT Sipef) dengan cara paksa dan intimidasi kepada Rakyat tanpa mengindahkan proses Musyawarah dalam mencapai mufakat seperti yang diamanatkan UUPA. Tanah yang dalam semangat UUPA mempunyai fungsi sosial dilecehkan dengan diberikannya tanah kepada perusahaan, yang menjadikan tanah tidak labi memiliki fungsi sosial melainkan fungsi kapital.

“Pada tahun 1971-an SIPEF dan Pemkab. Labuhan Batu memerintahkan kami petani untuk segera meninggalkan lahan pertanian kami dengan alasan lahan yang telah kami usahakan termasuk dalam HGU PT. SIPEF” kata Pak Sabar (delegasi dari KTB). Pak Sabar melanjutkan “Perlu dijelaskan bahwa, perintah meninggalkan lahan pertanian disertai dengan intimidasi: barang siapa yang tidak bersedia diganti rugi yang tidak sesuai dan tidak mau meninggalkan lokasi dapat dikategorikan PKI yang saat itu tabu dan menakutkan rakyat, Sebagai bukti bahwa lahan terebut dulunya pernah menjadi lahan pertanian masyarakat, sampai saat ini dilahan tersebut masih terdapat pohon kelapa dan beberapa durian.

Sampai dengan saat ini, pihak masyarakat tak gencar-gencarnya mengkritisi pihak PT Sipef yang berkolaborasi dengan Pemkab Labuhan batu serta BPN Labuhan Batu yang mengeluarkan izin HGU kepada PT Sipef yang menurut masyarakat sangat bertentangan dengan UU Pokok Agraria tahun 1960, dimana UUPA sendiri menjelaskan bahwa tanah memiliki fungsi social, serta pengadaan izin HGU dll harus diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Proses itulah yang tidak pernah di indahkan oleh PT SIPEF. “Malahan PT Sipef dan Pemkab labuhan Batu melakukan cara-cara intimidasi dan pemaksaan terhadap masyarakat untuk menandatangani surat ganti rugi.

Dalam pertemuan tersebut, pihak PT Sipef diminta oleh DPRD Labuhan Batu untuk memberikan data-data kepemilikannya. Namun PT Sipef tidak dapat menghadirkan bukti-bukti tersebut, hanya menerangkan bahwa perusahaanya telah memberikan ganti rugi atas tanah dan tanaman kepada masyarakat. Keterangan ini ditolak oleh masyarakat. “itu keterangan palsu” kata Saeno (sekretaris KTB). BPN dalam pertemuan tersebut uga tak mampu menjelaskan secara terperinci mengenai proses penerbitan izin HGU. BPN sendiri mengakui bahwa HGU Sipef terbit pada tahun 1976. sementara Sipef sin diri sudah beroperasi pada tahun 1972-an. “sudah jelas bahwa ini perampokan, pemerasan dan pemaksaan.” Kata Saeno.

PT Sipef kemudian meminta waktu selama dua minggu untuk menghadirkan data-data mereka. Sipef mengaku bahwa mereka memiliki bukti-bukti yang sah. Simon dari KTB langsung mengucapkan keberatannya didalam forum. “jika Sipef memang memiliki bukti-bukti yang sah dan tidak bertentangan dengan UUPA mengenai proses HGU, ngapain harus nunggu 2 minggu, kenapa tidak 2 hari saja, atau kenapa tidak besok saja.”

Namun Sipef tetap bersikeras dengan tawarannya yang dua minggu tersebut, dengan alas an agenda bisnis. Kemudian DPRD labuhan Batu dan KTB menyepakati tawaran tersebut, setelah terjadi dialog yang cukup panas. (Randy S).


Demo Tuntut Transparansi Pemberian Sertifikat Prona

http://www.waspada.co.id/berita/sumut/artikel.php?article_id=94668

Berita - Sumut

03 Jul 07 23:18 WIB

Rantauprapat, WASPADA Online

Sejumlah elemen tergabung dalam Front Kekuatan Rakyat Bersatu (FKRB) Labuhan Batu unjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rantauprapat, menuntut transparansi pemberian Sertifikat Proyek Nasional Agraria bagi masyarakat miskin di daerah itu, Senin (2/7) sore.

