tag:blogger.com,1999:blog-24968835003828014912024-03-05T11:52:31.244-08:00OtonomediaJaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-42441788973826059842009-08-21T14:03:00.003-07:002009-08-21T14:03:46.724-07:00Sengketa Petani Takalar Dan PTPN XIV<span style="color: rgb(255, 0, 0);">TIDAK PERNAH CUKUP TANAH UNTUK KAPITALISME</span><br /><br />Di Polombangkeng, Kabupaten Takalar, 6000 hektar tanah petani di 12 desa dirampas PT Perkebunan Nusantara PTPN XIV, perusahaan negara yang mengolah tebu menjadi gula. Tak ada rasa manis bagi petani, semenjak lahan mereka dikuasai PTPN XIV dari tahun 1982 hingga hari ini. Demi ekspor dan swasembada gula, dan atas nama pembangunan serta stabilitas pangan, negara mengorbankan lebih dari 3000 jiwa.<br /><br />Saat itu, pemerintah memakai sistem paksa untuk mengambil tanah warga, disertai intimidasi dan ancaman bagi yang tidak mau. Kekerasan dan represifitas negara membekas di ingatan sebagian warga –saksi sejarah sekaligus korban dari masa Orde Baru Soeharto hingga Orde Baru SBY. Tanah sebagai sumber penghidupan bagi kaum tani tersebut, dijadikan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV hingga tahun 2004. Namun status HGU selama 25 tahun masa kelola PTPN XIV seolah-olah tanpa batas. Saat petani menuntut pengembalian lahan mereka di tahun 2004, mereka diabaikan sama sekali.<br /><br />Tiga tahun hal ini terus berlalu, pemerintahan terus berganti dan ‘reformasi’ terus menjadi jualan para politisi, tapi sungguh tak ada yang berubah di lahan tebu itu. Masa penantian tak lagi terbendung, semenjak sejumlah upaya politik dan aksi tuntutan kepada aparat negara tak juga membuahkan hasil, warga akhirnya memilih untuk melakukan sebuah aksi langsung mengambil alih lahan dan mengembalikan kehidupan mereka sediakala sebelum kehadiran PTPN XIV. Padi, jagung, dan wijen adalah manis yang bisa dirasakan dalam setahun ini setelah mereka berhasil merebut kembali kepunyaannya.<br /><br />Dan inilah yang menjadi keyakinan dan tekad untuk terus mempertahankan tanahnya, serta tak tersisa alasan untuk melanjutkan keberadaan perusahaan di tempat mereka. Saat ini, perjuangan itu masih berlangsung. Setiap hari, tanpa lelah warga dari 12 penjuru desa di 2 kecamatan Polombangkeng Utara dan Selatan bersama-sama berjuang mengembalikan tanah mereka. Tanpa perlu komando menyatu dalam sebuah harapan yang sama mempertahankan tanah, sumber kehidupan bagi anak cucu kemudian hari, walaupun harus menghadapi intimidasi, teror, ancaman, bahkan penangkapan oleh aparat.<br /><br />Adalah ironis dan tak beralasan jika berfikir diri kita tak terkait dengan kejadian ini, tak berhubungan dengan penderitaan para petani. Semenjak hampir seluruh dari kita adalah bagian masyarakat yang dieksploitasi dalam sistem ekonomi kapitalisme, maka sejak saat itu pula kita adalah bagian yang sama dengan para petani.<br /><br />Tanah mereka dirampas untuk menghasilkan gula demi target ekspor dan statistik ekonomi (baca : prestasi pemda). Pemerintah memprogramkan swasembada gula. Ini artinya, harus semakin banyak gula dihasilkan untuk dijual ke luar negeridan harus semakin bertambah luas lahan yang dibutuhkan atau semakin lama lahan tersebut digarap. Dan itu pula berarti, tak ada niat untuk mengembalikan tanah petani.<br /><br />Tapi pemenuhan pangan dan swasembada adalah omongkosong besar, jika kita melihat fakta bahwa gula produksi lokal justru diekspor ke luar, dan gula yang kita konsumsi justru didatangkan dari luar negeri (impor dari Taiwan dan Australia). Persoalannya sederhana, dalam ekonomi kapitalisme, semakin banyak pertukaran (dari dan ke luar/dalam negeri), semakin banyak pula keuntungan yang bisa dihasilkan. Dan sudah barang tentu, yang diuntungkan dari proses ini adalah para kapitalis, baik swasta maupun negara.<br /><br />Kita berada dalam posisi yang sama dengan petani. Petani dirampas tanahnya, untuk mendukung tata dagang yang menguntungkan kapitalis. Sementara kita dikontrol dan dijebak untuk berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan, dan lalu bekerja agar bisa bertahan hidup, sekaligus berperan sebagai konsumen untuk ters mengkonsumsi komoditi-komoditi yang tata dagangnya diatur oleh negara dan semakin menguntungkan kapitalis.<br /><br />Semakin patuh kita pada kekuasaan, semakin gelap mata kita untuk terus mengkonsumsi, semakin pudar solidaritas kelas kita, maka semakin langgeng cara mereka menghasilkan keuntungan, semakin tereksploitasi para buruh di pabrik, petani di desa, dan kaum miskin lainnya di seluruh muka dunia. Dan akhirnya kita terus berfikir bahwa tak ada kaitannya kita dengan mereka, di Takalar, di Vietnam, Thailand, Afrika, Amerika –seluruh kelas tereksploitasi oleh kelas majikan.<br /><br />Bagi kapitalisme, semenjak orientasinya menghasilkan semakin banyak keuntungan, takkan pernah ada tanah yang cukup, juga tenaga pekerja yang dieksploitasi, manusia-manusia yang dimiskinkan, konsumen yang akan terus mengkonsumsi, tatanan sosial yang dirobek-robek.<br /><br />Solidaritas kami terhadap petani Polombangkeng, Takalar adalah solidaritas sesama manusia yang dieksploitasi hidup dan tenaganya, mimpi dan hari esoknya, untuk melanggengkan kapitalisme dan dominasi negara.<br /><br />JARINGANLIBERTARIAN<br /><br />(Flyer pada Aksi Solidaritas Untuk Petani Takalar, 22 Juli 2009 depan Kantor PTPN XIV, Makassar)<br /><br /><br /><span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kronologis Penembakan Polisi Terhadap Petani Polongbangkeng<br /><br /></span>Minggu, 9 agustus 2009</span><br /><br />08:00 WITA<br />Aparat dari Polres Takalar berada di lokasi untuk mengawal pengolahan oleh pihak PTPN dipimpin langsung Oleh Kapolres Takalar.<br />08:15 WITA<br />Sebagian warga yang berada dikebun dan sebagian Warga yang berada di desa-desa masing yang mendengar akan adanya pengolahan atau untuk merawat bergegas kelokasi tetapi dilokasi warga tidak melakukan perlawanan<br />08:30 WITA<br />Warga dan pihak polisi saling berhadap-hadapan di lokasi lahan yang akan digarap PTPN. Beberapa orang aparat polisi memerintahkan warga untuk mundur, tapi tidak diindahkan oleh warga.<br />Pihak PTPN tetap memprovokasi warga dengan melakukan proses perawatan dgn menggunakan 6 buah traktor.<br />Pihak PTPN menurunkan 6 (enam) unit traktor untuk melakukan penggarapan lahan. Ini menyebabkan kondisi bertambah tegang, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat.<br />Di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian (berteriak, dll).<br />09:20 WITA<br />Pasukan tambahan pengamanan dari Brimob dan PHH tiba di lokasi, berjumlah sekitar 50 personal dengan bersenjata lengkap. Pasukan tambahan ini langsung menggantikan aparat dari Polres Takalar, dan langsung mengambilalih pengamanan.<br />Hanya berselang 5 menit kedatangannya di lokasi kejadian, aparat langsung menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga yang tidak menyangka akan mendapat perlakuan tersebut menjadi kaget dan panik. Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat memburu warga dan menangkapi satu persatu.<br />Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki (terlampir). Warga melakukan perlawanan dengan melemparkan batu ke arah aparat. Kondisi yang tidak berimbang ini makin tegang, dan represifitas aparat semakin meningkat dengan terus mengintimidasi warga.<br />Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih 1 (satu) jam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan 1 (satu) orang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan.<br />Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.<br />10:00 WITA<br />Suasana panas sedikit menurun, warga mulai mundur dan tercerai berai. Sementara itu aparat juga ditarik mundur ke arah titik awal berkumpul (tepi lahan garapan).<br />Selang beberapa waktu, warga mulai berkumpul kembali untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk.<br />10:45 WITA<br /><br />Kondisi kembali berubah menjadi tegang. Warga yang berada di sekitar tempat kejadian kemudian tambah mendekat, untuk mencari tahu kondisi warga yang ditangkapi. Hal ini direspon oleh aparat untuk terus menghalangi warga mendekat ke arah lahan.<br />Warga dan aparat akhirnya bersitegang kembali. Warga kemudian mundur dan menyebar untuk bersiaga.<br />11:20 WITA<br />Kejadian ini langsung tersebar ke desa-desa sekitar. Warga dari desa lain kemudian datang dan bergabung dengan warga yang telah lebih dulu hadir di lokasi. Mereka berkumpul dan berjaga-jaga.<br />Baik warga dan aparat dalam kondisi siaga.<br />12:00 WITA<br />Warga terus berdatangan dan berkumpul di beberapa tempat. Kondisi tetap tegang, dimana warga dan aparat sama-sama kondisi siaga<br />13:30 WITA<br />Saksi mata menyebutkan ada sebuah lemparan batu dari arah PTPN, disusul suara deru mesin traktor yang cukup bising yang memancing perhatian warga. Kejadian ini membuat warga berkumpul kembali sebagai respon kejadian tersebut.<br />Provokasi ini akhirnya membuat suasana kembali tegang. Aparat kemudian mengeluarkan tembakan peluru karet dan gas air mata.<br />Warga yang kaget dan panik, hanya merespon dengan melemparkan batu ke arah aparat sebagai respon. Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan dengan teriakan “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”.<br />Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala.<br />Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata.<br />Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.<br />14:10 WITA<br />Warga membubarkan diri. Sebagian menuju posko pengaduan, sebagian menuju rumahnya masing-masing.<br />Seluruh korban dievakuasi ke puskesmas terdekat. Di puskesmas, petugas medis menolak menangani korban karena takut akan diminta pertanggungjawaban dari aparat, dan merekomendasikan untuk merujuk ke Rumah Sakit Takalar.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Brimob Tembaki Warga, 2 Orang Kritis</span><br /><br />(Takalar, Sulsel 10/8), Sedikitnya 7 orang warga tertembak aparat Brimob dalam kejadian di hari Minggu (9/8). Sebelumnya terjadi ketegangan antara warga Polongbangkeng Utara, Takalar dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN XIV) yang sedang berupaya untuk mengolah lahan warga yang masa HGU-nya berakhir 3 tahun lalu.<br /><br />Ketegangan memuncak dengan aksi provokasi berupa lemparan batu dari arah PTPN XIV, yang disertai dengan deru mesin traktor yang bising. Hal ini memancing perhatian warga yang sejak pagi berjaga-jaga untuk menghalau proses pengolahan lahan tersebut.<br /><br />Aparat kepolisian yang diturunkan mengawal pengolahan tersebut kemudian menghalau dengan memerintahkan warga untuk mundur dan menjauh dari lahan. sementara itu pihak PTPN terus melakukan proses pengolahan lahan menggunakan enam traktor yang ada di lokasi. Merasa tidak diindahkan, warga terus merengsek dan mendesak agar pengolahan tersebut dihentikan.<br /><br />Berselang beberapa waktu, pasukan Brimob dan Dalmas tiba di lokasi dengan bersenjata lengkap dan langsung menggantikan dan mengambil alih pengamanan dari aparat Polres Takalar. Dan hanya berselang 5 menit, tembakan peluru karet dan gas air mata dilepaskan beruntun ke arah warga. Ini membuat warga panik dan berhamburan untuk menyelamatkan diri.<br /><br />Aparat mulai menangkapi warga, beberapa disertai dengan pemukulan. Saat itulah, salah seorang warga, Dg Nangring, ditembaki ke arah kepala. Warga yang terdesak dan dengan tangan kosong melakukan perlawanan seadanya yang tidak berimbang. Dari kejadian ini, 7 orang warga ditangkap dan satu orang mahasiswa ikut dipukul dan diangkut ke kantor polisi. Sementara itu 2 orang warga kirits dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan serius akibat luka tembak yang dialaminya.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> Reportase dari seorang partisipan kontinum yang berada di lokasi kejadian</span><br /><br />9 Agustus 2009<br />Semenjak akhir juli, aksi penghadangan oleh petani untuk menghalau pengolahan tanah warga oleh PTPN kembali terjadi. Pada Hari ini Minggu(9/8) satuan pengamanan dari Brimob, Polres, Polsek diturunkan(2 SSK) yang dipimpin langsung oleh Kapolres Takalar untuk mengawal Proses pengolahan lahan. Hal ini ditandai dengan Beroperasinya 6 unit traktor milik PTPN.<br />Informasi tentang pengolahan Lahan warga oleh PTPN terdengar oleh warga, sehingga mereka dari berbagai Desa berkumpul di lokasi penggarapan. Kejadian ini berawal pagi hari sekitar jam 8.00 wita.<br />Polisi yang sudah berada di lokasi langsung berhadapan dengan warga. Warga tetap bertahan untuk menghalau pengolahan lahan. Sekitar pukul 09.00 pasukan dari Brimob di kerahkan dengan persenjataan lengkap untuk menghadang warga. Hal ini memicu warga untuk berkumpul dari berbagai penjuru lahan menuju ke titik tempat ke 6 unit traktor beroperasi. Saat Brimob datang mereka langsung bertindak brutal dengan menembakan peluru dan melemparkan gas air mata kea rah warga. Sehingga warga berhamburan dan melakukn perlawanan dengan melempar aparat dengan batu.<br />Aparat reaksi semakin refresif dan terus menembakkan peluru menuju kea rah warga dan melemparkan gas air mata. Beberapa warga terkena tembakan dan ditangkap. Aksi ini berlangsung selama kurang lebih satu jam. Aparat terus memukul mundur warga, walupun beberapa kali warga tetap bertahan, Setelah situasi sudah mereda satuan brimob mulai ditarik mundur. Meskipun tetap bertahan dilokasi.<br />Provokasi terus datang dari aparat kepada warga dengan meneriakkan “Warga takalar Bencong”. Warga tetap saja bertahan bertahan untuk menghalau aparat.<br />Sampai pukul 14.00, aparat kembali melakukan tindakan refresif dengan melakukan penyisiran lokasi /lahan dengan memburu dan membubarkan kerumunan warga. Mereka menyisir sampai Mangga I (tempat warga biasa berkumpul untuk memantau proses pengolahan lahan oleh PTPN) dan menguasai tempat itu. Saat penyisiran itu kembali melakukan pelanggaran dengan menembaki warga dari jarak dekat dan melukai warga di bagian kepala. Akhirnya warga membubarkan diri dan kembali ke desa masing-masing dan sebagian ke posko pengaduan yang telah di bangun.<br />Samapi hari ini warga yang menjadi korban Penembakan<br />1. Haris Naba (desa Romang Lompoa) ditembak di lutu dan saat ini menjadi tahan dan dirawat di RS bhayangkara Makassar<br />2. Jupri Tona (parambado) tertembak di perut kana, juga di tahan.<br />3. Samaluddin la’bang (barugaya) tertembak di kaki (dekat mata kaki), kembali ke rumah<br />4. Dg Massu (barugaya) tertembak di pelipis, pulang ke rumah<br />5. Naswir Nanring (timbuseng) tertembak di kepala bagian kiri, tidak mendapat perawatan di puslesmas setempat dengan alas an takut berurusan dengan polisi dan kendala peralatan medis<br /><br />Situasi di Desa timbuseng temapat warga berkumpul memanas. Warga tetap bersiaga di lokasi hingga malam. Aparat Masih bersiaga di lahan Perkebunan. Bahkan Polisi Menyisir desa-desa untuk mencari warga di tuduh provokator dan melempar aparat.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pernyatan Sikap KPP STR Mengenai Penembakan Petani Takalar Polongbangkeng </span><br /><br /><br />PERNYATAAN SIKAP<br />Nomor : 036/B.1-P/KPP/VIII/2009<br /><br />Usut Tuntas Otak Pelaku Penembakan Petani Takalar Sekarang Juga!<br />Kapolres Takalar Dan Kapolda Sulawesi Selatan Harus Bertanggungjawab Atas Jatuhnya Korban Di Lahan Konflik Antara Rakyat Tani Dengan PTPN XIV<br /><br /><br /><br />Salam Pembebasan,<br /><br />Kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi. Setelah 18 desember 2008 lalu, dusun Suluk Bongkal, Bengkalis-Riau dibakar (diduga dilakukan oleh pihak kepolisian) yang disangka dipicu oleh sengketa lahan antara PT Arara Abadi (Suplyer bahan baku pulp and paper untuk PT. Indah Kiat Pulp and Paper-anak dari Sinar Mas Group), kemudian disusul kemudian 28 Mei 2009 3 orang petani diduga tewas akibat bentrokan antara rakyat tani desa Bangun Purba, Rohul-Riau dengan perusahaan suplyer bahan baku pulp and paper PT Riau andalan Pulp and Paper (RAPP), APRIL Group, kemudian Minggu (09/08/2009) tepatnya 8 hari menjelang peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-54, aparat keamanan diduga melakukan penembakan terhadap petani Takakar yang melakukan protes terhadap pengolahan tanah mereka oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.<br /><br />Menurut data yang kami himpun dari berbagai sumber, bentrokan diduga oleh karena tembakan oleh pasukan Brimob Polda Sulawesi Selatan. Dan dari sumber anggota Pemantau dari Komnas HAM, Dedi Askari pada Tribun Timur mengungkapkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM di Takalar, Sulawesi Selatan dengan korban masyarakat sipil, dapat dirincikan, jumlah korban yang terkena tembakan berjumlah enam orang. Para korban penembakan itu terdiri, pertama; Haris Naba (28), warga Desa Romang Lompoa. Ia terkena mengalami luka di bagian lututnya. Kedua, Jufri Tona (30) warga Desa Parangbaddo yang mengalami luka di bagian perut sebelah kanan. Ia dirawat dan telah menjalani operasi tadi malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Ketiga, Jamaluddin La'bang (28) warga Desa Barugaya. Dia mengalami luka di bagian mata kaki kiri. Keempat, Daeng Massu (55), warga Barugaya. Ia mengalami luka di kepala bagian dahinya. Keliman, Nasmen Nanring (32), warga Desa Timbuseng.<br /><br />Apapun alasan apparatus keamanan terhadap kejadian ini, merupakan bukti bahwa menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-54 ini, petani masih saja dirugikan dengan tindak kekerasan yang sudah banyak memakan korban. Lebih parah lagi, disetiap setelah aksi kekerasan terjadi, upaya pengusutan yang dilakukan oleh lembaga terkait sangatlah minim. Berdampak pada kejadian yang berulang-ulang, sebab tidak dilakukannya efek jera terhadap pelaku dan otak tindak kekerasan tersebut. Inilah sejatinya dampak yang dilahirkan oleh pemerintahan kakitangan neoliberalisme yang jelas-jelas melindungi pemilik modal besar, serta melakukan penindasan terhadap kaum tani sebagai rakyat tak berpunya. Pemerintahan dengan cirri neoliberalisme inilah juga yang menutup akses kaum tani untuk memajukan pertanian mereka dengan cara menarik subsidi pada SAPROTAN/SAPRODI, berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan harga SAPRDI/SAPROTAN. Hasilnya kemudian adalah, kaum tani yang jelas-jelas tidak mempunyai fondasi ekonomi kuat (karena dibiarkan lemah) akan dengan sendirinya "mati di lumbung padi".<br /><br />Maka melihat kondisi demikian, Serikat Tani Riau, merupakan organisasi tani lokal yang berafiliasi kepada Serikat Tani Nasional (STN) MENYATAKAN SOLIDARITAS PERJUANGAN TERHADAP PETANI TAKALAR dan Menyatakan Sikap:<br /><br />1. Mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres Takalar dan Kapolda Sulawesi Selatan. Dikarenakan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM di wilayah hokum Polres Takalar diduga dilakukan oleh Pasukan Brimob yang secara garis komando dibawah Kapolda Sulawesi Selatan<br /><br />2. Mendesak Koomnas HAM untuk segera mengusut otak dan pelaku tindakan kekerasn yang menyebabkan jatuhnya korban luka-luka di pihak petani<br /><br />Kami menyerukan kepada seluruh kaum tani untuk membangun front persatuan nasional melawan Neoliberalisme serta kakitangannya dalam negeri. Karena hanya dengan membangun persatuan front inilah, kemenangan akan kita jelang kemudian hari.<br /><br />Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.<br /><br />BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL<br /><br />TANAH, MODAL, TEKNOLOGI MODERN, MURAH, MASSAL UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DI BAWAH KONTROL DEWAN TANI<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam keras tindakan aparat kepolisian melakukan penembakan terhadap petani takalar</span><br /><br />Penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV ini telah dilakukan sejak awal tahun 80-an hingga saat ini terus berlanjut. Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kab. Takalar melanjutkan kontrak tanpa menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008 hingga saat ini, telah terjadi pelanggaran HAM oleh PTPN XIV yang dibackup oleh Aparat Kepolisian.<br /><br />Penembakan terhadap petani berlanjut kembali pada Minggu 9/08/09 kemarin, akibatnya Bentrokan tidak bisa dielakkan antara warga (petani) dengan Aparat Kepolisian (Satuan BRIMOB dan SATDALMAS Polda Sulawesi Selatan) kembali terjadi di atas lahan sengketa yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.<br /><br />Berdasarkan sumber dari amggota KPA yang sejak awal hingga saat ini berada di lokasi kejadian, menyebutkan bahwa peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV pada hari Minggu 09/08 yang dikawal aparat Polres Takalar untuk kembali mengelola lahan perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.<br /><br />Sementara, di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian dengan berteriak teriak menyudutkan warga desa. Disamping itu, pihak PTPN juga terus memprovokasi warga dengan menurunkan 6 buah unit traktor yang siap melakukan penggarapan lahan, tentu saja kondisi demikian semakin menambah tegang keadaan, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat. Namun demikian warga yang berada di lokasi perkebunan tetap berusaha tenang dan tidak melakukan perlawanan.<br /><br />Puncak kejadian terjadi sekitar pukul 09:20 WITA saat aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas dari Polda Sulsel yang bersenjeta lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Sehingga Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat terus memburu warga dan menangkapi satu persatu. Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki.<br /><br />Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih sejam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan seorang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan. Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.<br /><br />Selain Itu Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan secara aroganya dengan menyebut “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”. Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala. Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata. Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.<br /><br />Tentu saja kasus penembakan yang menimpa petani Polongbangkeng Takalar Dalam pandangan KPA adalah sengketa agraria yang disebabkan timpangnya struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang aksesnya kepada rakyat (petani) sangat dibatasi adanya dan pengaturan kebijakan Nasional dan daerah setempat yang memberikan akses seluas-luasnya bagi perusahaan perkebunan.<br /><br />Atas hal itu KPA Menyatakan sikap:<br /><br />1. Mengecam keras tindakan tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel Penembakan yang melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng Takalar<br />2. Meminta Kapolri untuk menghukum para aparat pelaku penembakan dan intimidasi terhadap warga dan petani serta mengajukannya ke Pengadilan.<br />3. Meminta Polda Sulsel untuk menanggung biaya pengobatan dan rumah sakit kepada para korban penembakan.<br />4. Meminta Pemda Takalar menyelesaikan kasus sengketa agraria di Takalar dengan meninjau ulang pemilikan HGU PTPN XIV dan mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.<br />5. Mendukung Komnas HAM untuk menetapkan kasus ini sebagai tindakan pelanggaran HAM.<br /><br />Tembusan:<br /><br />1. Bapak Kapolri di Jakarta<br /><br />2. Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta<br /><br />3. Ketua Komnas HAM<br /><br />4. Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar<br /><br />5. Gubernur Sulsel Di Makasar<br /><br />6. Bupati Takalar<br /><br />7. Kapolres Takalar<br /><br />8. DPRD II Takalar<br /><br />9. Media Massa Cetak Maupun Elektronik di Indonesia<br /><br />10. Arsip<br /><br /><br /><br />Jakarta, 10 September 2009<br /><br /><br /><br />Idham Arsyad<br /><br />Sekretaris Jenderal KPA<br /><br />Cp: 081342619987<br /><br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kapolda Akan Periksa Sejumlah Pejabat Takalar</span><br /><br />Rabu, 12 Agustus 2009 | 01:28 WITA<br /><br />Makassar, Tribun - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang akan memeriksa sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Kabuapten (Pemkab) Takalar terkait kasus sengketa lahan antara sejumlah warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PN) XIV di Takalar.<br /><br />Hal tersebut diungkapkan Salempang usai bersilaturahmi dengan Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, di Gubernuran, Makassar, Selasa (11/8).<br />Senin (10/8) lalu, kepada Tribun, sejumlah warga yang melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di atas sebuah dataran tinggi di Desa Pa'rampunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut), Takalar, mengatakan, bahwa PTPN pernah memberikan ganti rugi ke warga pemilik lahan. Hanya saja, tidak semua dana tersebut sampai ke warga.<br />"Katanya uang ganti rugi itu dulu diserahkan ke gubernur dan bupati yang menjabat waktu itu. Namun, yang sampai ke tangan masyarakat hanya sedikit," kata Dg Lau, salah seorang warga yang mengaku pemilik sebagian lahan yang dipakai oleh Pabrik Gula Takalar tersebut.<br />Di atas dataran itu, Dg Lau bersama ratusan warga, setiap saat melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di daerah itu. Jika pihak PTPN melakukan aktivitas di lahan sengketa tersebut, mereka langsung mencegahnya.<br />Saat ditanyai siapa gubernur dan bupati yang menjabat saat itu, Dg Lau bersama rekan-rekannya tidak menjawab secara rinci.<br />Pengakuan warga inilah yang dinilai Salempang sebagai pintu masuk untuk melakukan pemeriksaan."Kami akan memeriksa siapa-siapa yang terkait dalam dugaan penyelewengan dana ganti rugi tersebut, termasuk Tim Sembilan yang sering dibicarakan," lanjutnya.<br />Tim Sembilan adalah tim yang dibentuk dulu untuk melakukan proses ganti rugi. Tim ini merupakan gabungan antara pemkab dan PTPN.<br />Hanya saja Salempang berulang kali mengatakan bahwa jika masyarakat yang mengadu tidak memiliki bukti yang valid, maka pihaknya akan menghentikan kasus tersebut. "Silakan melapor (warga) kepada kami, dan kami akan lakukan penyelidikan. Tapi, tentunya harus disertai dengan bukti-bukti. Jika tidak, maka maaf, kasus ini akan kami hentikan," ujarnya dengan nada tegas.<br />Salempang mengatakan, berdasarkan fakta yang ada, hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) di atas lahan seluas sekitar 40 hektare itu adalah milik PTPN. "Itu dibuktikan dengan dokumen yang dimiliki PTPN maupun BPN (Badan Pertanahan Negara) Takalar.<br />Meski demikian, dia tidak akan menutup diri dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan. "Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan agar melapor. Kami akan melakukan pemeriksaan," jelasnya. Salempang juga meminta agar Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusai (HAM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar agar melakukan pengawalan terhadap aduan atau laporan masyarakat tersebut. Kedua lembaga ini sudah turun tangan dalam sengketa ini.<br />Brimob Ditarik<br />Satu satuan setingkat kompi (SSK) dari Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya diturunkan ke lahan sengketa, sudah ditarik. Minggu (9/8) lalu, terjadi bentrok antara polisi dengan warga. Sebanyak dua warga dilarikan ke RS Bhayangkara, Makassar, akibat terkena peluru karet. Sejumlah polisi juga luka-luka termasuk kapolres dan kapolsek setempat terkena lemparan warga. Versi warga sebanyak 11 yang tertembak. Namun, yang dirawat di RS hanya dua orang.<br />Menurut Salempang, penarikan personel tersebut karena suasana sudah kondusif dan bukan karena desakan Komnas HAM. Komnas HAM, katanya, juga menjamin bahwa warga tidak akan masuk di area tersebut.<br />Demo Makassar<br />Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Makassar untuk Rakyat Polongbangkeng Kabupaten Takalar, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PTPN di Jl Urip Sumoharjo, Makassar, kemarin.<br />Sebelumnya, massa yang terdiri atas berbagai kampus ini, terlebih dahulu melakukan aksinya di sekitar Jl Tol Reformasi, kemudian melanjutkan ke kantor PTPN. Dalam orasinya, para demonstran meminta agar kasus yang sudah cukup lama ini, segera diselesaikan. Tanah yang selama ini dikuasai PTPN juga diminta agar dikembalikan ke warga. Selain itu mereka juga meminta polisi menghentikan kekerasan terhadap para petani.<br />Demonstran juga meminta Salempang agar mencopot Kapolres Takalar dan mencabut hak PTPN atas tanah tersebut yang dinilai melakukan pelanggaran HAM.<br />Secara terpisah Kabid Humas Polda Komisaris Besar Polisi Hery Subiansauri saat dimintai keterangannya terkait kasus tersebut mengatakan bahwa keberadaan polisi di TKP hanyalah untuk melakukan pengamanan.<br />"Memang seharusnya pemerintah setempat menyelesaikan hal ini secepatnya, bukan diserahkan sepenuhnya kepada polisi," jelas Hery kepada Tribun.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Polda Sulselbar Minta Kasus PTPN XIV Diselesaikan Pemda</span><br /><br /><br />Minggu, 09 Agustus 2009 23:40<br />Takalar, Sulsel (ANTARA News) - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) meminta Pemerintah Kabupaten Takalar segera melakukan pertemuan dan menyelesaikan sengketa warga dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.<br /><br />Kapolda Sulselbar Irjen. Pol. Mathius Salempang melalui Kabid Humas, H Hery Subiansauri, di Makassar, Minggu, mengatakan, sengketa warga dengan pengelola PTPN XIV sudah lama terjadi dan harus segera diselesaikan secara damai tanpa adanya persoalan.<br /><br />"Kasus ini sudah lama terjadi dan ini harus segera diselesaikan, apalagi PTPN merupakan perusahaan umum yang juga masih milik negara. Makanya harus ditempuh dengan cara mufakat agar keduanya bisa beriringan tanpa adanya masalah lagi yang timbul," katanya.<br /><br />Berdasarkan informasi yang dihimpun, sengketa warga yang sudah berlangsung selama beberapa tahun itu sudah mulai ada titik temu bahkan penyelesaian pembayaran tanah milik warga itu sudah terlaksana.<br /><br />Namun karena adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang mencoba menyulut emosi warga dan tidak menerima uang pembayaran itu, akhirnya warga yang lainnya pun mencoba menuntut lebih hingga akhirnya permasalahan tersebut berlanjut terus.<br /><br />Hery juga mengaku, posisi polisi hanya sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum yang harus bertindak jika ada oknum-oknum yang mencoba memperkeruh suasana dan mengacaukan permasalahan tersebut.<br /><br />Selain itu, dalam insiden berdarah yang kembali terulang itu, tujuh polisi dan tiga warga dilaporkan terluka akibat bentrokan yang terjadi di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan saat ratusan warga mencoba menghentikan aktivitas pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.<br /><br />Ketujuh orang polisi dan tiga warga terluka dalam insiden unjuk rasa yang digelar oleh ratusan warga Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut).<br /><br />Anggota polisi yang terluka yakni, Kapolresta Takalar, AKBP Andi Asdi yang terkena lemparan batu dibagian kaki kanannya, Kapolsek Polongbangkeng Utara AKP Abdul Malik yang terkena lemparan batu pada bagian wajahnya sehingga beberapa giginya terjatuh.<br /><br />Kepala Unit (Kanit) IDIK III Polres Takalar, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Idrus, serta lima anggota satuan pengendalian massa atau Dalmas Polres Takalar.<br /><br />Ketujuh orang polisi yang mengalami luka memar sudah ditangani oleh tim medis bahkan ketiga orang warga lainnya yang juga terluka yakni, Aris Daeng Naba (30) terkena peluru karet pada betis kirinya.<br /><br />Jufri Daeng Tona (32) juga terluka akibat tembakan pada pinggang sebelah kirinya serta seorang lagi yang belum diketahui identitasnya.<br /><br />Kedua korban yang terkena tembakan peluru karet sudah dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Padjonga Daeng Ngalle sebelum dirujuk ke RS Bhayangkara Makassar karena mengalami luka yang cukup serius serta seorang yang tidak memiliki identitas masih di RSU Takalar.<br /><br />"Luka-luka yang dialami oleh warga dengan anggota itu karena adanya oknum-oknum yang mencoba menyusupi kerumunan warga kemudian memicu terjadinya keributan hingga akhirnya warga melempari polisi dengan batu," ujarnya.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pernyataan Sikap PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP) terhadap kebrutalan Polisi terhadap kasus Polongbangkeng takalar</span><br /><br />PERNYATAAN SIKAP<br />PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA<br /><br />Nomor: 107/PS/KP-PRP/e/VIII/09<br /><br />Mengecam keras kebrutalan pihak kepolisian dalam penegakan hukum!<br />Kapolri harus bertanggungjawab terhadap kekerasan pihak kepolisian!<br /><br /><br /><br />Salam rakyat pekerja,<br /><br />Pada tanggal 22 Juni 2009, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) memberlakukan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI. Artinya, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) hendak menjalankan fungsi dan tugasnya dengan menghormati Hak Asasi Manusia setiap warga Negara. Dapat dikatakan, POLRI akan menjalankan fungsi mengayomi dan melindungi masyarakat.<br /><br />Namun kenyataannya sangat berbeda jauh dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kapolri tersebut. Baru-baru ini, pada tanggal 9 Agustus 2009, telah terjadi tindakan brutal yang dilakukan kepolisian terhadap para petani di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Para petani yang hendak melaksanakan protes karena PTPN memaksakan memulai operasinya di atas tanah yang sedang berkonflik, terpaksa harus menjadi korban kebrutalan polisi. Beberapa warga bahkan menderita luka serius dan seorang petani ditembak dari jarak dekat serta mendapat pukulan popor senapan berkali-kali oleh aparat kepolisian.<br /><br />Tindakan brutal kepolisian ini bukan hanya terjadi sekali saja. Di beberapa daerah lain tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian juga terjadi. Contoh saja tindakan kekerasan aparat dan pimpinan Polres Jakarta Utara terhadap para pekerja LBH Jakarta beberapa waktu yang lalu. Juga di Aceh, beberapa kali proses penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian menyebabkan meninggalnya sang tersangka atau korban. Tentu saja penegakan hukum yang dimaksud adalah penegakan hukum yang menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.<br />Perlakuan ini juga dilakukan oleh aparat kepolisian di beberapa daerah yang lainnya, sehingga menimbulkan korban luka atau bahkan korban meninggal. Penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan tentunya sangat bertentangan dengan peraturan Kapolri yang baru saja dikeluarkan. Namun yang menarik, tindakan penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan korban jiwa, hanya dilakukan kepada rakyat pekerja.<br /><br />Sementara kepada para pemilik modal dan pejabat yang melakukan penyuapan dan korupsi, akan diperlakukan dengan sangat baik. Tindakan atau perlakuan yang ditunjukkan oleh kepolisian bisa sangat berbeda jika menghadapi para koruptor yang jelas-jelas telah merugikan dan menyengsarakan negeri ini. Beberapa kali, pihak kepolisian pun melindungi kepentingan pemilik modal dengan menjadi penjaga keamanan aset modalnya. Mereka dengan sigap dan brutal akan menghalau segala gangguan yang akan merugikan kepentingan para pemilik modal termasuk gangguan dari rakyat yang ingin menuntut hak-haknya. Artinya di beberapa wilayah Indonesia, pihak kepolisian juga masih menjadi “anjing penjaga” kepentingan para pemilik modal.<br /><br /><span> Kapitalisme-Neoliberalisme</span><div><wbr><span> telah menyebabkan kebobrokan dalam institusi kepolisian yang seharusnya menjaga keamanan-ketertiban serta mengayomi dan melindungi masyarakat. Kenyataannya saat ini, institusi kepolisian seakan-akan telah menganggap rakyat lah yang harus diperangi demi menjaga kepentingan-kepentingan para pemilik modal. Maka dari itu, gerakan perlawanan rakyat harus mulai dibentuk dan disatukan untuk menghancurkan sistem kapitalisme-neoliberalisme</span><wbr>, sehingga dapat mengembalikan peran dan fungsi kepolisian ke posisinya semula yang dicita-citakan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat.<br /><br />Secara tidak sadar, aparat kepolisian pun sebenarnya merupakan rakyat pekerja yang juga dirampas kesejahteraannya oleh para pejabat kepolisian dan para kapitalis. Seharusnya aparat kepolisian dapat berjalan bersama-sama dengan rakyat pekerja lainnya untuk menuntut kesejahteraan dan melawan para penguasa yang jelas-jelas lebih berpihak kepada para kapitalis. Hanya dengan SOSIALISME lah kesejahteraan dan hak-hak rakyat pekerja dapat dijamin oleh Negara, termasuk kesejahteraan para aparat kepolisian.<br /><br />Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:<br /><br /><br />1. Mengecam keras tindakan brutal dengan menggunakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian dalam menegakkan hukum di Indonesia.<br /><br />2. Menuntut seluruh aparat kepolisian untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengayomi dan melindungi hak-hak rakyat pekerja di seluruh Indonesia.<br /><br />3. Mendesak Kapolri dan jajaran pejabat kepolisian lainnya untuk bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparatnya kepada rakyat pekerja di seluruh Indonesia.<br /><br />4. Kepada seluruh elemen gerakan perlawanan rakyat untuk bersatu, termasuk aparat-aparat kepolisian yang tertindas, demi memperjuangkan SOSIALISME untuk kesejahteraan seluruh rakyat pekerja di Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br />Jakarta, 10 Agustus, 2009<br /><br /><br />Komite Pusat<br />Perhimpunan Rakyat Pekerja<br />(KP-PRP)<br /><br /><br />Ketua Nasional<br /><br />(Anwar Ma'ruf)<br /><br /><br />Sekretaris Jenderal<br /><br />(Rendro Prayogo)<br /><br /><br /><br /> *****<br /> Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!<br /> Sosialisme, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!<br /> Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!<br /><br /> Komite Pusat<br /> Perhimpunan Rakyat Pekerja<br /> (KP PRP)<br /> Jl. Kramat Sawah IV No. 26 RT04/RW 07, Paseban, Jakarta Pusat<br /> Phone/Fax: (021) 391-7317<br /><span> Email: komite.pusat@prp-indonesia</span><wbr>.org / prppusat@gmail.com / prppusat@yahoo.com<br /> Website: www.prp-indonesia.org<br /> *****<br /><br /><br /><span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">janji Caleg terhadap kasus PTPN XIV dan petani Takalar terhadap Konflik</span><br /><br />(sinar Harapan)</span><br />Makassar - Janji politik calon peserta pemilihan legislatif lalu, yang mengaku siap memperjuangkan hak atas kepemilikan lahan perkebunan PTPN XIV dianggap sebagai pemicu konflik warga kecamatan Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, Sulsel.<br />Detail Berita<br />DEMO PTPN - Sejumlah pengunjukrasa dari berbagai elemen mahasiswa berunjukrasa di depan kantor PTPN XIV Makassar, Rabu (12/8). Mereka meminta agar PTPN segera menuntaskan kasus sengketa tanah perkebunan di pabrik gula Takalar, Sulsel antara warga dan PTPN XIV dan meminta agar polisi tidak melakukan tindak kekerasan terhadap para petani di pabrik tersebut. (ANTARA)<br /><br />Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pada pemilihan legislatif lalu banyak pihak-pihak yang ditemukan mengumpulkan suara dengan memanfaatkan permasalahan kepemilikan lahan itu untuk meraih simpati masyarakat.<br />"Kalau saya lihat kemarin memang terlalu banyak janji politik. Saya tidak mau bilang ada provokasi, itu hanya 'statement-statement' lepas," ucap Syahrul seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/8). Bupati Takalar, Ibrahim Rewa sebelumnya telah menduga bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian yang terjadi di kecamatan Polongbangkeng Takalar Sulsel, Minggu (9/8) telah dihasut oleh provokator.<br />Menurutnya, bentrokan antara warga kecamatan Polongbangkeng Takalar dengan anggota kepolisian dari Polisi Resor (Polres) Takalar, Brigader Mobil Polda (Brimobda) Sulselbar dan pasukan pengendali Massa (Dalmas) Takalar di areal PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar telah disusupi oleh orang-orang dan pihak-pihak yang menjadi provokator selama ini.<br />Sejauh ini, penyelidikan kepolisian diarahkan pada pengumpulan bukti-bukti awal adanya aktor intelektual dibalik bentrokan yang memakan korban dikalangan warga dan aparat kepolisian tersebut. Meski demikian, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang mengaku pihaknya belum dapat berspekulasi untuk membenarkan adanya keterlibatan oknum tertentu dalam kasus tersebut.<br /><br /><br /><input id="post_form_id" name="post_form_id" value="9ec148f2dd2f683c63ffac6e084af510" type="hidden"><div style="color: rgb(255, 0, 0);" class="note_title"><span>Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV(keterangan Perundingan Kapolda Sulselbar dan Petani takalar rabu, 19-08-09)</span></div><br /><br />Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV<br />Kamis, 20 Agustus 2009 04:54<br />Takalar, Sulsel - Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Irjen Pol Mathius Salempang, menemui ratusan warga yang bertikai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar, Rabu.<br /><br />Pertemuan Kapolda dengan warga Polongbangkeng Utara dan Selatan juga menghadirkan unsur Muspida Takalar serta Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulsel, Roly Irawan, menyarankan kepada Bupati Takalar, Ibrahim Rewa untuk segera menuntaskan persoalan warga tersebut.<br /><br />"Kasus ini sudah lama dan harus segera diselesaikan karena jika ini berlarut-larut permasalahan tidak akan selesai. Karena itu, Bupati harus segera membentuk tim penyelesaian konflik antarwarga dan pihak PTPN XIV Takalar," ujarnya.<br /><br />Mantan Direskrim Sus Polda Metro Jaya ini menyatakan siap membantu pemerintah dalam penyelesaian masalah antarwarga dengan pihak PTPN. Apalagi, jika itu berkaitan dengan penciptaan suasana yang kondusif.<br /><br />Dikatakannya, saat ini pihaknya telah memegang bukti Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dari PTPN XIV Takalar, selaku penerima hak dari pemerintah pusat untuk penggarapan lahan yang disengketakan.<br /><br />Namun, ia juga mengaku tidak akan mempermasalahkan HGU dan HGB karena keduanya dinilai bisa menyulut konflik.<br /><br />Dalam pertemuan itu, salah seorang warga mengugkapkan jika komitmen kontrak pada 1982 penggarapan lahan warga hanya sampai 25 tahun. Sedangkan luas lahan yang diserahkan hanya 6000 hektare.<br /><br />"Jadi berdasarkan komitmen yang ada, apabila masa kontrak habis, maka lahan akan dikembalikan atau dibayar kembali apabila ingin digunakan pihak PTPN XIV. Itupun luasnya tidak melebihi dari 6000 hektare," ujarnya.<br /><br />Bupati Takalar, Ibrahim Rewa menanggapi pernyataan warga mengakui bahwa ada beberapa lahan memang menjadi milik pemkab yang hak pengelolaannya diserahkan kepada warga.<br /><br />"Luas lahan yang dikelola oleh warga sekitar 350 hektare. Penyerahannya berdasarkan kesepakatan dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan)," ujarnya.<br /><br />(T.PK-MH/S016)<br /></div><br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Release Solidaritas terhadap Petani Polongbangkeng Takalar : 21 Agustus 2009, Stop kekerasan Terhadap Petani dan Bubarkan PTPN</span><br /><br />Thu, 20 Aug 2009 02:50:50 -0700<br /><br /><br />Siaran Pers Bersama<br /><br />Solidaritas untuk Takalar<br /><br />Bubarkan PTPN dan Stop Kekerasan Terhadap Masyarakat<br /><br />Jakarta, 20 Agustus 2009. Konflik agraria kembali terulang. Kali ini melibatkan<br />petani dan PTPN XIV di Takalar, Sulawesi Selatan. Berkaca pada kaleidoskop<br />konflik agraria, penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV sudah berlangsung<br />sejak awal tahun 1980-an.<br /><br /><br /><br />Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah<br />mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi,<br />dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kabupaten Takalar melanjutkan kontrak tanpa<br />menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan<br />petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008, telah terjadi pelanggaran<br />HAM oleh PTPN XIV.<br /><br /><br /><br />Penembakan terhadap petani ini kembali terjadi pada tanggal 9 Agustus 2009.<br />Peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV dengan kawalan aparat<br />Polres Takalar. Kedatangan ini dimaksudkan untuk kembali mengelola lahan<br />perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung<br />mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.<br /><br /><br /><br />Puncaknya, pada pukul 09.20 WITA, aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas<br />Polda Sulsel yang bersenjata lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang<br />sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai<br />senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah<br />warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Tak ayal, mereka pun berhamburan<br />menyelamatkan diri. Ironisnya, aparat terus memburu warga dan melakukan<br />penangkapan secara sewenang-wenang. Di lapangan, menurut penuturan salah<br />seorang warga, setidaknya terdengar 100 kali tembakan . Akibatnya, 6 (enam)<br />orang warga menderita luka serius di bagian kepala, paha, perut, dada, dan kaki.<br /><br /><br /><br />Selama satu jam lebih, ketegangan terus memuncak. Penangkapan pun terus<br />dilakukan. Bahkan disertai pemukulan. Salah satu korbannya adalah mahasiswa.<br />Lebih parah lagi, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera milik<br />wartawan Metro TV.<br /><br /><br /><br />Merespons tragedi kemanusiaan ini, Solidaritas untuk Takalar tegas menyatakan:<br /><br />Pertama, mengecam keras tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel yang<br />melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng, Takalar,<br />Sulawesi Selatan.<br /><br /><br /><br />Kedua, meminta Kapolri untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti telah<br />menyalahi fungsi keberadaannya, dengan melakukan penembakan dan intimidasi<br />terhadap warga dan petani.<br /><br />Ketiga, menuntut Polda Sulsel untuk menanggung seluruh biaya pengobatan dan<br />rumah sakit para korban penembakan dan pemukulan.<br /><br /><br /><br />Keempat, menuntut Pemerintah Daerah Takalar agar menyelesaikan kasus sengketa<br />agraria di Takalar. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali kepemilikan HGU<br />PTPN XIV dan kembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.<br /><br /><br /><br />Kelima, mendesak kepada Komnas HAM untuk menindaklanjuti secara maksimal<br />tragedi kemanusiaan yang melukai hak asasi manusia ini.***<br /><br />Solidaritas untuk Takalar<br />Eksekutif Nasional WALHI, KPA, AGRA, KontraS, FMN, LBH Masyarakat, KIARA,<br />KOMPAK, KAU<br /><br /><br /><br />Untuk informasi selanjutnya, silakan menghubungi:<br />081808893713, Islah (Walhi)<br />085693623631, Yura Pratama (LBH Masyarakat)<br />085223336432, Zaenal M (KPA)<br />02199250046, Mustofa (KOMPAK)<br />081383461152, Erpan Faryadi (AGRA)<br />081315606332, Catur Widi A (FMN)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tembusan:<br />Bapak Kapolri di Jakarta<br />Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta<br />Ketua Komnas HAM<br /><br /><br />Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar<br />Gubernur Sulsel Di Makasar<br />Bupati Takalar<br />Kapolres Takalar<br />Ketua DPRD II Takalar<br />Media Massa Cetak dan Elektronik<br />Arsip<br /><br /><br />Permohonan Peliputan Aksi Solidaritas Takalar<br />Kepada : Rekan-rekan Media Massa<br />Di,-<br />Tempat<br /><br />Dilaksanakan Pada :<br />Hari/Tanggal : Jum'at, 21 Agustus 2009<br />Waktu : Pkl 10.30 - 11.30 WIB<br />Tempat : Kantor Menteri Negara BUMN, Jl. Merdeka Selatan Jakarta Pusat<br />Tema : Bubarkan PTPN dan STOP Kekerasan terhadap Petani<br /><br />Demikian pemberitahuan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan<br />banyak-banyak terima kasih.Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-28480786347677122462009-08-21T14:02:00.001-07:002009-08-21T14:02:33.691-07:00Mbah Tarno : Inspirasi Topi Jerami<div><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=2106081&op=1&view=all&subj=58155972535&aid=-1&auser=0&oid=58155972535&id=645109458"><img src="http://photos-b.ak.fbcdn.net/photos-ak-snc1/v2184/5/118/645109458/n645109458_2106081_3950.jpg" alt="" class="" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" /></a></div><br /><br /><br /><br />Mbah Tarno : Jangan buat Pabrik Semen di Jawa Tengah!<br /><br />Rencana pembangunan pabrik semen baru di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah oleh PT. Semen Gresik mendapat banyak respon dari masyarakat setempat, termasuk juga dengan sesepuh komunitas sedulur Sikep atau masyarakat biasa menyebut dengan sebutan salah kaprah “Wong Samin”.<br /><br />Mbah Tarno (100 tahun), demikian biasanya beliau disapa, telah menjalani beberapa jaman dan masa; dari sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi hingga orde yang tak jelas seperti sekarang ini.