Mereka diterima Kepala Kantor BPN Rantauprapat, Robinson Simangunsong didampingi Kasi II, Zailani dan Kasubsi, Zulkarnaen Lubis dan Erwin. Koordinator aksi, Muktar Rangkuti menyampaikan tujuh tuntutan FKRB dalam pertemuan itu antara lain, menuntut BPN mensosialisasikan program nasional 2007 sertifikasi tanah gratis kepada masyarakat L. Batu, menangkap dan mengadili mafia sertifikasi tanah, stop pungutan liar pengurusan sertifikasi tanah dan memecat aparat BPN, aparat desa dan kecamatan apabila memungut biaya sertifikattanah di luar ketentuan prona.

Mereka juga menuntut pengembalian tanah rakyat di Desa Meranti yang dirampas PT Sipef, dan menolak kebijakan land reform membagi-bagi tanah sebelum kasus tanah rakyat diselesaikan, serta menolak RUU Penanaman Modal yang membuat cikal bakal kehancuran negeri ini.

Kakan BPN Rantauprapat saat itu mengatakan, Prona merupakan program dibiayai pemerintah, tetapi tidak semua gratis. Sertifikasi prona di L. Batu sudah disosialisasikan dan program prona sedang berjalan, baik pengukuran dan sertifikasi.

Dalam prona, katanya, hanya biaya pemasukan pemerintah dan biaya pengukuran yang gratis dari masyarakat. Biaya yang dikenakan adalah Bea Perolehan Tanah dan Bangunan (BPHTB).Di L. Batu tanah yang memiliki nilai jual minimal Rp15 juta dikenakan BPHTB 5 % yang dibayar ke bank pemerintah.

Ada 2.000 bidang tanah yang akan mendapat sertifikasi prona di L. Batu. Luasannya mulai 1 meter hingga 2 hektar (20.000 meter) persegi. Prona dibagi mulai 1 Januari-Desember 2007. Masyarakat L. Batu juga sudah mulai mengerti soal prona sebab sudah banyak permohonan yang masuk ke BPN.

Zulkarnaen menambahkan, di L. Batu ada 4 kecamatan yang tidak dilayani memperoleh prona, karena daerahnya masuk dalam kawasan hutan yakni, Kec. Panai Hilir, Kualuh Hilir dan Kualuh Ledong.

Namun penjelasan pejabat BPN ini tidak memuaskan 10 perwakilan FKRB. Mereka meminta supaya prona disosialisasikan, namun para pejabat BPN menganggap masyarakat sudah tahutentang UU No. 21/1997 dan UU 20/2000, bahkan meminta FKRB mensosialisasikannya.Massa akhirnya membubarkan diri dan berjanji datang kembali menagih jawaban yang transparan dari BPN Rantauprapat.(a27) (wns)

Tambahan:

Front Kekuatan Rakyat Bersatu (FKRB) Labuhan Batu adalah aliansi yang terdiri dari STN, KTB (Kelompok Tani Bersatu - organisasi petani Desa Meranti Kec. Bilah Hulu), KTM (Kelompok Tani Mentari - organisasi petani Desa Mentari Kec. Kota Pinang), GPB (Gerakan Pemuda Bersatu - organisasi pemuda Desa Meranti Kec. Bilah Hulu), GTMM (Gerakan Tuinas Muda Mentari - organisasi pemuda desa Mentari Kec. Kota Pinang), Kelompok Perempuan Mahardika (KPM), LMND kota Labuhan Batu, Gerakan Rakyat Miskin (GERAM), KKP HAM 65 dan Papernas.

Kronik Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang

A. Lahan Perjebunan PT Kuala Gunung Diduduki Petani

Lahan Perjebunan PT Kuala Gunung Diduduki Petani demikian judul Berita Malam Metro TV yang ditayangkan pada Headline News Sabtu, 24/06/2006 pukul 22:05.

Ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, menduduki lahan perkebunan milik PT Kuala Gunung secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu telah dicaplok PT Kuala Gunung sejak 1999.

Pendudukan lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan pengawalan aparat Kepolisian Resor Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah bibit pohon pisang.

Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun.

B. Asal-Muasal Sengketa Tanah

Sebagaimana sejarah tanah mariah Hombang yang berhasil dihimpun oleh Serikat Tani Nasional menyebutkan bahwa semenjak tahun 1916, Raja Tanah Jawa memberikan tanah dan membuka kawasan hutan kepada rakyat perantauan dari TOBA yang berada di wilayah simalungun.