<br /><br />Walau daya penglihatannya agak berkurang namun lelaki tua ini terlihat cukup segar ingatannya. Jari-jari tangannya yang masih nampak kekar sesekali mengambil handuk di pundak untuk mengelap mata-tuanya. Di usianya yang se-abad ini beliau lebih banyak menjalani akfititas keseharian di dalam dan sekitar rumah. Kursi panjang dari bambu di samping rumahnya adalah tempat biasanya beliau menghabiskan waktu siang.<br /><br />Berikut petikan wawancara –tentunya dalam bahasa Jawa, Eko Arifianto, Jum’at, 24 Oktober 2008, dengan lelaki kelahiran tahun 1908 ini di rumahnya yang sederhana, di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>---------------<br /><br />Bagaimana tanggapan Mbah Tarno mengenai rencana pembangunan pabrik Semen Gresik di wilayah Pati, Jawa Tengah?<br /><br />Yo ngene lho… Kok Jawa Timur iki maknane piye? Kok Jawa Barat dununge endi? Nek Jawa Tengah nggon opo? Lho.. iki aku kok ora ape mbantah utowo ngowahi opo-opo.. Iki pakem Jawa ningite ndik jaman kawitan… Sopo wetan sing ngarani nek ora kawitan? Iyo to? Diweki aran dino kok Legi? Maknane piye coba? Mongko iki ning nggone kemanusiaan iki kabeh. Nek Jawa Tengah kuwi tengahan wong… Iki tengah, mongko jenenge weteng.. Ojo diwet-wet lho! Mergo tengah iki daringan. Ora keno dibangun-opo-opo… Ogak keno!<br /><br />(Ya begini lho... Kok Jawa Timur itu maknanya apa? Kok Jawa barat itu tempatnya di mana? Kalau Jawa Tengah tempatnya apa? Lho... ini aku bukan mau membantah atau merubah segala sesuatunya.. Ini pedoman pokok orang Jawa yang munculnya waktu jaman nenek moyang. Siapa “Timur” yang mengatakan kalau bukan nenek moyang? Iya to? Diberikan nama hari kok “Legi”? Maknanya gimana coba? Padahal ini tempatnya ada di manusia semua. Kalau Jawa Tengah itu ibarat bagian tengah tubuh seseorang. Ini tengah, maka dari itu disebut weteng (perut). Jangan diacak-acak lho! Karena ini tempat bahan pangan. Tidak boleh dibangun apa-apa... Tidak boleh!)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Atas dasar apa Mbah Tarno mengatakan hal tersebut?<br /><br />Mulane ngene, iki nek aku moco pribadi, moco jiwo rogo.. Iki aku moco awakku dewe.. Ning angger ijih wong yo podho. Iyo to? Roso mung siji… Pecahe roso monggo. Iyo to? Pecahe roso kok dimanggakno, piye? Mergo sing ngidul yo ben.. ngulon-ngetan yo ben... Ning ojo ngaru-aru pedaringan iki! Mergo iki cawisane anak, putu, buyut, canggah, wareng ngasek udek-udek gantung siwur... iki jeh ditutup nung Jawa Tengah iki kabeh. Ngono. Itungane nek sejarah iki moco alame menungso. Opo meneh nek dititik soko bibit lan kawit.... Lha iki kesempatan leh ku ngelingno Bibit ki yo nek ngandel, ngono.<br /><br />(Makanya begini, ini kalau aku membaca diri pribadi, membaca jiwa raga... Ini aku membaca diri saya sendiri... Tapi kalau masih orang kan sama. Bener, kan? Rasa cuma satu.. Terbukanya rasa adalah silahkan, bener, kan? Terbukanya rasa kok dipersilahkan, gimana? Karena yang ke Selatan ya biarkan aja..... Ke Barat-ke Timur ya biarkan.. Tapi jangan mengusik tempat bahan pangan ini! Karena ini disediakan buat anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, hingga udek-udek gantung siwur... ini masih ditutup di Jawa Tengah semua. Gitu. Kalau berkaitan dengan sejarah ini suatu pembacaan terhadap alam manusia. Apa lagi kalau dilihat dari bibit dan asal mula.. Lha ini kesempatan untuk saya mengingatkan Bibit (Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah) ini kalau dia percaya, gitu.)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Di salah satu media cetak, yaitu Suara Merdeka memuat berita yang isinya Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa Sedulur Sikep menyetujui pembangunan pabrik semen. Bagaimana tanggapan Anda?<br /><br />Sing kondho sopo? Mongko nek aku, tak penging. Dadi yo ora mung mligi dulur Sikep sak anak putuku thok, senajan kabeh dulur wilayah Sukolilo sak andhakane yo ora setuju. Nek Jawa Tengah tak penging, mergo Jawa Tengah iku bageh anak putu buyut canggah wareng udek-udek gantung siwur kuwi nong tengah iki kabeh cadangane. Ngono loh aku olehku kondho karo Bibit Waluyo kuwi..<br /><br />(Yang mengatakan siapa? Padahal kalau aku, aku larang. Jadi ya tidak hanya sedulur sikep dan anak cucuku saja, namun semua saudara wilayah Sukolilo beserta keturunannya ya tidak setuju. Kalau Jawa Tengah saya larang, karena Jawa Tengah itu milik anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, udek-udek, gantung, siwur itu di bagian tengah ini bagiannya. Gitu lho yang saya katakan kepada Bibit Waluyo itu..)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Lalu, bagaimana Mbah Tarno menanggapi peryataan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo sewaktu datang ke rumah Anda tanggal 22 Oktober 2008 lalu yang mengatakan bahwa “Yang butuh makan tidak hanya sedulur Sikep saja”?<br /><br />Sikep kuwi opo? Kok muni “ora kabeh” iku? Wong kabeh “sikep” kok! Wong sikep kuwi rabi, nek lanang. Sikep iku sikep rabi. Wong lanang sak ndonya rak dho rabi kabeh. He’e to? Mongko iku lambang ning nyoto, ngono lho... Dadi awake dewe iki nek nebak ”Sing mangan ora sedulur Sikep..” Lho, kabeh sikep kok! Kabeh uwong.<br /><br />(Sikep itu apa? Kok dibilang ”tidak semua” itu gimana? Semua orang itu ”sikep” kok! Wong sikep itu beristri, kalau laki-laki. Sikep itu sikep rabi. Laki-laki sedunia kan sama kawin semuanya. Benar, kan? Padahal itu lambang yang nyata, begitu lho.. Jadi kalau kita bilang ”Yang butuh makan bukan sedulur Sikep saja..” Lho, semua orang ini sikep kok! Semua orang.)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Trus bagaimana pendapat anak cucu Mbah Tarno sendiri terkait dengan rencana pembangunan pabrik semen ini?<br /><br />Pancen ora setuju banget… Dadi Jawa Tengah kene iki nek digawe pabrik semen… Aku ora oleh! kabeh anak putuku… Bener iki? Setujuu..?? Ora oleh! Sak Jawa Tengah… Ora keno digawe… Gak keno! Iki langsung yo, dulur? Hei, dungokno kabeh! Dadi anak putuku yo setuju banget, nek iki ditolak, ojo gawe pabrik semen nong Jawa Tengah. Ora cik mung sak kabupaten Pati thok, sak Jawa Tengah! Yo, kabeh!<br /><br />(Memang sangat tidak setuju... Jadi kalau Jawa Tengah ini dibuat pabrik semen ... Aku tidak boleh! Semua anak cucuku... Benar ini? Setujuu..?? (Sambil Mbah Tarno menengok ke kiri dan kanan, menanyakan langsung ke sedulur-sedulur, anak cucunya semua) Tidak boleh! Se- Jawa Tengah .. tidak boleh dibuat... Tidak boleh! Ini langsung ya, saudara? Hey, dengarkan semuanya! Jadi anak cucuku ya sangat setuju kalau ini ditolak, jangan buat pabrik semen di Jawa Tengah. Tidak hanya di Kabupaten Pati saja, tapi se- Jawa Tengah! Ya, semua!)<br /><br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Kira-kira apa dampak terhadap masyarakat dan sedulur Sikep nantinya bila pabrik semen tersebut dibangun?<br /><br />Nek kaitane Gunung Kendeng iki pekoro banyu, sumber piro wae kuwi digunakake kanggo pertaniane dulur Sikep kabeh yo kaum tani kabeh. Sing nong Kudus, Pati lan liya-liyane mbutuhno banyu ko kono kabeh. Mongko nek musim ketigo iku, banyu nggo ngombe wae kurang. Wayahe September ora ono banyune mbeke diduduk jerone ora karu-karuan kuwi. Mulane tak penging ganggu. Nek walikan nandur iku nganggo banyu sing ditakdirno soko banyu Gunung Kendeng kuwi. Iki wae nek gak diatur nek ora gentenan kuwi ora nyukupi kok. Mulane aku tak penging gawe ning Jawa Tengah.<br /><br />(Kalau hubungan dengan Gunung Kendeng ini masalah air, sumber yang banyak jumlahnya itu digunakan buat pertanian sedulur Sikep dan kaum tani semua. Yang di Kudus, Pati dan lainnya membutuhkan air dari situ semua. Padahal kalau musim kemarau itu, air buat minum aja kurang. Bulan September tidak ada airnya walaupun tanahnya sudah digali sedemikian dalam. Makanya itu aku cegah agar jangan diganggu. Kalau waktu tanam kedua memakai air yang ditakdirkan dari Gunung Kendeng itu. Itu saja kalau tidak diatur dan kalau tidak gantian tidak nyukupi kok. Maka dari itu aku larang buat di Jawa Tengah.)<br /><br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Apa hal tersebut adalah suatu rencana bentuk penjajahan baru?<br /><br />Iku coro mbiyen le.. ndek jaman Presiden Soekarno... yo kapitalis utowo imperialis, yo klub dagang. Kabeh-kabeh wong ape dijatuhno wong rak yo dho moh ta? Tah dho gelem? Ngono lho. Lha iyo. Ning nek kowe dielek-elek wong yo seneng tah ora? Tunggale meh ngono.<br /><br />(Itu cara dahulu, nak... ketika jaman Presiden Soekarno... ya kapitalis atau imperialis, yaitu kelompok dagang. Semua orang akan dijatuhkan/dikalahkan, orang-orang tidak mau, kan? Apa sama mau? Gitu lho... Lha iya.. Tapi kalau kamu dijelek-jelekkan orang senang apa tidak? Itu hampir sama dengan sekarang.)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Bagaimana Mbah Tarno sebagai sedulur Sikep melihat hal ini?<br /><br />Wong ngantek ditrapi dino. Legi kok ning etan arane piye? Pahing kidul, Pon kulon, Wage lor. Mongko” lor” kuwi opo sing wis dieler maune yo ojo diowah-owah. Mergo iki bakal dienggoni sing nong tengah. Mulane Kliwon nggone nong tengah. Ojo dho kliwat le nindakno.. Sekabehe opo wae ki ojo ngasi dho kliwat. Dadi supoyo petitis le ngiseni kuwi lho.. Ning tengah... Dho kroso po ra ngono kuwi?<br /><br />(Orang sampai diberi pelajaran tentang hari. “Legi” kok di Timur gimana maksudnya? “Pahing” di Selatan, “Pon” di Barat, “Wage” di Utara. Padahal “Utara” itu artinya apa yang telah dibentangkan sebelumnya jangan diubah-ubah. Karena ini akan ditempati yang di tengah. Itu sebab Kliwon ada di tengah. Jangan kebablasan kalau melakukan sesuatu hal. Segala sesuatunya jangan sampai keterlaluan. Jadi supaya tepat mengisi itu lho.. Di tengah. Sama merasakan apa tidak semua itu?)<br /><br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Bagaimana pandangan Mbah Tarno melihat perjuangan rakyat seperti juga yang dilakukan warga dan para aktifis saat ini?<br /><br />Nah, yo ngene iki.. Mulo iki ngene lho.. Lha iyo, iki mongko nek Pabrik Semen kuwi.. anggepku lho... Sing tak pikir iki, awake sing dho ngaku pejuang. Sing diperjuangi iku opo? kok ono kapitalis... Nek aku ngarani iki kapitalis. Lho kok dho dijarno iku... Dadi iki ono kapitalis sing gawe pabrik Semen. Lak bener yo, wo? Iyo, iku anggepku. Mulo dulurku sing ngaku pejuang, kuwi sing diperjuangi opo??<br /><br />(Nah, ya begini ini.... Maka dari itu begini lho... Lha iya, padahal ini kalau Pabrik Semen itu... menurutku lho.. Yang saya pikir ini, kita yang mengaku pejuang, yang diperjuangkan itu apa? Kok ada kapitalis... Kalau aku bilang ini kapitalis. Lho kok sama dibiarkan itu.. Jadi ini ada kapitalis yang membuat pabrik Semen. Benar, kan? Iya, itu menurutku. Maka saudaraku yang mengaku pejuang, itu yang diperjuangkan apa??)<br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Ada masukan yang diberikan kepada pemerintah?<br /><br />Wong ratu yo nduwe kliru kok, opo meneh iku lagek Presiden opo Gubernur. Ojo dho kemendel. Kemendhel tanpo njanur, wong kendel bakal kepetel.<br /><br />(Raja aja punya kekeliruan kok, apa lagi itu hanya Presiden atau Gubernur. Jangan terlalu berani. Orang berani tanpa arah dan patokan akan kepetel (terjebak dalam kubangan lumpur))<br /><br /><br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><span> --------------------------</span><wbr>----------------<br /><br />Untuk informasi lebih lanjut tentang Gerakan Tolak Semen Gresik hubungi:<br /><br />JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng)</div><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=2106081&op=1&view=all&subj=58155972535&aid=-1&auser=0&oid=58155972535&id=645109458"><br /></a></div>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-23165952401445017122009-08-21T14:01:00.001-07:002009-08-21T14:01:19.520-07:00Senjata Gabah<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td class="cattitle"><a rel="bookmark" href="http://lidahtani.multiply.com/journal/item/11/Protes_Keras_Terhadap_Pembunuhan_Rakyat_Desa_Sekitar_Hutan_Oleh_Perum_Perhutani"><br /></a></td><td class="itemsubsub"><br /></td></tr></tbody></table><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><br /><span style="font-weight: bold;">PROTES KERAS TERHADAP PEMBUNUHAN RAKYAT DESA SEKITAR HUTAN OLEH</span><span style="text-decoration: underline; font-weight: bold;"> </span><span style="font-weight: bold;">PERUM PERHUTANI</span><br /><br /><br />Yaimin, mati ditembak aparat keamanan hutan di hutan jati Perhutani KPH Madiun Selasa kemarin (6 Mei 2008). Di dada Yaimin bersarang 4 peluru. Yaimin diduga mencuri kayu bersama rekan-rekannya. Warga membantah Yaimin bergerombol di hutan, Yaimin hanya sendirian, menurut mereka.<br /><br />Empat peluru! Untuk Yaimin seorang diri.<br /><br />Belum genap 2 minggu berselang, tanggal 23 April 2008 tiga orang pencari kayu ditembak di hutan jati Perhutani KPH Bojonegoro. Dua tewas, satu orang kini dalam kondisi kritis.<br /><br />Keamanan hutan tentu saja hal yang dirisaukan, dan Perhutani pun kemudian menggembar-gemborkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebagai salah satu langkah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pengamanan hutan. Bersama Masyarakat? Bukankah para penjajah telah silih berganti mengelola hutan bersama masyarakat? Mereka yang mengeruk hasil panen kayunya, masyarakat yang bersusah payah menanam dan memelihara pohonnya selama puluhan bahkan ratusan tahun.<br /><br />Bukankah Perhutani sudah selama ini mengelola hutan bersama masyarakat? Perhutani yang menembak dalam rangka pengamanan hutan, masyarakat yang menjadi korban; juga dalam rangka yang sama.<br /><br />Sedikit yang tahu bahwa Cipto, korban tewas dalam penembakan di KPH Bojonegoro baru-baru ini, adalah anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan; sebuah lembaga yang didirikan untuk bekerjasama dengan Perhutani dalam kerangka PHBM.<br /><br />Kematian! Bagi rakyat kecil pencari kayu yang telah bergiat dalam PHBM.<br /><br />Belum kering tanah kubur mereka, Administratur KPH Bojonegoro berencana menaikkan pangkat kepada pelaku penembakan. “Ketujuh polisi hutan tersebut telah berjasa mengamankan hutan,” katanya. Tak kurang Menteri Kehutanan M. S. Kaban mengirim SMS yang mendukung Administratur KPH Bojonegoro.<br /><br />Kenaikan pangkat! Untuk pembunuh rakyat.<br /><br />Kami muak dengan kekerasan yang dilakukan oleh Perum Perhutani dan aparat pengamanan hutan. Yang dengan arogan, atas nama keamanan asset negara, tega menganiaya, menembak, dan membunuh rakyat desa sekitar hutan. Mereka yang miskin dan terdesak. Sejak tahun 1998 kami mencatat setidaknya telah jatuh 100 korban!<br /><br />100 korban! Demi keamanan hutan yang dirampas dari para korbannya sendiri.<br /><br />Seratus korban, 31 nyawa melayang, 69 luka-luka dianiaya atau ditembak aparat keamanan hutan. Agar Perum Perhutani, perusahaan pengelola hutan dapat dengan tenang menciptakan keuntungan tiap tahunnya? Hutan bukan milik perusahaan. Bukan milik Perhutani. Hutan adalah milik rakyat. Adalah milik rakyat yang telah ratusan tahun dirampas oleh penjajah dan belum pernah dikembalikan.<br /><br />Kami menuntut agar keadilan ditegakkan. Pelaku pembunuhan dan pelanggaran HAM diusut, diadili, dan dijatuhi hukuman yang setimpal.<br /><br />Kami menuntut kepada semua pihak agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan melucuti senjata api dari sistem pengamanan hutan.<br /><br />Kami menuntut agar hutan yang selama ini dikelola Perum Perhutani dikembalikan kepada rakyat agar dikelola dengan lebih baik.<br /><br />Kami menyerukan kepada semua organisasi tani, serikat tani, kelompok tani, organisasi masyarakat agar menghentikan segala bentuk kerja sama dengan Perum Perhutani.<br /><br />Hari ini juga!<br /><br />Jangan tunggu korban ke-101!<br /><br />Lidah Tani<br />Blora<br />lidahtani@gmail.com<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">SAME OLD STORY!</span><br /></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:10"><div class="itemboxsub"><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td class="icon" width="24"><br /></td><td class="cattitle"><br /></td><td class="itemsubsub"><br /></td></tr></tbody></table></div><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext">58. Diduga Mencuri Kayu, Yaimin Tewas Diterjang 4 Timah Panas<br /><br /><a href="http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/230433/idkanal/475/idnews/935087/">http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/230433/idkanal/475/idnews/935087/</a><br /><br />Selasa, 06/05/2008 23:04 WIB<br /><br />Waskito Andiyono – DetikSurabaya<br />Madiun - Seorang warga Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun, tersungkur tewas setelah dadanya diterjang 4 timah panas.<br /><br />Warga naas itu bernama Yaimin (40). Informasi yang dikumpulkan, korban yang bersama 4 kawannya diduga sedang melalukan pencurian kayu di hutan petak 48-50 KPH Madiun, Selasa (6/5/2008) pukul 17.00 WIB.<br /><br />Namun naas, saat itu patroli gabungan polisi hutan dan anggota dari Polwil Madiun sedang melintas. Mendengar suara aktivitas penebangan kayu, para petugas itu pun curiga.<br /><br />Setelah mencari sumber suara, ternyata petugas melihat ada 5 orang yang sedang menebang kayu. Melihat aksinya diketahui, 5 orang itu berusaha kabur dari sergapan petugas.<br /><br />Namun naas, salah satu dari mereka harus kehilangan nyawanya setelah seorang anggota polisi Bripka H melepaskan tembakan. Salah satu warga yang tersungkur itu adalah Yaimin, sedangkan 4 rekannya lolos.<br /><br />"Petugas yang patroli memergoki mereka sedang menebang hutan. Dan mereka kabur begitu petugas mendekat," kata Kapolwil Madiun Kombes Tampubolon kepada wartawan di Mapolwil Madiun, Selasa malam. (bdh/gik)<br /><br />58. Penembakan di Hutan Madiun<br />Warga Mengamuk, Rumah Petugas Perhutani Dihujani Batu<br /><br /><a href="http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/231811/idkanal/475/idnews/935089/">http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/231811/idkanal/475/idnews/935089/</a><br /><br />Selasa, 06/05/2008 23:18 WIB<br /><br />Waskito Andiyono - DetikSurabaya<br />Madiun - Tewasnya Yaimin (40) yang ditembak polisi karena diduga kepergok sedang mencuri kayu di hutan, memicu kemarahan warga Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun.<br /><br />Rumah milik Agus, seorang Mantri Hutan RDH Blabakan pun dirusak.<br /><br />Amuk massa itu mengakibatkan rumah Agus rusak berat. 500an warga dengan emosional melempari rumah Agus itu dengan bebatuan.<br /><br />Selain bagian atap, jendela dan seisi rumah berantakan. Infomarsi yang dihimpun, Agus berhasil menyelamatkan diri.<br /><br />Sebelum merusak rumah petugas perhutani itu, massa terlebih dulu mendatangi Mapolsek Mejayan. Mereka meminta pertanggungjawaban atas kematian salah satu warganya.<br /><br />Namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, warga yang sudah emosional itu pun langsung bergerak menuju rumah Agus yang hanya berjarak 200 meter dari mapolsek.<br /><br />Setelah puas merusak, warga pun berangsur-angsur membubarkan diri. Namun mereka akan mengancam akan demo dengan jumlah massa yang lebih besar.<br /><br />Untuk menghindari amuk massa susulan, puluhan polisi menjaga rumah Agus. (bdh/gik)<br /><br /><br />58. Penembakan di Hutan Madiun<br />Diduga Penembak Yaimin, Satu Polisi Diamankan<br /><br /><a href="http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/233428/idkanal/475/idnews/935091/">http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/233428/idkanal/475/idnews/935091/</a><br /><br />Selasa, 06/05/2008 23:34 WIB<br /><br />Waskito Andiyono - DetikSurabaya<br /><br />Madiun - Buntut dari tewasnya Yaimin, seorang warga yang kepergok menebang kayu di hutan, Polwil Madiun menyatakan sudah menahan anggotanya yang diduga melakukan penembakan.<br /><br />Anggota polisi yang menembak yang menyebabkan Yaimin (40) tewas dengan 4 luka tembak adalah Bripka A.<br /><br />"Sekarang sudah diamankan," kata Kapolwil Madiun Kombes Tampubolon kepada wartawan di Mapolwil Madiun, Selasa (6/5/2008) malam.<br /><br />Menurut Tampubolon, penembakan itu terjadi karena korban dan 4 kawannya berusaha melarikan diri saat kepergok petugas gabungan dari Polisi Hutan dan Polwil Madiun sedang menebang pohon di petak 48-50 KPH Madiun.<br /><br />"Petugas saat patroli mendengar ada suara aktivitas penebangan kayu. Saat didekati ada lima orang yang menebang kayu. Petugas memperingatkan, tapi mereka lari," kata Tampubolon.<br /><br />Sedangkan jenazah korban yang berasal dari Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. langsung dibawa ke RSU Dr Sudono untuk dilakukan otopsi.<br /><br />"Kita akan lakukan pemeriksaan," janji Tampubolon. (bdh/gik)<br /><br />58. Penembakan di Hutan Madiun<br />Ratusan Warga dan Kapolres Sambut Jenazah Yaimin<br /><br /><a href="http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/07/tts/042107/idkanal/475/idnews/935115/">http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/07/tts/042107/idkanal/475/idnews/935115/</a><br /><br />Rabu, 07/05/2008 04:21 WIB<br /><br />Waskito Andiyono - DetikSurabaya<br />Madiun - Kedatangan jenazah Yaimin (40) yang diduga ditembak polisi Polwil Madiun karena kepergok sedang menebang kayu di hutan Jati disambut isak tangis.<br /><br />Ratusan warga RT 07 RW 02 Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun yang memenuhi rumah duka tak mampu menutupi kesedihannya.<br /><br />Supartin (35), istri korban tak kuasa menahan tangis saat jenazah suaminya diturunkan dari mobil ambulan. Dia langsung jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah kerabat yang kebetulan lokasinya bersebelahan dengan rumahnya.<br /><br />Selain meninggalkan seorang istri Yaimin juga meninggalkan seorang putra yang baru berusia 4 tahun.<br /><br />Jenazah korban tiba di rumah duka dini hari ini Rabu (7/5/2008) sekitar pukul 01.15 WIB setelah dilakukan otopsi di RSU Dr Sudono Madiun sejak pukul 18.00 Selasa (6/5/2008).<br /><br />Kapolres Madiun AKBP Andy Hartoyo yang didampingi para perwira Polresta Madiun turut menyambut kedatangan jenazah.<br /><br />Sebelum meninggalkan rumah duka, Kapolres berjanji akan mengusut tuntas kasus penembakan ini.<br /><br />"Siapapun pelakunya kita akan tindak sesuai dengn hukum. Dan saya mohon keluarga tabah dan sabar atas musibah ini," katanya.<br /><br />Yaimin tewas setelah dadanya diterjang 4 timah panas. Informasi yang dikumpulkan, korban yang bersama 4 kawannya diduga sedang melakukan pencurian kayu di hutan jati petak 48-50 KPH Madiun, Selasa (6/5/2008) pukul 17.00 WIB.<br /><br />Namun naas, saat itu patroli gabungan polisi hutan dan anggota dari Polwil Madiun sedang melintas. Mendengar suara aktivitas penebangan kayu, para petugas itu pun curiga.<br /><br />Setelah mencari sumber suara, ternyata petugas melihat ada 5 orang yang sedang menebang kayu. Melihat aksinya diketahui, 5 orang itu berusaha kabur dari sergapan petugas.<br /><br />Namun naas, salah satu dari mereka harus kehilangan nyawanya setelah seorang anggota polisi Bripka H melepaskan tembakan. Salah satu warga yang tersungkur itu adalah Yaimin, sedangkan 4 rekannya lolos. (gik/gik)<br /><br /><br /><br /></div></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:9"><div class="itemboxsub"><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td class="icon" width="24"><br /></td><td class="cattitle"><br /></td><td class="itemsubsub"><br /></td></tr></tbody></table></div><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext">57. Dua Pembalak Tertembak di Bojonegoro<br /><a href="http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.04.23.21590989&channel=1&mn=2&idx=4">http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.04.23.21590989&channel=1&mn=2&idx=4</a><br />Kompas Rabu, 23 April 2008 | 21:59 WIB<br />BOJONEGORO, RABU- Dua orang tewas seketika dan satu orang lagi luka serius akibat tertembak senjata yang digunakan petugas Polisi Hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro, Jawa Timur. Kedua korban tewas adalah Bambang (28), warga Desa Babad, dan Sucipto (28), warga Desa Pejok; keduanya di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro.<br />Sedangkan korban luka adalah Budiono (24) dari Desa Babat, Kecamatan Kedungadem. Ia mengalami luka berat akibat terserempet peluru pada leher hingga tembus di muka bagian depan.<br />Penembakan itu terjadi pada Rabu (23/4) siang di kawasan hutan jati Desa Ndrenges, Kecamatan Sugihwaras, ketika korban dan puluhan orang lainnya sedang melakukan pembalakan di wilayah KPH Bojonegoro. Hingga malam ini kedua jenazah masih diautopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Kerabat dan keluarganya juga masih menunggui jenazah itu selesai diautopsi.<br />"Kejadiannya bagaimana, sekarang masih diusut Polres Bojonegoro," kata Kepala Kepolisian Sektor Kedungadem, Ajun Komisaris Sunarmin yang ditenui di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo.<br />Ditemui secara terpisah, Kepala Polsek Sugihwaras Ajun Komisaris Boel Hutasoit, mengaku belum tahu persis kronologis kejadian tertembaknya dua warga di Kedungadem itu. Akan tetapi, katanya, kedua korban tertembak senjata api Polhut KPH Bojonegoro.<br />Puluhan orang<br />Menurut keterangan, siang itu sejumlah polisi hutan sedang berpatroli di kawasan hutan jati di petak 30 dengan berjalan kaki menuju petak 18, sambil membawa senjata serbu jenis MP 1 A 1 buatan Pindad Bandung. Di perjalanan, dia mendengar ada sejumlah pohon roboh.<br />Dari lokasi petak 18 yang lokasinya di ketinggian, polisi mereka melihat ada sekitar 30 orang sedang menebang pohon jati. Para polisi hutan itu kemudian berusaha menghalau para pembalak dengan melepaskan tembakan peringatan ke udara.<br />Mendengar tembakan, seorang pembalak berteriak dan meminta rekan-rekannya berkumpul untuk menyerbu petugas sambil melempari batu, sehingga terjadilah aksi penembakan dengan jatuhnya dua orang tewas dan seorang lainnya luka tembak.<br />Akan tetapi, seperti dikatakan polisi setempat, sampai sejauh ini informasi mengenai kronologi penembakan masih dalam penyelidikan. (ANT)<br />57. Polisi Hutan Tembak Mati Pencari Kayu,<br /><a href="http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=42808&Itemid=149">http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=42808&Itemid=149</a><br />Surya Thursday, 24 April 2008<br />Bojonegoro - Surya-Nasib nahas dialami tiga warga Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, Rabu (23/4) siang. Ketiganya tertembak peluru senapan Polisi Hutan (Polhut) saat bersama 30-an orang mencari kayu di Alas Jati Sekidang, Desa Bareng, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro. Akibat tembakan oknum Polhut bernama Supriyanto, dua warga tewas seketika, dan seorang lagi kritis. Korban tewas adalah Bambang Sutedjo, 28, warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem; dan Cipto, 33, warga Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem.<br /><br />Sedangkan Suprayitno alias Yudono, 40, warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, luka tembak di pelipis kanan. Saat ini Suprayitno tergolek kritis di RS Aisyiyah Muhammadiyah Bojonegoro.<br /><br />Informasi yang dihimpun menyebutkan, Rabu pagi itu tiga korban bersama 30-an temannya berangkat ke Alas Jati Sekidang untuk mencari kayu. Menurut warga, kegiatan Bambang dan rekan-rekannya itu rutin dilakukan setiap hari. Namun, saat Bambang dan teman-temannya makan siang di tengah hutan, tiba-tiba ditembaki oleh Polhut setempat.<br /><br />Begitu mendengar suara tembakan dan ada yang tewas, warga sekitar geger. Sejumlah aparat kepolisian langsung turun ke TKP untuk mengantisipasi amarah warga.<br /><br />Dua jenazah korban tewas dievakuasi ke RSUD dr Sosodoro Djatiekoesoemo untuk diotopsi. Rabu petang, perwakilan tim dokter, dr Soepadjar mengatakan, bahwa di kepala Bambang Sutedjo terdapat lubang selebar 2 cm yang berada di bawah telinga hingga tembus di sebelah kanan hidungnya. Bambang tertembak dari belakang. Ia meninggal karena pembuluh darahnya pecah dan tulang tengkorak belakang pecah.<br /><br />Kondisi Cipto lebih mengenaskan. Peluru menembus dari depan dahi hingga tengkorak belakang. Akibatnya, peluru menembus otak dan beberapa pembuluh darahnya pecah. Lubang di dahi Cipto selebar 2 cm, sedang lubang di tengkorak belakang selebar 3 cm.<br /><br />Dugaan awal Polhut sebagai pelaku penembakan kemudian diakui Administratur (ADM) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono. Menurut Harmono, saat kejadian, Polhut yang berada di RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, adalah Polhut Supriyanto yang menjabat Manteri Hutan Bareng.<br /><br />Rabu pukul 18.00 WIB, diantarkan Harmono, Polhut Supriyanto, 33, menyerahkan diri ke Mapolres Bojonegoro bersama teman-temannya. Tersangka bersama enam temannya diperiksa intensif. Kepada penyidik, tersangka mengaku terpaksa melakukan penembakan karena dalam posisi tertekan dan terancam.<br />“Kami telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Kapolres Bojonegoro AKBP Agus Syariful Hidayat.<br /><br />Kata Agus, tersangka mengakui ia menembak kerumunan pencuri kayu yang melemparinya batu. Ia mengaku hanya membela diri. Penyidik akan memanggil sekitar 30 warga yang diduga melakukan penebangan hutan di kawasan RPH Sekidang.<br /><br />ADM Perhutani KPH Bojonegoro Harmono menegaskan, yang dilakukan anak buahnya adalah pembelaan diri. Penembakan dilakukan saat para petugas Perhutani termasuk Supriyanto, melihat 30-an orang bergerombol di tengah hutan. "Saat didekati, korban Bambang dan gerombolannya malah berteriak sambil melempari batu," kata Harmono.<br /><br />Merasa terancam, Supriyanto memberi tembakan peringatan ke udara. Namun karena tak dihiraukan dan para pencari kayu itu terus melempari petugas dengan batu, Supriyanto panik lalu mengarahkan tembakannya ke arah depan.<br /><br />Di Mapolres, Supriyanto, warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, menceritakan peristiwa yang sangat cepat dan posisi kejadian di tengah hutan dengan medan sedikit miring itu.<br />Supriyanto mengatakan, awal kejadian saat dirinya berpatroli bersama enam rekannya. Kebetulan hanya dirinya yang membawa senapan, karena menjabat sebagai Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng.<br /><br />Sekitar pukul 09.05 WIB, tiba-tiba dari kejahuan ia mendengar suara orang menebang pohon jati menggunakan gergaji dan kapak. Ia mendekat dan melihat sekitar 30 orang menebang pohon. “Awalnya kami hanya mengingatkan agar mereka menghentikan aksinya. Namun tiba-tiba salah satu di antara mereka berteriak mengumpulkan temannya,” kata tersangka.<br /><br />Seketika, sekitar 30 blandong menyerang tujuh polisi hutan menggunakan batu dan kapak. Supriyanto yang membawa senjata api jenis PM1-A1 langsung memberi tembakan peringatan ke udara. “Karena para blandong terus menyerang, terpaksa kami menembak bagian bawah kerumunan orang tersebut,” tegas Supriyanto.<br /><br />Setelah melepas tembakan, beberapa blandong tergeletak dan ia bersama temannya yang lain menyelamatkan diri dengan cara meninggalkan lokasi penembakan. “Kami sungguh-sungguh hanya menjalankan tugas. Kami bingung. Kalau tidak menembak, kami yang akan dibunuh mereka. Sebab, warga membawa kapak dan gergaji,” sambungnya. bjt<br />57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak<br /><a href="http://www.liputan6.com/news/?id=158361&c_id=2">http://www.liputan6.com/news/?id=158361&c_id=2</a><br />Korban penembakan yang terluka.<br /><br />23/04/2008 18:30 Kasus Penembakan<br /><br />Liputan6.com, Bojonegoro: Dua orang pencari kayu hutan di Kecamatan Kedung Adem, Bojonegoro, Jawa Timur, tewas tertembus peluru, belum lama ini. Jenazah Cipto dan Bambang kini masih diotopsi di Rumah Sakit Umum Sosodoro Djatikoesomo, Bojonegoro. Seorang korban lain bernama Yudiono yang tertembus peluru di leher kondisinya kritis dan kini dirawat di RS Muhammadiyah.<br /><br />Menurut keterangan saksi, insiden itu terjadi saat korban sedang istirahat makan setelah lelah mencari kayu bakar. Tiba-tiba terdengar suara letusan. Belum jelas pihak yang melakukan penembakan. Warga menduga peluru itu berasal dari senjata polisi hutan yang tengah bertugas. Namun, pihak Perhutani Bojonegoro sampai saat ini belum bersedia memberikan keterangan resmi mengenai insiden tersebut.(ADO/Mohammad Khodim)<br /><br />57. Penembakan Dua Pencari Kayu<br />Tertembak dari Belakang, Tengkorak Bambang Pecah<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/290db70122024b966676c5ca55e67d21&newsid=40323">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/290db70122024b966676c5ca55e67d21&newsid=40323</a><br />Rabu, 23/04/2008 20:00 WIB<br />Reporter: Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Setelah menerima dua jenazah korban penembakan, tim dokter RSUD dr Sosodoro Djatiekoesumo langsung melakukan otopsi. Hasilnya baru diketahui sore tadi, Rabu (23/4/2008) pukul 17.00 WIB.<br /><br />Perwakilan tim dokter, dr Soepadjar, kepada beritajatim.com mengatakan, bahwa di kepala Bambang Sutedjo (28) warga Desa Babat Kidul, Kecamatan Kedungadem, terdapat lubang selebar 2 cm yang berada di bawah telinga hingga tembus di sebelah kanan hidungnya.<br /><br />Bambang tertembak dari belakang dengan sudut kemiringan sampai 46 persen. Ia meninggal disebabkan pembuluh darahnya pecah dan tulang tengkorak belakang pecah.<br /><br />Sementara itu kondisi Cipto (33) warga Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, tewas, lebih mengenaskan. Sebab, peluru menembus dari depan dahinya hingga ke tengkorak belakangnya. Akibatnya, peluru menembus otak dan beberapa pembuluh darahnya pecah.<br /><br />"Korban yang satu ini lebih banyak pendarahannya dibandingkan dengan korban Bambang," kata Soepadjar.<br /><br />Diterangkan, lubang di dahi Cipto selebar 2 cm. Sedangkan lubang di tengkorak belakang lebih lebar 1 cm, yakni 3 cm. Kemungkinan karena kedekatan menembak, sehingga proyektil tidak ada yang tersisa di tubuh korban. Peluru lolos begitu saja menembus kepala korban.(dul/bj0)<br /><br />57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak<br />Dewan Minta Polisi Periksa Atasan Tersangka<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/beeb6c4c36641f6c141372fb4410d558&newsid=40349">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/beeb6c4c36641f6c141372fb4410d558&newsid=40349</a><br />Kamis, 24/04/2008 14:00 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - DPRD Kabupaten Bojonegoro meminta seluruh orang atau lembaga yang terlibat dalam kaasus insiden penembakan di Alas Jati Kidang harus diperiksa, termasuk atasan tersangka Supriyanto.<br /><br />Hal ini seperti yang dikatakan Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto, SH kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).<br /><br />Menurut Agus, dalam kasus ini polisi diminta harus tegas. Sebab, kasus ini bisa dibilang adalah pelanggaran HAM berat.<br /><br />"Bagaimanapun juga, yang namanya penegak hukum atau penjaga aset negara harus sesuai dengan kewenangannya. Jangan sampai bertindak yang merugikan masyarakat kecil," kata Agus.<br /><br />Ditambahkannya, walaupun tersangka dan pimpinannya yakni Administratur (Adm) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono mengatakan langkah yang diambil tersebut adalah langkah membela diri, tetap tidak dibenarkan secara hukum.<br /><br />Sebab, saat kejadian polisi hutan yang bertugas membawa senjata api, sedangkan korban dan puluhan warga lainnya hanya bersenjatakan kampak dan batu.<br /><br />"Kalau memang terpaksa, seharusnya tindakannya tidak seperti itu," ujarnya.<br /><br />Agus menambahkan, mengenai kasus ini, pihaknya menegaskan akan turut mengawal pengusutan hingga tuntas. jadi, tidak hanya tersangka yang diperiksa polisi. Tapi petugas kepolisian harus juga memperdalam penyidikan hingga atasan tersangka.<br /><br />"Sebab bisa jadi tersangka hanya menjalani tugas jabatannya saja," pungkasnya.[kun]<br /><br />57. Dua Pencari Kayu Tertembak<br />Polres Bojonegoro Tahan Tersangka di Mapolres<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/33bedbbf5f4322acc36ecf15bd34cc57&newsid=40348">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/33bedbbf5f4322acc36ecf15bd34cc57&newsid=40348</a><br />Kamis, 24/04/2008 13:36 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Setelah diperiksa kurang lebih 4 jam sejak pukul 18.30 WIB, Rabu (23/4/2008) malam, penyidik Polres Bojonegoro akhirnya langsung menahan tersangka kasus penembakan warga di Alas Jati Sekidang, Supriyanto di tahanan Mapolres Bojonegoro.<br /><br />Hal ini diungkapkan Kapolres Bojonegoro, AKBP Agus Syariful Hidayat kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).<br /><br />"Saat ini kita masih menahan satu orang tersangka yang membawa senapan yaitu saudara Supriyanto," kata AKBP Agus Syariful Hidayat.<br /><br />Selain menangkap Supriyanto yang saat kejadian membawa senjata, pihak Polres Bojonegoro juga mengamankan barang bukti yang ditemukan di TKP diantaranya senjata api jenis PM 1-A1 yang dipakai tersangka menembak korban, 3 buah gergaji tangan, 3 kampak dan 1 gagang kampak serta 5 buah sandal.<br /><br />Ditambahkan Agus, untuk pengembangan kasus tersebut, pihaknya akan berencana memperiksa 6 saksi lain yang berada di dekat tersangka saat kejadian. Dan keenam saksi tersebut adalah anggota polisi hutan.<br /><br />Tidak hanya itu, penyidik juga akan mencari saksi dari warga yang sampai saat ini identitasnya masih belum diketahui.[kun]<br /><br />57. Pencari Kayu Tertembak<br />Polisi Hutan Akui Tembak Bambang dan Cipto<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/0dd53c8891cc022924207db32a860bb4&newsid=40304">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/0dd53c8891cc022924207db32a860bb4&newsid=40304</a><br />Rabu, 23/04/2008 17:50 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br /><br />Bojonegoro - Kasus penembakan yang menewaskan dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, akhirnya terkuak.<br /><br />Penembakan yang menewaskan dua korban yakni Bambang Sutedjo (28) dan Cipto (33), di duga kuat dilakukan dilakukan oleh Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng, Supriyanto karena diketahui sedang berada di RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng.<br /><br />Hal ini diungkapkan Administratur (Adm) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono bahwa penembakan itu dilakukan saat 10 petugas dari Perhutani yang juga termasuk Supriyanto, melihat 30 orang bergerombol ditengah hutan.<br /><br />"Saat didekati, korban Bambang dan gerombolannya tersebut malah berteriak sambil melempari batu kepada 10 petugas polisi hutan tersebut," kata Harmono saat dikonfirmasi beritajatim.com, Rabu (23/4/2008).<br /><br />Merasa terancam, lanjut Harmono, Supriyanto salah satu polisi hutan yang membawa senapan yang sampai saat ini belum diketahui jenisnya, memberikan tembakan peringatan tiga kali ke udara.<br /><br />Namun seakan tidak menghiraukan tembakan peringatan tersebut, Supriyanto panik dengan mengarahkan tembakannya ke depan untuk mengamankan dirinya yang sembari tadi bersama 10 petugas lainnya dilempari oleh korban dan rekan-rekannya.<br /><br />Sampai saat ini, pihak Perhutani Bojonegoro akan menyelidiki kasus tersebut lebih lanjut. Dan rencananya, pihak Perhutani Bojonegoro akan mengkoordinasikan kasus terkait dengan Kepolisian setempat untuk melihat duduk persoalan yang sebenarnya.[kun]<br /><br />57. Menyerah, Tersangka Penembakan Diperiksa Intensif<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/27cef5e32aec7ca8ff6af886e6dbb7e9&newsid=40326">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/27cef5e32aec7ca8ff6af886e6dbb7e9&newsid=40326</a><br />Rabu, 23/04/2008 23:06 WIB<br />Reporter: Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro � Setelah kembali ke kantor Perhutani KPH Bojonegoro di Jl Imam Bonjol, tersangka penembakan dua warga Kecamatan Kedungadem yang meninggal dunia, Supriyanto (33) menyerahkan diri ke Mapolres Bojonegoro.<br /><br />Tersangka datang ke Polres Bojonegoro, Rabu (23/4/2008) pukul 18.00 WIB, diantarkan Administratur (ADM) KPH Bojonegoro, Harmono, dan beberapa temannya. Selanjutnya, tersangka bersama enam temannya yang lain diperiksa secara intensif oleh penyidik Polres Bojonegoro. Kepada penyidik, tersangka mengakui terpaksa melakukan penembakan, karena dalam posisi tertekan dan jiwanya terancam.<br /><br />Walaupun begitu, sampai saat ini belum diketahui secara lengkap apa hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan teman-temannya yang lain. Kapolres Bojonegoro AKBP Agus Syariful Hidayat saat dikonfirmasi menerangkan, bahwa pelaku sudah diamankan di Mapolres Bojonegoro dan saat ini tengah diperiksa secara intensif.<br /><br />"Kami telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka penembakan yang menyebabkan dua warga Kecamatan Kedungadem meninggal dunia," kata Agus.<br /><br />Mantan Kapolresta Blitar itu menerangkan, tersangka mengakui kalau ia menembak kerumunan pencuri kayu yang melemparinya batu. Ia mengaku hanya membela diri saja. "Kami tidak percaya begitu saja, dan tetap akan memeriksa saksi-saksi lainnya," tegas Kapolres Agus.<br /><br />Diterangkan, setelah selesai memeriksa tersangka Supriyanto, penyidik akan memanggil dan memintai keterangan kurang lebih 30 warga yang diduga melakukan penebangan hutan di kawasan RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng.<br /><br />"Kami belum mengetahui siapa saja yang terlibat dalam masalah ini. Siapa saja yang ada kaitannya, akan kami periksa," sambungnya.(dul/bj0)<br /><br />57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak<br />Kalau Tidak Menembak, Kami Yang Terbunuh<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/</a><br />2008/bulan/04/tgl/24/idnews/335ebb59c2d4bc89cef80c692c9a10b7&newsid=40325<br />Kamis, 24/04/2008 01:05 WIB<br />Reporter: Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro-Serba salah. Itulah yang dirasakan oleh Supriyanto (33) warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, tersangka penembakan yang menewaskan dua warga Kecamatan Kedungadem, Rabu (23/4/2008) pukul 09.05 WIB.<br /><br />Kepada beritajatim.com, tersangka bercerita panjang labar mengenai kejadian yang bisa dibilang sangat cepat. Sebab, posisi kejadian di tengah hutan dengan medan sedikit miring.<br /><br />Supriyanto mengatakan, awal mula kejadian saat dirinya berpatroli bersama enam rekannya yang lain. Kebetulan hanya dirinya yang membawa senapan, karena menjabat sebagai Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng.<br /><br />Mereka bertujuh berangkat Rabu (23/4/2008) pukul 02.00 WIB dini hari. Waktu itu cuaca sangat cerah dan kebetulan sedang terang bulan. Patroli sudah biasa dilakukan mulai dini hari, karena waktu-waktu seperti itu biasanya para blandong (pencuri kayu) tengah beraksi.<br /><br />Tanpa rasa lelah dan takut, ia bersama enam temannya yang lain menyisir hutan jati yang termasuk wilayah RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, Desa Bareng, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro.<br /><br />Matahari mulai bersinar dan posisinya semakin meninggi. Waktu itu kurang lebih sekitar pukul 09.05 WIB. Tiba-tiba dari kejahuan ia mendengar seperti ada suara orang menebang pohon jati menggunakan gergaji dan wadung (kapak). Ia mulai mendekat dan melihat kurang lebih 30 orang sedang beraksi menebang pohon.<br /><br />"Awalnya kami hanya mengingatkan kepada mereka untuk menghentikan aksinya. Namun, tiba-tiba salah satu diantara mereka berteriak mengumpulkan temannya," kata tersangka.<br /><br />Seketika, sebanyak kurang lebih 30 blandong menyerang tujuh polisi hutan itu dengan menggunakan batu dan kapak. Tersentak dengan arogan warga itu, dirinya yang membawa senjata api jenis PM1-A1 dengan amunisi sebanyak 12 butir kaliber 9 mm (senjata buatan pindad untuk standart petugas Perhutani, langsung memberi tembakan peringatan sebanyak lima kali ke udara.<br /><br />"Para blandong tidak gentar dan malah membabi buta menyerang kami. Terpaksa kami menembak bagian bawah kerumunan orang tersebut," tegas Supriyanto sambil menggelengkan kepala mengingat-ingat kejadian.<br /><br />Setelah melepas tembakan, beberapa blandong tergeletak dan ia bersama temannya yang lain menyelamatkan diri dengan cara meninggalkan lokasi penembakan. Sementara itu, dirinya juga melihat warga berkerumun menolong temannya yang tergeletak sambil melarikan diri.<br /><br />"Kami sungguh-sungguh hanya menjalankan tugas saja. Kami bingung. Kalau tidak menembak, kami yang akan dibunuh mereka. Sebab, warga membawa kapak dan gergaji," sambungnya.<br /><br />Selama ini, dirinya berusaha tegas tidak kompromi dengan para blandong. Apapun akan ditempuh untuk menyelamatkan aset negara dari kerusakan. "Saya siap kalau harus dihukum. Biar nanti pengadilan yang akan menentukannya," tegas tersangka sambil menitikan air mata.(dul/bj0)<br /><br />57. Akibat Dua Warga Tewas Tertembak<br />Polres Kirim Pasukan ke Kedungadem<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/51c2b550a38982c5c07ff61c33b4a05a&newsid=40364">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/51c2b550a38982c5c07ff61c33b4a05a&newsid=40364</a><br />Kamis, 24/04/2008 15:32 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Takut terjadi aksi brutal warga dari dua desa di Kecamatan Kedungadem, Polres Bojonegoro mengirimkan puluhan anggota ke sekitar tempat kejadian perkara (TKP) dan tempat umum milik pemerintahan.<br /><br />Hal itu dikatakan Kapolres Bojonegoro, AKBP Agus Syariful Hidayat, kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).<br /><br />Agus mengatakan, pengamanan tersebut dilakukan menyusul adanya informasi sejumlah warga Babad Kidul yang akan mendatangi Mapolsek Kedungadem untuk menuntut pelaku penembakan dihukum seberat-beratnya.<br /><br />"Sejauh ini kondisi di Mapolsek Kedungadem masih relatif aman dan belum ada gesekan sosial," katanya.<br /><br />Mantan Kapolresta Blitar itu menerangkan, petugas tetap akan waspada jika sewaktu-waktu terjadi ancaman mendadak. Selain tempat umum, penjagaan juga dilakukan di rumah-rumah milik para personol polisi hutan (polhut).<br /><br />"Pengamanan itu dilakukkan sewajarnya, karena anggota polhut merupakan warga negara yang membutuhkan perlindungan," sambungnya.<br /><br />Diterangkan, pada saat ini penjagaan tidak ada perlakuan khusus seperti adanya pengamanan pejabat negara.<br /><br />Sementara itu hasil pemeriksaan penyidik di Polres Bojonegoro menegaskan, kalau Supriyanto, Manteri Hutan Bareng bagian Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) KPH Bojonegoro ditetapkan sebagai tersangka sejak tadi malam setelah pemeriksaan dilakukan kepada tersangka.<br /><br />Tersangka kepada penyidik mengatakan, bahwa dirinya bermaksud memberikan tembakan peringatan kepada warga yang berkerumun, tetapi 5 butir peluru kaliber 9 mm yang terdapat pada senapan api yang dibawanya justru mengarah kepada warga.<br /><br />Akibatnya, Bambang dan Cipto, keduanya warga Kecamatan Kedungadem, tewas seketika. Sedangkan 5 dari 30 warga yang ada dilokasi mengalami luka-luka akibat terkena serpihan amunisi.<br /><br />"Saat ini warga yang luka dan dirawat di rumah sakit Aisyah Bojonegoro kondisi sudah membaik dan sebagian telah pulang," terangnya.[dul/kun]<br /><br />57. Pencari Kayu Tertembak<br />Dua Korban Alami Luka Tembus di Pelipis dan Punggung<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/74fde144c79640df7e7ccc94ce993504&newsid=40298">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/74fde144c79640df7e7ccc94ce993504&newsid=40298</a><br />Rabu, 23/04/2008 17:30 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, korban tewas tertembak oknum yang diduga petugas Polisi Hutan (Polhut) setempat, saat ini sedang berada di kamar mayat RSUD. Dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, untuk proses otopsi.<br /><br />Dari pemeriksaan yang telah dilakukan pihak rumah sakit, Bambang Sutedjo (28), warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, mengalami luka tempak di pelipis bagian kanan yaitu dibawah telinga hingga tembus dibagian kanan hidungnya.<br /><br />Sedangkan Cipto (33), warga Desa Pejok Kecamatan Kedungadem, mengalami luka tembak dipelipis kanan dan punggung hingga tembus ke dada.<br /><br />Menurut warga setempat, yakni Mustaji (30), diketahui kedua korban bersama 20 teman-temannya yang lain berangkat ke hutan Alas Jati Sekidang pada pukul 07.00 WIB, Rabu (23/4/2008) pagi tadi.<br /><br />Dan menurutnya, kegiatan Bambang dan rekan-rekannya tersebut cukup rutin dilakukan setiap hari untuk mencari recek atau kayu bakar untuk masak sendiri meskipun ada yang dijual.<br /><br />Namun, dari informasi yang didapatkan Mustaji, saat Bambang dan teman-temannya tersebut sedang makan siang di tengah hutan Alas Jati Sekidang, Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, ditembaki dengan membabi buta oleh orang tidak dikenal yang diduga adalah polisi hutan setempat.<br /><br />Oleh sebab itu, sampai saat ini warga setempat belum mengetahui berapa jumlah korban secara pasti selain dua orang tewas dan satu luka-luka.<br /><br />Sementara warga sendiri saat ini juga menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian setempat.<br /><br />Kapolsek Kedung Adem, IPTU Sunarmin saat dikonfirmasi beritajatim.com, meski kini pihak kepolisian sudah melakukan olah TKP dan mengevakuasi korban ke rumah sakit, namun sampai saat ini pihaknya belum bisa memastikan siapa yang menembak ketiga korban tersebut.<br /><br />"Saya berjanji akan terus mencari siapa pelaku penembakan tersebut. Sampai saat ini, kita sedang melakukan beberapa pemeriksaan terhadap beberapa saksi yang ada," kata IPTU Sunarmin. [kun]<br /><br />57. Tembakan Polhut Tewaskan Dua Warga<br />Para Korban Sekadar Mencari Kayu Bakar<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/f593b9ead8801922f74f0a5329e31486&newsid=40374">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/f593b9ead8801922f74f0a5329e31486&newsid=40374</a><br />Kamis, 24/04/2008 16:56 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Tudingan tersangka penembakan, Supriyanto (33) warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, yang mengatakan bahwa 30 warga yang berkerumun adalah blandong (pencuri kayu jati), dibantah keras oleh saksi dari warga.<br /><br />Hal itu seperti diungkapkan Iswanto (28) warga Dusun Kali Kunci, Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem, kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008), di rumahnya.<br /><br />Iswanto yang sampai saat ini masih shock dengan kematian dua rekannya mengatakan, bahwa apa yang dikatakan oleh manteri hutan, Supriyanto, ada tidak benar. Sebab, saat penembakan dirinya bersama 30 orang lainnya sedang makan. "Kami baru saja datang ke petak 17 di hutan jati kawasan RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng," katanya.<br /><br />Waktu itu sekitar pukul 10.00 WIB, dirinya bersama 30 temannya yang lain duduk-duduk santai sambil menyantap bungkusan nasi yang dibawa dari rumah.<br /><br />"Kami belum sempat mencari kayu bakar (rencek). Sebab, setelah perjalanan jauh, kami makan nasi bungkus beramai-ramai terlebih dahulu," terangnya.<br /><br />Belum sempat menghabiskan nasi bungkus, tiba-tiba datang polhut yang sedang patroli. Dirinya bersama teman yang lain diam saja.<br /><br />Namun, tiba-tiba ada suara tembakan yang membuat ia dan para pencari rencek lainnya semburat.<br /><br />"Kami tidak mengetahui, berapa orang polhut yang datang dan menembak," sambungnya.<br /><br />Setelah menembaki kerumunan warga yang sedang makan, selanjutnya para pengaman hutan itu melarikan diri. Ia melihat tiga temannya sedang tergeletak, dua diantaranya sudah tidak bernyawa lagi.<br /><br />"Kami membawa korban pulang dan kami tidak melihat para penembak itu berada di tempat. Perlakuan polhut itu sungguh tidak manusiawi," lanjut saksi mata.<br /><br />Hal senada juga dikatakan Edi Supangat. Menurutnya, apa yang dikatakan tersangka terkait dengan bentrok dan pelemparan batu oleh warga, semuanya tidak terjadi. Sebab, waktu itu semuanya sedang lahap makan.<br /><br />"Mereka menembak dari jarak dekat, kurang lebih tiga meter. Polisi tersebut juga tidak memberikan tembakan peringatan," lanjutnya.<br /><br />Yang disayangkan lagi, korban meninggal Cipto adalah anggota LMDH Jati Kunci, yang tak lain adalah rekanan pemeliharaan hutan milik Perhutani.<br /><br />"Kami mengutuk perbuatan biadap itu dan meminta polisi mengusut tuntas sampai dengan atasan mereka," katanya.[dul/kun]<br /><br />57. Pencari Kayu Tertembak<br />Keluarga Korban Minta Pelaku Dihukum Seberat-Beratnya<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/4614ebe3b424d6d3ed9d84d0f366598d&newsid=40312">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/4614ebe3b424d6d3ed9d84d0f366598d&newsid=40312</a><br />Rabu, 23/04/2008 20:19 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro - Pukulan telak menerpa keluarga korban yang tewas tertembak di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, Kabupaten Bojonegoro oleh Polisi Hutan setempat, Rabu (23/4/2008).<br /><br />Salah satunya adalah keluarga Cipto (33), korban tewas asal warga Desa Pejok Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro.<br /><br />Sebab menurut ayah Cipto, Tarpi (56), korban adalah tulang punggung keluarganya. Terutama satu anak dan istrinya yang ditinggalkan.<br /><br />Selama ini, dikatakan Tarpi, anaknya memang sering mencari kayu bakar dihutan. Namun bukan mencuri kayu jati seperti yang menjadi larangan pemerintah.<br /><br />Dan mengenai tewasnya Cipto, Tarpi menilai tidak ada kemanusiawian yang dilakukan polisi hutan. Oleh sebab itu, rencananya keluarga korban akan menuntut pelaku penembakan.<br /><br />"Pokoknya, yang menembak anak saya harus dihukum seberat-beratnya," kata Tarpi saat menunggui jenazah anaknya di RSUD. Dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro untuk di otopsi sembari terus menangis.<br /><br />Seperti diberitakan sebelumnya, dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, dikabarkan telah tewas tertembak oleh petugas polisi hutan di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras.<br /><br />Kedua korban tewas tersebut adalah Bambang Sutedjo (28) dan Cipto (33). Sedangkan satu korban lainnya mengalami luka-luka.[kun]<br /><br />57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak<br />ADM Perhutani Naikkan Pangkat Penembak Dua Warga<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/21e7b6bc0412d4aaaf4158fdacb1d1ad&newsid=40324">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/21e7b6bc0412d4aaaf4158fdacb1d1ad&newsid=40324</a><br />Rabu, 23/04/2008 20:06 WIB<br />Reporter: Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro-Walaupun anggotanya telah mengakui menembak dua warga Kecamatan Kedungadem hingga meninggal dunia, Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono, mengaku akan memberi reward kepada tujuh polisi hutan (polhut) yang bertugas.<br /><br />Kepada beritajatim.com, Rabu (23/4/2008), Harmono mengatakan, apa yang dilakukan Supriyanto dan kawan-kawannya adalah demi kelestarian hutan dan menjaga aset negara. Jadi, sudah selayaknya mereka dihargai dan diberi imbalan jasa.<br /><br />"Rencananya dalam waktu dekat, mereka akan kami naikkan pangkat satu tingkat sesuai golongan mereka. Karena, ketujuh polhut itu sudah berjasa mengamankan hutan," terangnya.<br /><br />Mengenai Supriyanto, dirinya akan memberi apresiasi khusus. Karena, selain menjadi Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng, RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, yang bersangkutan juga dikenal sangat tegas dalam melaksanakan tugas.<br /><br />"Kami juga akan mengawal perlindungan hukum mereka dan akan terus melakukan pendampingan," katanya.<br /><br />Ditanya mengenai keberadaan kasus yang menggegerkan masyarakat sekitar hutan itu, Harmono menegaskan, bahwa semua telah dilaporkan ke beberapa pihak, termasuk Bupati Bojonegoro, Drs Suyoto dan Kapolwil Bojonegoro, Kombes Pol Bambang Suryo Wardjoko.<br /><br />"Inti laporan kami terkait dengan penyebab kejadian itu berlangsung. Kalau tidak menembak, maka polhut tersebut yang akan dibantai oleh para blandong," terangnya. Kenapa ia berani menyebut blandong ? Alasan kuat adalah ditemukannya beberapa barang bukti, seperti kayu hasil tebangan yang masih di tempat kejadian perkara (TKP), 3 gergaji tangan, tiga buah wadung (kapak), 1 buah gagang wadung dan lima sandal milik warga.<br /><br />"Kami tidak akan segan-segan melawan para blandong. Sebab, mereka yang selama ini merusak hutan," lanjut Harmono.(dul/bj0)<br /><br />57. Dua Pencari Kayu Tertembak<br />ADM Perhutani Bojonegoro di-SMS Menhut<br /><a href="http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/001f35b87b35111bcaf1087426d2884e&newsid=40372">http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/001f35b87b35111bcaf1087426d2884e&newsid=40372</a><br />Kamis, 24/04/2008 16:31 WIB<br />Reporter : Abdul Qohar<br /><br />Bojonegoro- Penembakan yang dilakukan oknum polisi hutan (Polhut) Perhutani KPH Bojonegoro, Selasa (23/4/2008) kemarin, cepat menyebar melalui media massa.<br /><br />Terbukti, Menteri Kehutanan (Menhut) MS Ka'ban langsung mengirim short message service (SMS) ke Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono.<br /><br />Isi SMS antara lain, memberikan dukungan moral kepada anggota Polhut yang bertugas menyelamatkan aset negara.<br /><br />Hal itu dikatakan Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono, kepada beritajatim.com, kamis (24/4/2008).<br /><br />Harmono menerangkan, Menhut menyatakan bangga masih ada anggota yang dengan tegas menindak siapa saja warga yang merusak hutan.<br /><br />"Menhut juga meminta anggota yang berjasa diberikan reward, agar bisa meningkatkan kinerja untuk personil lainnya," tegasnya.<br /><br />Ditanya mengenai kelanjutan kasus penembakan oleh anggota polhut, Harmono menegaskan, sebenarnya anggota polhut tersebut tidak bisa dikenakan pasal pidana. Sebab, ada dalam KUHP yang menerangkan bahwa, penyelamat aset negera tidak bisa dijahui hukuman pidana atau penjara.<br /><br />"Ya, semua itu kami serahkan kepada kepolisian yang sedang menangani kasus ini," katanya.<br /><br />Diterangkan, hari ini rencananya barang bukti tambahan berupa 10 batang kayu jati yang diduga hasil penebangan liar akan dibawa ke penyidik Polres Bojonegoro.[dul/kun]<br /><br /><br /><br /></div></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:7"><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><br /><div class="smJudul"> <h2>Pencuri Tewas Ditembak Rumah Perhutani Dibakar</h2> </div> <div class="smIsi"><p id="mulai"><b>GROBOGAN</b> - Sagimin (29), warga Towo, Desa Denanyar, Sragen, Sabtu (16/4) tewas ditembak petugas patroli KRPH Dayu KPH Gundih di hutan jati petak 89 Desa Karanganyar Geyer, Grobogan. Sebab, korban diduga sedang mencuri kayu jati di petak itu.</p> <p> Akibat penembakan itu, massa yang diduga teman-teman korban marah, lalu membakar dua unit rumah dinas petugas Perhutani. Massa juga membakar sebuah mobil <i>selepan</i> dan merusak satu unit rumah yang juga milik petugas Perhutani itu. Sampai sore kemarin petugas Dalmas Polres Grobogan dan aparat Polsek Gundih masih disiagakan di tempat kejadian. </p> <p>Keterangan yang diperoleh menyebutkan, kejadian itu bermula ketika petugas Polhut Perum Perhutani KPH Gundih sedang berpatroli di KRPH Dayu, Desa Karanganyar, Kecamatan Geyer. Sekitar pukul 00.15, mereka mendengar bunyi pohon ditebang di petak 89. Petugas pun melakukan pengintaian. </p> <p>Tak lama kemudian, mereka melihat enam orang yang sedang memikul kayu. Tiba-tiba seorang dari enam kawanan pencuri tersebut mendekat ke petugas dan mengarahkan lampu senter. </p> <p>Untuk berjaga-jaga dari hal yang tak diinginkan, pelaku diperingatkan dengan tembakan yang diarahkan ke atas. Namun, korban berusaha melawan dengan kampak.</p> <p> Petugas pun kemudian menembak paha kanan pelaku. Dia terus melawan hingga akhirnya petugas menembak tangannya. Upaya itu pun tak menghentikan langkah pelaku, sehingga petugas menembak dadanya.</p> <p> Tersangka yang luka tembak langsung dilarikan petugas ke RS Yakkum Purwodadi. Namun tak lama kemudian meninggal dunia.</p> <p> Sekitar pukul 18.00 tiba-tiba sejumlah orang bergerak menuju ke Dusun Dayu. Mereka langsung melakukan pembakaran rumah petugas. Warga setempat yang mengetahui kejadian itu tidak ada yang berani untuk menghentikannya, karena massa membawa senjata tajam.</p> <p> Administratur Perum Perhutani Gundih Ir Jicky Soeprajitno mengatakan, penembakan bermula ketika ada pencuri kayu yang nekat menyerang petugas meski sudah diperingatkan. </p> <p>''Pencurinya enam orang, saat diberi peringatan mereka lari. Namun, seorang di antaranya berusaha melawan. Petugas kami lalu mengeluarkan tujuh tembakan, empat ditembakkan ke udara dan tiga diarahkan ke tubuhnya,'' kata Jicky.</p> <p> Lebih lanjut dia mengatakan, para pelaku diperkirakan berasal dari wilayah Sragen yang berada di daerah perbatasan. </p> <p>Ditanya soal pembakaran tersebut, dia mengatakan, itu terkait dengan emosi massa. Padahal sebelumnya, baik keluarga, kepala desa, maupun pamong desa sudah menerimanya dengan baik dan tidak ada masalah.</p> <p> ''Kami juga menyerahkan bantuan kepada keluarga korban,'' ujarnya. </p> <p>Kapolres Grobogan AKBP Drs Bedjo Sulaksono melalui Kasat Reskrim AKP Widi Atmoko SIK menyatakan masih melakukan penyelidikan.</p> <p> ''Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Sragen,'' ujarnya. Hingga kemarin pihaknya masih melakukan pengamanan di desa setempat. Setidak-tidaknya beberapa personel Dalmas, anggota reserse, dan petugas Polsek Gundih masih disiagakan. (H3-91t) </p> </div><br /></div></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:6"><div class="itemboxsub"><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td class="icon" width="24"><br /></td><td class="cattitle"><br /></td><td class="itemsubsub"><br /></td></tr></tbody></table></div><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><div class="smJudul"><h2>Teridentifikasi, Pencuri Kayu yang Tewas Tertembak</h2> </div> <div class="smIsi"><p id="mulai"><b>KENDAL -</b> Korban tewas akibat terkena tembakan anggota Brimob Kompi I Pekalongan, Bhara (dahulu Bharatu-Red) DH, kemarin telah teridentifikasi. Korban yang diduga kuat salah seorang anggota kawanan pencuri kayu jati di Petak 35D RPH Mangkang, KPH Kendal tersebut adalah Sanusi (25), warga RT 4 RW 5, Dukuh Nolokerten, Desa Nolokerto, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal.</p> <p> Sanusi tewas dengan luka serius di kepalanya akibat terkena sebutir peluru dari senapan serbu AK 200P. Jenazah Sanusi yang berada di kamar mayat RSUD Dokter Soewondo Kendal, pada Jumat (3/12) pagi telah diambil keluarganya untuk dimakamkan di desanya. Identitas korban penembakan diketahui setelah polisi dan aparat Perhutani datang ke beberapa desa yang diperkirakan sebagai tempat tinggal korban. Saat berada di Desa Nolokerto, aparat mendapati seorang warga sedang mencari saudaranya yang kabarnya ikut mencari di hutan. </p> <p>Seperti diberitakan, anggota Brimob Kompi I Pekalongan Bhara DH, Kamis (2/12) sekitar pukul 14.30 menembak seorang yang diduga kuat pencuri kayu jati di Petak 35D. Akibat terkena sebutir peluru yang ditembakkan dari senapan AK 2000P itu, korban tewas seketika di kawasan hutan di wilayah Desa Sumberejo, Kaliwungu. Identitas korban penembakan saat itu belum teridentifikasi.</p> <p> <b>Diserahkan Provos</b></p> <p><b> </b>Peristiwa penembakan berawal ketika aparat gabungan dari Polhutmob Perhutani KPH Kendal bersama Brimob Kompi I Pekalongan berpatroli rutin di kawasan hutan jati RPH Mangkang. Ketika aparat gabungan yang terdiri atas empat anggota Brimob dengan senapan AK 2000P dan dua anggota Polhutmob tiba di petak 35D mendapati lima hingga enam orang sedang memotong beberapa batang kayu jati. Beberapa batang kayu jati yang dipotong menggunakan gergaji manual itu adalah hasil tebangan enam pohon di tempat yang sama.</p> <p> Kedatangan petugas mengejutkan kawanan pencuri kayu. Mereka lari tunggang-langgang menyebar ke segala arah. Mengetahui kawanan pencuri kayu melarikan diri, Bhara DH melepaskan tembakan. Belum diketahui pasti apakah tembakan tersebut sengaja diarahkan ke kawanan pencuri atau tidak. Yang jelas, dari tembakan itu sebutir peluru mengenai bagian kepala seorang pencuri. Kawanan pencuri lainnya dapat melarikan diri.</p> <p> "Hingga hari ini, kami masih memburu kawanan pencuri kayu yang melarikan diri. Jenazah korban tewas, Sanusi, telah diambil keluarganya. Tentang penanganan pelaku penembakan, Bhara DH, kami serahkan sepenuhnya ke provos di kesatuannya. Seusai kejadian, dia kami mintai keterangannya. Beberapa saat kemudian, dia dijemput provos Brimob Kompi I Pekalongan, " papar Kapolres Kendal AKBP Drs H Achmad Syukrani saat dihubungi lewat ponselnya, kemarin.(G15-73j) </p> </div> <hr noshade="noshade" width="600"> </div><div style="clear: both;"><!-- --></div><br /></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:5"><div class="itemboxsub"><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td class="icon" width="24"><br /></td><td class="cattitle"><br /></td><td class="itemsubsub"><br /></td></tr></tbody></table></div><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><div class="smJudul"> <h2>Pencuri Kayu Tewas Tertembak</h2> <ul><li>Penggerebekan oleh Perhutani KPH Mantingan</li></ul> </div> <div class="smIsi"><p id="mulai"><b>BLORA - </b>Tim Pengamanan Swakarsa Perum Perhutani KPH Mantingan, Rembang, Rabu sore lalu sekitar pukul 14.00 menggerebek gerombolan pencuri kayu jati di petak 35, RPH Bedingin, BKPH Kalinanas, KPH Mantingan.</p> <p>Dalam penggerebekan itu seorang pencuri kayu diketahui tewas di tempat kejadian. Diduga, dia terkena tembakan senjata salah seorang petugas Perhutani.</p> <p> Korban itu bernama Ngadimin (27), warga Desa Ronggokulon, Kecamatan Jaken, Pati. Dia meninggal di tempat kejadian, di tengah hutan jati petak 35. Jenazahnya pada Kamis (16/9) pagi kemarin sekitar pukul 02.50 dibawa ke RSUD Kota Blora untuk dilautopsi.</p> <p> Kapolres Blora AKBP Drs Zainal Arifin Paliwang melalui Kasatreskrim AKP Johan Setiajid SH ketika dimintai konfirmasi membenarkan adanya peristiwa itu. Dia mengatakan, hingga kemarin pihaknya masih mengusut peristiwa tersebut. ''Memang benar, dan saat ini kami telah melakukan pengusutan,'' ungkapnya ketika ditemui <i>Suara Merdeka</i>, kemarin.</p> <p> Keterangan yang berhasil dihimpun menyebutkan, peristiwa itu terjadi saat sejumlah anggota tim Pam Swakarsa Perum Perhutani KPH Mantingan melakukan patroli (pengamanan) rutin di kawasan hutan Kalinanas, Blora, Rabu sore sekitar pukul 16.00.</p> <p> <b>Menebang Jati</b></p> <p><b> </b>Saat berpatroli, tim mendengar suara pohon jati ditebang dan langsung menuju ke arah suara tersebut. Saat tiba di lokasi, yakni di hutan petak 35, mereka mendapati belasan pencuri kayu sedang menebang jati. Tidak diketahui pasti, apakah sempat terjadi perlawanan atau tidak, tiba-tiba salah satu petugas melepaskan tembakan dan mengakibatkan Ngadimin jatuh tersungkur, tewas. Seorang tersangka bernama Tuban berhasil ditangkap.</p> <p> Setelah tahu ada seorang pencuri kayu yang terluka dan meninggal, tim patroli segera menginformasikan ke Polsek Japah dan Polres Blora.</p> <p> Mendapat laporan ada pencuri tewas yang diduga tertembak seorang anggota tim patroli hutan, Kasat Reskrim AKP Yohan Setiadjid, Kaur Binops Iptu Subardo, Kapolsek Japah Iptu Slamet Irianto, dan sejumlah anggota meluncur ke tempat kejadian. Polres pun segera mengirim satu satuan setingkat kompi (SSK) ke wilayah Japah.</p> <p> Karena medannya sangat sulit, rombongan Kastreskrim Johan baru tiba di TKP sekitar pukul 21.30. Sementara itu, jenazah Ngadimin yang dibungkus tikar baru sampai di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blora pukul 02.50. </p> <p>Diperoleh keterangan, kemarin sekitar pukul 08.00, tim medis RSUD Blora melakukan autopsi terhadap jenazah Ngadimin. Selanjutnya pihak keluarga membawa pulang ke desanya, Ronggokulon. Ajun Administratur Perum Perhutani KPH Mantingan, Rembang Ir Marsaid ketika dimintai konfirmasi mengatakan, ''Saya belum bisa berkomentar banyak, lagi pusing,'' tandasnya. (ud-15n) </p> </div></div><div style="clear: both;"><!-- --></div><br /></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:4"><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-family:Arial;font-size:85%;" ><b><br /></b></span><span style="font-family:verdana,arial;"><ul><li><b>Yang Terluka Dibawa Lari Penjarah</b></li></ul> <p><b>GROBOGAN </b>- Penjarahan kayu jati kembali terjadi di hutan wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Dorosemi, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bandungsari, Grobogan pukul 02.30 dini hari kemarin. </p> <p>Namun berhasil digagalkan tim perintis dan petugas keamanan hutan dari PT Perhutani. Dalam peristiwa itu, Darsono (25), salah seorang pelaku, tewas terkena tembakan. Seorang pelaku lagi yang belum diketahui identitasnya luka parah di bagian punggung. Namun tak berhasil ditangkap karena orang tersebut dilarikan kawanan penjarah ke arah Pati. </p> <p>Sampai sore kemarin reserse dan tim dari PT Perhutani tengah mengejar pelaku yang belum diketahui identitasnya ke Pati. Petugas dari Polres Grobogan dan Polsek Ngaringan sempat mengejar ke beberapa rumah sakit di Pati. Namun mereka tidak mendapati pasien luka akibat tembakan dirawat di rumah sakit itu. Karena itulah petugas langsung melakukan pengejaran ke beberapa rumah sakit di Kudus, Rembang, Blora, Semarang, dan sekitarnya. Sebab ada kabar pelaku sempat dibawa kabur ke daerah sekitar tempat kejadian, yaitu berada di antara beberapa daerah tersebut. </p> <p>Kejadian itu sempat membuat panik warga Dusun Kembang Kuning, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan. Sebab Darsono (25), warga dusun tersebut yang ikut dalam penjarahan masal dikabarkan hilang. Sebab pukul 08.00 WIB belum didapati pulang. Beberapa warga sempat mencari di hutan RPH Dosoremi. Namun tak ditemukan. </p> <p>Tidak lama setelah itu warga dan keluarga memperoleh kabar, bahwa Darsono tewas akibat terkena tembakan. Karuan saja mereka terkejut. Bahkan pihak keluarga dikabarkan langsung menangis histeris. </p> <p>Bersamaan itu tim Polres dikirim ke tempat kejadian guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang tak diinginkan. Sekaligus membantu petugas keamanan hutan dan Polsek Ngaringan dalam mengamankan situasi hutan sekitar RPH Dorosemi. </p> <p>Polisi mengatakan, sebagian anggota penjarah itu diduga adalah mereka yang beberapa hari sebelumnya gagal melarikan hasil jarahannya akibat tiga mobil pikap yang digunakan untuk mengangkut hasil jarahan ditembaki ban depannya oleh petugas. </p> <p>Dikatakan, penjarah beranggotakan 125 orang lebih itu belum sempat menebang kayu dalam jumlah besar. Sebab diduga baru mempersiapkan peralatan tebang, keburu dipergoki tim patroli. Mereka lari tunggang langgang karena mendengar tembakan peringatan. </p> <p>Tidak diketahui posisi Darsono dan temannya yang terkena tembakan. Sebab di tempat kejadian dalam keadaan gelap gulita. Tim pengamanan hutan itu terdiri atas petugas perintis Polsek Ngaringan dan petugas keamanan hutan dari BKPH Bandungsari dan KPH Purwodadi. </p> <p>Kapolres Grobogan AKBP Drs Suko Rahardjo didampingi Kasat Serse AKP M Kietong mengatakan, setengah jam setelah kejadian, mayat korban dilarikan ke RSUD Purwodadi untuk diautopsi. </p> <p>Mungkin karena itu, warga Dusun Kembang Kuning mengira Darsono hilang di hutan, sehingga beberapa warga mengaku sempat mengadakan pencarian di RPH Dorosemi. Kemarin sekitar pukul 14.00 WIB, mayat korban dibawa pulang dari RSUD ke rumah duka dengan dikawal petugas dan perangkat desa. (A23-76)</p></span><br /></div><div style="clear: both;"><!-- --></div><br /></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:3"><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><span><span style="font-family:verdana,arial;"><h2>Penjarah dan Polhut Bentrok</h2></span></span><span style="font-family:verdana,arial;"><b>Satu Tewas, Dua Luka Serius<br /></b></span><span style="font-family:verdana,arial;"><p><b>BREBES</b>-Bentrok antara ratusan penjarah dan 30 polisi hutan (polhut) KPH Balapulang, kemarin (26/9) terjadi di hutan petak 75 Desa Wlahar, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Akibat kejadian itu, seorang yang diduga penjarah kayu tewas terkena tembakan senapan laras panjang jenis LE, dan dua polhut luka cukup serius dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.</p> <p> Korban tewas hingga kemarin belum diketahui identitasnya dan masih disimpan di kamar mayat RSU Brebes. Sejumlah petugas kepolisian Brebes meyakini, korban adalah warga Desa Wlahar yang tergabung dalam kelompok penjarah. Ciri-ciri korban, umur sekitar 45 tahun, rambut pendek, badan kurus, dengan luka tertembus peluru di punggung kanan.</p> <p> Imbas kematian korban, kemarin siang sekelompok orang tak dikenal menyerbu tempat penimbunan kayu (TPK) Prupuk BKPH Larangan KPH Balapulang, yang terletak di pinggir jalan antara Slawi-Bumiayu. Mereka merusak kantor dan dua rumah Dinas Perhutani. Kaca jendela, peralatan kantor, termasuk komputer, diremuk dengan benda keras.</p> <p> Ketika massa menyerbu TPK, petugas yang berjaga di kantor sudah melarikan diri. Massa yang datang jalan kaki berusaha mencari petugas Perhutani yang ada di kantor itu, tapi tidak menemukannya, sehingga yang menjadi sasaran kantor dan perabotan. </p> <p>"Saya kabur ketika massa berjumlah ratusan orang menyerbu kantor ini," kata Sundoro, petugas penguji TPK. Massa membubarkan diri setelah petugas dari Polres Tegal dipimpin Kapolsek Margasari Iptu Karyono datang ke lokasi. </p> <p>Kelompok massa di Desa Wlahar kemarin juga menyandera seorang mandor Perhutani yang berasal dari desa itu. Mandor yang belum diketahui identitasnya itu hingga semalam belum diketahui nasibnya. Namun untuk menyelamatkan mandor itu, Polres Brebes kemarin sore menerjunkan satu peleton Perintis, serta satu regu gabungan unit serse dan intel ke lokasi kejadian. Kedatangan petugas ke lokasi dibekali persenjataan lengkap, guna mengantisipasi berbagai kemungkinan.</p> <p> <b>Dipicu</b></p> <p><b> </b>Bentrok massa dengan polhut itu, menurut keterangan, dipicu oleh sekitar 30 polhut yang patroli di sekitar petak 75 hutan jati KPH Balapulang. Saat itu petugas memergoki sekelompok penjarah sedang menebang kayu, dan sebagian lagi sedang memotong-motong kayu jati curian. Melihat aksi penjarahan itu, petugas yang menggunakan truk No Pol H-9269-GG berhenti dan berusaha menangkap mereka. </p> <p>Salah seorang dari penjarah bisa ditangkap, tapi kemudian melakukan perlawanan dengan senjata golok yang mereka bawa. Sehingga akhirnya petugas kewalahan dan penjarah itu melarikan diri. Tak jauh dari pelaku yang kabur, ternyata muncul sekitar dua ratus penjarah sedang menebang kayu jati dan sebagian lagi terlihat sedang memanggul kayu. Mereka bukannya takut terhadap petugas yang datang, tapi justru berusaha melawan.</p> <p> Saat itulah terjadi bentrok. Petugas yang hanya menggunakan pentungan dan lima senjata laras panjang menjadi kewalahan, karena penjarah melawan dengan melemparkan batu. Melihat jumlah kelompok penjarah tak seimbang, Kepala BKPH Larangan Sularso memerintahkan anak buahnya mundur, dengan terlebih dahulu memberikan tembakan peringatan ke udara. Tapi tembakan ini pun tak dihiraukan, mereka malah terus maju menyerang ke arah polisi hutan yang hanya berjumlah 30 orang itu. </p> <p>Dalam posisi terpepet dan jarak sudah berhadap-hadapan, seorang polisi hutan melepaskan tembakan kepada seorang penjarah, hingga akhirnya roboh di tempat. Sedangkan tak jauh dari korban yang roboh, polisi hutan bernama Jadi Kurniawan (29) dan Giyanto (37) yang berhadapan langsung dengan kelompok penjarah, terkena pukulan batu di kepala dan bagian badan lain. Dua petugas Perhutani itu sekarang dirawat di RS Bhakti Asih, Klampok Brebes, guna perawatan lebih lanjut.</p> <p> "Saya ditolong teman-teman lain dalam kondisi darah bercucuran. Untuk melindungi saya, dibuat pagar betis oleh teman yang bersenjata," kata Giyono di Ruang UGD RSU Bhakti Asih, Brebes.</p> <p> Sedangkan Wakapolres Kompol Drs Erfan Prasetyo bersama tim medis dari Polres dan dokter RSU Brebes, kemarin sore mengambil amunisi yang menembus perut korban. Amunisi itu akan dibawa ke laboratorium untuk mengetahui jenis, dan dari jarak berapa peluru itu ditembakkan. </p> <p>Secara terpisah Kapolres AKBP Drs Bambang Purwanto SH MSi ketika dimintai konfirmasi atas bentrokan itu mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan pengusutan sampai tuntas kejadian itu. Baik kepada penjarah kayu maupun polisi hutan yang melakukan penembakan hingga tewasnya penjarah.</p> <p> Dalam menyelesaikan masalah ini, Kapolres berharap masyarakat tidak ikut terprovokasi atas tewasnya warga. Namun polisi akan tetap menyelesaikan setiap persoalan pelanggaran hukum, kendati yang melakukan oknum polisi hutan. "Masyarakat sebaiknya jangan terprovokasi dan bikin provokasi atas tewasnya seorang yang belum diketahui identitasnya ini," katanya.</p> <p> Pada bagian lain, Kapolres mengatakan, pada patroli polhut sebelumnya selalu didampingi dan berkoordinasi dengan Polres. Dalam dua kali operasi dari Polres Brebes yang dipimpin langsung Wakapolres Erfan Prasetyo selalu tidak ada masalah. Bahkan, bisa mengamankan barang bukti 12 truk kayu jati. Namun untuk patroli kali ini tidak ada koordinasi dengan polisi. (wh,G12-64t) </p></span><br /><span><span style="font-family:verdana,arial;"><br /></span></span> </div><div style="clear: both;"><!-- --></div></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:2"><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><br /><span style="font-family:verdana,arial;"><ul><li><b>Satu Tewas, Tiga Orang Luka- luka</b></li></ul> <p><b>KENDAL</b>- Seorang oknum petugas PT Perhutani KPH Kendal berinisial Sdn menembak empat orang yang diduga sebagai penjarah kayu.</p> <p>Penembakan terjadi di jalan setapak di tengah hutan Petak 47 B, (dikenal dengan blok Gembol) RPH Sojomerto Selatan, BKPH Sojomerto, KPH Kendal, Senin (28/7), sekitar pukul 08.00. Insiden itu menyebabkan satu orang tewas dan tiga orang lainnya menderita luka-luka.</p> <p> Keempat korban yang tertembak diduga para tenaga buruh tebang kayu jati jarahan dan seorang sopir truk pengangkut kayu H-9314-FD. Korban tewas adalah buruh tebang Matius Sutino (25), warga Dukuh Pilangsari RT 05 RW 09, Desa Sidodadi, Patean, Kendal. Dia menderita luka tembak di bagian kepala. Sebutir peluru dari senjata standar milik petugas Perhutani jenis Pistol Metralium 1 (PR 1) mengenai kening sebelah kiri hingga tembus ke kanan. Hingga pukul 14.00 kemarin, jenazah Sutino masih berada di Rumah Sakit Ngesti Waluyo, Parakan, Temanggung.</p> <p> Korban lainnya, Rohiyan (26), warga Dukuh Sapen RT 01 RW 09, Desa/Kecamatan Sukorejo, Kendal, sopir truk H-9314-FD terkena tembakan di paha bagian kiri. Hingga berita ini diturunkan korban masih dirawat di RSUD dr Soewondo, Kendal. </p> <p>Dua korban luka tembak lainnya juga buruh tebang kayu. Mereka Karmiyo (40), dan temannya berinisial Gino (40). Masing-masing terserempet peluru di bagian pelipis sebelah kanan. Karmiyo masih dirawat di RS Ngesti Waluyo, sedangkan Gino diijinkan pulang dan dimintai keterangan oleh polisi. </p> <p><b>Tembakan Peringatan</b></p> <p><b> </b>Keterangan yang dihimpun di lapangan menyebutkan, peristiwa itu berawal ketika dua petugas patroli PT Perhutani Kendal, Sdn dan Swd yang mengendarai sepeda motor memergoki truk H-9314-FD sedang mengangkut kayu jati. Truk itu melintas di jalan setapak tengah hutan, jalur Sojomerto-Cipluk. Kedua petugas itu menduga kayu-kayu jati tersebut hasil penjarahan dari hutan petak 52 F, RPH Tanjung, BKPH Sojomerto.</p> <p> Ketika diperintahkan berhenti, sopir truk tidak mengindahkan. Truk terus melaju dan berbelok ke jalan menuju Dukuh Pilangsari. Karena tak mau berhenti, Sdn memberikan tembakan peringatan ke udara. Namun belum diperoleh kejelasan, apakah Sdn kemudian mengarahkan tembakan ke truk atau tidak.</p> <p> Menurut seorang warga Dukuh Pilangsari, Roch (27), saat truk sudah berhenti, Sdn menembak beberapa kali ke arah truk. Akibatnya tiga buruh tebang yang berada di bak truk, Matius Sutino, Karmiyo, dan Gino tertembak. Sopir Rohiyan yang berusaha lari setelah keluar dari truk juga tak luput dari sasaran peluru. </p> <p>Meski menderita luka tembak ketiga korban berhasil menyelamatkan diri. Dua petugas Perhjutani itu juga tidak berusaha mengejar. Ketiganya meninggalkan truk beserta muatan kayu jati, dan korban Matius Sutino yang diduga tewas di tempat kejadian tergeletak di atas truk. (G15-63) </p></span></div></div></div></div><div id="item_lidahtani:journal:1"><div class="itemshadow"><div class="itembox"><div class="bodytext"><br /><div class="smJudul"> <h2>Warga Tewas Ditembak, Massa Marah</h2> </div> <div class="smIsi"><p id="mulai"><b>GROBOGAN -</b> Polisi Kedungjati, Grobogan, kemarin pukul 11.30 mendapat laporan dari warga Desa Prigi, Kecamatan Kedungjati bahwa di tengah jalan desa tersebut ditemukan sesosok mayat dengan dua luka tembak di bagian punggungnya. </p> <p>Mayat ini dikenali bernama Jumeri (55), ditemukan dalam keadaan tengkurap tak jauh dari rumahnya. Diduga korban ditembak Ruslan, petugas keamanan hutan dari Resort Polisi Hutan (RPH) Desa Prigi. Akibat penembakan tersebut, massa marah dan membakar rumah dinas petugas RPH itu. </p> <p>Belum diketahui berapa kerugian yang diderita Perhutani akibat pembakaran rumah dinas. Polisi bersama Perhutani masih berupaya membujuk massa supaya tak melanjutkan aksinya. Kabar penemuan mayat dengan luka tembak itu mengundang perhatian warga sekitar. Apalagi keluarga korban menangis histeris di dekat mayat. </p> <p>Sebagian warga langsung melaporkan ke Polsek Kedungjati, warga yang lain mengadakan aksi balas dendam dengan cara membakar rumah dinas RPH. Begitu tiba di lokasi, polisi langsung membawa korban dengan ambulans ke RSUD Dr Soedjati Purwodadi untuk diautopsi. </p> <p>Diperoleh keterangan, sekitar pukul 10.00, Ruslan, petugas RPH Prigi, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tempuran, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Semarang berpatroli di hutan Petak 47 Desa Prigi. </p> <p>Saat itu dia mendengar suara seseorang seperti sedang menebang pohon jati di hutan petak tersebut. Orang tersebut adalah Jumeri. Petugas RPH itu langsung mendekat dan memberikan tembakan peringatan. Tiba-tiba Jumeri lari tunggang langgang. Petugas mengejarnya sambil memberikan tembakan peringatan ke atas. </p> <p>Diduga dalam keadaan terpepet, korban berhenti dan melawan petugas. Di saat itulah petugas memuntahkan dua timah panas dari senapan laras panjangnya dan mengenai punggung korban. Seketika korban jatuh dan meningggal di tempat kejadian. Pelaku kini diamankan di Mapolres Grobogan berikut senapannya.</p> <p> Kasat Reskrim AKP Suyono bersama beberapa anak buahnya mengadakan olah tempat kejadian guna memperkuat bukti-bukti kejadian tersebut. (A23-60v) </p> </div> </div><div style="clear: both;"><!-- --></div><div class="relatedlinks"><div class="taglinks"><b><br /></b><br /></div></div></div></div></div>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-88879076702378844922009-08-21T13:32:00.000-07:002009-08-21T13:56:57.165-07:00Berita Dari Sumatera Utara<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Gugatan Rakyat KTPH-S Didasari Atas Bukti Alas Hak Kepemilikan</span><br /><br />Terkait Sengketa Tanah KTPH-S VS PT. Smart Corporation.<br /><br />Labuhanbatu, Pindo.<br /><br />Menanggapi berbagai pemberitaan miring terkait sengketa tanah antara masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) Kecamatan Aek Kuo dengan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban yang banyak dilangsir media massa terbitan medan dengan menyebutkan bahwa Rakyat KTPH-S tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan mereka atas gugatan perdata sengketa tanah dengan PT. Smart Corporation.<br /><br />Realitas ini jelas tidak benar karena tidak berdasarkan kompirmasi dan investigasi yang akurat wartawan yang memberitakan persoalan tersebut kepada pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam KEJ maupun UU No. 14 Tahun 1999 tentang Pers, demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SH.I kepada wartawan di kantornya, Senin (3/8).<br /><br />Lebih lanjut dijelaskan Maulana, bahwa sejak didaftarkannya gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S yang saat ini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban ke pengadilan negeri Rantauparapat pada tanggal 18 mei 2009 lalu dengan Register perkara no. 08/Pdt.G/2009/PN-Rap, hingga kini proses hukumnya baru akan menyelesaikan proses mediasi antara pihak-pihak.<br /><br />Hal ini sesuai dengan aturan dari Mahkamah Agung RI bahwa proses mediasi dalam sidang gugatan perdata ditempuh selama kurun waktu 41 hari, selama kurung waktu tersebut hakim mediasi yang menyidangkan kasus ini sebagai mediator, harus menyampaikan saran dan pertimbangan ataupun himbauan kepada masing-masing pihak untuk menempuh perdamaian dan bila perdamaian tidak terjadi dari masing-masing pihak maka sidang gugatan perdatanya akan dikembalikan kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk dilanjutkan pada sidang-sidang berikutnya hingga mencapai sebuah keputusan yang berkekuatan hukum tetap.<br />“Jadi jelas, sangat tidak benar sekali pemberitaan di beberapa media massa lokal yang menyatakan, bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S tidak berdasarkan alas bukti kepemilikan atas tanah rakyat, sementara proses hukum di Pengadilan negeri Rantauprapat baru akan penyelesaian massa akhir sidang mediasi. Sidang belum mengarah kepada menghadirkan saksi-saksi ataupun bukti-bukti. Untuk diketahui publik, bahwa rakyat KTPH-S telah siapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang sangat mendukung tuntutannya. Kita lihat saja nanti saat sidang pembuktian”, pungkas maulana.<br /><br />Selain pemberitaan miring seputar bukti-bukti yang dimiliki rakyat KTPH-S disebut-sebut tidak jelas, dalam koran lokal lainnya diberitakan bahwa tanah yang kini dipersengketakan oleh rakyat KTPH-S adalah tanah milik keluarga/keturunan kerajaan aek kuo ataupun keluarga Sulaiman Munthe.<br /><br />“Pernyataan itu sungguh menggelikan sekali bagi saya, pasalnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rantauprapat, Ellyta Ginting, SH, LL.N pada kesempatan gelar perkara di polres labuhanbatu beberapa waktu lalu, terkait permasalahan serupa ini dengan tegas menyatakan, bahwa kasus tanah ulayat/tanah kerajaan tidak ditemukan di Kabupaten Labuhanbatu, hal ini dikarenakan daerah Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya dalah bekas kawasan perkebunan asing”, urai maulana.<br /><br />Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum rakyat KTPH-S, Emmy Sihombing, SH & Associates kepada wartawan mengatakan, pemberitaan miring yang sering dilangsir oleh media massa lokal umumnya mengkerdilkan perjuangan rakyat KTPH-S. Padahal sesungguhnya bukti-bukti yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S dalam menuntut pengembalian tanah mereka yang telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 adalah disertai bukti-bukti otentik yang dapat dimenangkan hukum. Bukti-bukti tersebut diantaranya adalah KTPPT/KRPT, surat keterangan tanah yang dikeluarkan kepala desa serta didukung dengan bukti-bukti fisik berupa pemakaman masyarakat yang terdapat di di hampir seluruh divisi dalam areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Corporation kebun padang halaban.<br /><br />“Bukti-bukti otentik yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S sangat kuat sekali, bukti-bukti KTPPT/KRPT tersebut telah teruji kekuatannya di mata hukum sebagai alas hak atas tanah yang benar dan diakui undang-undang. Seperti Kasus sengketa tanah seluas 46, 11 Ha antara masyarakat Mabar yang diketuai Tugimin, dkk. dengan PT. KIM dan Eks. PTPN IX, dimana alat bukti rakyat mabar berupa KTPPT/KRPT tersebut telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali Perdata No. 94/PK/PDT/2004”, tegas Boru Hombing ini.<br /><br />Dalam putusannya tersebut MA menyatakan antara lain, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan para penggugat adalah para penggarap yang sah dan mantan buruh perkebunan TMA (Tembakau Maskapai Aresboro), tambah Emmy Sihombing.<br /><br />“Oleh karenanya Saya sangat kecewa setelah membaca pemberitaan di koran lokal yang mengatakan bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S obscuur lebel, padahal proses persidangan di PN baru sidang mediasi dan belum mengarah kepada pokok perkara, kenapa begitu cepatnya wartawan koran lokal yang bersangkutan membuat dan menerbitkan pemberitaan yang justru kelak akan menjerat lehernya sendiri”, tungkas Emmy Sihombing.<br /><br />Sementara itu, menyikapi permasalahan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S dengan PT. Smart Corporation Padang Halaban yang sudah timbul belasan tahun lalu, Komisioner Komnas HAM RI, Jony Nelson Simanjuntak, kepada wartawan baru-baru ini mengatakan, persoalan sengketa tanah rakyat yang berkepanjangan dan hingga kini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah (BPN-red) adalah imbas dari gejolak politik yang terjadi di masa silam saat awal rezim orde baru menguasai negeri ini disekitar periode tahun 1965 hingga 1970.<br /><br />“Kekuasaan orde baru yang otoriter telah menyebabkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan dan di periode tahun 1965 hingga 1970, hampir di seluruh wilayah di NKRI telah terjadi perampasan hak ats tanah rakyat yang dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan pengusaha di lain pihak yang menginginkan NKRI dikuasai oleh kaum kapiltalis dan imprealisme modern”, pungkas Jony.<br /><br />Untuk persoalan kasus tanah rakyat ini, ujar Jony, pihaknya telah melayangkan surat kepada kepala kepolisian republik indonesia yang diteruskan ke Poldasu dan Polres Labuhanbatu dengan harapan agar pihak kepolisian di negeri ini dapat bersikap netral atas persoalan tanah yang berkepanjangan ini. Di satu sisi pihak perusahaan saat ini telah memiliki sertifikat HGU dan di sisi lain rakyat KTPH-S juga memiliki alat bukti kepemilikan yang cukup kuat di mata hukum dan cukup kuat pula untuk membatalkan sertifikat HGU milik perusahaan yang indikasinya HGU tersebut dikeluarkan oleh institusi pemerintah (BPN-red) tanpa prosedur yang benar yang diatur dalam undang-undang aaupun aturan mengenai penguasaan tanah oleh perkebunan, jelasnya. (MS)<br /><br />Labuhanbatu, 3 Agustus 2009<br /><br />Pengirim Berita,<br /><br />Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Konflik Tanah KTPHS vs PT. SMART Semakin Runcing Diberitakan Media Massa Lokal</span><br /><br />Setelah Pengurus Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) membaca pemberitaan Surat Kabar Independen (SKI) Forum Indonesia Edisi 57/Tahun-II/2009, terbit Hari Senin tanggal 13-20 Juli 2009 pada halaman 4 yang berjudul KTPH tak dapat tunjukkan bukti tanah atas haknya. Dalam pemberitaan tersebut tampak sekali sikap wartawan SKI Forum Indonesia yang tidak profesional dalam melakukan investigasi berita, karena pemberitaan tersebut tidak berimbang atau dalam arti hanya mengambil keterangan dari sepihak saja tanpa melakukan cros chek kepada Kami selaku Pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.<br /><br />Melalui surat bantahan ini perlu Kami jelaskan duduk persoalan yang sebenarnya :<br /><br />Bahwa masyarakat dari 6 (enam) desa yang terdapat di sekitar perkebunan padang halaban yang tanahnya telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 saat ini bergabung dalam organisasi Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya yang disingkat KTPH-S bukan KTPH seperti yang tertulis dalam berita tersebut.<br /><br />Bahwa masyarakat yang kini bergabung dalam KTPH-S tersebut benar, tidak memiliki bukti tanah atas haknya seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Akan tetapi perjuangan masyarakat sejumlah 2040 KK Anggota KTPH-S atas tanah perkampungan yang telah digusur di tahun 1969/1970 jelas memiliki bukti-bukti alas hak kepemilikan tanah tersebut. Bukti-bukti tersebut diantaranya Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT)/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 jo UU Darurat No. 1 Tahun 1956 yang hingga sampai saat ini kedua undang-undang tersebut belum dicabut oleh pemerintah (bila diperlukan dapat dicek dalam lembaran Negara Republik Indonesia) Jo UUPA No. Tahun 1960, Bukti Kohir/Ipeda/Pajak atas bumi dan juga KTP masyarakat yang dikeluarkan pada tahun 1958. Apakah bukti-bukti ini belum cukup kuat di mata hukum untuk membuktikan bahwa Kami adalah pemilik yang sah atas sejumlah luas tanah yang kini dikuasasi dan diusahai oleh PT. Smart Corpration Tbk kebun padang halaban?<br /><br />Bahwa persoalan sengketa tanah tanah antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation saat ini tengah diproses di PN Rantauprapat dan pada hari jumat tanggal 24 Juli 2009 mendatang akan memasuki sidang mediasi guna mendengarkan tanggapan pihak PT. Smart Corporation melalui kuasa hukumnya untuk menempuh upaya perdamaian dan tidak pernah dalam persidangan yang telah berjalan majelis hakim meminta kepada pengurus KTPH-S ataupun kuasa hukumnya untuk mengajukan 2040 lembar fotocopy KTP, seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Hal ini jelas mengada-ada dan telah mencemarkan nama baik Pengurus KTPH-S dan 2040 KK anggota KTPH-S seperti yang telah diatur dalam KUHP.<br /><br />Bahwa Maulana Syafi’i, SH.I yang menjabat sebagai Sekretaris Umum KTPH-S dan Hadi Sudaryanto alias ADI –seperti yang ditulis dalam berita- yang menjabat sebagai Ketua I KTPH-S tidak benar bahwa Kami tidak memiliki hak atas tanah yang diperjuangkan 2040 KK Rakyat KTPH-S, keberadaan Kami dalam organisasi KTPH-S disamping sebagai pengurus/wakil yang ditunjuk oleh 2040 KK masyarakat KTPH-S untuk mengurusi dan menyelesaikan persengketaan kepemilikan tanah dengan PT. Smart Corproration juga diakui dalam Akta Notaris KTPH-S yang dikeluarkan oleh Notaris Haji Djatim Solin, SH, SPn tanggal 02 April 2007. Keberadaan Kami sebagai pengurus atau wakil masyarakat KTPH-S ternyata dibenarkan dimata hukum seperti diatur dalam UU Darurat No 1 Tahun 1956 jo UUPA No 5 Tahun 1960. Akan halnya Saya, Maulana Syafi’i, SH.I sebagai Sekretaris Umum KTPH-S adalah ahli waris dari kakek saya yang bernama Sodjo yang berasal dari kanopan ulu-membang muda/aek kanopan dan telah dihilangkan nyawanya akibat penggusuran tanah rakyat di tahun 1969/1970 bersama ratusan penduduk kampung lainnya guna memuluskan usaha perkebunan padang halaban untuk menguasai tanah perkampungan rakyat.<br /><br />Bahwa Keluarga besar Alm Kasdi Sastrowidjojo benar tidak ikut serta dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini seperti yang ditulis alam berita, dikarenakan keluarga tersebut telah menerima tanah seluas 20 Ha di Kampung Pulo Djantan/Batu Mamak Kecamatan Na IX-X sebagai ganti atas tanah miliknya seluas 12 Ha di Kampung Purworejo Kecamatan Aek Natas (dua tempat) yang diambil alih Perkebunan Plantagen AG Padang Halaban tahun 1969. Bagaimana mungkin keluarga besar Alm Kasdi akan diikutsertakan dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini sementara keluarga mereka telah meneri ganti atas tanah yang digusur. Sementara Kami yang hingga kini terus berjuang adalah dikarenakan tanah pengganti yang dijanjikan oleh perkebunan padang halaban belum Kami terima. Apakah salah bila kami terus berjuang menuntut hak-hak Kami kembali ???<br /><br />Bahwa perjuangan KTPH-S tidak ada indikasi penipuannya karena yang Kami lakukan adalah sebuah perjalanan perjuangan untuk menuntut hak-hak Kami yang telah dirampas dan hal ini bukan hanya isapan jempol belaka tetapi juga dilandasi dengan alas hak atau bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah yang diakui oleh undang-undang. Kmai berharap bantahan ini dapat dimuat dalam SKI FORUM INDONESIA untuk edisi minggu depan demi memperbaiki nama baik KTPH-S dan demi menjujung tinggi KEJ maupun peraturan dan undang-undang tentang pers.<br /><br />Sebagai penutup bersama surat bantahan ini berikut turut Kami lampirkan photo-photo makam tua yang hingga kini masih terdapat di tengah-tengah areal Perkebunan PT. Smart Corporation kebun padang halaban sebagai bukti fisik bahwa dulunya tanah tersebut adalah perkampungan rakyat yang sudah kompak yang telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan padan halaban seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan Panitia Landreform Porpinsi Sumatera Utara tahun 1969.<br /><br />Melalui surat ini Kami juga mengundang Bapak Pemimpin Redaksi SKI Forum Indonesia kiranya berkenan hadir melihat tanah perjuangan yang kini telah dikuasai rakyat KTPH-S dan juga melihat langsung bukti-bukti fisik maupun bukti-bukti otentik kepemilikan rakyat KTPH-S, sehingga ke depan tidak akan ada lagi pemberitaan miring terkait sengketa tanah rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation<br /><br />Atas atensi dan kerjasamanya kami haturkan terima kasih.<br /><br />Sumardi Syam - Ketua Umum KTPH-S<br />Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S<br /><br />Sekretariat KTPH-s : Dusun IV No. 04 Desa Panigoran – Kecamatan Aek Kuo<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Polres Labuhanbatu Gelar Perkara Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S VS PT. SMART Tbk Padang Halaban</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvdYMCGiqMxre_1lPJ74nkiiWHlIKrdwbdyEymrd9KBKj2Pg5E1Dl6_lM8IJt0kPkJStoMvdvxkKxjgJ1QTNw11GolAFaWYDKq-aZpFOqtUnaQ-JgiEPM7oVsvLlouMXlNu9JrqPTuIqLH/s1600-h/KTPH-S+Di+Lahan+Juni+2009.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvdYMCGiqMxre_1lPJ74nkiiWHlIKrdwbdyEymrd9KBKj2Pg5E1Dl6_lM8IJt0kPkJStoMvdvxkKxjgJ1QTNw11GolAFaWYDKq-aZpFOqtUnaQ-JgiEPM7oVsvLlouMXlNu9JrqPTuIqLH/s400/KTPH-S+Di+Lahan+Juni+2009.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344060202075066402" border="0" /></a><br /><br /><br />GAMBAR para anggota KTPH-S yang hingga hari ini masih menduduki dan berproduksi di atas tanah re-klaiming Kebun PT. SMART Tbk Padang Halaban sejak Maret 2009. Kini KTPH-S tengah menempuh serangkaian perundingan & jalan hukum untuk mendapatkan kembali hak atas tanah.<br /><br />-------<br /><br />LABUHANBATU, PILAR.<br /><br />Merujuk kepada Laporan Polisi No. Pol : LP/412/IV/LB-SPK A tanggal 15 April 2008 atas nama pelapor Madju Tarihoran sehubungan dengan tindak pidana yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau aset lainnya, mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban sebagimana dimaksud dalam rumusan pasal 47 UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban.<br /><br />Kepolisian Resort Labuhanbatu melakukan gelar perkara dipimpin Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga P. Panjaitan didampingi Kabid Binkum Poldasu Kombes Pol. Drs. John Hendri, SH, MH, bertempat di Aula Rupatama Polres Labuhanbatu, Rabu (3/6). Masyarakat KTPH-S didampingi Penasehat Hukumnya Emmy Sihobing SH dan Sahlan Matondang, SH dan PT. Smart Tbk Padang Halaban diwakili Madju Tarihoran dan Hermansyah juga dihadiri oleh Muspida Plus Kabupaten Labuhanbatu.<br /><br />Gelar perkara dimulai sekira pukul 09.30 wib, oleh penyidik AIPTU M. Situmorang selaku penyidik menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya berdasarkan keterangan para pihak yang bersengketa. Dimana sejak tanggal 15 maret 2009 masyarakat KTPH-S yang diketuai Sumardi Syam dkk melakukan aksi pendudukan di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban berlokasi di Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo, yang diklaim masyarakat adalah tanah mereka berdasarkan alas hak Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Wilayah Sumatera Timur yang dilindungi Undang-undang Darurat No 8 Tahun 1954. Kemudian tanah-tanah rakyat tersebut digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 tanpa ganti rugi uang maupun ganti rugi tanah.<br /><br />Sepengetahuan masyarakat KTPH-S berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Sujono, Kasie Sengketa Tanah BPN Kabupaten Labuhanbatu saat pertemuan dengan Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu, areal yang hingga kini masih mereka duduki tersebut adalah bekas areal HGU PT Serikat Putra yang telah berakhir sejak tahun 1987 dan di atas areal tersebut adalah lokasi Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Pernyataan masyarakat ini dibuktikan dengan masih ditemukannya puluhan makam tua atau kuburan milik masyarakat dahulu yang kondisinya kurang terawat karena berada tepat di tengah areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban. Informasi lain didapatkan masyarakat KTPH-S bahwa areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban melebihi batas luas areal HGU yang telah ditetapkan, dimana dalam HGU luas areal HGU-nya sekitar 7500 Ha ternyata di lapangan luas areal yang dikelola PT. Smart Tbk Padang Halaban melebihi dari luas areal HGU yang diberikan.<br /><br />Selama pendudukan tersebut masyarakat telah mendirikan sedikitnya 12 unit pondok secara darurat terbuat dari bahan batang pinang, atap tenda biru dan bahan seadanya juga menanami areal pendudukan tersebut dengan berbagai tanaman palawija dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut dinilai telah mengganggu usaha perkebunan PT. Smart Tbk.<br /><br />Menurut keterangan saksi ahli dari BPN Labuhanbatu didapatkan keterangan bahwa PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban dalam pengelolaannya memegang 3 (tiga) HGU, masing-masing sertifikat HGU No 1 Desa Padang Halaban luas 5.509, 39 Ha terbit berdasarkan HGU No 95/HGU/BPN/1997 tanggal 6 agustus 1997 berakhir haknya hingga 22 april 2024, sertifikat HGU No. 1 Desa Panigoran luas 372 Ha terbit berdasarkan HGU No. 5/HGU/BPN/89 tanggal 9 januari 1989 berakhir haknya hingga 31 Desember 2012 dan sertifikat HGU No 2 Desa Panigoran luas 1.583,53 Ha terbit berdasarkan HGU No. 99/HGU/BPN/97 tanggal 13 agustus 1997 berakhir haknya hingga tanggal 22 april 2024.<br /><br />Menyikapi berbagai permaslahan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, Kabid Binkum Poldasu memberikan arahan, bila memang diduga areal HGU PT. Smart melebihi luas sebenarnya maka perlu dilakukan pengukurang ulang dan hal ini merupakan kewenangan BPN RI pusat jakarta mengingat jumlah luas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan sudah lebih dari luas 1000 Ha.<br /><br />Namun menurut Kabid Binkum Poldasu, mengingat persoalan sengketa ini sudah cukup lama timbul sebaiknya ditempuh jalan perdamaian sajalah. “Damai itu, tidak ada kata yang lebih baik dari sebuah persengketaan daripada kata perdamaian dan ini diserahka kepada keua belah pihak”, ujar Kombes Pol Drs John Hendri.<br /><br />Menyikapi hal ini, Maulana Syafi’i, SHI selaku Sekretaris Umum KTPH-S mengatakan bahwa saran perdamaian telah berulang kali ditawarkan oleh instansi pemerintah dari tingkat kabupaten hingga tingkat propinsi bahkan pada tanggal 1 maret 1999 lalu telah dicapai sebuah memorandum of understanding (MOU) antara Kanwil BPN Sumut dengan GERAG Sumut, sebuah lembaga yang konsen dalam menangani permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara dan KTPH-S termasuk satu diantaranya dalam daftar anggota GERAG Sumut sehingga persoalan ini dapat segera diselesaikan.<br /><br />“Namun apa lacur”, ujar maulana, “kendati MOU telah dicapai namun hingga saat ini point-point yang tertuang dalam MOU tersebut belum dapat direalisasikan bahkan terkesan Kanwil BPN Propinsi Sumut telah mengkhianati MOU tersebut. Kemudian pada tanggal 20 April 2009 lalu, tambah maulana lagi, telah dilakukan sebuah proses mediasi penyelesaian konflik agraria ini, lagi-lagi Kanwil BPN Propinsi Sumut tidak memiliki sikap tegas guna mencapai solusi dari persoalan yang sudah timbul sejak satu dasawarsa lebih ini”, terang maulana.<br /><br />Menanggapi hal ini, kembali pihak yang mewakili PT. Smart Tbk Padang Halaban masih tetap memegang teguh upaya penyelesaian kasus sengketa tanah ini diselesaikan melalui jalur hukum saja dan PT. Smart Tbk akan mematuhi segala putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, ujar perwakilan PT. Smart Tbk.<br /><br />Situasi gelar perkara yang berlangsung selama lebih kurang empat jam pada hari itu terlihat cukup alot dan tegang. Masing-masing pihak bersikukuh dan berusaha untuk meyakinkan hadirin dengan penyampaian bukti-bukti.<br /><br />Sujono, SH sebagai Kasie Sengketa, Konflik dan Perkara Tanah BPN Labuhanbatu yang hadir kurang mampu memberikan penjelasan lebih rinci dari persoalan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, mengingat beberapa persoalan yang timbul bukan kewenangannya untuk memberikan penjelasan. Demikian pula halnya dengan Burhanuddin Rambe, SH selaku Kabag Hukum Pemkab Labuhanbatu dalam pertemuan itu mengatakan bahwa persoalan yang sudah cukup lama timbul ini sudah disikapi oleh Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu dengan melayangkan surat dan melimpahkan proses penyelesaiannya di Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara.<br /><br />Sesuai tuntutan PT. Smart Tbk Padang Halaban yang disampaikan kepada Polres Labuhanbatu, Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga H. Panjaitan dalam pertemuan tersebut menghimbau kepada masyarakat KTPH-S agar membongkar seluruh pondok-pondok yang sudah dibangun dan berada di dalam areal Perkebunan PT. Smart Tbk Padang Halaban sambil menunggu hasil keputusan pengadian yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, dikarenakan sebagian besar masyarakat KTPH-S yang berada di areal pendudukan adalah masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal menetap, penasehat Hukum masyrakat KTPH-S meminta agar pondok-pondok yang sudah didirikan jangan dibongkar karena hal ini sebagai bukti di pengadilan dengan jaminan bahwa masyarakat KTPH-S tidak akan mendirikan pondok lagi menunggu keputusan dari pengadilan negeri rantauprapat dan disepakati bahwa pondok yang didirikan masyarakat KTPH-S di tengah jalan perkebunan agar dibongkar.<br /><br />Dikarenakan upaya perdamaian tidak dapat tercapai dari proses gelar perkara ini, maka sebagai kesimpulannya dicapai beberapa kesepakatan diantaranya. 1. terhadap permasalahan sengketa dengan Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dengan PT. Smart diselesaikan melalui jalur hukum dan hal ini telah dilakukan gugatan dengan gugata nomor : 8/pdt.G/PN-Rap tanggal 18 Mei 2009. 2. Selama proses gugatan berlangsung hingga mendapat kekuatan hukum tetap, agar dalam masalah ini tidak timbul Laporan Polisi (LP) baru, apabila timbul pihak kepolisian akan bertindak tegas sesuai dengan prosedur. 3. Selama proses jalur hukum ini berjalan apabila para pihak melakukan mediasi, negosiasi, lobi-lobi untuk mengarah perdamaian agar dilakukan terseurat tanpa ada tekanan atau paksaan manapun dan hal ini disampaikan kepada Pengadilan Negeri Rantauprapat dan tembusannya kepada Muspida Plus Labuhanbatu. 4. Selama proses hukum berjalan sambil menunggu kekuatan hukum tetap tidak menghambat kegiatan/aktifitas PT. Smart Padang Halaban. 5. Agar kesepakatan ini disosialisasikan kepada para pihak. 6. Kita semua mentaati azas, norma, hukum, aturan yang berlaku dan para pihak menghargai proses dan menghargai keputusan. (MS)<br /><br />Rantauprapat, 6 Juni 2009<br /><br />Pengirim Berita,<br /><br />Maulana Syafi’i, SH.i - Sekretaris Jendral KTPH-S.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Dukungan Terhadap Saksi Korban Penganiayaan Dalam Konflik Agraria Nagori Mariah Hombang</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwmTu6tZjHzegY7z_HeBM42bsXO2dysMKhFpg1wrJJEflgIWOke6oz80eVBPvie3gb2vBsOFXI8TkZ9q-ReDTS8-Ky3SjYqGIk9ttUCacnNO93brCyEU2l9Qr-_JONfBxbk4UMS18A5d12/s1600-h/Liongsans.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwmTu6tZjHzegY7z_HeBM42bsXO2dysMKhFpg1wrJJEflgIWOke6oz80eVBPvie3gb2vBsOFXI8TkZ9q-ReDTS8-Ky3SjYqGIk9ttUCacnNO93brCyEU2l9Qr-_JONfBxbk4UMS18A5d12/s400/Liongsans.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5336432502167696114" border="0" /></a><br />GAMBAR Liongsan Sianturi [34] takkala memberikan kesaksian tas penganiayaan terhadap dirinya di depan tim investigasi dari Komnas HAM dan Komisi III DPR RI pada pertengahan Mei 2007.<br /><br />-------<br /><br />Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional pimpinan Donny Pradana WR dan Isti Komah, S. Fil menyatakan dukungan atas upaya Liongsan Sianturi, anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang, Kec Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut selaku saksi korban penganiayaan, memohon keadilan kepada Mahkamah Agung RI. Hal ini dikarenakan adanya upaya kasasi kepada MA atas putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan dari terdakwa penganiaya Liongsan Sianturi.<br /><br />Semoga hukum dan keadilan memihak pada korban. Maju terus gerakan massa!<br /><br />-------<br /><br />Kepada.Yth<br />KETUA MAHKAMAH AGUNG R. I<br />Di. J AK A R T A<br /><br /><br />Dengan Hormat,<br /><br />Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan serta semangat juang pada rekan- rekan. Adapun maksud kedatangan kami, hendak menyampaikan Aspirasi rakyat Maria Hombang yang sampai hari ini belum mendapatkan keadilan dalam penegakan supremasi hukum yang berlaku. Mereka berjuang mempertahankan hidup di dalam kondisi ekonomi global yang telah menghancurkan nilai- nilai kemanusiaan, sehingga penegak hukum di SUMATERA UTARA terkesan tidak serius dalam melaksaanakan kerja- kerja layaknya Aparat Negara yang direkomendarikan Negara untuk mewujudkan penegakan hukum.<br /><br />Saya yang bertanda tangan di bawah ini :<br /><br />Nama : Liongsan Sianturi<br />Alamat : Dusun Pokan Baru Desa Maria Hombang Kec. Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut.<br />Usia : 34 tahun<br />Pekerjaan : Petani<br /><br />Selaku SAKSI KORBAN dalam penganiayaan tertanggal 19 April 2007 yang melaporkan para terdakwa kepada pihak kepolisian Resort Simalungun.<br /><br />19 April 2007 merupakan fenomena berdarah yang memakan banyak korban, saat insiden tersebut, pengusaha lokal terbukti melakukan pengeroyokan terhadap bapak liongsan Sianturi sesuai dengan hasil Putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan Negeri Simalungun pada tanggal 29 November 2008 dengan Nomor : 226/Pid.B/2008/PN. SIM.<br /><br />Namun pengadilan Negeri Simalungun, tidak berani melakukan penahanan terhadap para terdakwa yang telah terbukti secara sah melakukan perbuatan melanggar pasal 170 ayat (1) Satu KUHPidana. Kemudian Pengadilan tinggi Sumatera utara, Meringankan Hukuman pada terdakwa dengan merubah Kronogis perkara tersebut, sesuai dengan hasil putusan yang dikeluarkan tanggal 14 Januari tahun 2009 dengan Uraian sebagai berikut :<br /><br /> 1. Setelah mencermati putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Nomor : 885/PID/2008/PT-MDN.- Pengadilan Tinggi Sumatera Utara terbukti telah merubah kronologis kejadian perkara sebagian dimuat dalam pertimbangan hasil putusan Pengadilan Negeri Simalungun yang mengakibatkan putusan tersebut menjadi cacat secara hukum.<br /> 2. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU dengan merubah kronologis kejadian perkara dimaksud. Padahal terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU juga terbukti melakukan pemukulan terhadap saksi korban Liongsan Sianturi.<br /> 3. Sesuai kejadian perkara bahwa” pada saat itulah para terdakwa melakukan kekerasan pada korban, dengan cara terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan, dengan mengunakan tangan kanannya sebanyak 2 (dua) kali, terdakwa II.HELARIUS GULTOM mengambil sepotong kayu dan memukulkannya kebagian kepala saksi korban Liongsan Sianturi sebanyak 1X ( satu kali), salah seorang petugaskepolisian mengamankan saksi korban Liongsan Sianturi, Namun secara tiba- tiba terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju meninju bagian pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan. Lalu…dst”.(Vide Put.P.T.MDN ; Halaman 6 Aliran I ).<br /><br />Sesuai kronologis kejadian pada hasil putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tidak melibatkan terdakwa III. MANAT GULTOM melakukan pemukulan, padahal terdakwa III. MANAT GULTOM juga turut melakukan pemukulan, kemudian dalam putusan tersebut menyatakan ‘’ Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana tersebut diatas,<br /><br />Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa inti permasalahan yang terjadi dalam perkara ini adalah mengenai sengketa hak milik atas sebidang tanah antara terdakwa II dengan pihak Kelompok petani masyarakat Nagori maria Hombang dan pihak terkait lainnya ; menimbang, bahwa tentang disparatis pemindanaa, dimana Penuntut umum..dst” . ( Vide Put. P. T. MDN ; Halaman 11 Aliran 1 ). Bahwa dalam putusan tersebut bukanlah perkara perdata melainkan perkara pidana yang berdiri sendiri dan terbukti melanggar pasal 170 Ayat Satu (1) KUHP. Sehingga Pengadilan Tinggi tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU, sebab :<br /><br /> 1. Perkara tersebut bukan masalah perdata, namun perkara pidana yang berdiri sendiri, sesuai dengan penganiayaan yang terbukti telah dilakukan oleh para terdakwa.<br /> 2. Bahwa, tanah yang dimaksud Pengadilan Tinggi tidak diketahuai dimana tanah tersebut, sebab tempat kejadian perkara tersebut adalah batas Tanah masyarakat dengan PT.Kwala Gunung yang disebut Bondar Nippon/parit (Saluran Air).<br /><br />Oleh karena itu, pengadilan Tinggi seharusnya melakukan pemeriksaan secara serius perkara tersebut, sesuai dengan pembuktianya yang sudah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan tidak mempolitisir dengan pertimbangan- pertimbangan yang tidak Relevan dan tidak Rasional. Sebab, pada inseden tersebut. Kepolisian resor Simalungun telah menangkap 17 Orang anggota Masyarakat dan sudah divonis selama 4 (empat) bulan penjara dan sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, walaupun alasan penangkapan terhadap 17 (tujuh belas ) orang anggota masyarakat tersebut, yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut.<br /><br />Sehingga Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak perlu berspekulasi dengan pertimbangan-pertimbangan yang sungguh tidak rasional, sebab hasil putusan tersebut sangat berpengaruh terhadap publik.<br /><br />Dari fenomena diatas, telah membuktikan betapa diskriminatifnya instansi penegak hukum di sumatera utara..Mereka lebih memprioritaskan kepentingan pengusaha yang berstatus terdakwa yang memiliki banyakn uang untuk memberdayakan mereka, dari pada keinginan rakyat yang dam meneginginkan terwujudnya keadilan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan landasar dasar Indonesia yakni PANCASILA dalam butir ke 5 (lima) ‘”KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA” .<br /><br />Saya selaku saksi korban memohon kepada Pimpinan Mahkamah Agung untuk<br /><br /> 1. Memeriksa kasus tersebut dengan baik, serta memberikan putusan seadil- adilnya pada penanganan perkara tersebut sesuai dengan proses ketentuan hukum yang berlaku.<br /> 2. Memeriksa para majelis hakim yang menangani perkara dimaksud agar mereka bersungguh-sungguh mengutamakan hukum dan keadilan di atas kepentingan pribadi.<br /><br />Demikianlah surat ini, kami sampaikan agar dapat di tindak lanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.<br />Hormat kami,<br /><br /><br />Simalungun, 12 Mei 2009<br /><br /><br /><br /><br />Liongsan Sianturi<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Perundingan Yang Alot</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyvGkuzSMYXBtle8BE6Y6KIY0qnDK5FZwjSnbCQQfQyy9SQStV9JWTNftT45HB9cGEKMg6G0ShmQiL0WCVfjhrM5qbfTU6e2tENTdc5-e476GG3sdZSjmMsDFV9uetYDQliOff5LwmeOS5/s1600-h/Padang+Halabans.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 330px; height: 324px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyvGkuzSMYXBtle8BE6Y6KIY0qnDK5FZwjSnbCQQfQyy9SQStV9JWTNftT45HB9cGEKMg6G0ShmQiL0WCVfjhrM5qbfTU6e2tENTdc5-e476GG3sdZSjmMsDFV9uetYDQliOff5LwmeOS5/s400/Padang+Halabans.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5329365625856121106" border="0" /></a><br />GAMBAR areal konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT. SMART Tbk. Sampai dengan tahun 2006 tercatat menguasai 118 ribu hektar untuk kebun kelapa sawit.<br /><br />-------<br /><br />Akhirnya, Senin 20 April 2009 lalu terjadilah untuk yang pertama kalinya upaya mediasi multi-pihak itu. Melalui undangan kedua Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara [BPN SU] bernomor 570-500 tanggal 15 April 2009, terjadilah pertemuan yang bertujuan menangani masalah sengketa tanah Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S] dan PT. SMART Tbk.<br /><br />Namun pertemuan yang diadakan di aula Kanwil BPN SU deadlock dan tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan petani korban.<br /><br />KTPHS sangat menyesalkannya. Demikian tutur Maulana Syafi’i, SHI selaku salah satu juru bicara KTPHS. Ia hadir bersama jajaran pengurus KTPHS lainnya, Hadi Sudaryanto dan Sumardi Syam. Dalam pertemuan tersebut tidak terdapat kesepahaman bersama tentang skema penyelesaian konflik.<br /><br />Kembalikan Tanah Yang Dirampas<br /><br />Pertemuan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kanwil BPN SU sebagai mediator bagi kedua pihak yang bersengketa. Ia didampingi Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN SU dan Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kab. Labuhanbatu<br /><br />KTPHS mengawali dengan paparan tentang perampasan tanah garapan petani/masyarakat seluas + 3000 Ha pada tahun 1969-1970 tanpa ganti rugi. Tanah tersibut dikelola oleh 2040 KK. Kini, tanah garapan tersebut berstatus areal konsesi Hak Guna Usaha yang dikelola PT. SMART Coorporation. Di dalamnya masih banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan masyarakat. Saat perampasan terjadi hingga sebelum reformasi 1998, masyarakat dilanda ketakutan untuk mengajukan tuntutan atas tindak ketidak-adilan tersebut. Oleh karena itu, KTPHS menuntut agar seluruh tanah yang dirampas agar dikembalikan.<br /><br />Melalui desakan KTPHS beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Kab. Labuhan Batu telah membentuk tim penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan hal tersebut. Anggota tim tersebut meliputi BPN Kab. Labuhan Batu dan beberapa instansi yang terkait di dalamnya.<br /><br />Akan tetapi, resume yang dikeluarkan oleh tim penyelesaian sengketa serta penelitian lapangan yang dilakukannya diselenggarakan tanpa keterlibatan KTPHS selaku. Dengan demikian, KTPHS menilai bahwa informasi dan rekomendasi tim kurang mendapatkan legitimasi dari pihak masyarakat korban konflik agrarian.<br /><br />PT. SMART Menjawab<br /><br />Pada tahun 1969-1970 perusahaan yang mengelola di atas tanah yang disengketakan KTPHS adalah PT. Sungkama Padang Halaban, bukan manajemen PT. Smart Coorporation. Barulah pada tahun 1983-1999 PT. Smart Coorporation melakukan pengelolaan manajemen pada kebun Padang Halaban. Melalui ketiga orang juru bicaranya, Hermansyah Usman, Prasetyohadi dan Mahidin Simbolon, PT. SMART mengakui bahwa sebelum tahun 1999 mereka tidak pernah mendengar tentang persoalan sengketa tanah.<br /><br />Sejak tahun 1999 munculah tuntutan-tuntutan masyarakat. PT. SMART merasa telah menanggapinya dengan mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya,baik di tingkat Kabupaten Labuhan Batu maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara.<br /><br />Salah satu upaya PT. SMART adalah mendorong dibentuknya tim penyelesaian sengketa tanah Kabupaten Labuhanbatu dan pada tahun 2002. Kini, tim tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan kesimpulan berupa resume.<br /><br />Delegasi BPN Kab. Labuhan Batu yang hadir dalam pertemuan mediasi tersebut membenarkan pernytaan PT. SMART. Menurutnya, resume telah diputuskan berdasar pada data yang dimiliki.<br /><br />Menanggapi keinginan KTPHS, PT. SMART tidak punya hak untuk melepaskan tanah seluas yang dituntut oleh masyarakat. Untuk itu PT. SMART memilih penyelesaian konflik agrarian tersebut dilakukan melalui jalur peradilan.<br /><br />Setengah Feodal Sebagai Basis PT. SMART Tbk<br /><br />Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka.<br /><br />Basis sosial ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri dalam system feudal memang telah digantikan dengan ekonomi yang berbasis pada uang pada system setengah feodal. Produksi pertanian dan perkebunan di era setengah feudal di arahkan sebagai komoditas perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya diperlukan produksi pertanian/perkebunan skala besar untuk mencapai hasil ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan pasar, khususnya permintaan di luar negeri.<br /><br />Demikian juga dengan PT. SMART Tbk. Ia adalah salah satu perusahaan public terbesar di Negara ini yang berbasis pada produksi kelapa sawit yang meliputi pembenihan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, pabrikan penyulingan CPO, pabrikan margarine dan minyak goreng serta transportasi dan pendistribusian produk ke pasar luar negeri. Tak kurang, bursa efek di Jakarta dan Surabaya juga turut mencatatkan penjualan sahamnya kepada public.<br /><br />Hingga tahun 2007, PT. SMART Tbk memiliki konsesi HGU untuk perkebunan seluas 118.000 ha di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 78% diantaranya telah beroperasi. Perusahaan ini juga mengoperasikan Sembilan pabrik kelapa sawit untuk memproses CPO dengan kapasitas produksi 485 ton per jam dan 2 pabrik pemroses Kernel Crushing dengan kapasitas 730 tons per hari. Selain itu, ia juga memiliki dua buah pabrik minyak goreng dan margarine.<br /><br />Merk dagang terkenal minyak goreng produksi PT. SMART adalah Filma dan Kunci Mas dua merek minyak goreng terkemuka di Indonesia. Untuk produk margarin, PT. SMART memproduksi Palmboom® dan juga Filma® sebagai merek baru yang diluncurkan pada pertengahan<br />tahun 2005. Selain itu, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1962 ini juga memproduksi produk-produk lainnya dengan merk terkemuka di luar Indonesia, seperti Golden Fiesta di Filipina.<br /><br />Serikat Tani Nasional menilai bahwa berkembangnya PT. SMART tak bisa dilepaskan dari praktek monopoli atas tanah, suatu ciri penting system setengah feudal. Karena perusahaan ini membutuhkan tanah yang sangat luas untuk memperbesar produksi tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa memperluasan wilayah kelola perkebunan-perkebunan kelapa sawit adalah kunci utama kemajuan perusahaan tersebut. Ratusan ribu hektar tanah harus dikuasai untuk mendapatkan hasil tandan buah segar yang menguntungkan.<br /><br />Hal inilah yang rentan menimbulkan konflik social dengan petani/masyarakat. Kejadian yang dialami KTPHS memperkuat analisis bahwa perampasan tanah adalah tindakan salah satu upaya kalangan perusahaan perkebunan untuk memperluas kekuasaan feudal dan mempertinggi keuntungannya. Sudah barang tentu, Negara melalui Badan Pertanahan Nasional turut bertanggung jawab atas mudahnya mengeluarkan izin konsesi HGU.<br /><br />Tentu tidaklah mungkin PT. SMART Tbk melepaskan 3000 ha dengan sukarela kepada KTPHS.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Risalah Perjuangan KTPHS vs PT. SMART Tbk di Kab. Labuhan Batu, Sumut</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFovp76hvAE3oWyc45tJzBhrXdQDU6bFhC0-cKdUbBTrz0GVag9etvT5b9JPGwnbaOJYgPIxdIofGY8RP0FQzwjCOYMjN5xVgE-J5nlllVgoYPfYojTPT7bmuAlBL1CcqFu_JzjzLCX_3Q/s1600-h/SMART+Tbk.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 322px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFovp76hvAE3oWyc45tJzBhrXdQDU6bFhC0-cKdUbBTrz0GVag9etvT5b9JPGwnbaOJYgPIxdIofGY8RP0FQzwjCOYMjN5xVgE-J5nlllVgoYPfYojTPT7bmuAlBL1CcqFu_JzjzLCX_3Q/s400/SMART+Tbk.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5328071772702579154" border="0" /></a><br />Risalah Perjuangan Masyarakat Untuk Mengembalikan Hak Atas Tanah Yang Dirampas Perkebunan Kelapa Sawit PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban/Sinar Mas Group di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara<br /><br />Koflik agraria di Indonesia adalah buah dari praktek monopoli tanah oleh kalangan tuan tanah tipe baru. Tuan tanah tipe ini adalah mereka yang menguasai tanah amat luas serta melakukan praktek riba dengan mendirikan usaha perbankan besar hingga memiliki perusahan ekspor/impor yang berhubungan langsung dengan perdagangan internasional.<br /><br />Salah satunya adalah usaha perkebunan skala besar yang dilakukan oleh PT. SMART [Sinar Mas Agro-Resources&Technology] Tbk lewat penguasaan tanah sejumlah 1,3 juta ha. Perusahaan ini memiliki kaitan yang erat dengan Sinar Mas Grup yang dimiliki keluarga Eka Tjipta Wijaya, salah satu raksasa bisnis di Indonesia.<br /><br />Di kebun Padang Halaban, PT. SMART Tbk memulai usahanya dengan nama PT Maskapai Perkebunan Sumcama Padang Halaban di tahun 1962. Pada tahun 1969/1970, perusahaan tersebut memperlulas areal penguasaan tanahnya dengan.merampas tanah masyarakat di enam lokasi perkampungan yang dibangun sejak tahun 1945, Masing-masing lokasi tersebut adalah perkampungan Sukadame Panigoran, perkampungan Sidomulyo, perkampungan Karang Anyar, perkampungan Purworejo Aek Ledong, perkampungan Sidodadi Aek Korsik dan perkampungan Kartosenton Brussel, Masing-masing tanah di enam lokasi perkampungan tersebut telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah pada masa itu.<br /><br />Masyarakat dari enam perkampungan tersebut dipaksa pergi dengan intimidasi dan janji tanah pengganti. Mereka dituduh sebagai anggota partai komunis dan menghambat pembangunan apabila menolak pindah.<br /><br />Berbagai upaya perjuangan untuk mengembalikan tanah tersebut telah dilakukan. Melalui wadah Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang didirikan sejak 1998, para korban perampasan tanah telah menempuh jalan perundingan dan aksi demonstrasi kepada beberapa lembaga pemerintahan terkait.<br /><br />Hingga pada hari Selasa, 21 Oktober 2008 Tim Sengketa Tanah (TST) Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu dan BPN Labuhanbatu telah melakukan peninjauan lokasi. Dengan berbekal GPS, tim yang dpimpin oleh Kasie Agraria Rudi Zulkarnain dan Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhan Batu Sujono menemukan sejumlah fakta-fakta adanya pemakaman umum di bekas perkampungan yang kini terdapat di dalam areal HGU PT. SMART Tbk.<br /><br />Dalam sebuah kesempatan perundingan di Kantor Bupati Labuhan Batu, Sujono menyatakan, bahwa terdapat empat buah Hak Guna Usaha [HGU] di atas areal perkebunan PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban. Tiga diantaranya masih aktif, sementara satu hak atas tanah yang tercatat sebagai HGU PT. Syerikat Putra seluas 372 Ha telah berakhir sejak tahun 1987.<br /><br />Kuatnya bukit-bukti milik masyarakat tak jua memenangkan tuntutan perjuangan KTPHS. Hal ini menunjukkan bahwa usaha masyarakat untuk mendapatkan hak atas tanah bagi penghidupannya sebagaimana tertuang dalam UUPA No.5 tahun 1960 maupun peraturan penjabarannya yang lain selalu terhenti.<br /><br />Dikalahkannya kepentingan masyarakat terhadap hak atas tanah sangat terkait dengan orientasi sistem politik dan sistem ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintahan saat ini. Konsep pembangunan yang sepenuhnya tunduk dan menyerap berbagai konsepsi pembangunan sistem globalisasi-neoliberal (imperialisme dunia) dengan tetap memelihara sistem sisa-sisa feodalisme untuk menopang eksploitasi sumber-sumber agraria demi akumulasi super profit.<br /><br />Dengan demikian, sengketa agraria yang timbul tidak pernah menemukn jalan keluar penyelesaiannya. Sementara bingkai perundangan UUPA No.5 tahun 1960 yang masih berlaku tidak lagi ditempatkan sebagai rujukan utama dalam penyelesaian sengketa yang ada. Bahkan, UU Pengadilan land reform dan lembaga pengadilan land reform yang sebelumnya merupakan lembaga yang dapat menjamin penyelesaian secara tuntas atas perkara-perkara yang ada telah dicabut dan dibubarkan. Kini tiada ada lagi lembaga yang dapat dijadikan tempat rujukan dalam penyelesaian secara adil serta berpihak pada kepentingan kaum tani.<br /><br />Oleh karenanya, sungguh penting untuk mendesakkan kepada pemerintahan RI untuk<br /><br />Pertama menyelesaikan berbagai konflik dan sengketa agraria, ,termasuk perampasan tanah yang menimpa KTPHS, dengan mengembalikan seluruh lahan sengketa kepada kaum tani dan melegalisasi hak kaum tani atas tanah.<br /><br />Kedua, melaksanakan UUPA 1960 secara konsekuen dengan merombak struktur kepemilikan sumber-sumber agraria yang timpang serta menghapuskan segala bentuk kepemilikan sumber-sumber agraria yang bersifat monopoli. Selain itu, menciptakan harmonisasi kebijakan di sektor agraria dengan berpijak kepada nafas UUPA 1960 sebagai payung hukum.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">PT. SMART Tbk Tidak Hadiri Undangan BPN Sumatera Utara</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkQXK2MOtztkyVF96Tq1EcOTL9WV3wAwmvNuDVDkc-3cos3Fo6pqt4r6LkM2gT2SS-XPgseAaOudtoLJO_NolFzZ76mpH1u5-nF1CxRz5YzCKoXYzeUYjaciYnJWLfCQM-Yg3tj54-UIk8/s1600-h/KTPHS+1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkQXK2MOtztkyVF96Tq1EcOTL9WV3wAwmvNuDVDkc-3cos3Fo6pqt4r6LkM2gT2SS-XPgseAaOudtoLJO_NolFzZ76mpH1u5-nF1CxRz5YzCKoXYzeUYjaciYnJWLfCQM-Yg3tj54-UIk8/s400/KTPHS+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5325627759772170274" border="0" /></a><br /><br />GAMBAR tenda para anggota Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dalam aksi damai pendudukan lahan kembali di Kebun Padanga Halaban PT. SMART Tbk pada pertengahan Maret 2009vyang lalu.<br /><br />-----<br /><br />Direksi PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban tidak menghadiri undangan pertemuan mediasi yang ditawarkan oleh kepala Kanwil BPN Sumatera Utara (BPN SU) Ir. Horasman Sitanggang melalui suratnya tertanggal 7 April 2009.<br /><br />Undangan pertemuan mediasi yang bersifat biasa tersebut, seyogyanya digelar pada hari Selasa Tanggal 14 April 2009 bertempat di Aula Mini Kanwil BPN SU Jl. Brigjen Katamso No. 45 Medan dimaksud bertujuan guna memusyawarahkan/membicarakan proses penyelesaiakan kasus tanah rakyat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) Kecamatan Aek kuo kabupaten Labuhanbatu, yang sudah timbul sejak satu dasawarsa belakangan ini yang berkonflik dengan PT. Smart Tbk kebun padang halaban Kecamatan Aek kuo-labuhanbatu.<br /><br />Dalam surat undangan disebutkan, bahwa jadwal pertemuan dimulai pada pukul 09.30 wib. dan pada waktu yang telah dijanjikan tersebut, enam orang perwakilan rakyat KTPH-S masing-masing bernama, Sumardi Syam, Maulana Syafi'i, SHI, Hadi Sudaryanto, Ady Suwardi. kasiman dan M. Chairy dari GERAG SU telah berada di lokasi pertemuan ruangan mediasi.<br /><br />Selanjutnya beberapa waktu kemudian Tim Opstasta 2009 BPN SU masing-masing, Masniari Situmorang Kasie Sengketa Tanah BPN SU, Hafizunsyah SH Kasie Perkara Tanah BPN SU, Robinson Simangunsong kepala kantor BPN Labuhanbatu dan Sujono Kasie V Kantor BPN Labuhanbatu diserta dua orang staf pegawai operator laptop dan dokumentasi BPN SU bersama seorang staf BPN SU bernama Perwira karo Sekali, menunggu kehadiran Direksi PT. Smart Tbk kebun padang halaban, hingga pukul 10.02 wib.<br /><br />Setelah lebih kurang setengah jam menanti kehadiran Direksi PT. Smart Tbk di ruangan mediasi yang tak jua kunjung hadir, akhirnya pihak masyarakat KTPH-S dan Tim opstasta 2009 BPN SU membuka pertemuan selama lebih kurang satu jam dan diakhiri sampai pukul 11.03, dengan membahas tentang dokumen-dokumen bukti yang dimiliki rakyat ktph-s maupun dokumen bukti milik pt.smart tbk kebun padang halaban.<br /><br />Selama proses pendiskusian berlangsung terjadilah tawar menawar mengenai jadwal pertemuan selanjutnya yang disepakati akan dilaksanakan pada Hari Senin Tanggal 21 April 2009 minggu depan.<br /><br />Ketika ditanya tentang sanksi yang akan dikenakan BPN SU kepada pihak PT. Smart Tbk kebun padang halaban bila ternyata tidak juga menghadiri undangan kedua kalinya tersebut, pihak BPN SU mengaku tidak memiliki wewengan untuk memberikan sanksi itu.<br /><br />Sehingga kesannya sangat terlihat kontras bahwa BPN SU diguda masih berpihak kepada perusahaan PT. Smart Tbk kebun pandang halaban karena dinilai tidak memiliki sikap tegas atas etika pertemuan dalam prokoler sebuah institusi pemerintahan yang diharapkan dapat menyelesaian persoalan kasus tanah rakyat KTPH-S itu dan perusahaan diduga sengaja tidak menghadiri pertemuan dimaksud guna menghindar dari tekanan masyarakat.<br /><br />Pertemuan mediasi ditutup pada pukul 11.31 wib oleh pimpinan rapat Hafizunsyah dengan ucapan salam dan dilanjutkan dengan penanda tanganan notulen rapat dan daftar hadir pertemuan tersebut.<br /><br />Medan, 14 April 2009<br /><br />Hormat<br />Kelompok Tani Padang halaban Sekitarnya<br /><br /><br /><br />Maulana Syafi'i, SHI<br />Jubir/Sekretaris umum KTPH-S<br />CP 0812 6309 5879<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Berlanjut Aksi Reklaiming KTPHS</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTLsBX2xgc4drBygttYxSiOpHKc5PHGQzTMjibgSwVANXwr1RV1yGfdJkx48WuwQm8UApsaUYLrJEkbSgY8M6L_gCncNTmxwQTTRwV2R8Y5xa2kbWI2ff_2vlRoZ0fUfafXj5tZoFX1mvu/s1600-h/2626_1047880151376_1056845281_30126655_172937_n.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 270px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTLsBX2xgc4drBygttYxSiOpHKc5PHGQzTMjibgSwVANXwr1RV1yGfdJkx48WuwQm8UApsaUYLrJEkbSgY8M6L_gCncNTmxwQTTRwV2R8Y5xa2kbWI2ff_2vlRoZ0fUfafXj5tZoFX1mvu/s400/2626_1047880151376_1056845281_30126655_172937_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5314219124902476546" border="0" /></a><br />Massa KTPHS telah mendirikan 11 pos koordinasi dan 2 pos jaga semenjak aksi damai pendudukan lahan Minggu, 15 Maret 2009.<br /><br />-------<br /><br />Pada hari kedua, Senin, (16/03), massa KTPH-S kembali melanjutkan aksinya dengan menanami areal sengketa dengan ratusan batang pohon pisang dan ratusan batang pohon kelapa. Aksi rakyat ini mendapat perhatian dari puluhan Satuan Pengamanan (Satpam) yang kembali diturunkan oleh perusahaan PT. Smart Corporation dan beberapa orang personil dari kepolisian Pos Padang Halaban. Aksi di hari kedua ini juga berjalan dengan lancer aman dan tertib, pihak pengamanan yang hadir hanya meliha dan memantau aktifitas para petani yang tidak bertanah itu.<br /><br />Di hari ketiga pendudukan lahan, Selasa (17/3) Rakyat KTPH-S melanjutkan aksinya dengan kembali menanami sayur mayor dan palawija di sela-sela tanaman pohon kelapa sawit milik perusahaan atau dengan istilah melakukan perkebunan tumpang sari. Selanjutnya sekira pukul 11.00 wib beberapa orang oknum kepolisian utusan Polres Labuhanbatu bersama dengan perwakilan perusahaan PT. Smart Corporation, menemui pengurus KTPH-S.<br /><br />Saat menemui pengurus KTPH-S, utusan Polres Labuhanbatu menawarkan perundingan kepada Pengurus KTPH-S untuk mencari solusi penyelesaian atas persoalan yang timbul dengan cara mediasi yang akan difasilitasi oleh Polres Labuhanbatu, dengan ketentuan rakyat KTPH-S tidak melanjutkan aksi pendudukan lapangan.<br /><br />Mendengar penawaran seperti itu, Hadi Sudaryanto dan beberapa orang pengurus KTPH-S dengan tegas menolak tawaran utusan dari Polres Labuhanbatu tersebut dengan alasan bahwa penawaran serupa pernah dilakukan oleh Kepolisian saat Rakyat KTPH-S lakukan aksi pendudukan lapangan pada bulan Maret tahun 2001 lalu. Ketika tawaran diterima dan rakyat meninggalkan areal lapangan, alhasil proses perundingan secara mediasi seperti yang ditawarkan oleh kepolisian tidak pernah direalisasikan hingga detik ini, dan hari ini tawaran serupa ditawarkan ulang, ini sama saja bentuk pembodohan kepada rakyat.<br /><br />Menengahi tawaran dari pihak kepolisian tersebut, para Pengurus KTPH-S menimpali dengan mengatakan bersedia melakukan perundingan dengan pihak perusahaan yang difasilitasi oleh Polres Labuhanbatu dengan ketentuan rakyat tidak meninggalkan areal yang diduduki hingga perundinagan mencapai kesepakatan dan jadwal perundingan akan ditentukan setelah salah seorang pengurus KTPH-S yang kini tengah berjuang di Ibukota Jakarta kembali, demikian disampaikan oleh hadi Sudaryanto selaku Ketua I KTPH-S.<br /><br />Usai mendengar ketegasan dari para pengurus KTPH-S tersebut, aparat kepolisian utusan Polres Labuhanbatu bersama dengan peerwakilan perusahaan menuju ke arah Kantor Management PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban dan meninggalkan rakyat KTPH-S yang melanjutkan aksinya terus melakukan penanaman system tumpang sari.<br /><br />Sekira pukul 17.00 wib, kembali aksi rakyat KTPH-S dipantau dan diperhatikan oleh beberapa orang oknum kepolisian dari Polsek Bandar Durian Kecamatan Aek Natas. Namun setelah beerapa lama melihat aktifitas rakyat dan menanyakan beberapa hal kepada rakyat KTPH-S, selanjutnya oknum-oknum kepolisian meninggalkan rakyat KTPH-S yang terus melakukan aksinya hingga batas waktu yang tidak ditentukan.<br /><br />"Dengan aksi pendudukan lapangan kita berharap BPN RI khususnya Kanwil BPN Sumatera Utara dapat mengambil langkah tegas untuk secepatnya melakukan proses mediasi dalam mempercepat penyelesaian kasus tanah rakyat KTPH-S yang sudah sekitar satu dasawarsa (sepuluh tahun) diperjuangankan Rakyat KTPH-S ini. Perlu ditegaskan bahwa aksi ini tidak bertujuan untuk merusak ataupun melakukan penjarahan atas asset-aset perusahaan yang ada tetapi dititik beratkan kepada keinginan Rakyat KTPH-S mengajak Pimpinan perusahaan PT.Smart Corporation Tbk untuk berunding bersama Rakyat KTPH-S untuk mencari solusi penyelesaian dari persoalan yang timbul, dengan harapan terciptanya win win solution dalam proses mediasinya dan ini yang seharusnya dapat segera dilakukan oleh Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara", demikian dikatakan Jubir/Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi'i, SHI.<br /><br />Diterangkannya, bahwa awal persoalan tanah rakyat ini timbul sejak puluhan tahun lalu, tepatnya pada tahun 1969/1970. Dimana Rakyat yang telah menguasai dan menduduki areal tanahnya yang terdapat di enam lokasi perkampungan masyarakat yang sudah kompak dan telah dibangun sejak tahun 1945, masing-masing areal lokasi perkampungan tersebut, di perkampungan sukadame panigoran, perkampungan sidomulyo, perkampungan karang anyar, perkampungan purworej aek ledong, perkampungan sidodadi aek korsik dan perkampungan kartosentono brussel, dimana tanah-tanah di enam lokasi perkampungan tersebut selain telah memiliki pemerintahan desa di masing-masing perkampungan, tanah-tanah yang dikuasi/diduduki rakyat di keenam areal perkampungan juga telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah, seta telah dilunasi kewajiban membayar pajak atas tanah seperti kohir dan ipeda oleh rakyat.<br /><br />Namun selanjutnya, di tahun 1969/1970 oleh pihak perusahaan perkebunan padang halaban yang saat itu bernama PT. Plantagen AG, tanah-tanah rakyat tersebut digusur dan dipindahkan ke areal lokasi lain seluas 3000 HA. Namun belakangan, ketika rakyat dari enam lokasi perkampungan yang telah digusur tersebut akan pindah ke areal tanah penggantian seluas 3000 Ha tersebut, ternyata tanah penggantian telah pula diperjual belikan oleh oknum-oknum Pegawai Agraria Labuhanbatu (BPN dulu-red). Sehingga tanah penggantian hingga kini tidak pernah didapatkan oleh rakyat, sementara rakyat yang digusur harus mencari sendiri tempatnya untuk tinggal dan menetap dengan cara menumpang di tanah masyarakat lain di luar perkampungan yang digusur atau merantau ke luar daerah meninggalkan kampung halaman tempat kelahirannya dengan menyisakan sejuta penderitaan dan kepedihan, kenang Maulana.<br /><br />Dikatakannya, "Jumlah luas keseluruhan areal tanah rakyat di enam lokasi perkampungan dulunya yang telah habis digusur seluas 2246 Ha dan oleh PT. Plantagen Ag/PT. Smart Corporation diberikan tanah pengganti seluas 3000 Ha. akan tetapi tanah pengganti tersebut hingga detik ini tidak pernah diberikan kepada rakyat yang digusur. Apa ini bukan sebuah bentuk penindasan hak kepada rakyat?", pungkas Maulana<br /><br />Selanjutnya, untuk memperjuangkan pengembalian hak-hak atas tanahyang telah digusur, sejak September 1998 persoalan ini sudah berulang kali disampaikan kepada instansi pemerintahan baik di daerah hingga ke tingkat pusat. Namun sampai hari ini persoalan sengketa tanah rakyat KTPH-S belum juga diselesaikan oleh pemerintah khususnya BPN. Padahal surat-surat rekomendasi dari berbagai instansi pemerintahan terkait, baik dari pemerintahan daerah maupun dari pemerintahan di tingkat pusat telah dikantongi oleh Rakyat KTPH-S, namun kenapa BPN sepertinya tidak ingin persoalan tanah rakyat ini secepatnya diselesaikan.<br /><br />"Padahal, Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhanbatu Sujono, dalam pertemuan di Kantor Bupati Labuhanbatu bersama dengan Rakyat KTPH-S saat lakukan aksi menginap di kantor Bupati Labuhanbatu pada tanggal 13 Oktober 2008 lalu dengan tegas menyatakan, bahwa HGU yang dikelola oleh PT. Smart Padang Halaban dan anak perusahaannya yang masih hidup ada tiga HGU dan 1 (satu) HGU telah berakhir sejak tahun 1987 yaitu HGU PT. Syerikat Putra yang luasnya 372 Ha, dimana areal HGUnya masuk dalam areal pengelolaan perusahaan PT. Smart Corporation. Dari pernyataan ini Kasie Sengketa BPN Labuhanbatu ini, seyogyanya BPN dapat mengambil sikap tegas sehingga persoalan sengketa tanah dalam skala besar ini dapat diselesaikan secepatnya. Perlu diketahui, bahwa aksi pendudukan Rakyat KTPH-S yang dilakukan saat ini adalah di atas Areal HGU PT. Smart yang telah mati tersebut", tukas Maulana.<br /><br />Dalam aksi pendudukan lapangan kali ini, Rakyat KTPH-S tidak akan melakukan tindakan anarkis, seperti melakukan penjarahan atau merusak tanaman pohon kelapa sawit milik perusahaan yang telah ada, tetapi aksi ini diwarnai dengan mendirikan posko-posko dan juga melakukan pengelolaan lahan di sela-sela tanaman milik perusahaan. Dalam aksi ini juga Rakyat KTPH-S menyampaikan beberapa tuntutan dan pernyataan sikap, antara lain :<br /><br />1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation di Tahun 1969/1970.<br /><br />2. Kepolisian RI dan jajarannya harus dapat memberikan Jaminan Keamanan dan pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan Pendudukan Lahan di atas Tanah Sengketa seluas + 3000 Ha, yang masuk dalam dalam Areal Pengelolaan Produksi Management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara.<br /><br />3. Pemerintah Republik Indonesia khususnya BPN RI dan Instansi terkait harus secepatnya melakukan Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak Sepuluh Tahun lalu (Tahun 1998), sesuai denagn Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesaikan Persoalan Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S ini.<br /><br />4. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pengukuran Ulang atas Areal Sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur sejak Tahun 1969/1970 oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation dan kini Tanah Sengketa tersebut masuk dalam HGU PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.<br /><br />5. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S kepada sebanyak 2040 KK Rakyat KTPH-S yang telah teraniaya hidupnya selama Puluhan Tahun atas Tragedi Pelanggaran dan Perampasan HAM yang dilakukan oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.<br /><br />“Kami sangat-sangat berharap kepada pemerintah dan instansi yang berwenang dalam persoalan tanah rakyat ini, kiranya dapat terbuka mata hatinya unuk dapat mengambil satu langkah tegas sehingga persoalan rakyat tidak berlarut-larut dan hak-hak rakyat atas tanahnya yang sekian lama telah dirampas dan dianiaya dapat dikembalikan. Dengan demikian ke depan kita semua berharap tidak akan terjadi lagi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sebuah tindakkan pelanggaran yang dilakukan oleh instansi pemerintahan maupun instansi swasta seperti yang telah puluhan tahun dilakukan oleh PT. Smart Corporation terhadap nasib Rakyat KTPH-S. Semoga”, harap Maulana. (SYA)<br /><br />Disampaikan oleh MAULANA SYAFI’I, SHI selaku Jubir/Sekretaris Umum KTPH-S<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Ratusan Petani KTPH-S Melakukan Pendudukan lahan Di Areal HGU PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTV6ILHwUeJnd_YwApCy0x32G_nJEhpqNFPzZl2pUoQOSwMmuAih1h3DN9g8J7OXJNqkWGXlte2R9LUdcwbu-4FzpIqqKUQV7-LPlaEVDV6QZPHwgWHj3oyxOs9N5C5PV4r_FZRZNUAWhd/s1600-h/2626_1047910632138_1056845281_30126738_7011036_n.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTV6ILHwUeJnd_YwApCy0x32G_nJEhpqNFPzZl2pUoQOSwMmuAih1h3DN9g8J7OXJNqkWGXlte2R9LUdcwbu-4FzpIqqKUQV7-LPlaEVDV6QZPHwgWHj3oyxOs9N5C5PV4r_FZRZNUAWhd/s400/2626_1047910632138_1056845281_30126738_7011036_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5313662015798452418" border="0" /></a><br />GAMBAR massa petani KTPH-S.aksi menduduki lahan yang di kusasi PT SMART corporation. Tbk. perkebunan sawit.<br /><br />http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=59045395558&ref=nf<br /><br /><br />Labuhanbatu,<br /><br />Sebanyak 415 orang masyarakat Rakyat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) dari tiga kecamatan masing-masing, Kecamatan Aek Kuo, Kecamatan Marbau dan Kecamatan Na IX-X Kabupaten Labuhanbatu lakukan aksi pendudukan lahan di Areal HGU PT. Smart Tbk Kebun Padang Halaban, pada Minggu (15/3).<br /><br />Aksi damai pendudukan lahan ini dilakukan bertujuan agar pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat segera menyelesaikan persoalan SengketaTanah Rakyat KTPH-S dengan PT. smart Tbk Padang halaban yang sudah timbul sejak sepuluh tahun lalu. aksi tersebu tmendapat pengawalan dari dua orang personil Pos Polisi Padang Halaban dan puluhan Satpam PT. Smart Tbk Padang Halaban yang hanya melihat dan memantau aktifitas aksi rakyat KTPH-S. Sampai berita ini diturunkan, di lapangan areal HGU PT. Smart Tbk padang Halaban, massa KTPH-S telah mendirikan sebanyak 11 unit posko untuk pertemuan dan temat menginap massa aksi serta 2 unit posko jaga secara darurat.<br /><br />"Dengan aksi pendudukan lapangan kita berharap BPN dapat mengambil langkah tegas untuk melakukan proses mediasi dalam mempercepat penyelesaian kasus tanah rakyat KTPH-S yang sudah sekitar satu dasawarsa diperjuangankan Rakyat", demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi'i, SHI.<br /><br />Diterangkannya, bahwa persoalan tanah ini rakyat timbul sejak puluhan tahun lalu, tapatnya di tahun 1969/1970. Dimana Rakyat yang telah menguasai dan menduduki areal tanahnya yang terdapat di enam lokasi perkampungan masyarakat yang sudah kompak dan telah dibangun sejak tahun 1945, masing-masing lokasi perkampungan sukadame panigoran, perkampungan sidomulyo, perkampungan karang anyar, perkampungan purworej aek ledong, perkampungan sidodadi aek korsik dan perkampungan kartosenton brussel, dimana tanah-tanah di enam lokasi perkampungan tersebut telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah.<br /><br />Oleh pihak perusahaan perkebunan padang halaban tanah-tanah tersebut digusur dan dipindahkan ke areal lain seluas 3000 HA. Namun belakangan, ketika rakyat dari enam lokasi perkampungan yang telah digusur tersebut akan pindah ke areal tanah penggantian seluas 3000 Ha tersebut, ternyata tanah penggantian telah diperjual belikan oleh oknum-oknum Pegawai Agraria Labuhanbatu (BPN dulu-red). Sehingga tanah penggantian hingga kini tidakpernah didapatkan sementara rakyat yang digusur mencari sendiri tempatnya dengan cara menumpang di tanah masyarakat lain, jelas Maulana.<br /><br />"Jumlah luas keseluruhan areal tanah rakyat di enam lokasi perkampungan dulu yang digusur seluas 2246 Ha dan diberikan tanah pengganti seluas 3000 Ha. akan tetapi tanah pengganti tersebut hingga detik ini tidak pernah diberikan kepada rakyat yang digusur. apa ini bukan sebuah bentuk penindasan hak kepada rakyat?", pungkas Maulana<br /><br />Selanjutnya, sejak September 1998 persoalan ini sudah berulang kali disampaikan kepada instansi pemerintahan baik di daerah hingga ke tingkat pusat. Namun sampai hari ini persoalan sengketa tanah rakyat KTPH-S belum juga diselesaikan oleh pemerintah khususnya BPN. Padahal surat-surat rekomendasi dari berbagai instansi pemerintahan terkait baik di daerah maupun di tingkat pusat telah dikantongi oleh Rakyat KTPH-S, namun kenapa BPN sepertinya tidak ingin persoalan tanah rakyat ini secepatnya diselesaikan.<br /><br />"Padahal, Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhanbatu Sujono dalam pertemuan di Kantor Bupati Labuhanbatu dengan Rakyat KTPH-S saat aksi menginap di kantor Bupati Labuhanbatu pada tanggal 13 Oktober 2008 lalu dengan tegas menyatakan, HGU PT. Smart Padang Halaban yang masih hidup ada tiga HGU dan 1 (satu) HGU telah berakhir sejak tahun 1987 yaitu HGU PT. Syerikat Putra yang luasnya 372 Ha. Dari pernyataan ini seyogyanya BPN dapat mengambil sikap sehingga persoalan ini dapat diselesaikan secepatnya. Perlu diketahui, bahwa aksi pendudukan Rakyat KTPH-S yang dilakukan saat ini adalah di atas Areal HGU PT. Smart yang telah mati tersebut", tukas Maulana.<br /><br />Dalam aksi pendudukan lapangan kali ini, Rakyat KTPH-S tidak akan melakukan tindakan anarkis, melakukan penjarahan/merusak tanaman milik perusahaan yang ada, tetapi aksi ini diwarnai dengan mendirikan posko-posko dan juga melkakan pengelolaan lahan di sela-sela tanaman milik perusahaan. Dalam aski ini juga Rakyat KTPH-S menyampaikan beberpa tuntutan dan pernyataan sikap, antara lain :<br /><br /> 1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation di Tahun 1969/1970.<br /> 2. Kepolisian RI dan jajarannya harus dapat memberikan Jaminan Keamanan dan pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan Pendudukan Lahan di atas Tanah Sengketa seluas + 3000 Ha, yang masuk dalam dalam Areal Pengelolaan Produksi Management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara.<br /> 3. Pemerintah Republik Indonesia khususnya BPN RI dan Instansi terkait harus secepatnya melakukan Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak Sepuluh Tahun lalu (Tahun 1998), sesuai denagn Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesaikan Persoalan Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S ini.<br /> 4. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pengukuran Ulang atas Areal Sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur sejak Tahun 1969/1970 oleh PT. Plantagen AG/PT. Smart Corporation dan kini Tanah Sengketa tersebut masuk dalam HGU PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.<br /> 5. Pemerintah RI melalui BPN RI dan instansi terkait harus secepatnya melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S kepada sebanyak 2040 KK Rakyat KTPH-S yang telah teraniaya hidupnya selama Puluhan Tahun atas Tragedi Pelanggaran dan Perampasan HAM yang dilakukan oleh PT.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Dukung Gerakan Reklaiming Tanah oleh KTPHS di arel HGU PT. SMART Padang Halaban</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzmg96M7A7XeCtCilaQHZfmIJuwkgpYvx-CuLg7dvK7zMJtBVJhnqU-tLCTxUMmCf6Kxi8sUlACeExb5s7nHKEUMfTixHyyzZgylc9v25tJ8NObmp7igOF-Dmvp30sTsknxtU5xuHGyawu/s1600-h/2626_1047880191377_1056845281_30126656_699627_n.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 285px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzmg96M7A7XeCtCilaQHZfmIJuwkgpYvx-CuLg7dvK7zMJtBVJhnqU-tLCTxUMmCf6Kxi8sUlACeExb5s7nHKEUMfTixHyyzZgylc9v25tJ8NObmp7igOF-Dmvp30sTsknxtU5xuHGyawu/s400/2626_1047880191377_1056845281_30126656_699627_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5313053194119575282" border="0" /></a><br />GAMBAR para petani tak bertanah anggota KTPH-S tengah menyelenggarakan kampanye massa di Pemkab Labuhan Batu, Sumut tentang perjuangan reform sosial-ekonomi pengembalian tanah yang dirampas PT. SMART Kebun Padang Halaban 1969/1970.<br /><br />-------<br /><br />Kami atas nama Kelompok Tani Padang Halaban & Sekitarnya [KTPH-S] yang beranggotakan 2040 KK dengan ini menyatakan sikap dan berharap agar persoalan penyelesaian sengketa tanah seluas + 3000 Ha yang pernah dikuasai dan diduduki oleh Rakyat KTPH-S namun akhirnya dan digusur dan dirampas oleh pihak perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 tanpa ganti tanah maupun ganti rugi. Tanah tersebut kini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation secara melawan hokum.<br /><br />Maka Kami Rakyat KTPH-S bermaksud melakukan re-klaiming pendudukan lahan atas tanah rakyat yang di rampas di areal HGU PT. SMART Kebun Padang Halaban tersebut mulai Minggu, 15 Maret 2009 jam 09.00 WIB.<br /><br />KTPHS melakukan perjuangan ini dengan damai dan tanpa kekerasan. Kami tidak akan menggangu/merusak tanaman sawit & aktivitas berkebun PT. SMART. Di sela-sela kebun tersebut, KTPHS akan dirikan pos sebagai pusat informasi dan komunikasi selama berlangsungnya gerakan reklaiming dan mengelola lahan yang belum di produksi oleh PT. SMART dengan tanaman pangan semusim.<br /><br />KTPHS menyelenggarakan perjuangan massa ini dengan maksud agar aparatur negara terkait serta pihak PT. SMART mengadakan perundingan dengan rakyat untuk menyelesaikan konflik agraria ini yang mengutamakan kepentingan kaum tani.<br /><br />Untuk informasi tentang hal ini hubungi Maulana Syafei [Sekretaris Jendral KTPHS - 081263095879] dan Adi [Koordinator Aksi Reklaiming - 081362263573]<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Sikap KTPHS Labuhan Batu, Sumut Menuntut Pengembalian Tanah</span><br /><br />JAKARTA. Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang dipimpin Donny Pradana WR dan Isti Komah, S, Fil menyatakan dukungan atas perjuangan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS], Labuhan Batu, Sumut.<br /><br />Perjuangan reform sosial-ekonomi tentang pengembalian tanah para anggoata KTPHS yang dirampas PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban patut diapresiasi sebagai anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal.<br /><br />Berani berjuang, berani menang!<br /><br />-----<br /><br />PERNYATAAN SIKAP RAKYAT KTPH-S - Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya<br />Kec. Aek Kuo Kab. Labuhanbatu Prop. Sumatera Utara<br />Yang menuntut Pengembalian Lahan Desa yang digusur di tahun 1969/1970<br /><br />Kami atas nama Rakyat KTPH-S yang beranggotakan 2040 KK dengan ini menyatakan sikap dan berharap agar persoalan penyelesaian sengketa tanah seluas + 3000 Ha yang pernah dikuasai dan diduduki oleh Rakyat KTPH-S namun akhirnya dan digusur dan dirampas oleh pihak perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 tanpa ganti tanah maupun ganti rugi. Tanah tersebut kini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation secara melawan hokum, maka Kami Rakyat KTPH-S dengan ini menyataan sikap :<br /><br /> 1. Kembalikan Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha yang telah digusur dan dirampas dari rakyat di tahun 1969/1970<br /> 2. Berikan jaminan keamana/pengamanan kepada Rakyat KTPH-S sebanyak 2040 Kepala Keluarga (KK) yang akan melakukan pendudukan lahan di atas tanah sengketa seluas + 3000 Ha yang masuk dalam management PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.<br /> 3. Pemerintah harus secepatnya melakukan proses penyelesaian sengketa tanah Rakyat KTPH-S yang sudah timbul sejak sepuluh tahun yang lalu sesuai dengan aturan perundang-unangan yang berlaku di NKRI karena Rakyat KTPH-S sudah bosan dengan janji-janji pemerintah yang akan menyelesain persoalan ini.<br /> 4. Pemerintah RI melalui BPN RI harus melakukan pengukuran atas lahan sengketa seluas + 3000 Ha milik Rakyat KTPH-S yang telah dirampas dan digusur di tahun 1969/1970 dan kini tanah tersebut masuk dalam Areal Management HGU PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban<br /> 5. Pemerintah RI harus melakukan Pendistribusian atas Tanah Rakyat KTPH-S seluas + 3000 Ha kepada 2040 KK Rakyat KTPH-S, dimana tanah tersebut kini masih terus dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Kebun Padang Halaban.<br /><br />Sampaikan dukungan kepada Maulana Syafii, SHi selaku Sekretaris Jendral KTPHS di +6281263095879.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Aliansi Luas Menghadang PT. TPL</span><br /><br />Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional mendukung perjuangan massa yang diselenggarakan oleh Serikat Tani Kabupaten Samosir [STKS] untuk hak sosial ekonomi dan penyelamatan lingkungan dari PT Toba Pulp Lestari. Upaya perjuangan tersebut berhasil menggalang aliansi luas dengan kelompok masyarakat lainnya.<br /><br />Berikut ini adalah pernyataan sikap tentang hal tersebut yang dikirimkan oleh Guntur Simamora, aktifis dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat [KSPPM].<br /><br />Berani berjuang, berani menang!<br /><br />---<br /><br />TUNTUTAN ALIANSI MASYARAKAT, NGO, TOKOH AGAMA DAN KOMUNITAS LINTAS PARTAI POLITIK KABUPATEN SAMOSIR<br /><br />Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), JPIC Kapusin, Tokoh Agama, dan Komunitas Lintas Partai Politik Samosir (DPC PNBK, DPD II Partai Golkar, DPC PIB, DPC PDS, DPC Partai Buruh, DPC Partai Pakar Pangan, DPC Partai Patriot, DPC PPPI, DPD PKPB, DPC PDIP, DPD PAN, PD Partai Matahari Bangsa, DPC Partai Pemuda Indonesia, PKK PDP, DPC Partai Demokrat, DPD PPRN, DPC PDK, DPK PKPI)<br /><br />Dalam tempo waktu + 3 tahun, sekitar ¾ dari luas hutan register 41 Hutagalung sudah habis digunduli oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanpa ada pengawasan secara ketat dari pemerintah maupun pemda setempat. Padahal, kelestarian hutan ini sangat vital bagi keselamatan hidup masyarakat, spesies lainnya dan ekosistem danau toba. Mengingat wilayah Kabupaten Samosir seluruhnya masuk dalam kawasan DTA Danau Toba dan typologi yang berbukit, miring dan terjal, sehingga sedimen tanah sangat tinggi di tambah lagi dengan kondisi kawasan hutan yang semakin gundul/kritis, akibatnya lahan-lahan yang ada sangat mudah longsor.<br /><br />Tragisnya lagi, Sekitar April 2008, PT. TPL mulai memasuki dan beraktifitas menggunduli utan Lindung Sitonggi-tonggi kawasan Register 41 Hutagalung, daratan Sumatera. Hutan lindung ini berada diperbukitan, dan sekitar 10 km dibawahnya tersebar perkampungan masyarakat Kecamatan Sitio-tio, Harian dan Sianjur Mula-mula. Kekawatiran masyarakat akan adanya bencana longsor, banjir, kekeringan, dsb, telah memicu ketakutan dan keresahan yang meluas serta rasa was-was yang berkepanjangan. Ironisnya, hutan lindung Sitonggi-tonggi dan hutan lindung lainnya yang berada dalam kawasan register 41 Hutagalung dialih fungsikan menjadi HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanpa landasan hukum (Peraturan dan Perundang-undangan).<br /><br />Tambahnya lagi, Semenjak PT. Toba Pulp Lestari, Tbk ini beraktifitas di hutan register 41 Hutagalung, telah menumbuhkan berdirinya puluhan industri swamills, menambah catatan hitam kehancuran hutan register 41 Hutagalung beserta hutan lindung yang ada didalamnya, seperti hutan lindung sitonggi-tonggi. Berdirinya hingga operasional industri swamills ini, juga tidak mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah. Managemen pengelolaan industri ini tidak pernah transparan, apakah ijin industri ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak. Dan ketika masyarakat mempertanyakan ke industri tersebut, dijawab bahwa bahan baku kayu log mereka beli dari PT. Toba Pulp Lestari. Namun pastinya industri swamills ini juga terlibat dalam penghancuran hutan register 41 Hutagalung berserta hutan lindung Sitonggi-tonggi dan hutan lindung lainnya.<br /><br />Masih segar dalam ingatan kita, Semenjak PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (PT. TPL) beraktifitas menggunduli hutan Register 41 Hutagalung telah banyak menelan korban, seperti hilangnya akses masyarakat terhadap hasil hutan (kasus musnahnya kemanyan masyarakat Pollung dan Parlilitan, tahun 2006-2008), dan bencana banjir bandang yang terjadi di kecamatan Tarabintang Kabupaten Humbahas, awal tahun 2007.<br /><br />Selain itu kami juga memperkirakan, apabila hutan tersebut tetap digunduli, maka pada musim hujan akan terjadi banjir bandang seperti yang pernah terhadi di Sihotang, Harian Boho, kecamatan Harian pada tahun 1957. Sungai-sungai akan meluap seperti yang terjadi di Desa Sabulan sekitar tahun 2005, dimana pada saat itu aek (sungai) Bulak dan Sitio-tio meluap yang menghancurkan rumah penduduk dan persawahan. Atau pada saat kemarau, kekeringan akan terjadi. Seperti keringnya sungai-sungai di Kecamatan Ronggur Nihuta akibat hutannya digunduli oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, dulunya bernama PT. Indorayon Inti Utama, sekitar 15 tahun yang lalu. Dan yang lebih mengerikan, erosi maupun longsor kemungkinan besar akan terjadi, mengingat hutan Register 41 dan hutan Lindung sitonggi-tonggi berada di atas perkampungan masyarakat Kecamatan Sitio-tio, Harian, dan Sianjur Mula-mula.<br /><br />Ketakutan dan keresahan masyarakat tersebut terlihat dari berbagai upaya yang dilakukan untuk mengentikan aktifitas PT. TPL tersebut. Baik melalui desakan secara tertulis maupun melalui unjuk rasa yang ditujukan kepada pemerintah maupun PT, TPL, namun tidak diperdulikan. (lebih jelasnya turut kami lampirkan surat Bupati Samosir yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI)<br /><br />Perlu kami jelaskan, secara umum typologi kabupaten samosir adalah bergelombang, berbukit dan miring sampai terjal, hanya 8 % dari luas wilayah yang datar (kemiringan 00 - 20) dan semuanya terletak pada dataran tinggi (antara 800 – 1.800 meter dpl). Dan Kabupaten Samosir tersebar di dua daratan, yaitu daratan Sumatera dan daratan pulau samosir yang dikelilingi danau toba.<br /><br />Sekali lagi kami tegaskan, khusus untuk wilayah Kabupaten Samosir yang berada didaratan Sumatera, bahwa kelestarian hutan register 41 Hutagalung yang didalamnya terdapat hutan lindung Sitongi-tonggi dan hutan lindung lainnya sangat vital bagi keselamatan manusia, Spesies dan ekosistem danau toba, mengingat hutan tersebut berada diperbukitan yang dibawahnya tersebar perkampungan masyarakat kecamatan Sitio-tio, Harian dan Sianjur Mula-Mula.<br /><br />Dari penjelasan singkat di atas, kami dari lintas partai politik Kabupaten Samosir menuntut dan mendesak instansi terkait dan perusahan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk :<br /><br /> 1. Menghentikan Aktivitas PT TPL di Hutan Lindung Sitonggi-tonggi Register 41 Hutagalung dan di DTA Danau Toba sekarang juga, dan untuk Selama-lamanya !<br /> 2. Menutup PT TPL di bumi Samosir sekarang juga dan untuk selama-lamanya !<br /> 3. Mengusut tuntas alih fungsi hutan lindung sitonggi-tonggi menjadi HPHTI PT TPL !<br /><br />Demikianlah kami sampaikan, atas keberpihakan yang berlandaskan kemanusiaan dan hukum, kami ucapkan<br /><br />terima kasih.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">BPN, TST Pemkab Labuhanbatu dan Masyarakat KTPH-S Lakukan Peninjauan Lapangan</span><br /><br />Rantauprapat, 21 Oktober 2008 oleh Maulana Syafi’i*)<br /><br />LABUHANBATU, METRO.<br /><br />Menindaklanjuti notulen hasil rapat antara Pemkab Labuhanbatu bersama keempat Kelompok Tani yang menggelar aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu dengan menduduki kantor Bupati Labuhanbatu, Tim Sengketa Tanah (TST) Pemkab Labuhanbatu beserta instansi terkait bersama BPN Labuhanbatu dan masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPHS) melakukan peninjauan ke areal Perkebunan Kelapa Sawit milik PT.Smart Tbk Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, yang bersengketa dengan tanah masyarakat Selasa (21/10).<br /><br />Tim rombongan peninjau lapangan yang dipimpin oleh Kasie Agraria Rudi Zulkarnain dan Kasie V BPN Labuhanbatu Sujono bersama masyarakat, memulai peninjauan lapangan tepat pada pukul 10.15 wib dimulai dari Blok I areal bekas desa/perkampungan masyarakat di Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) untuk mencari titik koordinat permasalahan di dalam areal HGU.<br /><br />Selanjutnya tim peninjau didampingi saksi sejarah yang juga mantan mandor ukur Perkebunan Padang Halaban di masa perusahaan PT. Plantagen AG Kasiman (73), menuju Blok II Bekas Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Bukti yang meyakinkan bagi tim peninjau bahwa dulunya di areal tersebut adalah perkampungan masyarakat dilihat dengan banyaknya makam tua yang terdapat di areal ini, ada sekitar 60-an makam di areal tanah datar dan sekitar sebelas makam di areal tanah perbukitan. Makam tertua yang terdapat di areal Blok II ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1942, kata Kasiman.<br /><br />Usai meninjau areal Blok II, selanjutnya rombongan menuju Blok III di areal Bekas Desa Sukadame Panigoran, Desa Karang Anyar dan Desa Sidomulyo. Di areal Blok III bukti berupa kuburan/pemakaman masyarakat dan juga bukti sumur-sumur tua dapat dilihat dengan jelas sekali. Bagaimana kondisi dan situasi telah maju dan berkembangannya masyarakat di tiga desa ini di masa lalu dapat dilihat dengan banyaknya kuburan tua dan sumur tua yang terletak persis di tengah-tengah areal PT. Smart Tbk Padang Halaban saat ini.<br /><br />Disamping areal yang masih basah/becek dikarenakan hujan turun di malam sebelumnya, kondisi yang menghambat kalancaran pelaksanan peninjauan ke lapangan dikarenakan telah dirubahnya posisi/letak jalan perkampungan di masa lalu dengan kondisi jalan blok tanamana milik perusahaan milik BII group ini saat ini, demikian Kasiman mengeluhkan tentang kondisi medan yang cukup sulit.<br /><br />Karena cukup lelah dalam menelusuri jejak sejarah dan bukti-bukti di masa lampau, juga dikarenakan banyaknya areal bekas desa/perkampungan yang digusur perkebunan padang halaban di tahun 1969/1970 dan posisi letaknya yang terpisah satu sama lain, menyebabkan peninjauan lapangan tidak dapat diselesaikan hari itu juga. Namun, baik BPN Labuhanbatu maupun TST Pemkab Labuhanbatu akan segera membuat laporan tentang kegiatan peninjauan yang berakhir sekira pukul 16.00 wib itu kepada pimpinannya masing-masing untuk penambahan bukti-bukti dan data dalam menunjang terlaksana proses penyelesaian konflik agraria di daerah ini secara singkat dan cepat, demikian dikatakan Sujono kepada ratusan masyarakat yang turut hadir menyaksikan peninjauan lapangan tersebut.<br /><br />“Dari sebanyak sembilan desa yang telah digusur dan yang telah selesai dilakukan peninjauan lapangan, baru sebanyak tiga desa yang selesai dikerjakan masing-masing di lokasi bekas Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran, Desa Karang Anyar dan Desa Sidomulyo, ketiga desa ini posisinya sekarang berada dalam wilayah Kecamatan Aek Kuo. Namun dari sample peninjauan ke lapangan dari ketiga desa ini sudah didapatkan kondisi yang bisa dikatakan serupa dengan kondisi desa-desa yang lainnya”, kata Sujono.<br /><br />Namun demikian, untuk menambahkan informasi tentang kondisi di bekas desa masing-masing saat ini, seyogyanya masyarakat KTPHS dapat memberikan photo-photo tentang bukti-bukti yang masih tertinggal di areal bekas desa yang telah digusur seperti bukti photo kuburan, sumur atau bukti lainnya dinilai dapat mendukung data-data masyarakat.<br /><br />Usai melakukan peninjauan, baik masyarakat maupun tim peninjau sepakat akan terus berkoordinasi dengan Pemkab Labuhanbatu dalam upaya penyelesaian sengketa tanah dengan perusahaan. Kesepakatan dicapai setelah tim rombongan berjanji kepada masyarakat akan membuat berita acara peninjauan hari itu yang ditanda tangani masing-masing pihak sebagai data yuridis sesegera mungkin.<br /><br />Sementara masyarakat menunggu realisasi dari janji tim peninjau yang akan segera menyelesaikan laporan hasi peninjauan ke lapangan, mereka juga tengah mempersiapkan kekuatan massanya. Manakala tim peninjau mengingkari janji tersebut massa petani akan siap untuk melakukan aksi pendudukan lahan sebagai bentuk protes sekaligus desakan kepada Pemkab Labuhanbatu agar segera menyelesaiakan konflik agraria yang sudah berkepanjangan dan puluhan tahun ini.<br /><br />Adi Suwardi (55), salah seorang masyarakat petani kepada wartawan mengatakan, selama sepuluh tahun melakukan perjuangan penuntutan pengembalian lahan masyarakat yang digusur baru hari ini proses peninjauan lapangan bersama masyarakat di lakukan. Di satu sisi realitas ini akan membangkitkan semangat anggota masyarakat yang lainnya untuk mengobarkan perjuangan. Kendati ini merupakan sejarah bagi perjuangan KTPH-S selama satu dasawarsa terakhir, ini juga merupaka cemeti bagi Pemkab Labuhanbatu untuk lebih serius dan lebih cepat dalam melakukan upaya penyelesaian sengketa. Bila hal ini diabaikan begitu saja atau Pemkab Labuhanbatu tidak lebih serius dalam penangan masalah ini, maka disalahkan bila massa tani melakukan aksi pendudukan lahan.<br /><br />Kegiatan peninjauan ke lapangan ini juga disaksikan oleh Sekcam Aek Kuo Drs. Adlin Sinaga dan Kapolpos Padang Halaban AIPTU. S. Silalahi. Namun sayangnya, Kepala Desa Panigoran Sofyan Pane yang diharapkan dapat turut serta mengikuti kegiatan peninjauan ke lapangan ini hingga usai peninjauan tidak juga menampakkan batang hidungnya. “Ini menunjukkan tidak aspiratifnya kepala desa panigoran kepada masyarakat”, demikian asumsi masyarakat yang berkembang.<br /><br />*) adalah sekretaris KTPHS yang merupakan salah satu jaringan Komite Pimpinan pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara. Uraian asal-usul sengketa dapat di klik pada Rilis Perjuangan Kelompok Tani Padahalaban - Sekitarnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Maju Terus Gerakan Massa Tani KTB, KTTM, KTM dan KTPHS</span><br /><br />JAKARTA. STN, Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang dipimpin Donny Pradana WR dan Isti Komah, S, Fil menyatakan apresiasi yang setinggi-tingginya atas aksi massa tani di pelataran halaman Pemkab Labuhan Batu, Sumut sejak 13 - 15 Oktober 2008.<br /><br />Militansi anggota Kelompok Tani Bersatu, Kelompok Tani Tiga Maju, Kelompok Tani Mentari dan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya patut menjadi cermin kegigihan perjuangan reform sosial ekonomi mendesak kaum tani. Karena tanah adalah kehidupan mereka.<br /><br />Berani berjuang, berani menang!<br /><br />---<br /><br />Ratusan Massa Rakyat Miskin “Serbu” Kantor DPRD dan Bupati Labuhanbatu<br /><br />Labuhanbatu (SIB)<br /><br />Ratusan massa rakyat miskin “menyerbu” kantor DPRD dan kantor Bupati Labuhanbatu, Senin (13/10). Massa petani miskin ini menuntut Pemkab melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 secara murni dan konsekwen serta untuk mengembalikan tanah rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.<br /><br />Massa yang menamakan dirinya dari Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN PRM) Labuhanbatu terdiri dari sedikitnya 4 kelompok tani (Poktan), yakni Kelompok Tani Bersatu (KTB), Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Padang Halaban dan Kelompok Tani Mentari (KTM) serta turut bersolidaritas ...<br /><br />Lebih lanjut, klik judul di atas.<br /><br />---<br /><br />Ribuan rakyat miskin serbu kantor DPRD dan Bupati Labuhanbatu<br /><br />Wednesday, 15 October 2008 11:27 WIB<br />WASPADA ONLINE<br /><br />RANTAUPRAPAT - Ribuan rakyat miskin "menyerbu" kantor DPRD dan kantor Bupati L. Batu, Senin (13/10). Massa petani miskin ini menuntut Pemkab melaksanakan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 secara murni dan konsekuen serta untuk mengembalikan tanah rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.<br /><br />Kelompok massa yang menggunakan ikat kepala kain merah bertuliskan STN-PRM bergerak dari Lapangan Ika Bina Jalan MT. Thamrin menuju kantor DPRD dan kantor Bupati L . Batu di Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat sekira 10 km. Mereka menumpang truk, angkot dan sepedamotor. Barisan para petani ini sempat membuat macat arus lalu lintas Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Rantauprapat-Aeknabara, apalagi di dekat pusat-pusat keramaian.<br /><br />Lebih lanjut, klik judul di atas.<br /><br /><br />---<br /><br />Ratusan Pendemo Nginap dan Ancam Boikot Pemkab dan Pemilu 2009 Jika Tuntutan Tak Dipenuhi<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Ratusan masyarakat miskin akhirnya menginap di halaman kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat karena tuntutan massa yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM) itu, mengembalikan tanah rakyat, tidak dapat sipenuhi Pemkab Labuhanbatu.<br /><br />Pengunjukrasa juga mengancam akan menyegel seluruh instansi Pemkab memboikot pemilihan mum calon legislatif 2009 di daerah itu dan terus menginap di halaman kantor bupati, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi sesegera mungkin oleh Pemkab.<br /><br />Lebih lanjut, klik judul di atas.<br /><br />---<br /><br />Ratusan warga miskin menginap di halaman kantor Bupati<br /><br />Thursday, 16 October 2008 10:10 WIB<br />WASPADA ONLINE<br /><br />RANTAUPRAPAT - Ratusan masyarakat miskin hingga Rabu (15/10) masih menginap di halaman kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja, Rantauprapat. Hal itu dilakukan karena tuntutan massa yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM) itu, mengembalikan tanah rakyat, tidak dapat dipenuhi.<br /><br />Pengunjukrasa juga mengancam akan menyegel seluruh instansi Pemkab, memboikot pemilihan umum calon legislatif 2009 di daerah itu dan terus menginap di halaman kantor bupati, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.<br /><br />Lebih lanjut, klik judul di atas.<br /><br />---<br /><br />Notulen Diterima, Massa Petani Miskin Bubar dari Kantor Bupati Labuhanbatu<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Aksi demo di hari kedua, semula pihak Pemkab Labuhanbatu telah mengeluarkan notulen hasil rapat antara delegasi petani dengan pihak Pemkab dan pihak BPN yang dilakukan sehari sebelumnya di ruang rapat kantor bupati. Namun, salinan notulen itu akhirnya dikembalikan ke pihak jajaran Setdakab. Alasannya, terdapat beberapa point dalam notulen rapat penyusunan mekanisme awal proses penyelesaian sengketa tanah 4 kelompok tani dengan pihak perusahaan perkebunan yang ada di Labuhanbatu.<br /><br />Akhirnya, karena perwakilan menilai hasilnya tidak sesuai keinginan massa, notulen dikembalikan, tanpa dibubuhi tandatangan dan stempel pejabat Pemkab. Selain itu, beberapa point penting dianggap kabur.<br /><br />Lebih lanjut, klik judul di atas.<br /><br />---<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Rilis Perjuangan Kelompok Tani Padang Halaban - Sekitarnya</span><br /><br />Kronologis Permasalahan Tanah Masyarakat Desa Di Sekitar Perkebunan Padang Halaban Yang Diambil Aalih/Digusur Oleh Perusahaan Perkebunan Padang Halaban Di Tahun 1969/1970 Tanpa Ganti Rugi Penggantian Tanah<br /><br />Tahun 1942 Tentara Bangsa Jepang menduduki wilayah Perkebunan Padang Halaban Sekitarnya yang saat itu dalam keadaan “Vacum of power” (kekosongan kekuasaan) dan menguasai Perusahaan Perkebunan Padang Halaban yang ditinggalkan Agresi I Penjajah Belanda bernama Perusahaan Perkebunan NV. SUMCAMA. Bangsa Jepang saat itu juga menguasai para kuli di perkebunan. Selanjutnya para kuli diperintahkan oleh Penguasa Jepang untuk mengganti jenis tanaman di dalam areal Perkebunan Padang Halaban dari jenis tanaman kelapa sawit menjadi jenis tanaman pangan, seperti palawija dan sebagainya.<br /><br />Tahun 1945 Penguasa Jepang meninggalkan Perusahaan Perkebunan Padang Halaban dan seluruh kulinya, dikarenakan Bangsa Jepang Kalah perang dengan sekutu akibat Kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Tentara Sekutu. Mengingat begitu pentingnya lahan yang ditinggalkan oleh Bangsa Jepang untuk keperluan hidup rakyat (bekas kuli bangsa jepang), sementara saat itu Penguasa Bangsa Indonesia belum berdaulat penuh atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.<br /><br />Penguasa Perang Bangsa Indonesia saat itu, Presiden Ir.Soekarno, telah pula menyampaikan perintah langsung kepada seluruh rakyat Indonesia dan para laskar rakyat agar areal-areal / tanah-tanah bekas perkebunan bangsa asing yang ditinggalkan pemiliknya, supaya diberikan/dibagikan kepada rakyat Indonesia (termasuk bekas kuli bangsa jepang) untuk ditanami dengan tanaman pangan guna membantu keperluan logistik perang para laskar rakyat, disamping juga sebagai tanda bangsa yang sudah merdeka adalah memiliki tanah asal kenvensi bangsa asing.<br /><br />Guna menjalankan Perintah Langsung Penguasa Perang Bangsa Indonesia saat itu, pada tahun 1945 juga, hamper seluruh areal lahan di Perkebunan Padang Halaban asal konvensi bangsa asing yang ditinggalkan oleh Bangsa Jepang seluas sekitar 3000 Ha, dibagikan kepada rakyat bekas kuli bangsa jepang) secara bekerjasama dengan para laskar rakyat. Tanah-tanah tersebut dibagikan berdasarkan bekas divisi perkebunan padang halaban di masing-masing tempat. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi perkampungan rakyat/desa, dengan luas tanah yang berhak diusahai rakyat masing-masing seluas 2 (dua) Ha/KK. Perkampung rakyat/desa yang dibentuk dari tanah pembagian tersebut masing-masing :<br /><br /> 1. Tanah di bekas Divisi I yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo<br /> 2. Tanah di bekas Divisi Pabrik yang diduduki rakyat dinamakan Desa Karang Anyar<br /> 3. Tanah di bekas Divisi II yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidodadi/Aek Korsik<br /> 4. Tanah di bekas Divisi III yang diduduki rakyat dinamakan Desa Purworejo/Aek Ledong<br /> 5. Tanah di bekas Divisi IV-V yang diduduki rakyat dinamakan Desa Kartosentono/Brussel<br /> 6. Tanah di bekas Divisi VI yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sukadame/Panigoran<br /><br />Tahun 1949 saat Agresi II Belanda kembali menjajah Bangsa Indonesia dan sampai juga ke desa-desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban. Kedatangan Penjajah Belanda pada Agresi II ini, tidak bertujuan untuk menggusur perkampungan/desa yang sudah diciptakan oleh rakyat, akan tetapi bertujuan untuk memperbaiki sarana dan prasarana di Perkebunan Padang Halaban yang rusak.<br /><br />Tahun 1954 setelah dikeluarkannya UU Darurat Nomor 8 Tahun 1954 oleh Pemerintah Republik Indonesia, masyarakat desa yang telah menduduki dan mengusahai tanahnya masing-masing seluas 2 (dua) Ha/KK di desa-desa sekitar Perkebunan Padang Halaban tersebut, diberikan KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah) yang dikeluarkan oleh KRPT (Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah) wilayah Sumatera Timur sebagai dasar untuk mendapatkan/memperoleh alas hak yang diakui hukum seperti diatur dalam UUPA Tahun 1960 dan sejak saat itu rakyat sudah dibebani kewajiban membayar pajak/Ipeda oleh Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.<br /><br />Demikian pula dengan status tanah yang diduduki oleh rakyat disahkan oleh pemerintah telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan Padang Halaban (saat itu bernama Perusahaan NV. SUMCAMA). Untuk diketahui, bahwa luas areal desa-desa yang diciptakan oleh rakyat sejak tahun 1945 dan dikeluarkan dari HGU Perusahaan Perkebunan Padang Halaban, hingga tahun 1969/1970 tidak pernah mengalami perluasan areal desa (merebaknya penggarap liar). Areal desa itu tetap luasnya sejak dibentuk menjadi desa hingga terjadi peristiwa penggusuran.<br /><br />Tahun 1962, setelah sekitar 17 (tujuh belas) tahun mengembangkan dirinya, Desa Sidomulyo berhasil mendapatkan Penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara saat itu Ulung Sitepu, atas prestasi Desa Sidomulyo yang berhasil meraih Juara II Desa Terbaik se-Sumatera Utara. Saat itu, Ulung Sitepu yang langsung turun/datang ke Desa Sidomulyo untukmenyerahkan Piagam Penghargaan yang juga langsung diterima oleh Kepala Desa Sidomulyo saat itu bernama (alm) Langkir.<br /><br />Tahun 1968, akibat imbas dari peristiwan G 30 S/PKI tahun 1965 di Jakarta, masyarakat di desa-desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban yang mayoritas berpencaharian sebagai petani tersebut, mulai diintimidasi oleh Pengusaha Perkebunan Padang Halaban (bernama PT. Plantagen AG), sebagai ekses dari Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Pengusaha perkebunan dengan dibantu aparat TNI/Polri dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu saat itu, mulai melakukan intimidasi dan menuduh masyarakat desa sebagai anggota BTI (Barisan Tani Indonesia) yang merupakan underbow-nya PKI. Selanjutnya, dengan todongan senjata laras panjang milik para aparat, masyarakat desa dipaksa untuk meninggalkan tanahnya dari masing-masing tempat, dengan terlebih dahulu melucuti/mengambil bukti-bukti kependudukan/kepemilikan tanah dari tangan masyarakat desa.<br /><br />Beberapa kali pertemuan masyarakat desa dengan pengusaha Perkebunan Padang Halaban dilakukan, untuk membicarakan persoalan ganti rugi lahan yang akan digusur Perkebunan Padang Halaban. Namun setiap kali pertemuan dilaksanakan tidak mendapat kesimpulan yang adil bagi rakyat maupun bagi pengusaha, karena rakyat tidak bersedia digusur bila tidak diganti dengan tanah pengganti. Akhirnya pengusaha, pemerintah kabupaten labuhanbatu saat itu dan TNI/Polri bekerjasama untuk menggusur rakyat dari atas tanah yang mereka duduki dengan menuduh masyarakat sebagai Anggota BTI.<br /><br />Padahal masyarakat di masing-masing desa di sekitar Perkebunan Padang Halaban tidak pernah mengenal yang namanya BTI ataupun bergabung ke dalam partai terlarang tersebut. Akan tetapi, tuduhan terhadap masyarakat desa ini dengan menyebutnya sebagai Anggota BTI, hanya merupakan alat di masa Orde Baru sebagai dalih untuk mempermudah aksinya melakukan perampasan hak tanah rakyat yang tidak berdaya karena berhadapan dengan intimidasi dan todongan senjata laras panjang milik aparat TNI/Polri. Bagi masyarakat desa yang dituduh sebagai Anggota BTI dan tidak dapat melakukan perlawanan, akhirnya harus rela untuk ditahan di penjara Korem 021 Pematang Siantar atau disiksa dihadapan orang banyak.<br /><br />Tahun 1969/1970 hingga saat ini habislah sudah desa-desa yang sejak tahun 1945 dibangun dengan semangat kebangsaan mempertahankan Kemerdekaan RI, akibat digusur/diambil alih Perusahaan Perkebunan Padang Halaban (bernama PT. Plantagen AG). Sementara surat dari Maskape Perkebunan Plantagen Aktiengsellschaft bernomor 1ms/2232/69 tanggal 4December 1969 ditanda tangani Drs. I.A.M Schumuther yang ditujukan kepada Tn. E. Hildebrant selaku wakil maskape di Perkebunan Padang Halaban. Surat tersebut menegaskan tentang tanah seluas 3000 Ha yang telah dibayarkan ganti ruginya kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk diberikan kepada masyarakat desa sebagai penggantian tanah atas tanah mereka di sekitar Perkebunan Padang Halaban yang diambil alih oleh Perusahaan.<br /><br />Sejak tahun 1998 hingga saat ini masyarakat desa korban penggusuran tahun 1969/1970 yang bergabung dalam Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya, tidak pernah berputus asa untuk melakukan tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Lahanbatu agar hak atas tanah penggantian mereka yang telah dibayar ganti ruginya kepada pemerintah, sebagai akibat dari tanah masyarakat yang digusur/diambil alih oleh Perusahaan Perkebunan Padang Halaban di tahun 1969/1970. Dikarenakan sebelum era reformasi bergulir, masyarakat korban penggusuran tidak berani melakukan tuntutan karena masyarakat merasa trauma dengan kejadian masa lalu, di samping system pemerintahan orde baru yang terkenal gemar “membungkam suara rakyat”dengan senjata ampuhnya melakukana makar/tindakan subversib.<br /><br />Namun, sejak tuntutan masyarakat tersebut disampaikan oleh masyarakat kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, hingga detik ini persoalan belum mendapat keputusan yang berarti dari Pemkab Labuhanbatu, kendati berbagai proses penyelesaian telah ditempuh namun semuanya nihil. Utnuk itu, kami kembali berharap kiranya Pemkab Labuhanbatu dapat memberikan satu keputusan yang berpihak kepada rakayt korban penggusuran.<br /><br />Aek Kuo, 25 Agustus 2008<br /><br />Dikisahkan oleh Ketum KTPH-S Sumardi Syam dan dicatat oleh Sekum KTPH-S Maulana Syafi’i, S.HI<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Selain Sangat Meresahkan Masyarakat, Galian Parit PT. Smart Tbk Akibatkan Berubahnya Bentuk Fisik Tanah</span><br /><br />Catatan : Maulana Syafi’i*)<br /><br />AEK KUO, METRO.<br /><br />Untuk kesekian puluh kali parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, kembali mengambil korban. Kali ini korbannya bukan seorang anak kecil yang tenggelam seperti kejadian naas yang pernah menimpa nasib warga Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Kuo, di tahun 2006 silam, melainkan seekor lembu milik warga Desa Pulo Jantan yang kemaren sore terperosok dan terjebak dalam lubang parit galian yang dalam dan tidak dapat untuk naik ke atas hingga kehabisan nafas dan akhirnya mati di dalam parit galian “pencabut nyawa”.<br /><br />Demikian diceritakan Wiryono (72), seorang warga Desa Pulo Jantan, Kecamatan Aek Kuo kepada wartawan, Rabu (10/9). Menurut Wiryono, peristiwa matinya beberapa ekor lembu milik warga sekitar perkebunan padang halaban di dalam parit galian milik perusahaan itu, sudah merupakan hal yang lumrah. Kendati demikian, tidak pernah terbesit di dalam benak management PT. Smart Tbk Padang Halaban untuk membayar ganti rugi ternak lembu warga yang mati di dalam parit galian berukuran lebar 6m dan dalam 6m yang termasuk dalam type Galian C, namun tidak dikenakan retribusi pajak galian c oleh Pemkab Labuhanbatu, jelas wiryono.<br /><br />Tidak dipungkiri wiryono, bila korban yang tewas di dalam parit galian “pencabut nyawa” itu dari jenis manusia, maka pihak management segera memberikan kompensasi atau sekedar uang duka keluarga ahli musibah, akibat human eror yang dilakukan pihak perusahaan pada parit galiannya, seperti yang pernah menimpa warga di Kecamatan Aek Kuo dan Kecamatan Marbau beberapa tahun lalu, kenang Wiryono.<br /><br />Berbeda pula dengan apa yang telah dialami oleh Warisem (80) warga Kecamatan Na IX-X, akibat tergiris erosi dari galian parit raksasa milik PT. Smart Tbk Padang Halaban itu, tanah peninggalan almarhum suaminya hampir selebar 3m dan sepanjang 60m yang terletak di sebelah samping rumahnya di Dusun Gerojokan, kini kondisinya telah hilang dan berubah menjadi satu dengan dasar parit galian.<br /><br />“Akibat dari parit bekoan (galian-red) di sebelah samping rumah, tanahku sekitar hampir selebar 3m dan sepanjang 60m telah hilang dan telah berubah menjadi satu dengan dasar parit bekoan itu. Bisa dilihat, saat ini di sepanjang dasar parit itu ada empat batang pohon sawit yang sudah berproduksi milikku yang tumbang dan kini mulai membusuk, juga ada serumpung pohon bambu dan pohon pisang serta sebatang pohon kepala jawa, telah berada persis di tengah-tengah parit galian”, urainya Warisem.<br /><br />Kedukaan yang dialami oleh kedua orang tua lanjut usia, Wiryono dan Warisem ini, juga pernah dirasakan oleh mantan Kepala Puskesmas Aek Kuo dr.H. Rustian Sinaga. Pasalnya, Aliran parit galian di sekitar puskesmas yang tergiris erosi mengakibatkan pagar tembok puskesmas ini roboh. Demikian pula halnya ketika parit galian tersebut tidak mampu membuang tumpahan debit curah hujan yang cukup tinggi hingga menciptakan genangan air di dalam parit galian.<br /><br />Praktis, dengan terciptanya genangan air dalam galian tersebut membuat “bangsa nyamuk” merasa nyaman melakukan pembiakan generasinya. Akibat buruknya adalah, realitas ini sempat membuat daerah kesehatan di wilayah kecamatan aek kuo di tahun 2007 lalu masuk dalam daerah epidemis penularan DBD dan malaria.<br /><br />Masih segar dalam ingatan masyarakat aek kuo, kala itu seorang anak balita dari Dusun Marbau Jaya Desa Aek Korsik harus dilarikan ke Rumah Sakit H. Adam Malik di Medan dalam kondisi koma karena positif terjangkit penyakit DBD, lagi-lagi perusahaan penyebab persoalan ini tidak mau ambil pusing.<br /><br />Tidak sampai disitu, cerita unik yang menimpa seorang warga Desa Karang Anyar Kecamatan Aek Kuo, akibat mobil pick up yang dikendarainya terjun bebas ke dasar parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban, yang posisinya persis bersebelahan dengan jalan lintas dari dan menuju antar lintas desa setempat. Ironisnya, kendati parti galian yang diciptakannya bersebelahan dengan jalan lintas desa, namun pihak management PT. Smart Tbk Padang Halaban tidak tergerak hatinya untuk membuat pagar pembatas.<br /><br />Sekarang, parit galian ini kembali mengancam keselamatan masyarakat pengguna jalan di Dusun IV Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo. Pasalnya, kondisi badan jalan yang mulai tergiris erosi parit galian sehingga membuat jalan semakin kecil dan longsoran tebing parit membentuk jurang yang siap menanti mangsa bagi yang melintas di jalan itu, ujarnya MS salam seorang warga desa setempat kepada wartawan.<br /><br />Kondisi rawannya parit galian perusahaan perkebunan ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit di lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif labuhanbatu. Seperti apa yang pernah dikatakan Dahlan Bukhori dari Fraksi PDI-P DPRD Labuhanbatu, seingat Dahlan beberapa waktu lalu DPRD Labuhanbatu telah mendiskusikan hal ini dalam sidang paripurna untuk merumuskan ramperda tetnang retribusi pajak parit galian yang dimasukan dalam kategori galian c sehingga menjadi PAD bagi Pemkab Labuhanbatu.<br /><br />Namun dengan alasan tidak adanya manfaat ekonomis yang dirasakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit atas parit galian tersebut, didukung pula surat sakti dari BKSPPS (Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sawit) dari pusat yang menyatakan keberatannya bila jenis parit galian seperti itu dikenakan retribusi pajak daerah mengingat galiannya tidak mendatangkan manfaat ekonomis. Menurut surat BKSPPS, galian tersebut bertujuan sebagai tapal batas tanah perusahaan dan juga sebagai alasan pengamanan areal perkebunan kelapa sawit dari kejahatan para ninja sawit.<br /><br />Akan tetapi Dahlan Bukhori tetap membantah, bila alasannya sebagai tapal batas adalah tidak logika mengingat tapal batas yang seyogyanya dipergunakan adalah berupa tiang besi atau sejenisnya. Demikian pula bila alasannya sebagai pembantu pengamanan areal tanaman sawit dari kejahatan aksi para ninja sawit, setahu Dahlan perusahaan yang membuka usahanya selalu sedia dengan sepasukan pengamanan, tegasnya.<br /><br />“Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak memberikan retribusi parit galiannya kepada Pemkab Labuhanbatu, manalagi diketahui parit galian seperti milik PT. Smart Tbk Padang Halaban lebih besar menciptakan keresahan bagi masyarakat ketimbang manfaatnya bagi Pemkab Labuhanbatu. Alangkah lebih baiknya bila permasalahan ini dicari solusinya untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman bagi masyarakat di sekitar parit galian tersebut”, harapnya Dahlan. (SYA)<br /><br />*) adalah ketua Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang merupakan jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara. KTPHS tengah mengupayakan perjuangan massa hak atas tanah atas PT. Smart Tbk Padang Halaban dengan dua ribu jiwa korban konflik .<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Gugatan Petani Korban Tindak Kekerasan Telah Disidangkan</span><br /><br />SIMALUNGUN, STN. Dampak konflik agraria yang menimpa petani dari Nagori Mariah Hombang masih terus berlanjut. Persengketaan yang menajam sejak 19 April 2007 menyisakan beberapa kasus hukum yang patut ditandaklanjuti dengan saksama oleh kepolisian setempat.<br /><br />Salah satunya tengah dialami Liongsan Sianturi [34]. Aktifis Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Sumatera utara, ini dianiaya oleh para pengusaha lokal yang secara sepihak bermaksud mengambil alih tanah petani. Pengusaha tersebut juga dibantu para oknum polisi setempat. Akibat-luka-luka yang dideritanya, Liongsan melaporkan para penganiaya ke polsek Tanah Jawa pada 29 April 2007 lalu. Pihak kepolisian menerima laporan tersebut dalam dokumen bernomor Pol.LP/309/IV/2007/Simal.<br /><br />Akan tetapi, laporan tersebut tak kunjung menyeret para pelaku. Ebed Sidabutar [24], koordinator Front Solidaritas Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang dan Bosar Galugur [FSPPNMHBG], mengatakan bahwa lambatnya proses hukum terhadap laporan tersebut berkaitan erat dengan upaya-upaya pihak penganiaya untuk meloloskan diri dari jerat hukum. “Pihak kepolisian seakan-akan turut menutupi. Hal ini juga nampak dalam pengusutan kasus meninggalnya aktifis FPNMH Djaulak Gultom pada akhir Februari lalu,” terangnya.<br /><br />Upaya FSPPNMHBG dalam mencari keadilan tidak hanya dilakukan di tingkat Kabupaten. Bersama Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional, mereka telah mendatangi Mabes Polri pada akhir Maret 2008 lalu demi mengadukan serangkaian tindak kekerasan yang melibatkan oknum kepolisian setempat dalam menghadapi para petani.<br /><br />Sementara itu dukungan bagi perjuangan FPNMH dan laporan Liongsan Sinaturi terus mengalir. Salah satunya berasal dari Bina Desa, LSM pendukung petani di Jakarta. Tina E.T.V Napitupulu dari Divisi Advokasi dan Kajian Bina Desa meminta agar pihak Kejaksaan Negeri Simalungun agar menuntut seberat-beartnya pelaku tindak penganiayaan terhadap Liongsan Sianturi. Tina juga mendesak pada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri [PN] Simalungun agar betul-betul mempertimbangkan putusan demi terciptanya keadilan sosial bagi petani.<br /><br />Sejak Kamis, 17 Juli 2008 PN Simalungun mulai menyidangkan gugatan Liongsan Sianturi. Hingga kini proses persidangan masih terus berjalan.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Serikat Tani Menuntut Perlindungan Hutan Sebagai Sumber Penghidupan</span><br /><br />BERITA KEGIATAN SERIKAT TANI KABUPATEN SAMOSIR (STKS)<br />DAN KELOMPOK STUDI DAN PENGEMBANGAN PRAKARSA MASYARAKAT (KSPPM)<br /><br />Pangururan, Selasa 25 Maret 2008<br /><br />Puluhan utusan Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) yang didampingi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mendatangi DPRD Samosir. Utusan STKS dan KSPPM disambut oleh Ketua yang didampingi beberapa anggota DPRD lainnya, (Selasa, 25/03/08).<br /><br />Kedatangan utusan STKS dan KSPPM ini bertujuan untuk menyampaikan penolakan penggundulan hutan di Hariara Pintu, Desa Partungkot Naginjang, Kec. Harian, Kab. Samosir. Dalam tuntutannya, STKS dan KSPPM juga mendesak Pemerintah dan Pemda Samosir untuk membatalkan segala rupa ijin pengelolaan hutan kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari dan PT. Sumber Rejeki Tele. Tuntutan ini dibacakan oleh Pengurus Serikat Tani Kabupaten Samosir, dan diterima langsung oleh Ketua DPRD Samosir.<br /><br />“kami yang hadir di sini hanya 5 orang, oleh karena itu kami tidak dapat mengambil keputusan, tapi kami berjanji untuk menindak lanjutinya, kata Jhoni Naibaho, Ketua DPRD Samosir.<br /><br />Saat ini ada pembahasan MoU antara Pemda Samosir dengan Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari, jadi sebagai dukungan awal dari kami, maka kami bersedia mendampingi bapak-bapak dan ibu-ibu untuk menghadiri pertemuan tersebut, tambah Marlon Sihotang, anggota DPRD Samosir.<br /><br />Utusan STKS dan KSPPM ini berangkat bersama anggota DPRD menuju Kantor Bupati Samosir. Pertemuan yang berlangsung di Aula Pertemuan Kantor Bupati Samosir dihadiri Sekda, Assisten I, Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari dan Komisi II DPRD Samosir.<br /><br />Pada saat itu utusan STKS yang didampingi KSPPM diberikan kesempatan untuk membacakan dan menyampaikan aspirasinya. Dalam tuntutannya, STKS yang didampingi KSPPM kembali menegaskan penolakannya terhadap PT. EJS Agro Mulia Lestari terkait rencana penggundulan hutan seluas 2.250 Ha untuk digantikan menjadi tanaman bunga hias dan holtikultura dan mendesak pemerintah dan pemda untuk mencabut dan membatalkan segala rupa ijin pengelolaan hutan kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari.<br /><br />Dalam menyampaikan aspirasi, Esbon Siringo-ringo, Sektretaris STKS, mengatakan bahwa masyarakat samosir yang pada umumnya petani sangat membutuhkan air dan perlindungan pemerintah terhadap petani, kami tidak membutuhkan tanaman bunga.<br /><br />Hal sedana juga dikatakan Nova Gurusinga, staf KSPPM Wil. Samosir, hutan yang direncanakan akan digunduli oleh PT. EJS Agro Mulia Lestari merupakan Daerah Tanggapan Air (DTA) dan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga jika hutan ini tetap gunduli maka bencana kekeringan dan pencamaran tidak mungkin dapat dihindari. Selain kekeringan, bencana lonsongsor juga tidak mungkin dapat dihindari mengingat topografi daerah tersebut merupakan daerah curaman yang dibawahnya terdapat persawahan dan perkampungan masyarakat kecamatan Harian, Sianjur Mula-Mula dan Sitio-tio. Hal ini juga akan sangat berdampak terhadap danau toba yang menjadi salah satu andalan kabupaten ini.<br /><br />Selesai berdialog, pengurus STKS menyerahkan tuntutan tersebut dan diterima Sekda Kabupaten Samosir di hadapan Pimpinan PT. EJS Agro Mulia Lestari dan Komis II DPRD Samosir. Kemudia STKS dan KSPPM meninggalkan kantor bupati.<br />Salam dari kami,<br /><br />Nova Gurusinga dan Guntur Simamora<br />Staf KSPPM Wil Samosir<br /><br />Catatan :<br />Guntur Simamora adalah aktivis KSPPM Wil Samosir dan salah seorang jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Propinsi Sumatera Utara.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Nagori Mariah Hombang, Potret Konflik Agraria yang Tak Kunjung Padam</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP0MMMZ2XI4_ZB21Wt2h4WQ6Q41VmVdCP0j-uc318jmwn7XSERDlK_EPUv9FTizDfzty10H7DtoOwARLcoUvuGBRohl58AgxzgER_mnHKa1YCBXnWMQsPjhseUsrBp5PTuYub3yf3il7zJ/s1600-h/1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 266px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP0MMMZ2XI4_ZB21Wt2h4WQ6Q41VmVdCP0j-uc318jmwn7XSERDlK_EPUv9FTizDfzty10H7DtoOwARLcoUvuGBRohl58AgxzgER_mnHKa1YCBXnWMQsPjhseUsrBp5PTuYub3yf3il7zJ/s400/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5336435974294719602" border="0" /></a><br />GAMBAR yang diambil pada Kamis, 19 April 2007. Saat terjadinya tindak kekerasan terhadap puluhan anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang oleh tuan tanah lokal dan kepolisian dari Polres Simalungun, Sumut. Empat belas petani divonis empat bulan penjara karena didakwa melawan petugas.<br /><br />-------<br /><br />Mariah Hombang adalah sebuah nagori (desa) yang terletak di kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun. Sebuah desa yang mayoritas mata pencahariannya adalah bertani. Di sana terhampar persawahan dan juga permadani kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat maupun perkebunan negara. Sekilas kita mungkin melihat kedamaian dan ketulusan kaum petani dalam bekerja. Namun sejatinya tersimpan persekongkolan kuat kekuasaan yang mengganggu kelangsungan hidup para petani dan menjerumuskan masyarakat ke jurang kemiskinan.<br /><br />Persoalan ini bermula dari tahun 1983 yakni kedatangan dinas kehutanan yang hendak melaksanakan proyek dengan meminjam tanah rakyat seluas 687’5 ha di Perladangan masyarakat. Program tersebut bernama inliving yang dimaksud untuk memperbesar debit air dan penghijauan, untuk petani.Masyarakat pun dengan segala kearifan serta keluguan yang dimilikinya memberikan kesempatan pada dinas kehutan dalam melaksanakan proyek tersebut. Saat itu dinas kehutanan kabupaten simalungun pun membangun kesepakatan bahwa masyarakat bersedia memberikan tanah tersebut untuk dijadikan proyek oleh dinas kehutanan. Dinas kehutanan memberikan pago-pago berupa perlengkapan alat kampung seperti, talam dan perlengkapan memasak serikat Desa di Mariah Hombang dan lahan tersebut hanya bisa dipergunakan dalam satu musim dan selanjutnya masyarakat dapat mengolola tanah tesebut dengan cara tumpang sari.<br /><br />Namun naas bagi rakyat, program tersebut gagal karena pinus yang mereka tanam di areal tersebut tidak tumbuh kembang dengan baik.Namun dinas kehutanan tidak mengembalikan lahan tersebut pada masyarakat. Dinas Kehutanan malah menjual tanah tersebut ke Perusahan Swasta yang bernama PT. Kwala Gunung. Permasalahan itu mulai dari tahun 1989 , ketika PT. KWALA GUNUNG menginginkan tanah seluas 2000 ha. Sesuai ijin lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sumatera Utara pada 27 April 1989 Sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I SUMATERA UTARA Nomor : 593 / 41 / 2757 / K /TAHUN 1989 Tentang Ijin lokasi/Penyediaan Tanah Untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa sawit PT KWALA GUNUNG. Isinya adalah,<br /><br />MEMUTUSKAN/MENETAPKAN :<br /><br />PERTAMA : Memberikan Ijin lokasi / Penyediaan tanah untuk usaha perkebunan kelapa sawit kepada PT.KWALA GUNUNG seluas lebih kurang 1.312,50 ha di Desa Bosar Galugur/Mariah<br />Hombang Kecamatan Tanah jawa Kabupaten Simalungun, sebagaimana Peta petunjuk lokasi /situasi terlampir pada surat keputusan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan.<br /><br />KEDUA : Mewajibkan kepada PT.KWALA GUNUNG untuk :<br /><br /> 1. Menyelesaikan dengan Musyawarah dan mufakat pemberian ganti rugi atas tanah garapan/tanaman yang ada di atasnya.<br /> 2. Mengajukan permohonan pengukuran kepada kantor wilayah badan pertanahan nasional Propinsi Sumatra Utara guna menentukan letak batas dan luas secara defenitif.<br /> 3. Mengurus dan menyelesaikan Hak Guna Usaha pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara.<br /> 4. Melaporkan kegiatan yang telah dilaksanakan secara berkala yaitu setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernus Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara melalui Pemda Tingkat II Simalungun.<br /><br />KETIGA : IJIN LOKASI /Penyediaan tanah ini berlaku untuk 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. Apabila tidak mengadakan aktifitas untuk memenuhi syarat – syarat tersebut diatas dan usaha–usaha pengolahan tanah di lapangan, maka penatapan ijin lokasi/penyediaan tanah ini akan ditinjau kembali.<br /><br />KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan ditinjau kembali.<br /><br />Untuk memenuhi ijin tesebut , Perusahaan tersebut memakai Bupati, Camat, Kepala Desa serta Masyarakat luar yang diduga kuat menjadi kaki tangannya untuk mendapatkan lahan dengan mempengaruhi, mengintimidasi, teror dan lain-lain.<br /><br />Dari hasil Upaya yang mereka lakukan, ternyata semua persaratan yang diberikan oleh Gubernur Sumatra Utara tidak Maksimal di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG. Sehingga sampai dengan hari ini Perusahaan tersebut belum memiliki HAK GUNA USAHA dari Badan Pertanahan Nasional Propinsin Sumatera Utara. dan PT KWALA GUNUNG tidak mendapatkan lahan seluas 2000 ha.<br /><br />Ketidak maksimalan persyaratan yang tidak di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG antara lain sbb :<br /><br /> 1. Tanah yang masyarakat yang hendak diganti rugi ternyata salah alamat , dalam artian bahwa<br /> 2. masyarakat yang menerima ganti rugi tersebut bukan termasuk Penggarap tanah yang sebenarnya.<br /> 3. Nominal harga yang disepakati senilai Rp. 500.000 /ha ternyata tidak sesuai dengan nominal harga yang diterima olah masyarakat dari Para Birokarasi yang di percayai saat pemberian tolak cangkul tersebut, sebagian masyarakat mendapat Rp.200.000 /ha, bahkan ada diantara masyarakat yang hanya mendapatkan Rp. 70.000.<br /> 4. Jumlah ganti rugi yang diberikan, tidak disesuaikan dengan ukuran luas tanah yang digarap oleh masing- masing masyarakat.<br /> 5. Penyerahan ganti rugi/pago – pago.tidak disertai dengan Batas – batas tanah garapan masyarakat.<br /> 6. Pemberian ganti rugi bersifat yuridis (tumpang tindih).<br /><br />Berangkat dari kesalahan yang dilakukan oleh Pihak Perusahan yang saat itu menggunakan birokrasi dan masyarakat luar yang telah melakukan intimidasi terhadap masyarakat. Sampaidengan hari ini persoalan ini belum terselesaikan oleh pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemda tingkat Kabupaten Simalungun.<br /><br />Kami tegaskan bahwa Sejak SK diterbittkan Perusahaan tidak pernah melakukan aktifitas apapun di areal tersebut dalam artian bahwa perusahan tersebut telah MENELANTARKAN TANAH tersebut.<br /><br />Kesadaran rakyat pun timbul bahwa ternyata mereka telah ditipu selama ini oleh Pemerintah dan pihak Pengusaha.Merekapun membentuk organisasi bernama, Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) sebagai alat perjuangan untuk mengambil kembali tanahnya yang sudah dirampas. Namun dalam perjalanannya kemudian, mereka selalu mendapat tekanan setiap birokrasi di Pemerintahan Simalungun.<br /><br />Namun mereka tetap menuntut dengan aksi massa. Pada 15 juni 2006 Bupati pernah menyatakan “Silahkan duduki tanah itu,jangan mau pergi walaupun ada yang mengusir, sampai penyelesaian”. Pernyataan tersebut disambut baik masayarakat. Ironisnya ketika masyarakat<br />menduduki tanah tersebut malah masyarakat di adukan dengan tuduhan melakukan pengerusakan .<br /><br />Pengaduan tersebut keluar berdasarkan pengaduan yang dibuat oleh pengusaha lokal yang sejauh sepengetahuan masyarakat ia sama sekali tidak berhak atas tanah garapan tersebut.<br /><br />Ternyata tanpa sepengetahuan masyarakat, bahwa Perusahaan tersebut telah memperjual – belikan tanah garapan tersebut ke Pengusaha lokal yang difasilitasi oleh kepala desa.<br /><br />Hal ini membuat Konflik Horijontal yang berkepanjangan antara Forum Petani Nagori Maria hHombang dengan Pihak Pengusaha dan PT. KWALA GUNUNG dan Pemerintah tidak berani mengambil Kejaksanaan dalam menyikapi persoalan ini. Pemerintahan Kabupaten Simalungun lebih cenderung membiarkan konflik ini dan berpihak terhadap Pemilik modal tersebut.<br /><br />Hingga pada 19 April 2007 yang lalu, terjadi insiden yang membuat tekanan psikologis masyarakat. Pengusaha lokal melakukan penganiayaan terhadap Liongsan Sianturi (Petani Mariah Hombang) beserta masyarakat lainnya. Saat insiden tersebut,17 orang petani Mariah Hombang ditangkap dan divonis selama 4 (empat) bulan dengan tuduhan melawan petugas Kepolisian Resort Simalungun.<br /><br />Tindakan kejahatan Penganiayaan yang dilakukan oleh pengusaha telah dilaporkan kepada Kepolisian resos simalungun, Sesuai surat laporan polisi No : Pol. LP / 309 / IV / SIMAL tertanggal 29 April 2007. Namun sampai hari ini, respon kepolisian terhadap pengaduan<br />tersebut belum ditindak lanjuti oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara melalui Polres Simalungun. Selama sebelas bulan lamanya pengaduan tersebut di terlantarkan oleh Kepolisian<br />Resor Simalungun dan membiarkan pelaku kejahatan tersebut bebas berkeliaran..<br /><br />Aksi Unjuk rasa yang dilakukan para petani dengan organisasi masyarakat pada 21 Januari 2007 telah mendapat respon yang positif dari DPRD Simalungun. Sesuai Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Simalungun dengan No. 332 / 186 / DPRD / tertanggal 22 Januari 2008 kepada Bupati Simalungun.Adapun isi Rekomendasi tersebut adalah sbb :<br /><br /> 1. Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk mengadakan pertemuan dengan masyarakat Mariah Hombang dan Bosar Galugur guna mendapatkan solusi penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang kecamatan hutabayu raja dan kecamatan tanah jawa dengan PT.KWALA GUNUNG.<br /> 2. Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk tidak melakukan aktifitas di lokasi yang di persengketakan sebelum ada perijinan sesuai perundang – undangan yang berlaku.<br /> 3. Menjembatani sekaligus menyurati Kapolres Simalungun untuk dapat menangguhkan penahanan atas tiga orang warga Mariah Hombang/Bosar Galugur yang ditahan. Mereka adalah Vinsensius Sinaga, Mangisara Butar Butar dan Hisar Butar Butar.<br /> 4. Mengkoordinasikan dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Simalungun untuk tidak memperkenankan melakukan kegiatan atau melakukan kegiatan atau aktifitas apapun di lokasi yang di sengketakan sebelum melaksanakan kordinasi dengan Bupati Simalungun dan Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun.<br /> 5. Agar Dinas Kehutanan yang di dampingi satpol PP melakukan pengawasan terhadap penebangan kayu dan seluruh aktifitas di areal yang di persengketakan sebelum ada kepastian hukum/perundang undangan yang berkekuatan hukum.<br /><br />Sangat disesalkan , rekomendasi yang di keluarkan oleh DPRD Simalungun sama sekali tidak di respon oleh instansi yang seharusnya berkompeten dalam melaksanakan Anjuran tersebut.<br /><br />13 Pebruari 2008, Djaulak Gultom (Seorang saksi saksi sejarah tanah sekaligus petani Mariah Hombang) di temukan tewas dalam situasi yang mengenaskan. Pembunuhan terhadap Djaulak Gultom diduga merupakan tindakan yang tidak manusiwi yang di lakukan oleh orang – orang juga diasumsikan terlibat dalam sengketa tanah tersebut.<br /><br />Kondisi tubuh mayat ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan seperti :<br /><br /> * Perut hingga dada ditutupi rumput.<br /> * Kepala bagian belakang, ditemukan luka bekas tusukan/benturan.<br /> * Topi bermerek korpri tetap berada diatas kepala (Namun tidak terpakai).<br /> * Mulut dalam keadaan mengagang (terbuka).<br /> * Bibir bagian atas sebelah kiri pecah (luka).<br /> * Kedua tangan mengepal.<br /> * Di Dada hingga perut ditemukan beberapa goresan dan bekas memar (membiru).<br /> * Diatas pusat ditemukan bekas luka bertuliskan angka lima (5).<br /> * Kaki sebelah kiri melepuh (diduga terkena siraman air panas).<br /> * Sandal jepit yang digunakan dalam keadaan terpakai.<br /> * Kondisi tubuh dalam keadaan telentang dan sudah menegang.<br /><br />Penyebab kematian Djaulak Gultom tersebut hingga kini belum terungkap, disebabkan ketidakseriusan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Polres Simalungun. Hingga kini, pihak keluarga Djaulak Gultom belum menerima hasil otopsi yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Simalungun di RUMAH SAKIT DJASAMEN SARAGIH Pematang Siantar.<br /><br />Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak–pihak masyarakat, Anggota DPRD SUMATERA UTARA melalui Komisi A telah melakukan desakan terhadap Kematian Djaulak Gultom.<br /><br />Dengan kejadian ini, kita rakyat Indonesia sudah dapat melihat bagaimana kolaborasi antara pihak Pemodal/Pengusaha dengan Pemerintahan di Simalungun, Demikian juga Ketidakseriusan Kepolisian Resort Simalungun dalam Menangani persoalan rakyat.<br /><br />Bersama ini, tuntutan masuarakat yang terhabng dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang adalah ;<br /><br /> 1. Menyelesaikan sengkete tanah di Mariah Hombang Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.<br /> 2. Menagkap Pelaku Kejahatan Penganianyaan terhadap Liongsan Sianturi sesuai surat laporan polisi No. POL./ 309 / IV / 2007 tertanggal 29 April 2007.<br /> 3. Mengusut tuntas Kematian Djaulak Gultom, Petani Maria Hombang.<br /> 4. Copot KAPOLDA Propinsi Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun.<br /><br /><br />Hormat kami,<br /><br />FRONT SOLIDARITAS PERJUANGAN PETANI NAGORI MARIA HOMBANG KEC.HUTABAYU RAJA DAN NAGORI BOSAR GALUGUR KEC.TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA = FSPPMHBS =<br />Sekretariat : Kampung Pokanbaru Desa Maria Hombang Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara<br /><br />Disampaikan secara tertulis oleh Ebed Sidabutar selaku koordinator FSPPMHBS dan Kasmin Manurung selaku ketua Forum petani Nagori Mariah Hombang, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.<br /><br />Berikan dukungan bagi perjuangan FSPPMHBS dengan melayangkan fax surat protes kepada :<br /><br /> 1. Bupati Kab Simalungu 0622 - 7551900.<br /> 2. DPRD Kab. Simalungun 0622 - 7552780.<br /> 3. BPN Sumatera Utara 061 4531969.<br /> 4. DPRD Sumatera Utara 061 - 4511419.<br /> 5. Polda Sumuatera Utara 061 -7879372.<br /><br />Beika dukungan juga untuk mengirimkan sms protes kepada :<br /><br /> 1. Bupati Kab. Simalungun 0811606777 dan 0811639656.<br /> 2. Kapolres Kab. Simalungun 08126209090.<br /> 3. Kepala Kejaksaan Kab. Simalungun 08126211349.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;"> </span><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Aktivis Petani Tewas, Polisi Menyebutkan Jaulak Meninggal karena Serangan Jantung</span><br /><br />http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.03474892&channel=2&mn=166&idx<br />=166<br /><br />KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI / Kompas Images<br /><br />Lince boru Sihombing (62) menangis saat menceritakan kematian suaminya, Jaulak Gultom (66), petani Mariah Hombang, Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, Selasa (26/2). Polisi menyatakan korban meninggal karena serangan jantung, sementara warga dan Lince bersaksi korban dibunuh karena ditemukannya luka di tubuh korban.<br /><br />Kamis, 28 Februari 2008 | 03:47 WIB<br /><br />Medan, Kompas - Jaulak Gultom (66), aktivis petani yang masih terlibat konflik tanah di Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, ditemukan tewas di ladang desa setempat dua pekan lalu. Para tetangga dan keluarga menduga korban tewas dibunuh.<br /><br />Meskipun demikian, Polres Simalungun menyatakan bahwa korban meninggal karena serangan jantung. Hingga Selasa (26/2), polisi belum mengeluarkan hasil visum korban.<br /><br />Lince boru Sihotang (62), istri Jaulak, di Kantor Kontras Sumut kemarin siang bertutur, korban ditemukan pukul 20.00 di kebun yang berjarak sekitar 300 meter dari ladangnya setelah seharian dicari. Sambil bercucuran air mata, Lince bercerita dalam bahasa Batak bahwa korban ditemukan oleh anaknya, Tien Gultom (22). Separuh tubuh korban mulai dari perut hingga kepala tertimbun rumput.<br /><br />Menurut Lince, seperti hari yang lain, Rabu (13/2) lalu ia pergi ke sawah, sementara suaminya ke ladang. Biasanya suaminya pulang untuk makan siang, sedangkan Lince membawa bekal makan sendiri. Hari itu ia ke sawah bersama Tien. Saat tengah hari, Tien dimintanya pulang. Selain makanan tidak cukup untuk berdua, ia juga diminta menengok bapaknya yang akan makan siang di rumah.<br /><br />Sampai di rumah Tien tak menemukan ayahnya. Ia cari di ladang pun tidak ditemukan. Para tetangga ikut mencari hingga ditemukan sekitar pukul 20.00 dengan tubuh sudah kaku dengan tangan mengepal. Sebelum korban ditemukan, sempat beredar teror melalui SMS bahwa seorang warga bernama Benfri Sinaga tewas dibunuh.<br /><br />Polisi datang dua jam kemudian. Ditemukan luka tusuk di kepala belakang dan luka memar di perut. Kaki kanan dan belakang telinga korban melepuh seperti disiram air panas. Korban kemudian dibawa ke RSUD Pematang Siantar untuk divisum. Namun, hasil visum hingga kini belum diterima pihak keluarga.<br /><br />Diah Susilowati dari Kontras Sumut mengatakan, pembunuhan itu diduga berkenaan dengan konflik tanah yang sudah berlangsung dua tahun ini. Korban adalah saksi hidup atas status tanah konflik di Mariah Hombang, Hutabayu Raja, dan Desa Bosargalugur, Kecamatan Tanah Jawa, Simalungun, antara perusahaan dengan sekitar 700 kepala keluarga di dua desa itu. Diah mengatakan, kasus-kasus pembunuhan karena konflik tanah sering terjadi di Sumut.<br /><br />Korban sendiri, tutur Lince, pernah dipenjara selama dua tahun karena kasus tanah di Mariah Hombang pada tahun 2002. Tahun 2007, ia juga menjadi korban bersama 16 petani, ditahan di Polres juga kasus pada tanah yang sama.<br /><br />Kepala Polres Simalungun Ajun Komisaris Besar Rudi Hartono mengatakan, fakta menunjukkan korban mengalami gagal jantung. Namun, hasil laboratorium forensik belum diketahui.<br /><br />”Korban memang seakan-akan dianiaya, kami masih mengirim hasilnya ke Medan,” kata Rudi. Polisi menduga ada pihak ketiga yang menggerakkan petani di kawasan itu. (WSI)<br /><br />-------<br /><br />Kronologis Peristiwa Pembunuhan 13 Pebruari 2007 Terhadap Jaulak Gultom di Jalan Umum Areal Kode Cina yang diterima oleh Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional<br /><br />Pukul 20.00<br /><br />Anak dari korban (jaulak Gultom) menemukan bapaknya telah mati di perladangan arah kode cina. Menurut kesaksian dari anak korban bahwa bapaknya pergi keladang jam 11 siang dan biasanya si korban uda pulang jam 5 sore tapi karna korban gak kunjung pulang dari perladangan maka sianak mencari bapak dengan kondisi yang naas.<br /><br />Pukul 20.15<br /><br />Kasmin Manurung (ketua FPNMH) dihubungi penduduk kampung untuk memberitahu peristiwa tsb. Pada saat itu juga kasmin menghubungi pihak kepolisian Polsek Tanah Jawa untuk memberitahu peristiwa tersebut.<br /><br />Pukul 21.30<br /><br />Kepolisian Polsek Tanah Jawa turun ke TKP untuk melihat korban dan menanyai anak korban, tapi sangat disayangkan Polsek Tanah jawa belum berani mengambil tindakan untuk mengamankan korban dari dengan alas an belum ada perintah dari Polres Simalungun.<br /><br />Pukul 23.00<br /><br />Polres Simalungun dating ke TKP. Dalam penyelidikan yang dilakukan pihak polres ditemukan kondisi korban yang sangat memprihatinkan yaitu ditemukan lobang dibelakang kepala korban dan luka memer di sekujur punggung tubuh korban.<br /><br />Pukul 24.00<br /><br />Korban diangkat dari TKP untuk dibawa ke RSUD Pematangsiantar agar dilakukan Visum oleh ahli forensic.<br /><br />Pukul 24.45.<br /><br />Korban tiba di RSUD dan ditangani pensiunan dokter RSUD karna dokter jaga lagi tidak berada ditempat. Dari hasil pemeriksaan pihak RSUD dapat diberi keterangan bahwa korban dianiaya dengan keji dengan hasil pemeriksaan sbb ;<br /><br />1. Ditemukan lubang luka dikepala dengan memakai alat seperti paku<br />2. Korban dipukul lebih dari dua orang hingga tak sadarkan diri<br />3. Ditemukan kulit terkelupas dibagian kaki dan telinga seperti kena siraman air panas.<br /><br />Pukul 04.30<br /><br />Korban dibawa kembali kerumah duka oleh RSUD di kode cina. Isak tangis kelurga korban tak terbendung lagi dan meminta pihak kepolisian agar mengungkap kasus yang terjadi pada Jaulak Gultom.<br /><br /><br />Catatan :<br /><br />Jaulak Gultom adalah salah satu anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH] jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Propinsi Sumatera Utara.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu</span><br /><br />http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Petani-Torgamba-Demo-Ke-Kantor-Bupati-L.-Batu.html<br /><br />Jumat, 25 Januari 2008 03:00 WIB<br /><br />Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu<br />Rantauprapat, WASPADA Online<br /><br />Sekira 200-an petani kelapa sawit yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari, Desa Asam Jawa, Kec. Torgamba, Kab. Labuhan Batu berunjuk rasa ke Kantor Bupati Labuhan Batu, Kamis (24/1).<br /><br />Mereka meminta Pemkab turut campur dalam pengukuran ulang lahan yang disengketakan antara PT Milano dengan petani. Aksi unjukrasa para petani berbuntut dari keputusan Pengadilan Negeri Rantauprapat yang disinyalir sengaja berpihak kepada perusahaan untuk memenangkan lahan sengketa seluas sekira 259, 65 Ha hamparan lahan satu dan 237,94 Ha lahan hamparan dua.<br /><br />Aksi dipimpin Suwardi sebagai Ketua Kelompok Tani Mentari dimana sebagian besar anggotanya adalah eks pengungsi konflik Aceh berharap Pemkab mau memikirkan sejenak rakyatnya yang bakal terlunta-lunta akibat penggusuran lahan yang selama ini merupakan ladang kehidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.<br /><br />Para pengunjuk rasa usai melakukan orasi di halaman Kantor Bupati yang dijaga ketat Satpol PP dan anggota Polres Labuhan Batu setelah dilakukan negoisasi ditetapkan 10 perserta petani yang diperkenankan masuk dalam rapat terbatas dengan pemkab yang langsung dipimpin Wabup Sudarwanto S.<br /><br />Dalam rapat itu terungkap, perwakilan warga meminta agar pelaksanaan eksekusi ditunda dan dilakukan kembali pengukuran lahan yang disengketakan. Mendengar masukan dari masyarakat petani, Sudarwanto menjawab, Pemkab tidak mempunyai kewenangan untuk menunda eksekusi yang telah ditetapkan pengadilan sebab sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.<br /><br />Namun, kalau permintaan masyarakat untuk digelar kembali pengukuran ulang HGU PT Milano, sebagai petugas pelayan masyarakat pemerintah daerah meminta waktu sebab masalah tersebut wajib dikonsultasikan dengan perangkat terkait, tentunya keputusannya akan disampaikan pada rapat selanjutnya melalui perwakilan pengunjukrasa, papar Wabup.<br /><br />Usai pertemuan itu para unjukrasa melanjutkan aksi mereka ke PN Rantauprapat. Hingga berita ini terkirim para unjukrasa masih bertahan di gedung pengadilan dengan penjagaan ekstra ketat dari satuan petugas Polres Labuhan Batu. (a26)<br /><br /><br /><br />Catatan :<br /><br />Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.<br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;"> </span><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Petani Demo Kantor Bupati Labuhanbatu dan PN Rantauprapat</span><br /><br />http://hariansib.com/2008/01/24/petani-demo-kantor-bupati-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Pasca eksekusi perumahan petani, seratusan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari (KTM) mendemo kantor bupati Labuhanbatu di Jl Sisingamangraja, Rantauprapat, Kamis (24/1). Mereka menuntut keadilan dan Pemkab harus bertangungjawab atas eksekusi perumahan petani oleh jurusita Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat.<br /><br />Para petani ini membawa spanduk sepanjang 3 meter dengan lebar 1 meter bertuliskan “Negara/Pemkab harus bertanggungjawab atas nasib rakyatnya akibat eksekusi/penggusuran. Jangan coba-coba menghindar atau cuci tangan”. Spanduk merah itu dipampangkan pengunjukrasa di halaman kantor bupati Labuhanbatu menghadap gedung eksekutif itu.<br /><br />Di halaman gedung mewah itu, para petani yang merasa dirugikan menyampaikan orasi kekecewaan dan kekesalannya atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat mengeksekusi perumahan atau perkampungan mereka dari lahan garapan bersengketa dengan PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu hari Selasa (22/1).<br /><br />Aksi damai massa petani KTM dikawal ketat seratusan anggota polisi dari Polres Labuhanbatu dipimpin Kabag Ops Kompol J Manurung.<br /><br />Seusai menyampaikan aspirasinya di halaman kantor bupati, pendemo yang didominasi para orang tua itu beranjak ke halaman PN Rantauprapat juga dikawal polisi. Spanduk merah itu juga dipampang menghadap pintu masuk kantor pengadilan yang berseberangan dengan kantor bupati Labuhanbatu.<br /><br />Para petani berorasi di halaman PN itu. “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan,” sorak petani pengunjukrasa. Dalam aksi itu, kordinator aksi Saeno dan orator massa Anto menghimbau petani pendemo tidak bertindak anarkis.<br /><br />Orator pengunjukrasa, Anto, solidaritas petani dari Kelompok Tani Bersatu (KTB) dalam orasinya mengatakan, 22 Januari 2008 adalah hari kiamat kecil bagi kelompok tani (Poktan). Karena perumahan petani dan 450 petani dieksekusi pengadilan dari lahan garapan yang telah dijadikan petani menjadi perkampungan. Dan pada eksekusi hari itu, ratusan petani ditembak dengan gas air mata. Mereka mengakui, seorang petani ibu rumah tangga tewas akibat gas air mata yang disemburkan polisi yang menghalau aksi perlawanan petani atas eksekusi dimaksud. Bayi berusia dua bulan juga ikut jadi korban gas air mata dari polisi.<br /><br />Kapolres Labuhanbatu kepada wartawan membantah kalau gas air mata disebut penyebab meninggalnya seorang petani.<br /><br />Setelah satu jam massa petani berorasi sambil bernyanyi lagu-lagu perjuangan petani di halaman kantor pengadilan itu, barulah Ketua PN Rantauprapat Moestofa SH MH turun menemui pengunjukrasa. Dia meminta perwakilan petani untuk diberi penjelasan terkait putusan pengadilan masalah gugatan dan verset warga tani yang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.<br /><br />Di ruang sidang anak PN itu, Moestofa didampingi hakim Budiman Sitorus SH, kaur umum Maramuda Siregar dan Kabag Ops Polres Labuhanbatu Kompol J Manurung, memberikan penjelasan kepada delegasi massa petani KTM pengunjukrasa Yetno, Wardi, Saeno, Zulkifli, Amir Damsyah T, Wisah dan H Rustam.<br /><br />Moestofa menerangkan bahwa PT Perkebunan Milano memiliki alas hak HGU No.1 tahun 1988 tanggal 8 Maret 1988. GHU itu ada dua, yakni untuk pengusahaan lahan di Dusun Pengarungan dan di Sei Daun. PN telah memutus perkara gugatan PT Perkebunan Milano diterima, sedangka kasasi warga petani ditolak MA dalam perkara No.16/Pdt.G/2003/PN-Rap.<br /><br />Lahan yang dikuasai Sainah bersama 150 warga berada dalam HGU dimaksud. Sainah dkk mengajukan verset (perlawanan), Yatno dkk mengajukan verset dan Peninjauan Kembali (PK) serta Wandi dkk mengajukan verset dan gugatan baru dengan kuasa hukum M Yamin Lubis SH dan Abdi Nusa Tarigan SH, yakni No.9 dan No.10 yang telah diputus PN Rantauprapat. Dalam verset dan gugat baru dimaksud, warga petani hanya bisa menunjukkan surat pernyataan sendiri menggarap tanah yang diketahui kepada desa. “Saya berkeyakinan bahwa verset dan gugatan baru itu hanya untuk mengharapkan kesempatan menggarap,” tukas Moestofa.<br />Menjawab pertanyaan Saeno, mengapa PN langsung melakukan sita eksekusi sebelum ada putusan atas verset dan gugatan baru, Moestofa menjelaskan bahwa verset atau gugatan baru tidak menghalangi sita eksekusi dan eksekusi karena telah menjadi putusan pengadilan. HGU PT Milano juga belum ada yang dibatalkan pemerintah. Ketua PN juga bertanggungjawab atas eksekusi yang telah dilaksanakan juru sita.<br /><br />Dalam kesempatan itu, delegasi petani meminta agar dilakukan ukur ulang lahan yang dikuasai PT Perkebunan Milano sebab diduga melebihi luas lahan sebagaimana dalam HGU. (S25/l)<br /><br />Catatan :<br /><br />Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Lima Butir Kesepakatan DPRD Kab. Simalungun Untuk FPNMH</span><br /><br />Setelah melakukan serangkaian aksi unjuk rasa pada hari Senin [21/01] di DPRD Kab. Simalungun, para petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional, berhasil mendesakkan 5 [lima] butir tuntutan.<br /><br />Kelima butir tuntutan tersebut adalah :<br /><br /> 1. DPRD Kab. Smalungun bersedia mengeluarkan rekomendasi untuk penangguhan penahanan 3 orang petani yang masih ditahan di Polres Simalungun.<br /> 2. DPRD Kab. Simalungun melarang PT. Kuala Gunung [ PT. KG] melakukan aktivitas pem-buldozer-an di lapangan.<br /> 3. DPRD kab. Simalungun meminta kepada Kantor Pertanahan Kab. Simalungun untuk tidak melakukan pengukuran lahan sampai persoalan hak atas tanah yang disengketakan PT. KG dengan FPNMH selesai.<br /> 4. DPRD Kab. Siamlungun mendesak kepada para investor lokal agar menghentikan penebangan tanaman di pinggiran daerah aliran sungai, demi menjaga kelestarian lingkungan.<br /> 5. DPRD Kab. Simalungun mendesak pada Bupati untuk mempercepat penyelesaian konflik bersama pihak Kantor Pertanahan setempat.<br /><br />-------<br /><br />http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Ratusan-Warga-Demo-Di-DPRD.html<br /><br />Selasa, 22 Januari 2008 03:00 WIB<br />Ratusan Warga Demo Di DPRD PDF Cetak E-mail<br />Simalungun, WASPADA Online<br /><br />Ratusan warga Mariah Hombang, Kec. Hutabayuraja dan warga Bosar Galugur, Kec. Tanahjawa, Simalungun tergabung dalam Front Solidaritas Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang dan Bosar Galugur (FSPPN-MHBG), Senin (21/1) kembali mendatangi kantor DPRD Simalungun, Jalan Sangnawaluh, menuntut penyelesaian kasus tanah dan mohon pelepasan tiga rekan mereka yang ditahan di Polres Simalungun.<br /><br />Warga yang terdiri dari orangtua laki-laki dan perempuan, pemuda, remaja dan anak-anak datang dengan mengendarai lima truk dan kenderaan umum. Selain berorasi menyampaikan aspirasinya melalui pengeras suara, para pengunjuk rasa juga membawa spanduk berukuran besar dan kecil.<br /><br />Meskipun kedatangan warga Mariah Hombang dan Bosar Galurur ke gedung wakil rakyat sudah berulang kali, namun kasus sengketa tanah yang menjadi pertikaian antara warga dengan pihak PT Kuala Gunung tidak kunjung tuntas. Malah persoalannya menjadi rumit, karena akibat ekses yang terjadi di lapangan tiga warga Bosar Galugur ditahan di Mapolres Simalungun.<br /><br />“Percepat penyelesaian sengketa tanah di mariah Hombang dan Bosar Galugur serta bebaskan ketiga petani yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota kepolisian,” teriak salah seorang pengunjuk rasa saat membacakan pernyataan sikapnya.<br /><br />Dikatakan, masalah sengketa tanah antara masyarakat dengan pihak PT Kuala Gunung merupakan kasus yang sudah cukup lama. Bahkan persoalannya telah beberapa kali dibahas, baik digedung dewan maupun di kantor bupati, namun hasilnya tetap mengambang alias tidak jelas.<br /><br />Terakhir pertemuan di kantor dewan pada 14 Desember 2007, dimana pihak DPRD sendiri melalui komisi I telah mengeluarkan rekomendasi dan menyarankan kepada Pemkab Simalungun, c/q Bupati Simalungun agar kedua belah pihak (warga dan PT Kuala Gunung) menghentikan kegiatan di atas lahan sengketa.<br /><br />Kenyataan di lapangan pihak PT Kuala Gunung terus beraktivitas di atas lahan sengketa, sedangkan warga melarang, sehingga timbul sedikit konflik yang berujung kepada penangkapan tiga petani. “Kami tidak tahu apakah rekomendasi DPRD itu telah dikirimkan kepada PT Kuala Gunung atau memang sengaja tidak dikirim sehingga memicu terjadinya bentrok di lapangan,” terang salah seorang pengunjukrasa.<br /><br />Yang parahnya lagi, timpal pengunjukrasa lainnya, saat mereka menggelar aksi menuntut pelepasan tiga rekan mereka ke Polres Simalungun pada Rabu (16/1) lalu, justru yang diperoleh bukan pelepasan atau penangguhan penahanan, malah seorang lagi teman mereka (Kasmin Manurung) yang ikut berunjuk rasa ditangkap usai unjukrasa.<br /><br />Setelah, penangkapan Kasmin Manurung, warga kemudian mendatangi kantor DPRD Simalungun, tetapi lagi-lagi sial bagi warga yang sudah capek-capek dan begitu jauh datang dari kampungnya, sesampainya di gedung dewan justru ‘diusir’ alias disuruh pulang karena datang tanpa izin atau pemberitahuan. “Penyelesaian kasus ini perlu keseriusan. Kalau DPRD dan Pemkab Simalungun serius, kasus ini pasti sudah selesai,” ujar Ebed Sidabutar, selaku kordinator aksi.<br /><br />Menyikapi aspirasi pengunjukrasa, anggota DPRD Simalungun dari Komisi I masing-masing Iskandar Sinaga, Johan Arifin, Makmur Damanik, Binar Pasaribu serta Prisdar Sitio, sekretaris dewan mengundang 10 perwakilan masyarakat untuk membicarakan masalah itu. Dalam pertemuan dengan wakil masyarakat itu, beberapa hal dibahas termasuk soal izin prinsip PT Kuala Gunung dan kemungkinan adanya ganti rugi yang akan diterima masyarakat.<br /><br />Kemudian, menyangkut tiga rekan petani yang ditahan di Mapolres Simalungun, wakil ketua DPRD Simalungun, Janter Sirait yang juga sebagai kordinator Komisi I mengatakan akan mengeluarkan rekomendasi untuk bisa menangguhkan penahanannya. Begitupun, pertemuan itu akan dilanjutkan dengan mempertemukan antara pihak petani dan PT Kuala Gunung dengan difasilitasi Pemkab Simalungun. (a15)<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Penangkapan Petani Bosar Galugur dan Ketua FPNMH</span><br /><br /><br />Kembali terjadi tindak kekerasan yang menimpa para aktifis dan petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Prop. Sumatera Utara.<br /><br />Berikut ini adalah kronologi kejadiannya.<br /><br />Sabtu, 12 januari 2008<br /><br />PT Kuala Gunung mendatangkan Buldoser ke Nagori Bosar Galugur untuk membuat jalan ke lahan sengketa dan sekaligus menumbang kayu untuk dijadikan kayu olahan. Alat berat ini di operasikan oleh Iwan<br /><br />Minggu 13 Januari 2008<br /><br />Masyarakat yang melihat alat berat memasuki dan menumbang kayu dari lahan yang mereka kuasai mengingatkan Iwan untuk segera menghentikan aktifitasnya dengan penjelasan bahwa status tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian dan tidak boleh ada aktifitas di lahan sebelum mendapatkan kesimpulan dari peretmuan lanjutan yanag akan dibicarakan dalam waktu dekat. Namun Iwan bersikeras akan melanjutkan pekerjaannya dan tidak boleh satu orangpun menghalanginya. Hal ini dibuktikannya dengan mengeluarkan senjata tajam berupa Kampak dan melayangkan ke salah seorang petani, sehingga mengenai bokongnya. Segera masyarakat lainnya menarik kampak dari tangan Iwan dan membawa teman petani yang terkena senjata tajam tersebut untuk diobati.<br /><br />Senin 14 januari 2008<br /><br />Setelah insiden hari minggu tersebut, Iwan melaporkannya ke Mapolsek Tanahjawa dan mengadukan beberapa orang masyarakat sebagai tersangka dengan tuduhan penganiayaan.<br /><br />Selasa 15 Januari 2008<br /><br />Masyarakat mendatangi Mapolsek Tanah jawa hendak melaporkan insiden minggu 13 januari tersebut dan untuk mengadukan Iwan sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap salah seorang teman mereka. Namun Mapolsek TanahJawa tidak menanggapi laporan masyarakat tersebut malahan menahan 3 orang karena menjadi tersangka atas penganiayaan Iwan dan membawa ketiga petani tersebut ke Mapolres Simalungun.<br /><br />Rabu 16 Januari 2008<br /><br />Mendapat informasi bahwa 3 orang petani dari nagori mereka di tahan di Mapolres Simalungun, masyarakatpun mendatangi Mapolres Simalungun untuk menanyakan alasan penahanan ketiga orang teman mereka. Namun pihak Polres Simalungun tidak menerima mereka karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya, kemudian masyarakat dengan membawa kekesalan hendak mengadukan kejadian ini ke DPRD Simalungun untuk meminta keseriusan pihak pemerintah menangani persoalan di nagori mereka. ketika hendak membubarkan diri, Kasmin Manurung (Ketua FPNMH) ditangkap dan diborgol oleh salah seorang anggota Polres Simalungun tanpa alasan yang jelas.<br /><br />Setelah mendapat keterangan dari Kasmin Manurung, dia dituduh terlibat dalam kasus penganiayaan Iwan, padahal pada saat peristiwa terjadi Kasmin Manurung tidak ada di lokasi kejadian.<br /><br />Kamis 17 Januari 2008<br />Perkembangan terakhir 3 orang petani dan juga Kasmin Manurung sudah menandatangani surat penangguhan penahanan dan sampai kronologis ini dibuat belum ada kejelasan status mereka.<br /><br />Catatan :<br /><br />Hari ini [Senin, 21/01/08] para petani yang tergabung dalam FPNMH mengadakan unjuk rasa ke kantor Bupati dan DPRD Kab. Simalungun untuk menuntut pembebasan 3 orang petani.<br /><br />Untuk dukungan perjuangan FPNMH, mohon kirimkan sms protes ke Bupati Kab. Simalungun di nomor 0811606777 dan 0811639656.<br /><br />Kirimkan juga surat protes melalui fax kepada Polda Sumatera Utara 061 7879372; Fax BPN Sumatera Utara 061 4531969; Fax DPRD Sumatera Utara 061 4511419.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Ratusan Petani Labuhanbatu Unjuk Rasa Tuntut PT Sipef Kembalikan Lahan 662 Ha</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/12/19/ratusan-petani-labuhanbatu-unjuk-rasa-tuntut-pt-sipef-kembalikan-lahan-662-ha/<br /><br />Labuhanbatu (SIB)<br /><br />Ratusan massa petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Kecamatan Pangkatan, Labuhanbatu, berunjukrasa ke DPRD setempat, Senin (17/12), menuntut agar lahan seluas 662 hektar yang kini dikuasai PT Sipef Pangkatan, dikembalikan kepada masyarakat sebagai pemilik lahan. Termasuk di dalamnya, Dusun Tiga Maju Bulu Sari, Desa Sido Rukun yang turut dikuasai perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.<br /><br />Dalam aksi damai itu, massa yang diterima Komisi A, juga membawa alat peraga yang menggambarkan ketertindasan masyarakat oleh PT Sipef. Alat peraga itu berupa tabung berbentuk pabrik dengan pelataran rumah dinas PT Sipef. Alat peraga itu dipikul warga dalam aksi itu, yang menggambarkan beban berat yang diterima warga terhadap kehadiran perusahaan itu.<br /><br />Melalui sidang konsultatif dengan DPRD, disepakati akan ditindaklanjuti pasca tahun baru mendatang. Direncanakan, DPRD akan mengundang pihak PT Sipef, BPN, Tim Verifikasi Tanah Pemkab Labuhanbatu dan unsur lainnya yag dianggap perlu.<br /><br />Kepada wartawan, penasihat KTTM, Tirman, menyebutkan sengketa lahan dimaksud mulai tahun 1970 -1980 lalu. Luas lahan yang disengketakan itu dikuasai PT Sipef Pangkatan.<br /><br />Dalam pernyataan sikap massa juga diterangkan, lahan tersebut sebelumnya telah diusahai masyarakat sejak lama. Di masa orde baru, masyarakat diusir dari lahan itu dengan tuduhan anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan barisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Termasuk warga yang bermukim di Dusun Tiga Maju Bulu Sari.<br /><br />Dengan berkedok penanaman modal asing (PMA), massa menuding PT Sipef berperan besar dalam penggusuran yang dilakukan dengan berbagai intimidasi itu. Untuk itu, massa menuntut agar Pemkab Labuhanbatu meninjau ulang hak guna usaha (HGU) PT Sipef Pangkatan. Mengeluarkan serta mengembalikan lahan seluas 662 hektar dari HGU PT Sipef, kepada masyarakat. Mengembalikan Dusun Tiga Maju Bulu Sari yang kini sudah berubah menjadi lahan perkebunan perusahaan itu.<br /><br />Sejauh ini, sudah dua Kelompok Tani (Poktan) yang bersengketa dengan PT Sipef dalam kasus yang sama. Selain KTTM, juga ada Kelompok Tani Bersatu (KTB) Desa Menanti, Kecamatan Bilah Hilir.<br /><br />KTTM mempersengketakan lahan seluas 662 hektar di Kecamatan Pangkatan, KTB justru mencapai 700 hektar di Kecamatan Bilah Hilir. Hingga saat ini, kedua kelompok tani sama-sama berjuang dalam mendapatkan lahan yang diklaim miliknya yang dirampas PT Sipef. (S25/y)<br /><br />Catatan :<br /><br />Kelompok Tani Tiga Maju dan Kelompok Tani Bersatu adalah jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Propinsi Sumatera Utara.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Ratusan Petani Demo Mapolres Labuhanbatu</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/11/06/ratusan-petani-demo-mapolres-labuhanbatu/<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Hampir tiga ratusan petani dari Kecamatan Torgamba, demo ke Mapolres Labuhanbatu, di Jalan Thamrin Rantauprapat, Senin (5/11), terkait diperiksanya pengurus Kelompok Tani Mandiri (KTM) atas tuduhan pencurian kelapa sawit sembilan ton dari kebun PT Perkebunan Milano.<br /><br />Massa petani datang menumpang 5 unit truk colt diesel, membawa poster-poster yang menuding polisi membekingi PT Milano. Di antaranya bertuliskan “Polres Labuhanbatu membekingi PT Milano dan pengusaha-pengusaha”, “Polisi terlalu mencampuri urusan masyarakat,” “Pecat polisi nakal & laporkan ke komisi kedisiplinan”.<br />Poster lain, membongkar kasus PT Milano. Di antaranya poster bertuliskan “PT Milano berbadan satu dua nyawa akan kami bongkar”, “PT Milano kental dengan pemalsuan malah dibiarkan”, “PT Milano sertifikat HGU Kebun Sei Daun fiktif. Buktinya ada!” dan “PT Milano kepunyaan Andi Irawan”.<br /><br />“Massa petani tidak menyampaikan orasi. Namun kedatangan kami juga untuk menunjukkan solidaritas terhadap pengurus Poktan KTM yang sedang diperiksa satuan reskrim Polres Labuhanbatu,” kata Kordinator aksi petani Paimun didampingi Niko dari Serikat Tani Nasional di halaman Mapolres tersebut kepada SIB.<br /><br />Aksi massa petani KTM didukung Kelompok Tani Bersatu (KTB) Kecamatan Kampung Rakyat, Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Kecamatan Pangkatan dan kelompok tani lain. Massa KTM mengalisis bahwa Polres Labuhanbatu tidak lagi berpihak pada rakyat.<br /><br />“Apabila terjadi keputusan yang lebih berpihak pada PT Milano maka massa KTM dan Poktan lainnya akan menuntut polisi,” tandas Niko. Wakil Kepala Kepolisian Resort Labuhanbatu, Kompol B Anies didampingi Kasat Reserse Kriminal AKP M Junjung Siregar menemui massa petani.<br />“Masyarakat boleh-boleh saja menuding seperti itu,” tukas Anies didamping M Junjung ketika dikonfirmasi SIB di ruang kerjanya. Kasat Reskrim mengatakan, sebelumnya massa petani telah memberitahukan kedatangannya. Pemberitahuan itu dilayangkan setelah Polres memanggil 4 pengurus Poktan KTM terkait kasus pencurian kelapa sawit sebanyak 9 ton dari lahan PT Perkebunan Milano di Blok L-11, Desa Pengarungan, Aek Batu dan Pinang Damai, Kecamatan Torgamba.<br /><br />“Mereka hanya menunjukkan solidaritas terhadap temannya yang sedang diperiksa atas pengaduan Manajer PT Perkebunan Milano Andi Setiawan pada bulan Oktober lalu,” kata Wakapolres.<br /><br />Pantauan SIB, juru periksa Polres Labuhanbatu tengah memeriksa Ketua KTM Swandi, Sekretaris KTM Saeno, anggota KTM Boiran dan Tukijan atas tuduhan pencurian kelapa sawit. Hingga sore harinya, massa masih tetap bertahan di halaman Mapolres. Jalan utama di depan mapolres tersebut terpaksa ditutup satu arah dari Rantauprapat menuju Medan menghindari kemacetan lalulintas.<br /><br />Massa KTB Unjukrasa<br /><br />Dua ratusan lebih massa Kelompok Tani Bersatu (KTB) mendatangi Kantor Bupati Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja, Rantauprapat, Senin (5/11), menuntut pembebasan lahan petani seluas 716 hektar di Kecamatan Kampung Rakyat yang dituding digarap PT Sipef sejak tahun 1971.<br /><br />Aksi damai ini didukung kelompok tani (Poktan) Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Mandiri (KTM), Gerakan Pemuda Bersatu (GPB), Kelompok Perempuan Mahardika dan Poktan lainnya.<br /><br />“Kami meminta Pemkab Labuhanbatu menyelesaikan kasus sengketa tanah petani dengan PT Sipef supaya lahan seluas 716 hakter dikembalikan,” tandas Sabar selaku Penasihat KTB yang ditemui SIB di halaman kantor bupati.<br /><br />Jumat (2/11) kemarin, tambah Supromo, massa petani turun ke lahan sengketa namun dihadang petugas security dan polisi pengamanan perkebunan PT Sipef sehingga para petani tidak boleh masuk sehingga petani mendatangi kantor Bupati Labuhanbatu.<br /><br />Aksi massa petani dikawal ketat Satpol PP Pemkab dan puluhan polisi dipimpin Kabag Ops Kompol J Manurung untuk menghindari terjadinya aksi anarkis. Supromo selaku kordinator lapangan menjamin tidak akan ada tindakan anarkis dari pengunjukrasa.<br /><br />Massa petani ini, tambah Supromo, akan menginap di kantor bupati sampai mendapat jawaban tegas dan pasti dari bupati terkait penyelesaian sengketa lahan dimaksud.<br /><br />Pantauan SIB, pengunjukrasa yang didominasi orang tua itu telah membawa perbekalan sepeti tenda dan keperluan dapur untuk keperluan aksi nginap. (S25/y)<br /><br />Catatan :<br /><br />Kelompok Tani Mandiri (KTM), Kelompok Tani Bersatu (KTB), Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM), Kelompok Tani Mandiri (KTM), Gerakan Pemuda Bersatu (GPB) dan Kelompok Perempuan Mahardika adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Sumatera Utara.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Sikap KTB Kab. Labuhanbatu 12 September 2007</span><br /><br />Sikap KELOMPOK TANI BERSATU (KTB) Kab. Labuhan Batu 12 September 2007<br /><br />Jn. Besar Kp. Menanti No. 76 Desa Meranti Kecamatan Bilah Hulu Kab. Labuhanbatu-Propinsi Sumatra Utara<br /><br />HP. 081326530253-HP. 081397753297-HP 085275235585<br /><br />Telah berulangkali, terbukti hingga saat ini pemerintah masih tetap saja membohongi Rakyatnya. Seperti kasus sengketa tanah yang kami hadapi dengan PT Sipef, sebuah perusahaan asing yang memperoleh legitimasi UU Penanaman Modal Asing, yang tentunya sudah direstui pemerintah untuk merampas hak-hak petani untuk bercocok tanam (mengolah lahan pertanian). Sengketa tanah yang kami alami adalah bukti bahwa pemerintah SBY-JK adalah pemerintahan boneka negeri asing, yang setiap saat dapat diperintah untuk mempertahankan dominasi modal asing di Indonesia.<br /><br />Perjuangan kami masih tetap berlanjut sampai dengan hari ini, meskipun Pemkab Labuhan Batu masih saja berupaya membohongi kami. Pertemuan dengan pihak Pemkab LabuhanBatu ternyata tak membuahkan hasil apa-apa, padahal Pemkab Labuhanbatu menjanjikan kepada kami untuk mengutamakan penyelesaian KELOMPOK TANI BERSATU. Apa yang terjadi dibalik semua ini..? begitu mudahkah pihak Pemkab Labuhanbatu membohogi rakyatnya..? Inilah Kenyataan yang Kami hadapi saat ini.<br /><br />Telah juga kami sadari sedari awal, bahwa pemerintah saat ini (SBY-JK dan Pemerintahan dibawahnya) sangatlah bobrok dan anti Rakyat. Mereka (Pemerintah) lebih suka berdiri dibelakang perusahaan modal asing ketimbang melindungi rakyatnya dari tindakan perampasan tanah. Kami sudah tahu scenario busuk ini, sebuah tipu muslihat dari persekongkolan licik antara pengusaha modal asing dan pemerintah kabupaten Labuhanbatu. Saat ini kami sudah tak butuh lagi kata-kata manis dan janji-janji palsu dari pihak pemkab. Kami sudah bosan. Dalam tekad kami, rekomendasi yang diamanahkan dalam pertemuan dengan pendapat antara pihak kami (KTB), PT Sipef, DPRD Kab.Labuhanbatu, BPN, Pemkab Labuhanbatu, Camat Bilah Hulu dan kepala desa Menanti, yang Hasil rapat Komisi - A DPRD Labuhanbatu menghasilkan rekomendasi diantaranya:<br /><br /> 1. Sampai dengan surat ini diterbitkan, Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan Photo copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuhan yang ada diatasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi Komisi-A DPRD Kabupaten Labuhanbatu.<br /> 2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari kelompok Tani Bersatu (KTB) selalu tepat waktu.<br /> 3. Diminta kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu, agar melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT. Sipef agar kedepan tidak ada yang merasa dirugikan, baik PT. Sipef maupun masyarakat (KTB).<br /> 4. Disarankan kepada Pemkab. Labuhanbatu, agar dapat menghentikan aktifitas keduabelah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.<br /><br />Jelas, bahwa poin ke tiga dan keempat ditujukan kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu untuk bisa tegas dalam menindaklanjuti persengketaaan kami dengan PT. Sipef. Buktinya sampai dengan saat ini, Pemkab Labuhanbatu belum mengambil langkah-langkah penelitian dan investigasi terpadu guna menyelidiki perolehan HGU PT. Sipef, yang dalam rapat “Dengar Pendapat” sudah kita buktikan bersama bahwa PT. Sipef mengalami kecacatan dalam proses perolehan HGU. Ini harus dilakukan oleh Pemkab, seperti yang diamanatkan diatas pada poin 3. bahwa juga sudah terbukti sampai saat ini pihak PT. Sipef tidak mampu memperlihatkan data-data tentang ganti rugi tanah dan tanaman. Sudah sangat jelas seharusnya, bahwa ini adalah REKAYASA dan PERAMPASAN TANAH KAMI yang dilakukan oleh PT. SIPEF. Sedangkan Pemkab Labuhanbatu sepertinya tidak mengindahkan poin-poin dari rekomendasi DPRD Labuhanbatu. Dan menjadi pertanyaan dikepala kami, apakah Pemkab Labuhanbatu sudah tidak mau melaksanakan hasil rekomendasi tersebut…? Apa Pemkab Labuhanbatu ingin dengan sendirinya menyaksikan Rakyat sendiri yang melaksanakan hasil rekomendasinya dengan cara kami sendiri…? Tolong pertanyaan ini menjadi catatan buat Pemkab. Kami yang sudah muak dibohongi akan melakukan perjuangan habis-habisan untuk merebut hak kami bersama kekuatan solidaritas massa kaum tani lainnya. Agar Rakyat seluruhnya tahu bahwa Pemkab Labuhanbatu diduga telah melakukan pembohongan public kepada masyarakat. Untuk itu kami Kelompok Tani Bersatu ( KTB ) menyatakan Sikap :<br /><br /> 1. Jalankan Hasil Rekomendasi DPRD Labuhanbatu Sekarang Juga…!!<br /> 2. Kembalikan Tanah Rakyat Desa Meranti yang dirampas PT. Sipef sekarang Juga..!!<br /> 3. Pemkab. Labuhan batu harus Ikut bersama kami untuk melakukan Peninjauan lahan sengketa sekarang juga…!!<br /> 4. Pemkab Labuhanbatu sebagai lembaga Eksekutor harus tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.<br /> 5. Hentikan Aktifitas PT. Sipef dilahan sengketa Sekarang Juga..!!<br /> 6. Laksanakan UUPA ( Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 tahun 1960 sekarang juga …!!<br /> 7. Tolak RUU Penanaman Modal Asing ( RUU PMA) yang membuat kaum tani kehilangan lahannya..!!<br /> 8. Laksanakan Reforma Agraria Sejati dengan Tanah, Modal, Tekhnologi Murah, Massal, untuk Pertanian Kolektif dibawah control Dewan Tani..!!<br /> 9. KTB juga bersolidaritas atas perjuangan Kelompok Tani Mentari (KTM) di Torgamba yang bersengketa dengan PT. Milano, Himpunan Tani Nelayan (HTN) di desa Sipare-pare Marbou, Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Petani Pangkatan dengan PT. Sipef, FPNMH (Forum Petani NAgori Mariah Hombang) di Simalungun, dan Petani Bandar Betsy.<br /> 10. KTB juga menyerukan untuk segera membangun persatuan-persatuan kaum tani dan mendorong terbentuknya Dewan Tani Labuhanbatu.<br /><br />KTB juga mneyerukan sepultura ( Sepuluh Tuntutan Rakyat ) :<br /><br />1. Tanah, modal dan teknologi modern untuk pertanian kolektif<br />2. Pupuk murah untuk petani<br />3. Lapangan kerja untuk rakyat<br />4. Perumahan murah dan layak untuk rakyat<br />5. Pendidikan dan kesehatan geratis untuk rakyat<br />6. Tolak penggusuran<br />7. Tolak PHK, stop buruh kontrak, naikkan upah buruh 100%<br />8. Stop penindasan dan kriminalisasi terhadap perempuan<br />9. Hapuskan pukat trawl<br />10. Subsidi, lindungi industri-industri dalam negeri<br /><br />Dengan Keyakinan dimanapun bentuk penindasan harus dilawan dan dimusnahkan, serta keyakinan kami akan Persatuan Rakyat menuju Kemenangan Perjuangan Rakyat yang termanifestasi dalam Pemerintahan Persatuan Rakyat. Kami tutup Statment ini dengan pekik : HIDUP KAUM TANI INDONESIA… !!<br /><br />“ CUKUP SUDAH JADI BANGSA KULI, BANGKIT JADI BANGSA MANDIRI ”<br />BANTUK PEMERINTAHAN PERSATUAN RAKYAT<br />TANAH, MODAL, TEKHNOLOGI MODERN, MURAH-MASSAL, UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DIBAWAH KONTROL DEWAN TANI/DEWAN RAKYAT SEKARANG JUGA…!!!<br /><br />HORMAT KAMI,<br /><br /><br /><br />SUPRONO<br />KOORDINATOR LAPANGAN<br /><br />Didukung oleh:<br /><br />Gerakan Pemuda Bersatu (GPB), Serikat Tani Nasional (STN), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Rakyat Miskin (GERAM), Kelompok Perempuan Demokrasi (KPD)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Seribuan Petani Labuhanbatu Duduki Lahan Konflik Sipef</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/09/18/seribuan-petani-labuhanbatu-duduki-lahan-konflik-sipef/<br /><br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Pasca aksi unjukrasa ratusan massa Kelompok Tani Berasatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu 12 September lalu di kantor Bupati Labuhanbatu, massa tersebut kembali beraksi dengan menduduki lahan konflik dengan PT Sipef, Senin (17/9). Kali ini, jumlah massa yang diturunkan jauh lebih besar dari sebelumnya.<br /><br />Aksi ini merupakan bagian dari ketidakpercayaan KTB terhadap Pemkan dan DPRD setempat. KTB menuding Pemkab Labuhanbatu tidak aspiratif terhadap penyelesaian sengketa tanah antara KTB dengan PT Sipef.<br /><br />Pemkab dinilai tidak merealisasikan rekomendasi Komisi A DPRD Labuhanbatu yang teliti ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Sipef dan penghentian aktifitas kedua belah pihak yang bersengketa, di atas lahan konflik. Seribuan petani berjalan kaki menuju lahan konflik di Desa Meranti, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Setibanya di lahan, warga langsung memasang/ mendirikan tenda serta melakukan pebersihan di lahan yang diklaim tanah mereka. Massa juga mempersiapkan persediaan menginap di lahan sengketa itu.<br /><br />Selang satu jam lamanya, Kapolsek Kampung Rakyat AKP J Sembiring bersama beberapa orang jajarannya, datang menemui massa. Dalam dialog polsek meminta agar massa tidak melakukan anarkis atau pelanggaran hukum.<br /><br />Kapolsek juga menyarankan, penyelesaian sengketa tanah tersebut diselesaikan dengan kepala dingin. “Saat ini bulan Ramadhan, maka jangan kita nodai dengan aksi-aksi yang melanggarhukum”, pinta Kapolsek seraya menyarankan agar massa tidak perlu menginap di lahan dimaksud. Namun, Sabar dan Saeno yang menjadi koordinator massa, tetap bersikukuh akan menginap di lahan tersebut.<br /><br />Pengamatan wartawan, hingga sore hari persiapan massa KTB untuk menginap di lahan konflik, semakin bulat. Sementara pihak perusahaan yang ditemui wartawan di kawasan kantor yang berdekatan dengan lahan konflik, enggan dikonfirmasi. Terlihat, pihak perusahaan kasuk-kusuk dengan surat menyurat terkait persoalan dimaksud. “Sabar ya pak, kebetulan yang berhak memberikan keterangan. Lagi sibuk”, pinta salah seorang karyawan bidang administrasi.<br /><br />Saeno mengatakan, pihaknya akan melakukan penyisiran hari Selasa (18/9) di lahan sengketa. Pihaknya akan meminta para karyawan untuk meninggalkan lahan konflik. “Kita minta agar pihak perusahaan menghentikan aktifitasnya di lahan konflik ini,” tukasnya. (S25/p)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Reklaiming Kelompok Tani Bersatu</span><br /><br />Pada hari Jumat, 20 Juli 2007 pihak DPRD Kab. Labuhan Batu telah merekomendasikan bahwa Pemkab harus bertindak aktif untuk menyelesaikan konflik agraria antara Kelompok Tani Bersatu, jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara, dengan pihak perkebunan PT. Sipef .<br /><br />Dalam surat rekomendasi bernomor 1462/DPRD/2007 yang ditujukan kepada Bupati Labuhan Batu disebutkan bahwa DPRD Kab. Labuhan batu telah menyimpulkan, diantaranya:<br /><br /> 1. Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan foto copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuh yang ada di atasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi KOmisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.<br /> 2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari Kelompok Tani Bersatu selalu tepat waktu.<br /> 3. Meminta Pemkab Labuhan Batu untuk melakukan penelitian ulang terhadap HGU PT. Sipef.<br /><br />Pihak Kelompok Tani Bersatu juga telah menggunakan inisiatifnya untuk membangun komunikasi intensif dengan Bp. Sudarwanto, Wakil Bupati Kab. Labuhan Batu melalui serangkaian pertemuan dan desakan dengan aksi massa.<br /><br />Namun, upaya dialog yang ditawarkan oleh Kelompok Tani Bersatu ditanggapi dingin oleh pihak Pemkab Labuhan Batu.<br /><br />Oleh karenanya, pada hari Senin, 17 September 2007 Kelompok Tani Bersatu akan masuk ke lahan sengketa yang terletak di Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu untuk menjalankan hasil rekomendasi Komisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Ratusan Petani Unjuk Rasa Ke Kantor Bupati Labuhanbatu</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/09/13/ratusan-petani-unjuk-rasa-ke-kantor-bupati-labuhanbatu/<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Ratusan petani yang bergabung dalam Kelompok Tani Bersatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu (12/9) unjuk rasa ke kantor Bupati Labuhanbatu menuntut agar kasus-kasus tanah di Labuhanbatu diselesaikan oleh Pemkab Labuhanbatu. Beberapa spanduk besar dan kecil juga menghiasi aksi unjuk rasa tersebut. Pengunjuk rasa tiba di kantor Bupati Labuhanbatu sekitar pukul 10.00 WIB. Terjadi kemacetan dan antrean panjang sekitar setengah jam karena pengunjuk rasa tidak diberikan masuk ke halaman kantor Bupati sehingga mereka berkerumun di badan jalan lintas Sumatera persisnya di depan kantor bupati.<br /><br />Setelah petugas Polres berada di lokasi unjuk rasa, pengunjuk rasa diarahkan untuk berkumpul di halaman kantor Bupati sehingga kemacetan yang lebih parah terhindar. Lima perwakilan KTB masuk ke ruangan Asisten I untuk bertemu dengan Asisten II Pontas Harahap dan beberapa perwakilan Pemkab.<br /><br />Dalam pernyataan sikap KTB disebutkan agar Pemkab Labuhanbatu melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT Sipef agar ke depan tidak ada yang merasa dirugikan baik PT Sipef maupun masyarakat KTB. Pemkab Labuhanbatu juga diminta agar dapat menghentikan aktivitas kedua belah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.<br /><br />Selain itu, Pemkab Labuhanbatu harus ikut bersama masyarakat untuk melakukan peninjauan lahan sengketa dan tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.<br /><br />Setelah melakukan pertemuan beberapa jam, pihak KTB dan Pemkab Labuhanbatu menyepakati agar pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada hari Rabu (19/9) di tempat yang sama. Pengunjuk rasa membubarkan diri dengan tertib setelah perwakilan mereka menyampaikan kesepakatan yang diambil, namun mereka mengharapkan agar pada pertemuan selanjutnya ada solusi yang menggembirakan. (S9/j)<br /><br />Tambahan :<br /><br />Kelompok Tani Bersatu Labuhanbatu adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Seratusan Nelayan dan Petani Demo ke DPRD Labuhanbatu dan PN Rantauprapat</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/08/29/seratusan-nelayan-dan-petani-demo-ke-dprd-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/<br /><br />Rantauprapat (SIB)<br /><br />Seratusan massa Himpunan Tani Nelayan (HTN) dari Desa Siparepare Hilir, Kecamatan Marbau, demo ke DPRD Labuhanbatu. Secara terpisah, massa Kelompok Tani Mandiri (KTM) dari Desa Pengarungan Kecamatan Torgamba juga berunjukrasa di Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Selasa (28/7).<br /><br />Dua kelompok petani dan nelayan itu datang secara bersamaan. Massa HTN “menyerbu” DPRD menuntut kembali pelestarian lingkungan seluas 1312,5 hektare lahan perikanan darat sebagai kawasan perikanan di Siparepare Hilir sebagaimana sebelumnya. Sedangkan massa KTM mendatangi PN Rantauprapat menuntut penegakan keadilan hak-hak mereka terkait lahan yang sedang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.<br /><br />Delegasi massa HTN di DPRD Labuhanbatu setelah hampir 1 jam berorasi diterima Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu H Zainal Harahap didampingi Ketua Komisi A membidangi tanah Bedi Djubaedi, Ketua Komisi B Bidang Perijinan Rikardo Barus, Panggar Nasution (Ketua Fraksi Demokrat), Aminuddin Manurung, Abdul Rasyid, Supeno dan Syahrul Bakti Pane di ruang paripurna dewan. Hadir mewakili Kadis Perikanan dan Kelautan Mardiana Dasopang (KTU) dan staf serta Camat Marbau Darwin Yusma.<br /><br />Menurut pengunjukrasa masyarakat nelayan sekarang sudah miskin dan trauma sebab sering diteror pihak-pihak lain. DPRD meminta tanggapan dari pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Labuhanbatu tentang status lahan 1312,5 hektar dimaksud. Menurut dinas tersebut masalah lahan perikanan tidak ada milik pemerintah tetapi hanya perairannya. Di Siparepare hilir hanya ada 30 hektar lahan perikanan yang digenangi air.<br /><br />Muktar Rangkuti dari LMND dalam pertemuan itu mengatakan HTN menuntut kehidupan yang layak sehingga mengharapkan DPRD segera dapat menyelesaikan kasus tersebut. “Kami juga meminta pihak kepolisian dilibatkan dalam penyelesaian masalah ini, supaya jelas siapa yang salah menjual lahan petani nelayan,” pintanya.<br /><br />Sementara itu, massa KTM yang tengah menggugat PT Milano di PN Rantauprapat menilai syarat-syarat berita acara peradilan hukum perdata tidak dilakukan sebagaimana mestinya dengan alasan peradilan sebelumnya (No. 16/Pdt.G/2003/PN-MDN tanggal 25 Juli 2006, Putusan MA No.911 K/Pdt/2006 tanggal 21 September 2006) telah dilakukan sidang lapangan. Massa tetap meminta PN melakukan sidang lapangan.<br /><br />Pengunjukrasa juga menilai PN Rantauprapat yang mengadili perkara No.12/Pdt.G/2007/PN-Rap, tidak mampu meminta bukti kepada tergugat PT Milano untuk menunjukkan bukti sah (sertifikatHGU asli) sebagai syarat sah yang diakui di dalam pengadilan. Massa KTM usai berorasi mengikuti sidang gugatan mereka terhadap PT Milano.<br /><br />Perjuangan kedua kelompok tani didukung STN, LMND, GERAM, KTB, GPB, KPD dan KPM. Pengunjukrasa dikawal ketat aparat kepolisian dan Kodim, membawa beberapa spanduk yang di antaranya bertuliskan “Kembalikan areal pelestarian perikanan darat seperti semula.” Massa bubar dengan tenang meski mereka tampak kecewa dengan jawaban DPRD. (S25/y)<br /><br />http://www.metrotvnews.com/<br /><br />Petani Desa Sipare-Pare Menghendaki Pengembalian Lahan Perikanan<br /><br />Metrotvnews.com, Labuhan Batu: Sekitar 400 petani yang tergabung dalam Himpunan Tani Nelayan dari Desa Sipare-Pare Hilir, Kecamatan Merbau, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatra Utara, Rabu (29/8), berbondong-bondong ke Kantor DPRD Labuhan Batu. Mereka menuntut agar lahan perikanan darat yang telah beralih fungsi dikembalikan seperti semula. Menurut perwakilan massa, areal yang berada di Desa Sipare-Pare Hilir merupakan tempat mencari nafkah bagi masyarakat.<br /><br />Massa meminta, jika tidak mungkin mengembalikan seluruh lahan perikanan seperti sedia kala, lahan itu agar dikembalikan kepada Kelompok Tani Nelayan. Mereka mengklaim, lahan tersebut dimiliki secara sah oleh para tani nelayan sejak beberapa generasi lalu.<br /><br />Menanggapi tuntutan tersebut, DPRD Labuhan Batu sepakat dengan keinginan petani. DPRD mengakui, hampir seluruh perusahaan perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu memiliki permasalahan tanah dengan masyarakat. Karena itu, DPRD meminta Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu mengukur ulang hak guna usaha perusahaan-perusahaan yang bermasalah dengan masyarakat.(DOR)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">17 Petani Mariah Hombang Bebas Setelah Jalani Persidangan Selama 4 Bulan</span><br /><br /><br />Setelah melalui rangkaian persidangan sejak Juni 2007, pada hari Senin, 13 Agustus 2007 sejumlah 17 orang petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Serikat Tani Nasional, Kec. Huta Bayu Raja Kab. Simalungun, Sumatera Utara telah divonis empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Mereka dituduh melawan petugas kepolisian saat mempertahankan hak atas tanahnya pada Kamis, 19 April 2007 yang lalu.<br /><br />Dengan jatuhnya vonis tersebut, ke-17 orang petani akan bebas pada hari Jumat, 17 Agustus 2007.<br /><br />Serikat Tani Nasional menilai bahwa vonis terhadap 17 petani tersebut adalah upaya sandiwara politik untuk menutpi kekeliruan Polres Simalungun dan pengusaha perkebunan lokal yang memulai melakukan tindak kekerasan terhadap Petani Nagori Mariah Hombang Kec. Huta Bayu Raja dalam tragedi Kamis, 19 April 2007.<br /><br />Serikat Tani Nasional juga memandang bahwa upaya pembelaan dan perjuangan terhadap ke-17 orang petani yang dilakukan oleh FPNMH melalui aksi-aksi massa di Simalungun dan pembelaan di Jakarta bersama Nursjahbani Katjasungkana, SH selaku anggota Komis III DPR RI , Bina Desa, KPA, Aliansi Petani Indonesia, Kontras, Imparsial, IGJ serta kalangan pergerakan lainnya menunjukkan sebuah kemenangan politik.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kelompok Tani Mentari Hadiri Persidangan Sengketa Tanah Dengan PT. Melano</span><br /><br />Kelompok Tani Mandiri Desa Melano, Kec. Kota Pinang, Labuhan Batu, menghadiri persidangan di pengadilan negeri Labuhan Batu berhubung dengan kasus sengketa agrarianya dengan PT Milano pada tanggal 5 Juni 2007. Ada dua dusun yang terlibat dalam persidangan. Persidangan pertama dihadiri oleh perwakilan masyarakat dari Dusun Hamparan satu, menyangkut tentang “penandatanganan paksa” pelepasan status tanah yang dilakukan oleh agen PT MELANO. Usaha mengambil tandatangan dari warga tersebut dilakukan atas dasar penipuan pihak perusahaan kepada petani. Persidangan sempat ditunda karena ketidakhadiran pihak PT Melano.<br /><br />Keesokan harinya, sidang-pun dilanjutkan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa proses sengketa yang diselesaikan dengan proses peradilan (hukum) tidak pernah dimenangkan oleh rakyat. Ini adalah bukan yang pertama bagi rakyat. Rakyat harusnya menyadari bahwa hukum dan perangkat-perangkatnya dinegara kita sudah dirancang untuk tidak berpihak kepada rakyat. Keputusannya sudah jelas, kekalahan-pun dialami pihak rakyat dusun Hamparan satu, dengan keputusan dalam waktu 8x24 jam, lahan beserta rumah rakyat yang diklaim diatas HGU PT Melano harus segera dikosongkan warga, karena akan segera dieksekusi. Kekecewaan yang sangat memberatkan itu-pun harus ditanggung rakyat dengan rasa kesedihan yang mendalam.<br /><br />KPW STN Sumatera Utara yang selama ini mewadahi KTM berpandangan, bahwa:<br />1. Masih menguatnya pola-pola yang diterapkan pewaris sah Orde Baru dalam menangani kasus-kasus rakyat.<br />2. Terjadinya persengketaan tanah dengan pihak pengusaha diakibatkan karena pemerintah tidak memiliki niatan baik untuk menjalankan Reforma agrarian yang sejati untuk kesejahteraan kaum tani.<br /><br /><br />Secara sistematik, Reforma Agraria Sejati dijalankan dengan Menyusun strategi pelaksanaannya – dengan tujuan untuk mencapai optimalisasi manfaat, potensi, kontribusi, dan kepentingan masyarakat, daerah, dan nasional – dengan melakukan beberapa kegiatan :Inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan SDA lainnya, sebagai dasar tiga kegiatan utama :<br /><br /> 1. Penyelesaian konflik dengan mengutamakan kepentingan rakyat miskin.<br /> 2. Pengakuan atas wilayah kelola agraria rakyat, baik masysarakat adat maupun kaum tani.<br /> 3. Penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria/SDA,<br /><br />Itulah hasil kesimpulan kami atas terjadinya diskriminasi pemerintah SBY-JK terhadap para petani penggarap yang terbukti sudah lama mengusahai lahan dibandingkan pihak perusahaan (PT Melano) yang datang atas legitimasi rezim militeristik Soeharto. Untuk itu KPW STN Sumut menyatakan sikap:<br /><br /> 1. Kembalikan Tanah Rakyat yang dirampas oleh PT Melano.<br /> 2. Pemerintah harus mengakui lahan kelola rakyat serta melindungi hak petani atas mata pencahariannya (lahan) dengan mensertifikasi lahan kelompok tani.<br /> 3. Tinjau ulang izin HGU PT Melano atas dasar prinsip-prinsip yang dikandung dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960.<br /><br />KPW STN Sumatera Utara juga menyerukan:<br /><br /> 1. Persatuan kaum Tani Labuhan Batu untuk saling bersolidaritas terhadap persoalan-persoalan tanah yang dihadaspi kaum tani.<br /> 2. Membangun kekuatan-kekuatan konkret untuk menjaga lahan pertanian, dengan membentuk posko-posko pertahanan lahan, untuk menghempang tindakan eksekusi semena-mena dari pihak Perusahaan yang dilindungi oleh Pemkab Labuhan Batu.<br /> 3. Pertahankan tanah yang sudah lama dikelola, TANAH ATAU MATI, karena bagi PETANI TIDAK MEMILIKI TANAH SAMA ARTINYA DENGAN MATI.<br /> 4. Bergabunglah dengan kekuatan-kekuatan progresif lainnya seperti Petani, Mahasiswa, Kaum Miskin Perkotaan serta Seniman dan agamawan Pro Rakyat dalam satu alat politik alternative bersama yakni PAPERNAS (Partai Persatuan Pembebasan Nasional)<br /><br />/Randy S.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kelompok Tani Bersatu Hadiri Undangan DPRD Labuhan Batu</span><br /><br /><br /><br />Rabu, 6 Juni 2007, Kelompok Tani bersatu (KTB) yang diwakilkan oleh Saeno, sabar, Sufron, Yudi dkk, bersama dengan Hadi dan Indra (KPK-STN Lab.Batu) serta Mangiring P.Sinaga dan Randy S (KPW-STN Sumut) menghadiri undangan DPRD Labuhan Batu yang beragendakan Dengar Pendapat Sengketa Tanah masyarakat Desa Menanti, Kec. Bilah Hulu, Labuhan Batu dengan PT Sipef.<br /><br />Dalam pertemuan tersebut terjadi perdebatan yang cukup alot antara KTB dengan PT Sipef. Perdebatan dipicu atas pengakuan PT Sipef yang mengklaim lahan seluas 712 Ha (lahan sengketa) yang berada didalam areal HGU PT Sipef.<br /><br />Sedikit kami gambarkan kronologis sengketa ini, bahwa pada tahun 1956, rakyat Desa Menanti sudah mengusahai lahan sengketa tersebut dengan menanami tanaman-tanaman produkstif seperti Karet, Kelapa Sawit dan tanaman Palawija lainnya. Rakyat membuka lahan pertanian karena perkebunan nenas Sisumut Belanda yang bangkrut sehingga tanah tersebut terlantar dan kemudian di kelola oleh penduduk.<br /><br />Paska tragedi berdarah G 30 S, ditandai dengan kemunculan rezim militeristik Suharto (Orde Baru), maka penyelewengan atas semangat Reforma Agraria (UUPA thn 1960) diberlakukan dengan pemberian HGU kepada perusahaan (PT Sipef) dengan cara paksa dan intimidasi kepada Rakyat tanpa mengindahkan proses Musyawarah dalam mencapai mufakat seperti yang diamanatkan UUPA. Tanah yang dalam semangat UUPA mempunyai fungsi sosial dilecehkan dengan diberikannya tanah kepada perusahaan, yang menjadikan tanah tidak labi memiliki fungsi sosial melainkan fungsi kapital.<br /><br />“Pada tahun 1971-an SIPEF dan Pemkab. Labuhan Batu memerintahkan kami petani untuk segera meninggalkan lahan pertanian kami dengan alasan lahan yang telah kami usahakan termasuk dalam HGU PT. SIPEF” kata Pak Sabar (delegasi dari KTB). Pak Sabar melanjutkan “Perlu dijelaskan bahwa, perintah meninggalkan lahan pertanian disertai dengan intimidasi: barang siapa yang tidak bersedia diganti rugi yang tidak sesuai dan tidak mau meninggalkan lokasi dapat dikategorikan PKI yang saat itu tabu dan menakutkan rakyat, Sebagai bukti bahwa lahan terebut dulunya pernah menjadi lahan pertanian masyarakat, sampai saat ini dilahan tersebut masih terdapat pohon kelapa dan beberapa durian.<br /><br />Sampai dengan saat ini, pihak masyarakat tak gencar-gencarnya mengkritisi pihak PT Sipef yang berkolaborasi dengan Pemkab Labuhan batu serta BPN Labuhan Batu yang mengeluarkan izin HGU kepada PT Sipef yang menurut masyarakat sangat bertentangan dengan UU Pokok Agraria tahun 1960, dimana UUPA sendiri menjelaskan bahwa tanah memiliki fungsi social, serta pengadaan izin HGU dll harus diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Proses itulah yang tidak pernah di indahkan oleh PT SIPEF. “Malahan PT Sipef dan Pemkab labuhan Batu melakukan cara-cara intimidasi dan pemaksaan terhadap masyarakat untuk menandatangani surat ganti rugi.<br /><br />Dalam pertemuan tersebut, pihak PT Sipef diminta oleh DPRD Labuhan Batu untuk memberikan data-data kepemilikannya. Namun PT Sipef tidak dapat menghadirkan bukti-bukti tersebut, hanya menerangkan bahwa perusahaanya telah memberikan ganti rugi atas tanah dan tanaman kepada masyarakat. Keterangan ini ditolak oleh masyarakat. “itu keterangan palsu” kata Saeno (sekretaris KTB). BPN dalam pertemuan tersebut uga tak mampu menjelaskan secara terperinci mengenai proses penerbitan izin HGU. BPN sendiri mengakui bahwa HGU Sipef terbit pada tahun 1976. sementara Sipef sin diri sudah beroperasi pada tahun 1972-an. “sudah jelas bahwa ini perampokan, pemerasan dan pemaksaan.” Kata Saeno.<br /><br />PT Sipef kemudian meminta waktu selama dua minggu untuk menghadirkan data-data mereka. Sipef mengaku bahwa mereka memiliki bukti-bukti yang sah. Simon dari KTB langsung mengucapkan keberatannya didalam forum. “jika Sipef memang memiliki bukti-bukti yang sah dan tidak bertentangan dengan UUPA mengenai proses HGU, ngapain harus nunggu 2 minggu, kenapa tidak 2 hari saja, atau kenapa tidak besok saja.”<br /><br />Namun Sipef tetap bersikeras dengan tawarannya yang dua minggu tersebut, dengan alas an agenda bisnis. Kemudian DPRD labuhan Batu dan KTB menyepakati tawaran tersebut, setelah terjadi dialog yang cukup panas. (Randy S).<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Demo Tuntut Transparansi Pemberian Sertifikat Prona</span><br /><br />http://www.waspada.co.id/berita/sumut/artikel.php?article_id=94668<br /><br />Berita - Sumut<br /><br />03 Jul 07 23:18 WIB<br /><br />Rantauprapat, WASPADA Online<br /><br />Sejumlah elemen tergabung dalam Front Kekuatan Rakyat Bersatu (FKRB) Labuhan Batu unjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rantauprapat, menuntut transparansi pemberian Sertifikat Proyek Nasional Agraria bagi masyarakat miskin di daerah itu, Senin (2/7) sore.<br /><br />Mereka diterima Kepala Kantor BPN Rantauprapat, Robinson Simangunsong didampingi Kasi II, Zailani dan Kasubsi, Zulkarnaen Lubis dan Erwin. Koordinator aksi, Muktar Rangkuti menyampaikan tujuh tuntutan FKRB dalam pertemuan itu antara lain, menuntut BPN mensosialisasikan program nasional 2007 sertifikasi tanah gratis kepada masyarakat L. Batu, menangkap dan mengadili mafia sertifikasi tanah, stop pungutan liar pengurusan sertifikasi tanah dan memecat aparat BPN, aparat desa dan kecamatan apabila memungut biaya sertifikattanah di luar ketentuan prona.<br /><br />Mereka juga menuntut pengembalian tanah rakyat di Desa Meranti yang dirampas PT Sipef, dan menolak kebijakan land reform membagi-bagi tanah sebelum kasus tanah rakyat diselesaikan, serta menolak RUU Penanaman Modal yang membuat cikal bakal kehancuran negeri ini.<br /><br />Kakan BPN Rantauprapat saat itu mengatakan, Prona merupakan program dibiayai pemerintah, tetapi tidak semua gratis. Sertifikasi prona di L. Batu sudah disosialisasikan dan program prona sedang berjalan, baik pengukuran dan sertifikasi.<br /><br />Dalam prona, katanya, hanya biaya pemasukan pemerintah dan biaya pengukuran yang gratis dari masyarakat. Biaya yang dikenakan adalah Bea Perolehan Tanah dan Bangunan (BPHTB).Di L. Batu tanah yang memiliki nilai jual minimal Rp15 juta dikenakan BPHTB 5 % yang dibayar ke bank pemerintah.<br /><br />Ada 2.000 bidang tanah yang akan mendapat sertifikasi prona di L. Batu. Luasannya mulai 1 meter hingga 2 hektar (20.000 meter) persegi. Prona dibagi mulai 1 Januari-Desember 2007. Masyarakat L. Batu juga sudah mulai mengerti soal prona sebab sudah banyak permohonan yang masuk ke BPN.<br /><br />Zulkarnaen menambahkan, di L. Batu ada 4 kecamatan yang tidak dilayani memperoleh prona, karena daerahnya masuk dalam kawasan hutan yakni, Kec. Panai Hilir, Kualuh Hilir dan Kualuh Ledong.<br /><br />Namun penjelasan pejabat BPN ini tidak memuaskan 10 perwakilan FKRB. Mereka meminta supaya prona disosialisasikan, namun para pejabat BPN menganggap masyarakat sudah tahutentang UU No. 21/1997 dan UU 20/2000, bahkan meminta FKRB mensosialisasikannya.Massa akhirnya membubarkan diri dan berjanji datang kembali menagih jawaban yang transparan dari BPN Rantauprapat.(a27) (wns)<br /><br />Tambahan:<br /><br />Front Kekuatan Rakyat Bersatu (FKRB) Labuhan Batu adalah aliansi yang terdiri dari STN, KTB (Kelompok Tani Bersatu - organisasi petani Desa Meranti Kec. Bilah Hulu), KTM (Kelompok Tani Mentari - organisasi petani Desa Mentari Kec. Kota Pinang), GPB (Gerakan Pemuda Bersatu - organisasi pemuda Desa Meranti Kec. Bilah Hulu), GTMM (Gerakan Tuinas Muda Mentari - organisasi pemuda desa Mentari Kec. Kota Pinang), Kelompok Perempuan Mahardika (KPM), LMND kota Labuhan Batu, Gerakan Rakyat Miskin (GERAM), KKP HAM 65 dan Papernas.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kronik Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang</span><br /><br />A. Lahan Perjebunan PT Kuala Gunung Diduduki Petani<br /><br />Lahan Perjebunan PT Kuala Gunung Diduduki Petani demikian judul Berita Malam Metro TV yang ditayangkan pada Headline News Sabtu, 24/06/2006 pukul 22:05.<br /><br />Ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, menduduki lahan perkebunan milik PT Kuala Gunung secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu telah dicaplok PT Kuala Gunung sejak 1999.<br /><br />Pendudukan lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan pengawalan aparat Kepolisian Resor Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah bibit pohon pisang.<br /><br />Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun.<br /><br />B. Asal-Muasal Sengketa Tanah<br /><br />Sebagaimana sejarah tanah mariah Hombang yang berhasil dihimpun oleh Serikat Tani Nasional menyebutkan bahwa semenjak tahun 1916, Raja Tanah Jawa memberikan tanah dan membuka kawasan hutan kepada rakyat perantauan dari TOBA yang berada di wilayah simalungun.<br /><br />Pada tahun 1957 takkala terjadi pemberontakan PRRI-PERMESTA terhadap pihak pemerintahan RI, rakyat ketakutan akibat diteror oleh kedua belah pihak yang bertikai, dan terpaksa harus meninggalkan lahan tersebut. Namun pada 1974, masyarakat kembali ke lahan karena situasi yang relatif aman, dan mulai mengelola lahan mereka kembali.<br /><br />Dinas kehutanan di tahun 1977 meminjam lahan kepada masyarakat untuk program penghijauan, guna menambah debit air di areal tanah yang di usahai masyarakat, selama satu musim tanaman pinus. Namun setelah lewat satu musim tanam pinus, pihak Dinas Kehutanan tak kunjung melakukan upaya pengembalian tanah tersebut. Hingga 1991 masuklah perusahaan, PT. KUALA GUNUNG (PT.KG), PT.KG difasilitasi oleh Jabanten Damanik, Bupati Simalungun pada masa itu. Dengan sedikit memaksa Jabanten Damanik mengatakan hal ini<br /><br />"Baris-baris ni gajah, dirurah pangaloan molo marsuruh Raja Dae so oloan, molo so ni oloan tubu hamagoan, molo ni oloan ro ma pangolu-ngoluan". [Kalau raja meminta rakyat harus memberinya, dan kalau rakyat tidak mau menerima uang pago-pago (ganti rugi) maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut].<br /><br />Ucapan tersebut membuat rakyat ketakutan dan akhirnya menerima tawaran tersebut yang diwakili oleh beberapa tokoh masyarakat. dan lahan tersebut diklaim telah dikuasai oleh PT.KG. Namun, hingga sekarang tidak pernah dikelola oleh perusahaan tersebut.<br /><br />Adalah Tualam Gultom dan Daulak Gultom pada tahun 1998 mulai mengusahi lahan tersebut. Mereka berdua mengaku mendapat mandat dari PT.KG. Masyarakat yang merasa memiliki lahan tersebut marah dan terjadi pertempuran antara Tualam Gultom dan Daulak Gultom melawan masyarakat. Yang pada akhirnya Daulak Gultom ditangkap dan divonis 2 tahun penjara oleh aparat penegak hukum.<br /><br />Pada tahun 2005 terjadilah penjual-belian lahan tersebut seluas 687.5 Ha oleh oknum yang mengaku pemiliki kuasa dari PT.KG, Timbul Jhonson Situmorang, kepada berbagai pihak. Diantara pembelinya adalah BARITA DOLOK SARIBU, pengusaha lokal, marga Pardede (Oknum BPN Simalungun) dan TUALAM GULTOM tuan tanah yang sering menggunakan preman untuk menakut-nakuti masyarakat.<br /><br />Masyarakat, melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tkt II Kab. Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April, 2006. Namun hal ini tidak mendapati respons yang serius.<br /><br />Lalu pada hari Sabtu, 22 April 2006 unjuk rasa pertama dilakukan dengan sasaran aksi DPRD Kab. Simalungun dan PEMKAB Simalungun. Salah satu hasil unjuk rasa adalah janji kesediaan pihak DPRD untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT.KG, Dinas Kehutanan, BPN Kab.Simalungun, Camat, dan Kepala Desa.<br /><br />Jumat, 28 April 2006 berlangsungkah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kab. Simalungun, BPN Kab.Simalungu, Dinas Kehutanan Kab. Simalungun, Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut.<br /><br />Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk PANSUS Pengembalian tanah rakyat. Menurut salah seorang anggota dewan [?] bahwa ijin yang dimiliki oleh PT.KG telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernytaan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan negara. Sementara menurut BPN bahwa HGU untuk PT.KG tidak ada.<br />Senin, 08 Mei 2006 Masyarakat kembali berunjuk rasa ke PEMKAB Simalungun untuk menuntut segera pengembalian tanah kepada rakyat. Dialog antara masyarakat dan PEMKAB yang diwakili oleh assisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kab. Simalungun menghasilkan jadwal pertemuan yang difasilitasi oleh pemkab antara rakyat, dprd, dan pihak PT.KG satu bulan kedepan.<br /><br />Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 06 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang diwakili oleh assisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun pihak PT.KG tidak hadir melainkan digantikan oleh PT. DITA FUMINDO yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kab. Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT.DITA FUMINDO dan mengecam Assisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut.<br /><br />Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT Dita Fumindo mengantongi ijin prinsip lokasi seluas 2000 Ha di areal tanah rakyat mariah hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September 2005. Izin tersebut yang ditandatangani oleh Bupati Simalungun Peridode 2000-2005, Jhon Hugo Silalahi.<br /><br />Kamis, 15 Juni 2006 paling sedikit 5 [lima] buah truk yang diisi masyarakat melakukan unjuk rasa yang di dampingi oleh Anggota Komisi A DPRD Tkt. I Propinsi Sumut, SYAMSUL HILAL dari fraksi PDIP, menuju gedung DPRD dan PEMKAB Simalungun. Rakyat berhasil memaksa DPRD untuk menghadirkan Drs. Zulkarnain Damanik selaku Bupati Simalungun. Bupati berhasil dipertemukan dengan rakyat dan menyerahkan kepada rakyat untuk menduduki lahan tersebut sampai proses pengembalian tanah tersebut selesai. Aksi kali ini mendapat sokongan dari Komite Persiapan Wilayah Serikat Tani Nasional Sumatera Utara dan LSM Jagat Tanah Rakyat.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Warga Duduki 250 Ha Lahan, PTPN II Akan Mengeceknya</span><br /><br />http://www.kompas.co.id/<br /><br />Sumatera Bagian Utara<br />Senin, 18 Juni 2007<br /><br />Deli Serdang, Kompas - Sekitar 300 warga Dusun 6 Namo Serit, Desa Sumbul, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, menduduki lahan yang selama ini dikelola PT Perkebunan Nusantara II. Warga mengklaim lahan seluas 250 hektar itu merupakan lahan milik mereka yang selama ini dipinjam oleh PTPN II.<br /><br />"Kami di sini menuntut hak kami yang terampas. Tanah ini adalah tanah leluhur kami. Kami akan duduki tanah ini sampai proses pemindahan hak selesai," kata Ketua Kerapatan Ahli Waris Warga, Pagit Leo Peranginangin, Sabtu (16/6), saat aksi berlangsung.<br /><br />Pendudukan tersebut dimulai pukul 09.00 di tengah perkebunan. Warga menanami lahan dengan pohon pisang sebagai simbol pendudukan. Di tengah lahan perkebunan itu mereka menyanyi, menggelar tari-tarian, dan membentangkan spanduk bertuliskan kecaman terhadap PTPN II.<br /><br />Pagit mengatakan, bertahun-tahun warga menuntut hak atas tanah mereka. Namun, warga tertekan oleh tudingan bahwa mereka anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). "Setiap kali kami menuntut hak, kami selalu dituduh sebagai anggota PKI," katanya.<br /><br />Aksi yang berlangsung damai itu diikuti anak-anak, ibu-ibu, sampai warga yang berusia lanjut. Menurut Pagit, warga memiliki bukti-bukti kuat yang menyatakan tanah yang dikelola PTPN II itu adalah tanah warga. Sejumlah bukti yang dimiliki warga, antara lain, peta tanah, surat peminjaman pemakaian tanah dari warga oleh PTPN IX yang sekarang berubah menjadi PTPN II, dan surat pernyataan warga yang pernah mengelola tanah itu sebelum proses peminjaman.<br /><br />"Riwayat tanah ini dahulu memang dipinjam perusahaan perkebunan untuk pembukaan tanaman tembakau Deli," katanya.<br /><br />Kompensasi<br /><br />Sayangnya, tutur Pagit, proses peminjaman itu tidak dibalas dengan kompensasi dalam bentuk apa pun kepada warga. Pagit menyatakan, warga yang melepaskan tanahnya antara 0,8 hektar sampai 3,25 hektar tidak pernah menerima kompensasi sejak dipinjam PTPN pada tahun 1955.<br /><br />"Kami akan terus menduduki lahan ini sampai selesai urusannya. Kami sudah menunjuk penasihat hukum untuk membantu kami dalam urusan hukum di pengadilan," kata Pagit.<br /><br />Salah satu warga setempat, Johanes, mengatakan, selama ini warga hidup dari bercocok tanam di pinggiran lahan yang dikelola PTPN II. Sebagian warga menanam jagung, pisang, dan tanaman lain.<br /><br />Hubungan Masyarakat PTPN II, Modal Pencawan Perangin- angin, akan mengecek kebenaran pendudukan itu. "Beri saya waktu sampai besok (Senin ini), saya akan cek di kebun mana itu (pendudukan) terjadi. Jika warga terbukti menduduki lahan HGU (hak guna usaha) PTPN II, kami mengharap bagi yang menguasai meninggalkan area itu," kata Modal.<br /><br />Menurut dia, pendudukan warga ke lahan PTPN II jelas akan merugikan PTPN II sebagai salah satu perusahaan perkebunan badan usaha milik negara (BUMN). Lebih jauh, Modal tidak bersedia memberikan keterangan perihal pendudukan lahan oleh warga. (NDY)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Sengketa Tanah, Petani Unjukrasa Di DPRD Simalungun</span><br /><br /><br />http://www.waspada.co.id/berita/sumut/artikel.php?article_id=93462<br /><br />Berita - Sumut<br /><br />13 Jun 07 22:55 WIB<br /><br />Simalungun, WASPADA Online<br />Ratusan petani Nagori (Desa) Mariah Hombang, Kec. Hutabayu Raja tergabung dalam Front Solidaritas Perjuangan Petani Mariah Hombang (FSPP MH), Rabu (13/6), berunjukrasa ke DPRD Simalungun, menuntut pembebasan 17 petani yang ditahan polisi dan minta penuntasan sengketa tanah antara petani dan PT Kwala Gunung.<br /><br />Petani masuk ke gedung DPRD Simalungun sekitar pukul 10.00 mengendarai dua truk dan sepeda motor. Selain berorasi petani juga membawa puluhan spanduk berukuran besar dan kecil yang intinya menuntut pihak kepolisian membebaskan 17 rekan mereka, dan pihak dewan menyelesaikan kasus sengketa tanah Mariah Hombang.<br /><br />"Tim penyelesaian yang dibentuk sebagai alat dari penguasa untuk mengakhiri perjuangan masyarakat. 17 Petani mempertahankan tanahnya, tetapi harus mengakhiri perjuangannya di balik terali besi," teriak Feri Simarmata di hadapan anggota komisi I DPRD.<br /><br />Dalam orasinya, Fery meminta DPRD tidak tinggal diam dan harus berpihak kepada rakyat atau petani. Dikatakan, petani selalu jadi korban tindakan refresif aparat penegak hukum dalam sengketa tanah dan selalu ditindas penguasa, yang membuktikan tidak adanya perhatian pemerintah untuk membela hak-hak petani yang dirampas penguasa," kata Feri bersemangat.<br /><br />Usai pengunjuk rasa menyampaikan orasinya secara bergantian, massa FSPPMH diterima salah seorang anggota Komisi I DPRD Simalungun, Sabar Maruli Simarmata beserta Kabag Tapem Pemkab Simalungun, Jonni Saragih, SIP. Aksi pengunjuk rasa mendapat pengawalan ketat pihak keamanan.<br /><br />Menurut SM Simarmata, selama ini dewan tetap berpihak kepada masyarakat. Dia mengimbau pengunjuk rasa tidak melakukan hujatan terhadap Bupati, Kapolres maupun dewan. Sebab itu bisa mengurangi semangat untuk memperjuangkan aspirasi petani.<br /><br />"Besok Komisi I DPRD Simalungun ke Medan menemui pejabat di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan BPN Sumut, mempertanyakan masalah sengketa tanah Mariah Hombang," tutur Simarmata.<br /><br />Sementara Kabag Tata Pemerintahan Setda Kab. Simalungun, Jonni Saragih, mengatakan penyelesaian sengketa tanah antara petani dan pengusaha masih dibahas bersama instansi terkait, sehingga para petani diharapkan bersabar.<br /><br />"Pemerintah daerah bersama tim terkait sedang membahas penyelesaian sengketa tanah antara petani Mariah Hombang dan pengusaha dan telah beberapa kali dilakukan pertemuan, sehingga petani diharapkan bersabar menunggu hasilnya," kata Saragih.<br /><br />Pengamatan Waspada, meskipun pihak perwakilan petani telah diundang untuk bermusyawarah dengan Komisi I dan Pemkab, namun hasil pembicaraan tidak membuahkan hasil. Hal ini menimbulkan kejengkelan bagi pengunjuk rasa. Hingga pukul 17.30 massa masih terus bertahan di gedung dewan. Mereka mengatakan tidak akan keluar dari halaman kantor dewan apabila tuntutan mereka, yakni pembebasan 17 petani yang ditahan di Polres Simalungun tidak dikabulkan. (a15) (wns)<br /><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Penangkapan Petani Simalungun, Warga Tuntut Kapolri Copot Kapolres</span><br /><br />http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=4957&lang=<br /><br />Jakarta - Perwakilan petani Desa Mariah Hombang, Simalungun, Sumatera Utara, berunjuk rasa di Mabes Polri. Puluhan orang itu menuntut pembebasan 16 warga yang ditahan di Polres Simalungun sejak 19 April lalu.<br /><br />Juru bicara aksi, Sugiarto, mengatakan 16 warga yang ditahan itu ditangkap secara sewenang-wenang oleh personel Polsek Simalungun. Mereka dipersalahkan menggarap kebun di atas tanah yang di klaim milik PT Kuala Gunung yang kini menjadi sengketa dengan warga.<br /><br />“Kami meminta pembebasan petani yang ditahan sejak 19 April 2007. Kami juga menuntut Kapolri mencopot Kapolres Simalungun AKBP Alex Mandalika,” kata Sugiarto, Senin (11/6).<br /><br />Padahal, menurut Sugiarto, tanah 2.000 hektare hadiah dari raja Jawa itu sudah ditempati warga secara turun-temurun sejak tahun 1916. Tanah itu memang pernah dipinjam Dinas Kehutanan Sumut untuk proyek penghijauan. Pada tahun 1990 juga pernah disewakan oleh Raja Inal Siregar (Gubernur Sumut saat itu) kepada PT Kuala Gunung. Namun izin pemanfaatan lahan oleh perusahaan itu habis tahun 1993, sehingga tanah seharusnya dikembalikan kepada warga.<br /><br />Bukannya dikembalikan, PT Kuala Gunung lewat kuasa hukumnya, Jhonson Timbul Situmorang, justru menjual sebagian tanah itu seluas 687,5 hektare kepada seorang pengusaha di Simalungun. Penjualan tanah ini memicu konflik dan sengketa antara warga dan perusahaan tersebut.<br /><br />Sebagai dukungan terhadap perwakilan warga yang berunjuk rasa di Jakarta, hari ini 600 warga Desa Mariah Hombang menggelar aksi serupa di depan Markas Polres Simalungun. Selain menuntut pembebasan warga yang di tahanan, mereka juga mendesak pemerintah segera mengembalikan tanah milik warga. (E1)<br /><br />Tambahan :<br />Kekerasan terhadap petani Mariah Hombang, Simalungun, yang berbuntut pada penahanan 17 warga desa terhadi pada Forum Nagori Mariah Hombang salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Usung Keranda, Seratusan Petani Mariah Hombang dan Mahasiswa Datangi Polres Simalungun</span><br /><br />http://hariansib.com/2007/06/13/usung-keranda-seratusan-petani-mariah-hombang-dan-mahasiswa-datangi-polres-simalungun/<br /><br />Pematangsiantar (SIB)<br /><br />Seratusan massa tergabung dalam aliansi petani Mariah Hombang dengan mengusung “Keranda”kembali mendatangi Mapolres Simalungun, Senin (11/6) meminta 17 petani yang ditahan sejak 19 April lalu dibebaskan polisi. Seratusan massa baik orangtua, anak-anak dan mahasiswa berorasi persis di depan Mapolres Simalungun hingga mengundang perhatian masyarakat yang melintas.<br /><br />Masih dengan tuntutan yang sama, massa melalui juru bicaranya, J Sitio, kembali mendesak Polres Simalungun bersikap adil terhadap rakyat kecil khususnya petani yang diperlakukan diskriminatif. Dengan menggelar berbagai spanduk dan poster massa juga mengusung keranda mayat.<br /><br />Massa yang berorasi diterima Kasat Intel AKP Robert Simanjuntak dan memberikan penjelasan atas kasus yang kini ditangani polisi terhadap 17 petani yang ditahan.<br /><br />Dikatakan, penangkapan dan penahanan terhadap petani dilakukan polisi karena adanya tindak pidana yang dilakukan massa termasuk penyerangan terhadap petugas. Kehadiran petugas ke lokasi karena adanya permintaan masyarakat untuk pengamanan hasil panen yang mendapat gangguan dari massa. Kini berkas pemeriksaan telah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut, kemudian massa membubarkan diri. (S21/q)<br /><br />Tambahan :<br />Kekerasan terhadap petani Mariah Hombang, Simalungun, yang berbuntut pada penahanan 17 warga desa terhadi pada Forum Nagori Mariah Hombang salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun.Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-82732637796483349692009-08-20T16:02:00.000-07:002009-08-20T16:04:43.528-07:00Berita Dari Sumatera Selatan<div class="navbar section" id="navbar"><div class="widget Navbar" id="Navbar1"><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener("load", function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script><br /></div></div><div id="wrap"><div id="content"><div class="section" id="main"><div class="widget Blog" id="Blog1"><div><!-- google_ad_section_start --> <div class="entry" id="post-7924380092539731809"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('1:32 PM');</script></div> <h3 style="color: rgb(255, 0, 0);" class="etitle" id="post-3"> </h3> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Warga Datangi Kantor Pemkab Muara Enim</span><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <span style="font-family: georgia;">http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/sumatera-selatan/warga-datangi-kantor-pemkab-2.html</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Jum'at, 24/08/2007</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">MUARA ENIM (SINDO) – Ratusan warga berunjuk rasa di Kantor Pemkab Bupati Muara Enim,kemarin.Warga menuntut pembangunan jalan dan jaringan listrik.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Koordinator aksi Baharudin menyatakan warga Desa Suban menuntut Pemkab Muara Enim segera membangun jalan dan jaringan listrik di wilayah tempat tinggal mereka. Dia menjelaskan, selama ini masyarakat yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional (STN) Kab Muara Enim hanya diberikan janji- janji para elite dan pemerintah.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">”Saat pemilu para pejabat mengumbar janji akan membangun desa.Namun hingga kini belum ada janji-janji yang terpenuhi, sehingga sejak 1987 Masyarakat Desa Suban sengsara di tanah yang subur dan kaya sumber daya alam. Kami minta Pemkab Muara Enim segera menyelesaikan permasalahan ini,” tegasnya dalam orasi kemarin.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Dalam aksi yang diikuti 200 massa ini terbentang spanduk bertuliskan tuntutan pendidikan dan kesehatan gratis, penyediaan lapangan kerja, serta kartu keluarga (KK) dan KTP gratis bagi masyarakat.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">”Katanya Kab Muara Enim kaya sumber daya alam seperti migas dan batubara dengan predikat lumbung energi.Tetapi masih banyak masyarakatnya yang hidup dalam penderitaan. Pernah satu bulan pasokan sembako ke Desa Suban tidak ada yang masuk karena kondisi jalan yang rusak parah, sehingga sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat,”ungkapnya.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Dia menegaskan, selama ini masyarakat Desa Suban sudah sering mengajukan proposal kepada Pemkab Muara Enim untuk membangun jaringan listrik. Namun dia menjelaskan hingga saat ini tidak ada yang terealisasi dengan alasan yang tidak jelas. ”Jika memang Pemkab Muara Enim ingin menyejahterakan masyarakat, tolong perhatikan masyarakat Desa Suban. Kami sudah sangat lama mengalami kondisi gelap gulita dan jalan desa sangat menyedihkan,” terangnya.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Sementara itu,Wakil Bupati Muara Enim, Ir Hanan Zulkarnain MTP mengatakan Pemkab Muara Enim sudah berusaha memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Dia menjelaskan, pihaknya sudah menjalankan peraturan UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">”Wilayah Muara Enim begitu luas, maka proses pelaksanaan pembangunan dibagi menjadi lima zona. Dari lima zona tersebut, Desa Suban Baru tergolong zona lima.Dalam proses pembangunan infrastruktur, anggaran pembangunan zona lima termasuk yang paling besar,” jelasnya saat menerima perwakilan para demonstran. Dia menjelaskan, selama ini pelaksanaan pembangunan ditanggulangi dana APBD Kabupaten dan Provinsi Sumsel bila diperlukan.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">”Bayangkan saja panjang jalan kabupaten di Muara Enim mencapai 1.400 km yang harus ditanggung Pemkab. Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dan tidak bisa seperti membalik telapak tangan,” tegasnya. Wabub menambahkan, perhatian Pemkab Muara Enim sangat besar memberikan pelayanan listrik kepada masyarakat pedesaan. Dia menjelaskan, Pemkab telah mengajukan kepada PLN supaya membangun jaringan listrik.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">”Tetapi hingga saat ini belum terealisasi dan Pemkab Muara Enim akan membawa aspirasi masyarakat Desa Suban Baru supaya dimasukkan pada dana APBD 2008 mendatang,” ujarnya. Dia menjelaskan, mengenai pembangunan jaringan listrik merupakan tanggung jawab PLN.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Sedangkan Pemkab Muara Enim bertugas mengalokasikan dana untuk pembangunan jaringan. ”Kemudian setelah terbangun Pemkab Muara Enim menyerahkan PLN untuk pendistribusiannya ke masyarakat. Pemkab Muara Enim tidak tinggal diam, mengenai pembangunan jaringan listrik sudah melakukan kerja sama dengan Pertamina dan Medco Energi membangun jaringan listrik pedesaan,” terangnya. </span> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=7924380092539731809" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div></div></div></div></div></div> <script type="text/javascript" src="static/v1/widgets/1718410760-widgets.js"></script> <script type="text/javascript"> _WidgetManager._Init('http://www.blogger.com/rearrange?blogID=6461775459797818086', 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Sumetera%20Selatan','6461775459797818086'); _WidgetManager._SetPageActionUrl('http://www.blogger.com/display?blogID=6461775459797818086', '6kHT0sGXleP8nTNVFt2lyOHmEL4:1250305477717'); _WidgetManager._SetDataContext([{'name': 'blog', 'data': {'title': 'kabar kampung', 'pageType': 'index', 'url': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Sumetera%20Selatan', 'homepageUrl': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/', 'enabledCommentProfileImages': false, 'searchLabel': 'Sumetera Selatan', 'searchQuery': '', 'pageName': 'Sumetera Selatan', 'pageTitle': 'kabar kampung: Sumetera Selatan', 'encoding': 'UTF-8', 'locale': 'en-US', 'isPrivate': false, 'languageDirection': 'ltr', 'feedLinks': '\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/rss+xml\42 title\75\42kabar kampung - RSS\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default?alt\75rss\42 /\76\n\74link rel\75\42service.post\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://www.blogger.com/feeds/6461775459797818086/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42EditURI\42 type\75\42application/rsd+xml\42 title\75\42RSD\42 href\75\42http://www.blogger.com/rsd.g?blogID\0756461775459797818086\42 /\076', 'meTag': '\74link rel\75\42me\42 href\75\42http://www.blogger.com/profile/16771663885858946658\42 /\76\n', 'openIdOpTag': '\74link rel\75\42openid.server\42 href\75\42http://www.blogger.com/openid-server.g\42 /\76\n', 'latencyHeadScript': '\74script type\75\42text/javascript\42\76(function() { var a\75window;function f(e){this.t\75{};this.tick\75function(d,b,c){var i\75c?c:(new Date).getTime();this.t[d]\75[i,b]};this.tick(\42start\42,null,e)}var g\75new f;a.jstiming\75{Timer:f,load:g};try{a.jstiming.pt\75a.external.pageT}catch(h){};a.tickAboveFold\75function(e){var d,b\75e,c\0750;if(b.offsetParent){do c+\75b.offsetTop;while(b\75b.offsetParent)}d\75c;d\74\075750\46\46a.jstiming.load.tick(\42aft\42)};var j\75false;function k(){if(!j){j\75true;a.jstiming.load.tick(\42firstScrollTime\42)}}a.addEventListener?a.addEventListener(\42scroll\42,k,false):a.attachEvent(\42onscroll\42,k); })();\74/script\076'}}]); _WidgetManager._SetSystemMarkup({'layout': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47widget-wrap1\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap2\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap3\47\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74div class\75\47layout-title\47\76\74data:layout-title\76\74/data:layout-title\76\74/div\76\n\74a class\75\47editlink\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 target\75\47chooseWidget\47\76\74data:edit-link\76\74/data:edit-link\76\74/a\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'quickedit': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47clear\47\76\74/div\76\n\74span class\75\47widget-item-control\47\76\n\74span class\75\47item-control blog-admin\47\76\n\74a class\75\47quickedit\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 expr:target\75\47\46quot;config\46quot; + data:widget.instanceId\47 expr:title\75\47data:edit-link\47\76\n\74img alt\75\47\47 height\75\04718\47 src\75\47http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/span\76\n\74div class\75\47clear\47\76\74/div\076'}, 'all-head-content': {'varName': 'page', 'template': '\74data:blog.latencyHeadScript\76\74/data:blog.latencyHeadScript\76\n\74meta expr:content\75\47\46quot;text/html; charset\75\46quot; + data:page.encoding\47 http-equiv\75\47Content-Type\47/\76\n\74meta content\75\47true\47 name\75\47MSSmartTagsPreventParsing\47/\76\n\74meta content\75\47blogger\47 name\75\47generator\47/\76\n\74link href\75\47http://www.blogger.com/favicon.ico\47 rel\75\47icon\47 type\75\47image/vnd.microsoft.icon\47/\76\n\74link expr:href\75\47data:blog.url\47 rel\75\47canonical\47/\76\n\74data:blog.feedLinks\76\74/data:blog.feedLinks\76\n\74data:blog.meTag\76\74/data:blog.meTag\76\n\74data:blog.openIdOpTag\76\74/data:blog.openIdOpTag\76\n\74b:if cond\75\47data:page.isPrivate\47\76\n\74meta content\75\47NOINDEX,NOFOLLOW\47 name\75\47robots\47/\76\n\74/b:if\076'}}); _WidgetManager._RegisterWidget('_LabelView', new _WidgetInfo('Label1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:labels\47 var\75\47label\47\76\n\74li\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.url \75\75 data:label.url\47\76\n\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\n \74b:else\76\74/b:else\76\n\74a expr:href\75\47data:label.url\47\76\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('Label1'), {}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogArchiveView', new _WidgetInfo('BlogArchive1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47flat\47\76\74/b:include\076'}, 'flat': {'varName': 'data', 'template': '\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74li class\75\47archivedate\47\76\n\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}, 'menu': {'varName': 'data', 'template': '\74select expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_ArchiveMenu\46quot;\47\76\n\74option value\75\47\47\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/option\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74option expr:value\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76 (\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\74/option\76\n\74/b:loop\76\n\74/select\076'}, 'interval': {'varName': 'intervalData', 'template': '\74b:loop values\75\47data:intervalData\47 var\75\47i\47\76\n\74ul\76\n\74li expr:class\75\47\46quot;archivedate \46quot; + data:i.expclass\47\76\n\74b:include data\75\47i\47 name\75\47toggle\47\76\74/b:include\76\n\74a class\75\47post-count-link\47 expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n (\74span class\75\47post-count\47\76\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76\74/span\76)\n \74b:if cond\75\47data:i.data\47\76\n\74b:include data\75\47i.data\47 name\75\47interval\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:i.posts\47\76\n\74b:include data\75\47i.posts\47 name\75\47posts\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/ul\76\n\74/b:loop\076'}, 'toggle': {'varName': 'interval', 'template': '\74b:if cond\75\47data:interval.toggleId\47\76\n\74b:if cond\75\47data:interval.expclass \75\75 \46quot;expanded\46quot;\47\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75close\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy toggle-open\47\76\46#9660; \74/span\76\n\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75open\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy\47\76\46#9658; \74/span\76\n\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\076'}, 'posts': {'varName': 'posts', 'template': '\74ul class\75\47posts\47\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47i\47\76\n\74li\76\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.title\76\74/data:i.title\76\74/a\76\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('BlogArchive1'), {'languageDirection': 'ltr'}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_HeaderView', new _WidgetInfo('Header1', 'section-head')); _WidgetManager._RegisterWidget('_NavbarView', new _WidgetInfo('Navbar1', 'navbar')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogView', new _WidgetInfo('Blog1', 'main')); </script>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-84957706799519946682009-08-20T15:58:00.000-07:002009-08-20T16:01:35.516-07:00Berita Dari Sulawesi Tenggara<div style="color: rgb(255, 0, 0);" class="navbar section" id="navbar"><div class="emeta"><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener("load", function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script><br /><a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/05/sulawesi-tenggara-perusahaan-tambang.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Perusahaan Tambang Nikel Di Kawasan Hutan Adat Kota Bau Bau Merusak Sawah Petani"><span style="font-weight: bold;"></span></a><a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/05/sulawesi-tenggara-perusahaan-tambang.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Perusahaan Tambang Nikel Di Kawasan Hutan Adat Kota Bau Bau Merusak Sawah Petani"></a><br />Perusahaan Tambang Nikel Di Kawasan Hutan Adat Kota Baubau Merusak Sawah Petani<br /><br /><br /> </div></div><div id="wrap"><div id="content"><div class="section" id="main"><div class="widget Blog" id="Blog1"><div><!-- google_ad_section_start --> <div class="entry" id="post-2770525429671716346"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('7:51 PM');</script></div> <h3 class="etitle" id="post-3"> </h3> <div class="ebody"> <span>BAU BAU, STN</span>. Berawal dari keresahan petani yang mengalami banjir setiap kali terjadi hujan. Banjir tersebut selain membawa air juga bercampur lumpur dan warnanya merah. Akibat banjir tersebut padi yang siap panen kemudian yang mati dan terjadi kegagalan panen. Luas sawah yang terkena gagal panen akibat banjir sekitar 20 Ha.<br /><br />Selain karena banjir kegagalan panen menurut petani disebabkan karena lumpur yang berwarna kemerah-merahan melekat dibatang padi. Setelah 2 sampai 3 jam ketikak padi terkena sinar matahari dan lumpurnya kering maka padipun ikut kering dan mati. Begitupun tanaman kakao banyak yang mati karena selalu terendam air.<br /><br />Akibatnya, hampir tiap hari masyarakat harus membersihkan sawahnya karena tertimbun lumpur dan sampah non organik yang tak sedikit jumlahnya Kondisi ini semakin diperparah, karena petani harus menambah ongkos produksi dan sulitnya mendapatkan air, khususnya di kelurahan Kampeonaho disebabkan debit air menurun ini berdampak pada kosongnya bak penampung yang menjadi sumber air bagi masyarakat.<br /><br />Menyikapi keresahan diatas, kemudian warga melakukan sendiri investigasi. Dari hasil investigasi diperoleh masyarakat banjir yang bercampur lumpur kemerah-merahan disebakan kegiatan penambangan nikel di hutan bungi dan sorawolio. Pertambangan ini dilakukan oleh PT. Bumi Inti Sulawesi (PT. BIS). Kegiatan tambang ini berada di Kecamatan Bungi dan Kecamatan Sorawolio. Secara umum masyarakat di 2 kecamatan ini menolak keberadaan tambang, Wilayah Kec Surowolio yang diolah oleh tambang sangat kecil dibanding Kec. Bungi. Pengelolaan tambang masuk didalam hutan yang disinyalir masuk dalam kawasan hutan lindung. Kawasan hutan tersebut masuk kedalam Kec. Bungi.<br /><br />Investigasi dilakukan dengan berkoordinasi dengan Dinas ketuhanan kota Bau-Bau, Dinas lingkungan Hidup kota Bau-bau dan BAPPEDALDA Kota Bau-Bau termasuk dengan DPRD Kota Bau-Bau) dan dari koordinasi ini informasi yang didapat bahwa;<br /><ol><li>Memang ada kegiatan penambangan tetapi baru sebatas eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Bumi Inti Sulawesi (BIS)</li><li>Kegiatan tersebut dilakukan dikawasan hutan lindung</li><li>Kegiatan Tersebut Jauh Dari Bantaran Sungai/Sumber air</li><li>Luas Wilayah penambangan tersebut seluas 1769 Ha</li></ol>Investagasi dilakukan sejak bulan januari – april setiap sebulan sekali.<br /><br />Dari hasil investigasi ditemukan juga bahwa kegiatan penambangan dilakukan di hutan yang belum pernah dikelola oleh usaha baik yang berskala besar maupun berskala kecil. Bahkan hutan tersebut ditetapkan atau dikeramatkan menjadi hutan adat.<br /><br />Selanjutnya masyarakat melanjutkan investigasi. Investagasi memasuki tahapan kedua. dan menemukan bebrapa fakta :<br /><ol><li>Telah di buat jalan produksi di mulai di Kec. Sorawolio yang panjangnya 19 km dan lebar 12 meter, secara otomatis ditebangnya berbagai macam jenis kayu baik untuk pohon yang berukuran besar sampai pohon yang berukuran kecil. Juga diperoleh informasi dari pengawas pembuatan jalan bahwa jarak instalasi jalan dari jalan yang satu kejalan yang lainnya adalah setiap 50 meter.</li><li>Sudah ada enam sungai yang putus karena digusur, yakni sungai yang menuju Desa Kampeonaho yang melayani 5 buah bendungan dikecamatan bungi.</li><li>Titik pngundulan bertambah, karena ada beberapa camp baru yang dibuat dilokasi ynag berbeda dengan camp sebelumnya, camp yang dibuat tergolong mewah karena sudah menggunakan AC luas camp sekitar 10 Ha.</li></ol>Investigasi ke 2 (DUA) ini, masyarakat seakan-akan dihalang-halanggi oleh pemerintah dan aparat dan bahkan salah seorang masyarkat (inisiator) sempat diintimidasi.Hasil investagasi ini kemudian masyarakat berkesimpulan bahwa penyebab banjir adanya PT. Bimi Inti Sulawesi yang mengelola tambang di Hutan,<br /><br />Dua minggu kemudian perwakilan masyarakat mendesak komisi B DPRD Bau-Bau untuk mengambil langkah-langkah, setelah mendengarkan penjelasan dari perwakilan masyarakat tentang kegiatan eksplorasi tambang nikel bungi surawolio maka komisi B DPRD Bau-Bau memutuskan untuk menggelar rapat komisi. Dua hari kemudian rapat tersebut pun dilaksanakan dan hasilnya adalah bahwa: untuk sementara waktu, kegiatan eksplorasi tambang nikel bungi sorawolio dihentikan:<br /><br />Tetapi timbul pertanyaan diwarga apakah keputusan DPDRD Bau-Bau disampaikan ke Pemerintah dan Perusahan. Apakah keputusan tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah dan Perusahaan?<br /><br />Dari pertanyaan tersebut mendorong masyarakat untuk memastikan apakah Keputusan Komisi B DPRD Bau-Bau dilaksanakan Masyarakat bersama mahasiswa kemudian menuju ke lokasi penambangan. Hasil yang ditemukan yaitu<br /><ol><li>Keputusan komisi B DPRD Kota Bau-Bau untuk menghentikan sementara aktivitas tambang PT. Bumi Inti Sulawesi tidak diindahkan oleh Perusahaan dan Pemerintah.</li><li>Akibat aktifitas tambang, terdapat enam sungai yang makin mengecil daerah alirannya bahkan ada yang terputus alirannya. Sungai-sungai tersebut yaitu sungai wonco yang melayani lima bendungan besar, sungai karing-ngkaring yang melayani 4 bendungan besar, sungai lakologowu sebagai salah satu sumber AIR PDAM yang melayani kota ini, sungai kecil yang menuju air jatuh juga melayanui persediaan air untuk pelabuhan Murhum kota Bau-Bau, dan dua sungai yang bergabung dengan sungai yang menuju Karing_ngaring </li><li>Ditemukan satu sungai yang warna airnya MERAH ( nama sungai belum ada?) dan terbukti hal tersebut memeng bersumber dari lokasi tambang, tambang sungai bungi. </li></ol>Beberapa hari kemudian, warga diundang untuk hadir dalam rapat kerja DPRD Bau-Bau tatapi dalam rapat tersebut warga tidak diberi hak untuk berbicara sehingga kehadiran mereka dinilai percuma. Tetapi satu kesukuran yaitu hasil rapat tersebut memutuskan supaya anggota DPRD melakukan investigasi langsung kelokasi Tambang, dan itu memang dilakukan.<br /><br />Investigasi keempat pun dilakukan pada 19 April 2008, yang turut serta kali ini adalah anggota dewan, para kepala dinas terkait, masyarakat dan para aktifis LSM pemerhati lingkungan. Hasil yang ditemukan adalah:<br /><br /><ol><li>Sungai yang putus karena digusur bertambah, kali ini telah 24 sungai yang putus</li><li>Penggundulan hutan bertambah yaitu disebelah timur Camp terdapat pengundulan hutan yang luasnya kurang lebih 10 Ha, belum terhitung yang terkena gusur alat berat untuk pembuatan jalan.</li><li>Kegiatan penggusuran yang mereka lakukan sudah mendekati hutan Lambusango. Hal ini mengakibatkan masyarakat Desa Barangka Kab.Buton resah dengan kegiatan penambangan ini) dan telaga yang letaknya tak jauh dari penggusuran itu yang luasnya kurang lebih 6 hektar ikut tercemar. Airnya berubah warna menjadi merah dan terjadi pendangkalan. Padahal telaga ini berpotensi sebagai sumber air bersih bagi kota (PDAM) KERENA LETAKNYA BERADA DIKETINGGIAN dan hutannya masih asri dan disinyalir mata air Kelurahan Kampeonaho dan Kelurahan Palabusa berasal dari telaga ini .</li></ol>Pada investigasi kali ini pula masyarkat mendapat kan keterangan bahwa karyawan yang bekerja pada penambangan ini mengeluhkannya rendahnyanya upah mereka dan perlakuan tidak adil. Jadi jika salah satu alasan pemerintah mengijinkan pertambangan ini adalah untuk mengurangi pengangguran hal diatas telah cukup untuk dijadikan alasan karena hasil investigasi sebelumnya ditemukan masyarakat dikecamatan bungi memiliki pendapatan dan pekerjaan sebagai petani. Jadi sebenarnya penggangguran bukan alasan yang tepat.<br /><br />Hasil investigasi ini akan ditindak lanjuti oleh pihak dewan dengan segera menggelar rapat kerja secepatnya dan hasilnya akan segera disampaikan kepada masyarakat.<br /><br />Namun sampai hari ini hal tersebut hanya menjadi sebuah tanda tanya besar bagi masyarakat apakah rapat kerja sudah dilaksanakan atau belum dan apa hasilnya. Sementara di sisi lain, pihak kehutanan menyatakan bahwa kawasan tambang tersebut sebagai kawasan hutan produksi terbatas.<br /><br />Tetapi pernyataan berbeda dengan kondisi hutan itu sendiri karena hutan tersebut adalah kawasan penyangga air karena kurang lebih ada 26 sumber mata air . Kelurahan Liabuku, Laliabuku, Karing-ngaring dan Kampeonaho hanya berjarak 200 meter dari kawasan hutan tersebut. Di sisi lain, masyarakat seringkali berurusan dengan Dinas Kehutanan Kota bau-bau karena dituduh melakukan pembalakan liar di kawasan hutan yang saat ini dikelola sebagai lahan tambang.<br /><br />Keadaan ini semakin memotifasi masyarakat untuk terus mengadakan pertemuan-pertemuan untuk memikirkan jalan keluar terbaik dan salah satu kesepakatan warga adalah agar segera membentuk organisasi sebagai kendaraan untuk beraspirasi dan membangun kerjasama dengan lembaga terkait lainnya sehubungan dengan masalah tambang yang di hadapi.<br /><br />Pernyataan kasus ini disusun di Kendari, 07 Mei 2008 oleh LBH Kendari, WALHI Sultra dan KPW STN Sultra. Sekretariat bersama di Jl. Rambutan No. 8 D Kel. Wawowanggu Kendari<br />Email; lbhkendari@yahoo.co.id, amasiku@yahoo.co.id </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=2770525429671716346" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div></div></div></div> </div> <div id="sidebar"> <div class="section" id="categories-widget"> <div class="widget Label" id="Label1"><br /><br /></div></div></div></div> <script type="text/javascript" src="static/v1/widgets/1718410760-widgets.js"></script> <script type="text/javascript"> _WidgetManager._Init('http://www.blogger.com/rearrange?blogID=6461775459797818086', 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Sulawesi%20Tenggara','6461775459797818086'); _WidgetManager._SetPageActionUrl('http://www.blogger.com/display?blogID=6461775459797818086', '6aFJzac4dyCmgpjQoyuEqDdTzZs:1250809107915'); _WidgetManager._SetDataContext([{'name': 'blog', 'data': {'title': 'kabar kampung', 'pageType': 'index', 'url': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Sulawesi%20Tenggara', 'homepageUrl': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/', 'enabledCommentProfileImages': false, 'searchLabel': 'Sulawesi Tenggara', 'searchQuery': '', 'pageName': 'Sulawesi Tenggara', 'pageTitle': 'kabar kampung: Sulawesi Tenggara', 'encoding': 'UTF-8', 'locale': 'en-US', 'isPrivate': false, 'languageDirection': 'ltr', 'feedLinks': '\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/rss+xml\42 title\75\42kabar kampung - RSS\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default?alt\75rss\42 /\76\n\74link rel\75\42service.post\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://www.blogger.com/feeds/6461775459797818086/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42EditURI\42 type\75\42application/rsd+xml\42 title\75\42RSD\42 href\75\42http://www.blogger.com/rsd.g?blogID\0756461775459797818086\42 /\076', 'meTag': '\74link rel\75\42me\42 href\75\42http://www.blogger.com/profile/16771663885858946658\42 /\76\n', 'openIdOpTag': '\74link rel\75\42openid.server\42 href\75\42http://www.blogger.com/openid-server.g\42 /\76\n', 'latencyHeadScript': '\74script type\75\42text/javascript\42\76(function() { var a\75window;function f(e){this.t\75{};this.tick\75function(d,b,c){var i\75c?c:(new Date).getTime();this.t[d]\75[i,b]};this.tick(\42start\42,null,e)}var g\75new f;a.jstiming\75{Timer:f,load:g};try{a.jstiming.pt\75a.external.pageT}catch(h){};a.tickAboveFold\75function(e){var d,b\75e,c\0750;if(b.offsetParent){do c+\75b.offsetTop;while(b\75b.offsetParent)}d\75c;d\74\075750\46\46a.jstiming.load.tick(\42aft\42)};var j\75false;function k(){if(!j){j\75true;a.jstiming.load.tick(\42firstScrollTime\42)}}a.addEventListener?a.addEventListener(\42scroll\42,k,false):a.attachEvent(\42onscroll\42,k); })();\74/script\076'}}]); _WidgetManager._SetSystemMarkup({'layout': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47widget-wrap1\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap2\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap3\47\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74div class\75\47layout-title\47\76\74data:layout-title\76\74/data:layout-title\76\74/div\76\n\74a class\75\47editlink\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 target\75\47chooseWidget\47\76\74data:edit-link\76\74/data:edit-link\76\74/a\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'quickedit': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47clear\47\76\74/div\76\n\74span class\75\47widget-item-control\47\76\n\74span class\75\47item-control blog-admin\47\76\n\74a class\75\47quickedit\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 expr:target\75\47\46quot;config\46quot; + data:widget.instanceId\47 expr:title\75\47data:edit-link\47\76\n\74img alt\75\47\47 height\75\04718\47 src\75\47http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/span\76\n\74div class\75\47clear\47\76\74/div\076'}, 'all-head-content': {'varName': 'page', 'template': '\74data:blog.latencyHeadScript\76\74/data:blog.latencyHeadScript\76\n\74meta expr:content\75\47\46quot;text/html; charset\75\46quot; + data:page.encoding\47 http-equiv\75\47Content-Type\47/\76\n\74meta content\75\47true\47 name\75\47MSSmartTagsPreventParsing\47/\76\n\74meta content\75\47blogger\47 name\75\47generator\47/\76\n\74link href\75\47http://www.blogger.com/favicon.ico\47 rel\75\47icon\47 type\75\47image/vnd.microsoft.icon\47/\76\n\74link expr:href\75\47data:blog.url\47 rel\75\47canonical\47/\76\n\74data:blog.feedLinks\76\74/data:blog.feedLinks\76\n\74data:blog.meTag\76\74/data:blog.meTag\76\n\74data:blog.openIdOpTag\76\74/data:blog.openIdOpTag\76\n\74b:if cond\75\47data:page.isPrivate\47\76\n\74meta content\75\47NOINDEX,NOFOLLOW\47 name\75\47robots\47/\76\n\74/b:if\076'}}); _WidgetManager._RegisterWidget('_LabelView', new _WidgetInfo('Label1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:labels\47 var\75\47label\47\76\n\74li\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.url \75\75 data:label.url\47\76\n\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\n \74b:else\76\74/b:else\76\n\74a expr:href\75\47data:label.url\47\76\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('Label1'), {}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogArchiveView', new _WidgetInfo('BlogArchive1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47flat\47\76\74/b:include\076'}, 'flat': {'varName': 'data', 'template': '\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74li class\75\47archivedate\47\76\n\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}, 'menu': {'varName': 'data', 'template': '\74select expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_ArchiveMenu\46quot;\47\76\n\74option value\75\47\47\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/option\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74option expr:value\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76 (\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\74/option\76\n\74/b:loop\76\n\74/select\076'}, 'interval': {'varName': 'intervalData', 'template': '\74b:loop values\75\47data:intervalData\47 var\75\47i\47\76\n\74ul\76\n\74li expr:class\75\47\46quot;archivedate \46quot; + data:i.expclass\47\76\n\74b:include data\75\47i\47 name\75\47toggle\47\76\74/b:include\76\n\74a class\75\47post-count-link\47 expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n (\74span class\75\47post-count\47\76\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76\74/span\76)\n \74b:if cond\75\47data:i.data\47\76\n\74b:include data\75\47i.data\47 name\75\47interval\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:i.posts\47\76\n\74b:include data\75\47i.posts\47 name\75\47posts\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/ul\76\n\74/b:loop\076'}, 'toggle': {'varName': 'interval', 'template': '\74b:if cond\75\47data:interval.toggleId\47\76\n\74b:if cond\75\47data:interval.expclass \75\75 \46quot;expanded\46quot;\47\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75close\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy toggle-open\47\76\46#9660; \74/span\76\n\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75open\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy\47\76\46#9658; \74/span\76\n\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\076'}, 'posts': {'varName': 'posts', 'template': '\74ul class\75\47posts\47\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47i\47\76\n\74li\76\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.title\76\74/data:i.title\76\74/a\76\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('BlogArchive1'), {'languageDirection': 'ltr'}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_HeaderView', new _WidgetInfo('Header1', 'section-head')); _WidgetManager._RegisterWidget('_NavbarView', new _WidgetInfo('Navbar1', 'navbar')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogView', new _WidgetInfo('Blog1', 'main')); </script>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-17996233995207975012009-08-20T15:22:00.000-07:002009-08-20T15:57:22.961-07:00Berita Dari Riau<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kecaman Atas Tindak Kekerasan Terhadap Masyarakat Suluk Bongkal</span><br /><br />JAKARTA. Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang dipimpin Donny Pradana WR dan Isti Komah, S, Fil menyatakan kecaman atas aksi kekerasan politik oleh pihak kepolisian terhadap masyarakat yang menduduki Dusun Suluk Bongkal Desa Beringin Kec, Pinggir, Bengkalis, Riau.<br /><br />Perjuangan landreform masyarakat Dusun Suluk Bongkal dalam konflik agraria dengan PT. Arara Abadi patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal.<br /><br />Berani berjuang, berani menang!<br /><br />---<br /><br />http://www.riauterkini.com/lingkungan.php?arr=22158<br /><br />Sabtu, 20 Desember 2008 20:07<br /><br />Kapolda Dituntut Mundur<br />Kontras Medan Kunjungi STR yang Ditahan<br /><br />Bentrok STR dengan Polisi yang memberangus 300-an rumah warga Desa Beringin Dusun Teluk Bongkal berbuntut tuntutan mundur untuk Kapolda Riau.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU-Hari ini sabtu (20/12), sejumlah aktivis sedang menuju ke Bengkalis. Mereka hendak menjumpai seratusan anggota STR yang juga warga Dusun Teluk Bongkal yang ditahan Polres Bengkalis pasca bentrok masal dengan kepolisian. Jhoni Setiawan Mundung (Direktur Walhi Riau), Rinaldi (Koordinator SEGERA), Suryadi (Direktur LBH Pekanbaru), Diah Susilowati (Kontras Medan) saat ini sedang menuju Polres Bengkalis.<br /><br />Kata Mundung, pihaknya sudah melakukan konfirmasi dengan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HSM) terkait dengan bentrok yang berujung dengan larinya warga ke dalam hutan untuk bersembunyi. Selasa (23/12) lusa, tambahnya, Komnas HAM Jakarta akan turun untuk menyikapi dan melihat secara langsung kondisi masyarakat pasca bentrok STR dengan Polisi. Sementara terkait anak-anak yang menjadi korban,m KPAID Riau akan membahas permasalahan tersebut.<br /><br />Karena, tambah Mundung, temen-temen dari aktivis LSM seperti Walhi Riau, KBH, LBH, KAR, LKHD, JIKALAHARI dan lain-lain mengutuk keras aksi kekerasan pihak aparat keamanan dalam menghadapi masyarakat. “Pokoknya, kita mengutuk keras aksi kekerasan yang ditunjukkan oleh aparat keamanan (dalam hal ini kepolisian) yang sudah mengintimidasi warga Dusun Teluk Bongkal Desa Beringin. Dan kami meminta Kapolda Riau untuk mundur dari jabatannya,” terangnya.<br /><br />Menurut Mundung, kondisi terakhir warga Dusun Teluk Bongkal Desa Beringin mengenaskan. 1 warga yang masih anak-anak tewas dalam sumur. Diduga panik akibat kerusuhan yang berujung bentrok antara STR dengan pihak kepolisian. 300 rumah warga habis dibakar oleh anggota Samapta Polda, Pam Swakarsa PT AA dan Satpol PP.<br /><br />Pasca bentrokan dengan polisi saat pengosongan lahan PT Arara Abadi (PT AA), kini sekitar 400 warga Serikat Tani Rakyat (STR) yang umumnya wanita dan anak-anak bersembunyi di hutan. Mereka kini dalam kondisi memprihatinkan dan terancam kelaparan. Para wanita dan anak-anak yang bersembunyi di hutan itu terancam kelaparan karena mereka tidak memiliki stok makanan. Mereka enggan keluar dari hutan karena takut ditangkap.<br /><br />Kandidat DPD Riau ini menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan negara, aparat keamanan PT AA dan aparat keamanan Pemda itu karena warga dinilai melanggar UU Kehutanan. Padahal masyarakat sudah serngkali melaporkan ke pihak kepolisian (Polsek Mandau dan Polres Bengkalis. Namun laporan tersebut dianggap angin lalu oleh pihak kepolisian.<br /><br />“Yang pasti, tindakan yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan negara, pemda dan swasta itu sudah melanggar HAM warga. Karena informasi yang kami dapatkan adalah dalam kerusuhan yang berujung bentrok itu, rumah warga di bom dengan menggunakan helikopter,” terangnya. ***(H-we)<br /> <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tolak Harga BBM Naik, Ribuan Massa SEGERA Macetkan Jalan di Pekanbaru</span><br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=19008<br /><br />Aksi penolakan rencana pemerintah menaikan harga BBM terus berlanjut. Ribuan massa SEGERA saat ini memacetkan sejumlah ruas jalan di Pekanbaru.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Riabun massa yang tergabung dalam Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) melakukan aksi turun ke jalan, Senin (12/5). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes rencana pemerintah menaikan harga BBM, menyusul terus menggilanya harga minyak mentah di pasar dunia.<br /><br />Aksi dengan konsolidasi massa di depan Tugu Keris di depan kediaman Gubernur Riau M Rusli Zainal. Keberadaan ribuan massa dengan ciri khas pernak-pernik merah tersebut kontak membuat arus lalu lintas di Jalan Diponegoro tersendat. Setelah massa terkumpul semua, koordinator lapangan langsung memerintahkan massa bergerak menuju Taman Makam Pahlawan Kusuma Dharma.<br /><br />Rencananya, massa akan menggelar aksi di gedung DPRD Riau dan mendatangi sejumlah SPBU di Pekanbaru. Hingga berita ini diturunkan massa masih mengawali aksi dan baru tiba di TPM Kusuma Dharma.<br /><br />Untuk mengamankan jalannya aksi, terlibat puluhan polisi melakukan penjagaan. Keberadaan massa SEGERA yang tengah berjalan tak urung memacetkan Jalan Patimura dan membuat Jalan Jendral Sudirman di depan TPM di tutup dua jalur.***(mad)<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Konflik PT Arara Abadi-Masyarakat, Ketika Isu Tanah Ulayat Mengancam Investasi</span><br /><br />http://serikat-tani-riau.blogspot.com/2008/03/konflik-pt-arara-abadi-masyarakat.html<br />http://www.metroriau.com/?q=node/2113<br /><br />Sekitar 800 hektar lahan di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang hak pengelolaannya diberikan kepada PT Arara Abadi (AA), kini berubah menjadi areal perkebunan sawit dan perkampungan. Jangankan perusahaan pemasok bahan baku bagi PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) ini, pemerintah pun tak mampu mengamankan investasi miliaran rupiah itu akibat kuatnya tekanan dari kelompok massa yang terorganisir dan mengusung isu tanah ulayat.<br /><br />Sebagai perusahaan yang diberi hak pengelolaan sesuai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), Rancangan Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) untuk wilayah Bengkalis dan Kampar (sebelum pemekaran, red), PT Arara Abadi telah mengawali kegiatannya di wilayah ini sejak tahun 1991. Investasi bernilai miliaran rupiah di kawasan seluas 299.975 hektar itu, didasarkan kepada Izin No. 743/Kpts-II/1996 yang berlaku surut.<br /><br />Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Bengkalis dan Kampar yang meliputi Desa Tarik Serai, Pinggir, Tasir Serai Timur, Melibur, Minas, Desa Mandiangin, Pinang Sebatang Barat, Koto Garo dan Pantai Cermin oleh pemerintah tentu memiliki alasan yang kuat. Salah satunya adalah, menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi negara. “Saat ini ada sekitar 15.000 tenaga kerja yang ditampung PT Arara Abadi dan IKPP atau rekanan perusahaan,” kata Musherizal Yatim kepada Metro Riau.<br /><br />Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT Arara Abadi hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. “Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” kata Yuwilis SH MH, kuasa hukum PT Arara Abadi.<br /><br />Meski telah mendatangkan devisa yang begitu besar bagi negara, daerah atau masyarakat, namun perjalanan PT Arara Abadi di Riau tidaklah berjalan mulus. Dari tahun ke tahun, anak perusahaan Sinar Mas Group ini selalu mendapat tekanan dari masyarakat yang mengklaim sebagai warga tempatan, dan berhak atas tanah yang dikelola perusahaan ini. Celakanya, pemerintah ataupun aparat keamanan seperti kehabisan akal dan kehilangan power. Alhasil, sengketa pun tak pernah berujung, seperti yang saat ini terjadi di wilayah Tasik Serai, Pinggir dan Tasik Serai Timur.<br /><br />Sikap pemerintah yang lamban menyelesaikan konflik antara PT Arara Abadi dengan masyarakat yang terus membabat tanaman eucalyptus, acasia dan crasicarpa di areal seluas ribuan hektar itu, dikhawatirkan akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak.<br /><br />Namun soal ini langsung dibantah para pejabat PT Arara Abadi atau PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Manager Humas PT Indah Kiat Pulp and Paper, Nasaruddin menegaskan mereka tidak akan menempuh tindakan yang bertentangan dengan hukum. Meskipun saat ini perusahaan sudah mengalami kerugian hingga Rp10 miliar sejak pencaplokan itu terjadi.<br /><br />Kuasa Hukum PT Arara Abadi, Yuwilis SH MH juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, perusahaan PT Arara Abadi tidak akan melakukan tindakan yang dapat merugikan kedua belah pihak tersebut. “Kita tidak akan melakukan cara-cara seperti itu,” katanya saat diminta tanggapan atas kemungkinan dilakukannya upaya kekerasan untuk merebut lahan yang sudah diambil kelompok masyarakat tersebut.<br /><br />Sikap perusahaan yang lebih banyak menunggu, meski harus menelan kerugian yang cukup banyak itu dinilai banyak pihak sebagai langkah bagus. Namun, tanpa ada kepastian hukum dari pemerintah, langkah ini terkesan sia-sia.<br /><br />Sebagai bukti, hingga kini tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan aparat kepolisian, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk mengamankan investasi yang ditanamkan perusahaan ini di kawasan tersebut. Hal itu tercermin dari tidak adanya tindakan nyata dari laporan PT Arara Abadi ke Polsek Pinggir bernomor 192/VII/2007/Yanmas, menyusul perusakan tanaman Eculyptus di KM 42 hingga KM 46 Areal HPHTI Distrik Duri II yang terjadi Selasa (17/07/2007), atau Polres Bengkalis dan Polda Riau.<br /><br />Melihat situasi yang semakin tidak terkendali ini, wajar saja jika kemudian perusahaan meminta perlindungan dan penegak hukum kepada Presiden, Menteri Kehutanan dan Kapolri. Menurut Yuwilis, langkah ini diambil PT Arara Abadi sebagai upaya persuasif untuk menyelesaikan persoalan tersebut, serta mengamankan investasi yang sudah ditanamkan pihak perusahaan. “Kita akan menempuh upaya hukum untuk menuntaskan masalah tersebut,” katanya. (bersambung).(adlis)<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Konflik PT Arara Abadi-Masyarakat, Perseteruan Akibat Lemahnya Penegakan Hukum</span><br /><br /><br />http://www.metroriau.com/?q=node/2165<br />http://serikat-tani-riau.blogspot.com/2008/03/konflik-pt-arara-abadi-masyarakat_18.html<br /><br />Berita soal perambahan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Arara Abadi menjadi areal perkebunan yang dikelola secara terorganisir di Kabupaten Bengkalis, jadi topik yang cukup hangat dibicarakan.<br /><br />Menuju kawasan HTI di Desa Tasik Serai Timur, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, tidaklah susah. Sebab, kawasan tersebut tidak pernah sepi dari aktivitas. Lalu lintas dan bisingnya deru truk pengangkut sawit milik PT ADEI menjadi sebagian kecil pemandangan yang<br />menggambarkan hiruk pikuknya kehidupan di areal yang jauh dari pemukiman penduduk itu.<br /><br />Bayangan akan hijau dan teduhnya pepohonan sama sekali tak tergambarkan di kawasan hutan areal HTI itu. Di Dusun Tasik Serai Timur, tepatnya di sepanjang Km 42 hingga Km 47 Areal Distrik Duri II misalnya. Sekitar 800 hektar habis dibabat untuk dijadikan areal perkebunan sawit. Di lokasi ini juga terlihat sebuah perkampungan, layaknya perkampungan Transmigrasi.<br /><br />Menurut pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), PT Arara Abadi, dulunya di sepanjang jalan kawasan HTI ini, tampak rindang dengan tanaman eucalyptus yang berumur 2 hingga 3 tahun. Namun, sejak isu kemiskinan dan tanah ulayat dicuatkan ke permukaan, perlahan tapi pasti pepohonan yang berada di atasnya satu persatu ditebangi.<br /><br />Informasi tentang pembabatan itu ada benarnya. Hal itu mulai terlihat saat memasuki kawasan HPHTI PT Arara Abadi yang berbatasan dengan perkebunan sawit milik PT Adei. Sebuah pos pengaman yang dibuat dari kontainer nampak masih berdiri kokoh. Pos ini dulunya ditempati oleh petugas PT Arara Abadi. Namun setelah terjadi penyerangan dan dibakar oleh massa yang bersenjatakan parang, pos yang sempat di pos line oleh polisi ini akhirnya dibiarkan kosong melompong.<br /><br />Hingga Sabtu (15/03/2008), aktivitas penebangan pohon-pohon eucalyptus oleh kelompok masyarakat yang di back up Serikat Tani Riau (STR), sebuah organisasi yang massa, masih berlangsung di areal HTI ini. Dan tanpa ragu juga mereka mendirikan pondok-pondok yang tiangnya dibuat dari batang-batang eucalyptus. Pondok-pondok yang masih berbentuk kerangka ini didirikan di pinggir-pinggir jalan utama dengan jarak 300 meter.<br /><br />Layaknya sebuah perkampungan Transmigrasi, untuk bisa masuk ke kawasan perkampungan ini, kita harus melewati pos penjagaan yang dilengkapi portal yang bahannya diambil dari pohon eucalyptus. Setidaknya ada dua portal dan satu gapura besar yang dijaga beberapa orang pria.<br /><br />“Untuk mengamankan lokasi itu, mereka membentuk Satgas berbaret merah. Satgas untuk setiap saat berpatroli layaknya aparat keamanan,” ucap sumber kepada wartawan.<br /><br />Melihat pemandangan yang cukup menarik ini, saat itu ada keinginan untuk memasuki kawasan perkampungan di areal HTI milik PT Arara Abadi ini. Namun, dengan berbagai mempertimbangkan, diantaranya adalah konflik antara penyuplai bahan baku bagi PT Indah Kiat Pulp and Paper masih memanas, akhirnya rencana itu dibatalkan.<br /><br />“Mobil Ranger seperti ini sudah mereka cap sebagai milik perusahaan. Sebaiknya, kita tidak usah masuk ke perkampungan itu,” kata sumber yang menuturkan perkataan rekannya yang ikut menelusuri perkampungan itu dari jarak sekitar 500 meter.<br /><br />Berdasarkan laporan PT Arara Abadi, total areal HTI yang sudah disulap menjadi perkampungan dan perkebunan sawit itu luasnya mencapai sekitar 800 hektar. Perusahaan ini memperkirakan perambahan itu akan berlangsung seiring dengan dicuatkannya isu-isu tanah ulayat, izin pengelolaan yang sudah habis, serta isu kemiskinan oleh kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan.<br /><br />Sehingga tak heran, selama 30 menit menelusuri jalan menuju camp PT Arara Abadi, yang terlihat adalah pekerja-pekerja yang tengah membabat pohon, pembersihan dan penyemprotan lahan untuk dijadikan areal perkebunan sawit. Di lokasi ini juga dapat ditemukan truk-truk pengangkut pupuk untuk dibagi-bagikan kepada para pekerja. Padahal, lokasi yang mereka kerjakan masih berstatus quo.<br /><br />Kepastian Hukum<br /><br />Investasi sangat penting untuk menggerakkan perekonomian nasional sekaligus daerah yang pada gilirannya akan mampu menciptakan kesejahteraan bangsa. Otonomi daerah menjadi momentum berharga untuk membuktikan diri bahwa daerah memiliki kemampuan tangguh dalam mengelola potensi ekonominya. Kunci keberhasilan dalam menarik investor adalah adanya kepastian hukum.<br /><br />Disadari, kehadiran perusahaan HPH yang mengelola dan mengusahakan areal hutan telah membawa kontribusi yang nyata bagi jalannya Pembangunan Nasional. Tegakan hutan yang pada awalnya tidak bernilai ekonomis, setelah dipanen, diolah, dan diekspor ternyata mendatangkan devisa yang cukup besar.<br /><br />Selain itu, pengenaan berbagai iuran dan pungutan kehutanan (DR, IHH) terhadap setiap meter kubik log yang dihasilkan, telah berperan besar dalam mewujudkan program rehabilitasi kawasan hutan non-produktif, pembangunan hutan baru, maupun pembangunan wilayah setempat.<br /><br />Dari segi penciptaan lapangan kerja, perusahaan HPH maupun industri pengolahnya juga telah memberi andil dalam menekan tingkat pengangguran, baik melalui penciptaan lapangan kerja maupun kesempatan berusaha hasil multiplier effect yang ditimbulkan.<br /><br />Sayangnya, kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan HTI dengan menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dalam praktik dapat menjadi kontra produktif. Karena kebijakan yang tidak konsisten dan tata kelola pemerintahan yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang bisa menyebabkan iklim usaha tidak kondusif.<br /><br />Di Riau, diakui atau tidak, isu kemiskinan dan tanah ulayat seringkali menjadi sandungan masuknya investasi. Sikap pemerintah daerah kurang tegas yang lebih banyak diam, dan tidak adanya jaminan keamanan dan kepastian hukum menimbulkan ketidakpercayaan investor. PT Arara Abadi mungkin bisa menjadi salah satu contoh korban ketidakpastian hukum akibat ketidaktegasan pemerintah dan aparat penegak hukum di negeri ini.<br /><br />Tak salah jika kemudian muncul anggapan, iklim investasi di Indonesia dinilai sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Dan tak salah pula, Indonesia sekarang ini sudah bukan menjadi tujuan utama bagi investor asing. Para investor yang sudah mengenal Indonesia pun malah cenderung menghindari negeri ini.<br /><br />Kondisi ini diperparah oleh korupsi yang merebak di mana-mana, di berbagai level. Sebagai gambaran, untuk memperlancarkan proses perizinan, seorang investor terpaksa harus menyerahkan sejumlah uang. Bahkan tidak jarang, setelah menerima uang, permintaan investor tidak segera diselesaikan. Regulasi di Indonesia hingga saat ini memang dinilai masih sangat lemah.<br /><br />Kelemahan regulasi ini nyaris mencakup semua aspek. Regulasi yang lemah menyebabkan ketakpastian hukum dan menyebabkan pungutan liar, merebaknya tindak korupsi, perampasan lahan dengan mengatasnamakan tanah ulayat, kemiskinan dan isu-isu yang tidak populis lainnya.<br /><br />Namun sayangnya, kepastian hukum hingga sekarang masih juga belum terbenahi dengan baik yang pada akhirnya justru sangat menghambat masuknya investasi. Selain itu, konsepsi Ketahanan Nasional dengan mengutamakan keseimbangan antara pengaturan dan penyelenggaraan keamanan di satu pihak dan kesejahteraan masyarakat di lain pihak, juga masih terabaikan. (tamat/adlis)<br /> <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Liputan Media Dalam Perayaan Satu Tahun SEGERA</span><br /><br /><br />Berikut ini adalah liputan beberapa media pada saat ribuan petani anggota Serikat Tani Riau, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat tani Nasional di Riau, mengadakan perayaan 1 [satu] tahun berdirinya Sentral Gerakan Rakyat Riau [SEGERA] pada Rabu [16/01/08] sampai Kamis [17/01/08] sebagai wadah aliansi perjuangan rakyat.<br /><br />-------<br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17321<br /><br />Jum’at, 18 Januari 2008 15:37<br />AJAR Ingatkan STR tak Paksakan Kehendak Soal Sengketa Lahan<br /><br />Tindakan STR membabat pohon Akasia dan menduduki sejumlah lahan HTI PT. Arara Abadi merupakan tindakan memaksakan kehendak. AJAR mengingatkan agar STR ikuti ketentuan hukum soal sengketa lahan.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Sebuah LSM bernama Anak Jati Riau atau AJAR merisaukan sepak terjang Serikat Tani Riau (STR) dalam mengadvokasi masyarakat dalam kasus sengketa lahan dengan PT. Arara Abadi (AA). Tindakan massa STR membabat pohon Akasia lantas menduduki sejumlah lahan PT.AA dinilai sebagai upaya memaksakan kehendak dan melanggar hukum yang berlaku.<br /><br />"Kita bersimpati kepada masyarakat yang memang lahannya diserobot perusahaan, itupun jika memang masyarakat memiliki bukti kepemilikan ahan yang sah atau ada tanda-tanda pernah mendiami kawasan yang disengketakan, tetapi melakukan cara-cara menebang pohon kemudian menduduki lahan, itu tidak lagi bisa dibenarkan," ujar Ketua AJAR Mahdor Bakri kepada wartawan dalam jumpa pers di Pekanbaru, Jumat (18/1).<br /><br />Dikatakan Mahdor, Indonesia merupakan negara hukum, setiap rakyat harus tunduk dan patuh pada ketentuan hukum. Tidak boleh memaksakan kehendak dalam mencapai keinginan. "Kalau langkah seperti STR dibiarkan, kami pun bisa melakukan, mengerahkan massa untuk mengklaim kawasan tertentu dan langsung menduduki, tetapi itu kan melanggar hukum dan berbahaya," tukasnya.<br /><br />Selain itu, AJAR menilai perjuangan STR mulai tidak murni membela masyarakat, namun bernuansa politik. Hal itu terlihat saat kegiatan Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) di mana STR ada di dalamnya, muncul seruan agar jangan memilih salah satu kandidat yang berkemungkinan akan maju.<br /><br />"Ini salah satu bukti bahwa apa yang diperjuangkan tidak lagi murni untuk rakyat kecil akan tetapi sangat kental dengan muatan politik praktis untuk mendukung salah satu kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada yang akan datang. Jangan memanfaatkan kesengsaraan masyarakat untuk kepentingan pribadi, ini sangat kotor dan tidak adil," kritik Mahdor.<br /><br />Menyikapi masalah kasus sengeketa lahan yang diusung STR, Mahdor menyarankan sejumlah langkah, antara lain agar Pemda Bengkalis/Pemprov Riau agar mendata ulang siapa saja yang tidak mempunyai kampong tersebut, karena kita serbagai anak Watan Melayu Riau merasa gelisah, ternyata masih ada masyarakat Riau yang tidak mempunyai perkampungan, kedyua kepada Kepolisian agar benar-benar adil dalam menyikapi masalah ini. Apa bila masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan adil dan bijaksana, maka dalam waktu yang tidak lama pula anak Watan Riau yang lain akan menebang atau membuat perkampungan pula, entah perusahaan manapula yang akan dijadikan perkampungan. Jika bicara hak, sudah barang tentu semua anak Watan Riau ini berhak pula, bukan cuma sebahagian masyarakat yang bergabung di Serikat Tani Riau (STR) saja.<br /><br />Sebagai penutup keterangannya, Mahdor yang ketika itu didampingi sejumah pengurus AJAR seperti Risnaldi dan Syafri mengingatkan STR agar dalam menuntut keadilan tidak berbuat dholim kepada pihak lain.***(mad)<br /><br />-------<br /><br />http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=16976<br /><br />Sabtu, 15 Desember 2007 19:07<br /><br />Konflik Warga-PT AA, DPD Siap Fasilitasi Rekomendasi Pelepasan Kawasan Konflik<br /><br />Untuk menghentikan konflik solusinya adalah pihak pemerintah dan perusahaan memberikan rekomendasi pelepasan kawasan untuk dialihfungsikan ke kebun sawit untuk warga. Anggota DPD-RI dapi Riau, Intsiawati Ayus siap memfasilitasinya ke pusat.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU-Terkait dengan penyelesaian konflik antara warga dengan PT Arara Abadi, Anggota DPD-RI dapil Riau, Intsiawati Ayus kepada Riauterkini sabtu (15/12) menyatakan bahwa penyelesaian konflik adalah dengan memberikan rekomendasi pelepasan kawasan dari perijinan HTI PT AA untuk dialihfungsikan ke kebun sawit rakyat.<br /><br />"Jika pihak pemerintah daerah dan perusahaan mau dan memiliki niat, tentu tidak ada salahnya melepaskan kawasan yang memang tanah ulayat