Pada tahun 1957 takkala terjadi pemberontakan PRRI-PERMESTA terhadap pihak pemerintahan RI, rakyat ketakutan akibat diteror oleh kedua belah pihak yang bertikai, dan terpaksa harus meninggalkan lahan tersebut. Namun pada 1974, masyarakat kembali ke lahan karena situasi yang relatif aman, dan mulai mengelola lahan mereka kembali.

Dinas kehutanan di tahun 1977 meminjam lahan kepada masyarakat untuk program penghijauan, guna menambah debit air di areal tanah yang di usahai masyarakat, selama satu musim tanaman pinus. Namun setelah lewat satu musim tanam pinus, pihak Dinas Kehutanan tak kunjung melakukan upaya pengembalian tanah tersebut. Hingga 1991 masuklah perusahaan, PT. KUALA GUNUNG (PT.KG), PT.KG difasilitasi oleh Jabanten Damanik, Bupati Simalungun pada masa itu. Dengan sedikit memaksa Jabanten Damanik mengatakan hal ini

"Baris-baris ni gajah, dirurah pangaloan molo marsuruh Raja Dae so oloan, molo so ni oloan tubu hamagoan, molo ni oloan ro ma pangolu-ngoluan". [Kalau raja meminta rakyat harus memberinya, dan kalau rakyat tidak mau menerima uang pago-pago (ganti rugi) maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut].

Ucapan tersebut membuat rakyat ketakutan dan akhirnya menerima tawaran tersebut yang diwakili oleh beberapa tokoh masyarakat. dan lahan tersebut diklaim telah dikuasai oleh PT.KG. Namun, hingga sekarang tidak pernah dikelola oleh perusahaan tersebut.

Adalah Tualam Gultom dan Daulak Gultom pada tahun 1998 mulai mengusahi lahan tersebut. Mereka berdua mengaku mendapat mandat dari PT.KG. Masyarakat yang merasa memiliki lahan tersebut marah dan terjadi pertempuran antara Tualam Gultom dan Daulak Gultom melawan masyarakat. Yang pada akhirnya Daulak Gultom ditangkap dan divonis 2 tahun penjara oleh aparat penegak hukum.

Pada tahun 2005 terjadilah penjual-belian lahan tersebut seluas 687.5 Ha oleh oknum yang mengaku pemiliki kuasa dari PT.KG, Timbul Jhonson Situmorang, kepada berbagai pihak. Diantara pembelinya adalah BARITA DOLOK SARIBU, pengusaha lokal, marga Pardede (Oknum BPN Simalungun) dan TUALAM GULTOM tuan tanah yang sering menggunakan preman untuk menakut-nakuti masyarakat.

Masyarakat, melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tkt II Kab. Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April, 2006. Namun hal ini tidak mendapati respons yang serius.

Lalu pada hari Sabtu, 22 April 2006 unjuk rasa pertama dilakukan dengan sasaran aksi DPRD Kab. Simalungun dan PEMKAB Simalungun. Salah satu hasil unjuk rasa adalah janji kesediaan pihak DPRD untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT.KG, Dinas Kehutanan, BPN Kab.Simalungun, Camat, dan Kepala Desa.

Jumat, 28 April 2006 berlangsungkah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kab. Simalungun, BPN Kab.Simalungu, Dinas Kehutanan Kab. Simalungun, Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut.

Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk PANSUS Pengembalian tanah rakyat. Menurut salah seorang anggota dewan [?] bahwa ijin yang dimiliki oleh PT.KG telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernytaan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan negara. Sementara menurut BPN bahwa HGU untuk PT.KG tidak ada.
Senin, 08 Mei 2006 Masyarakat kembali berunjuk rasa ke PEMKAB Simalungun untuk menuntut segera pengembalian tanah kepada rakyat. Dialog antara masyarakat dan PEMKAB yang diwakili oleh assisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kab. Simalungun menghasilkan jadwal pertemuan yang difasilitasi oleh pemkab antara rakyat, dprd, dan pihak PT.KG satu bulan kedepan.

Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 06 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang diwakili oleh assisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun pihak PT.KG tidak hadir melainkan digantikan oleh PT. DITA FUMINDO yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kab. Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT.DITA FUMINDO dan mengecam Assisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut.

Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT Dita Fumindo mengantongi ijin prinsip lokasi seluas 2000 Ha di areal tanah rakyat mariah hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September 2005. Izin tersebut yang ditandatangani oleh Bupati Simalungun Peridode 2000-2005, Jhon Hugo Silalahi.

Kamis, 15 Juni 2006 paling sedikit 5 [lima] buah truk yang diisi masyarakat melakukan unjuk rasa yang di dampingi oleh Anggota Komisi A DPRD Tkt. I Propinsi Sumut, SYAMSUL HILAL dari fraksi PDIP, menuju gedung DPRD dan PEMKAB Simalungun. Rakyat berhasil memaksa DPRD untuk menghadirkan Drs. Zulkarnain Damanik selaku Bupati Simalungun. Bupati berhasil dipertemukan dengan rakyat dan menyerahkan kepada rakyat untuk menduduki lahan tersebut sampai proses pengembalian tanah tersebut selesai. Aksi kali ini mendapat sokongan dari Komite Persiapan Wilayah Serikat Tani Nasional Sumatera Utara dan LSM Jagat Tanah Rakyat.

Warga Duduki 250 Ha Lahan, PTPN II Akan Mengeceknya

http://www.kompas.co.id/

Sumatera Bagian Utara
Senin, 18 Juni 2007

Deli Serdang, Kompas - Sekitar 300 warga Dusun 6 Namo Serit, Desa Sumbul, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, menduduki lahan yang selama ini dikelola PT Perkebunan Nusantara II. Warga mengklaim lahan seluas 250 hektar itu merupakan lahan milik mereka yang selama ini dipinjam oleh PTPN II.

"Kami di sini menuntut hak kami yang terampas. Tanah ini adalah tanah leluhur kami. Kami akan duduki tanah ini sampai proses pemindahan hak selesai," kata Ketua Kerapatan Ahli Waris Warga, Pagit Leo Peranginangin, Sabtu (16/6), saat aksi berlangsung.

Pendudukan tersebut dimulai pukul 09.00 di tengah perkebunan. Warga menanami lahan dengan pohon pisang sebagai simbol pendudukan. Di tengah lahan perkebunan itu mereka menyanyi, menggelar tari-tarian, dan membentangkan spanduk bertuliskan kecaman terhadap PTPN II.

Pagit mengatakan, bertahun-tahun warga menuntut hak atas tanah mereka. Namun, warga tertekan oleh tudingan bahwa mereka anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). "Setiap kali kami menuntut hak, kami selalu dituduh sebagai anggota PKI," katanya.

Aksi yang berlangsung damai itu diikuti anak-anak, ibu-ibu, sampai warga yang berusia lanjut. Menurut Pagit, warga memiliki bukti-bukti kuat yang menyatakan tanah yang dikelola PTPN II itu adalah tanah warga. Sejumlah bukti yang dimiliki warga, antara lain, peta tanah, surat peminjaman pemakaian tanah dari warga oleh PTPN IX yang sekarang berubah menjadi PTPN II, dan surat pernyataan warga yang pernah mengelola tanah itu sebelum proses peminjaman.

"Riwayat tanah ini dahulu memang dipinjam perusahaan perkebunan untuk pembukaan tanaman tembakau Deli," katanya.

Kompensasi

Sayangnya, tutur Pagit, proses peminjaman itu tidak dibalas dengan kompensasi dalam bentuk apa pun kepada warga. Pagit menyatakan, warga yang melepaskan tanahnya antara 0,8 hektar sampai 3,25 hektar tidak pernah menerima kompensasi sejak dipinjam PTPN pada tahun 1955.

"Kami akan terus menduduki lahan ini sampai selesai urusannya. Kami sudah menunjuk penasihat hukum untuk membantu kami dalam urusan hukum di pengadilan," kata Pagit.

Salah satu warga setempat, Johanes, mengatakan, selama ini warga hidup dari bercocok tanam di pinggiran lahan yang dikelola PTPN II. Sebagian warga menanam jagung, pisang, dan tanaman lain.

Hubungan Masyarakat PTPN II, Modal Pencawan Perangin- angin, akan mengecek kebenaran pendudukan itu. "Beri saya waktu sampai besok (Senin ini), saya akan cek di kebun mana itu (pendudukan) terjadi. Jika warga terbukti menduduki lahan HGU (hak guna usaha) PTPN II, kami mengharap bagi yang menguasai meninggalkan area itu," kata Modal.

Menurut dia, pendudukan warga ke lahan PTPN II jelas akan merugikan PTPN II sebagai salah satu perusahaan perkebunan badan usaha milik negara (BUMN). Lebih jauh, Modal tidak bersedia memberikan keterangan perihal pendudukan lahan oleh warga. (NDY)

Sengketa Tanah, Petani Unjukrasa Di DPRD Simalungun


http://www.waspada.co.id/berita/sumut/artikel.php?article_id=93462

Berita - Sumut

13 Jun 07 22:55 WIB

Simalungun, WASPADA Online
Ratusan petani Nagori (Desa) Mariah Hombang, Kec. Hutabayu Raja tergabung dalam Front Solidaritas Perjuangan Petani Mariah Hombang (FSPP MH), Rabu (13/6), berunjukrasa ke DPRD Simalungun, menuntut pembebasan 17 petani yang ditahan polisi dan minta penuntasan sengketa tanah antara petani dan PT Kwala Gunung.

Petani masuk ke gedung DPRD Simalungun sekitar pukul 10.00 mengendarai dua truk dan sepeda motor. Selain berorasi petani juga membawa puluhan spanduk berukuran besar dan kecil yang intinya menuntut pihak kepolisian membebaskan 17 rekan mereka, dan pihak dewan menyelesaikan kasus sengketa tanah Mariah Hombang.

"Tim penyelesaian yang dibentuk sebagai alat dari penguasa untuk mengakhiri perjuangan masyarakat. 17 Petani mempertahankan tanahnya, tetapi harus mengakhiri perjuangannya di balik terali besi," teriak Feri Simarmata di hadapan anggota komisi I DPRD.

Dalam orasinya, Fery meminta DPRD tidak tinggal diam dan harus berpihak kepada rakyat atau petani. Dikatakan, petani selalu jadi korban tindakan refresif aparat penegak hukum dalam sengketa tanah dan selalu ditindas penguasa, yang membuktikan tidak adanya perhatian pemerintah untuk membela hak-hak petani yang dirampas penguasa," kata Feri bersemangat.

Usai pengunjuk rasa menyampaikan orasinya secara bergantian, massa FSPPMH diterima salah seorang anggota Komisi I DPRD Simalungun, Sabar Maruli Simarmata beserta Kabag Tapem Pemkab Simalungun, Jonni Saragih, SIP. Aksi pengunjuk rasa mendapat pengawalan ketat pihak keamanan.

Menurut SM Simarmata, selama ini dewan tetap berpihak kepada masyarakat. Dia mengimbau pengunjuk rasa tidak melakukan hujatan terhadap Bupati, Kapolres maupun dewan. Sebab itu bisa mengurangi semangat untuk memperjuangkan aspirasi petani.

"Besok Komisi I DPRD Simalungun ke Medan menemui pejabat di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan BPN Sumut, mempertanyakan masalah sengketa tanah Mariah Hombang," tutur Simarmata.

Sementara Kabag Tata Pemerintahan Setda Kab. Simalungun, Jonni Saragih, mengatakan penyelesaian sengketa tanah antara petani dan pengusaha masih dibahas bersama instansi terkait, sehingga para petani diharapkan bersabar.

"Pemerintah daerah bersama tim terkait sedang membahas penyelesaian sengketa tanah antara petani Mariah Hombang dan pengusaha dan telah beberapa kali dilakukan pertemuan, sehingga petani diharapkan bersabar menunggu hasilnya," kata Saragih.

Pengamatan Waspada, meskipun pihak perwakilan petani telah diundang untuk bermusyawarah dengan Komisi I dan Pemkab, namun hasil pembicaraan tidak membuahkan hasil. Hal ini menimbulkan kejengkelan bagi pengunjuk rasa. Hingga pukul 17.30 massa masih terus bertahan di gedung dewan. Mereka mengatakan tidak akan keluar dari halaman kantor dewan apabila tuntutan mereka, yakni pembebasan 17 petani yang ditahan di Polres Simalungun tidak dikabulkan. (a15) (wns)



Penangkapan Petani Simalungun, Warga Tuntut Kapolri Copot Kapolres

http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=4957&lang=

Jakarta - Perwakilan petani Desa Mariah Hombang, Simalungun, Sumatera Utara, berunjuk rasa di Mabes Polri. Puluhan orang itu menuntut pembebasan 16 warga yang ditahan di Polres Simalungun sejak 19 April lalu.

Juru bicara aksi, Sugiarto, mengatakan 16 warga yang ditahan itu ditangkap secara sewenang-wenang oleh personel Polsek Simalungun. Mereka dipersalahkan menggarap kebun di atas tanah yang di klaim milik PT Kuala Gunung yang kini menjadi sengketa dengan warga.

“Kami meminta pembebasan petani yang ditahan sejak 19 April 2007. Kami juga menuntut Kapolri mencopot Kapolres Simalungun AKBP Alex Mandalika,” kata Sugiarto, Senin (11/6).

Padahal, menurut Sugiarto, tanah 2.000 hektare hadiah dari raja Jawa itu sudah ditempati warga secara turun-temurun sejak tahun 1916. Tanah itu memang pernah dipinjam Dinas Kehutanan Sumut untuk proyek penghijauan. Pada tahun 1990 juga pernah disewakan oleh Raja Inal Siregar (Gubernur Sumut saat itu) kepada PT Kuala Gunung. Namun izin pemanfaatan lahan oleh perusahaan itu habis tahun 1993, sehingga tanah seharusnya dikembalikan kepada warga.

Bukannya dikembalikan, PT Kuala Gunung lewat kuasa hukumnya, Jhonson Timbul Situmorang, justru menjual sebagian tanah itu seluas 687,5 hektare kepada seorang pengusaha di Simalungun. Penjualan tanah ini memicu konflik dan sengketa antara warga dan perusahaan tersebut.

Sebagai dukungan terhadap perwakilan warga yang berunjuk rasa di Jakarta, hari ini 600 warga Desa Mariah Hombang menggelar aksi serupa di depan Markas Polres Simalungun. Selain menuntut pembebasan warga yang di tahanan, mereka juga mendesak pemerintah segera mengembalikan tanah milik warga. (E1)

Tambahan :
Kekerasan terhadap petani Mariah Hombang, Simalungun, yang berbuntut pada penahanan 17 warga desa terhadi pada Forum Nagori Mariah Hombang salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun.

Usung Keranda, Seratusan Petani Mariah Hombang dan Mahasiswa Datangi Polres Simalungun

http://hariansib.com/2007/06/13/usung-keranda-seratusan-petani-mariah-hombang-dan-mahasiswa-datangi-polres-simalungun/

Pematangsiantar (SIB)

Seratusan massa tergabung dalam aliansi petani Mariah Hombang dengan mengusung “Keranda”kembali mendatangi Mapolres Simalungun, Senin (11/6) meminta 17 petani yang ditahan sejak 19 April lalu dibebaskan polisi. Seratusan massa baik orangtua, anak-anak dan mahasiswa berorasi persis di depan Mapolres Simalungun hingga mengundang perhatian masyarakat yang melintas.

Masih dengan tuntutan yang sama, massa melalui juru bicaranya, J Sitio, kembali mendesak Polres Simalungun bersikap adil terhadap rakyat kecil khususnya petani yang diperlakukan diskriminatif. Dengan menggelar berbagai spanduk dan poster massa juga mengusung keranda mayat.

Massa yang berorasi diterima Kasat Intel AKP Robert Simanjuntak dan memberikan penjelasan atas kasus yang kini ditangani polisi terhadap 17 petani yang ditahan.

Dikatakan, penangkapan dan penahanan terhadap petani dilakukan polisi karena adanya tindak pidana yang dilakukan massa termasuk penyerangan terhadap petugas. Kehadiran petugas ke lokasi karena adanya permintaan masyarakat untuk pengamanan hasil panen yang mendapat gangguan dari massa. Kini berkas pemeriksaan telah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut, kemudian massa membubarkan diri. (S21/q)

Tambahan :
Kekerasan terhadap petani Mariah Hombang, Simalungun, yang berbuntut pada penahanan 17 warga desa terhadi pada Forum Nagori Mariah Hombang salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun.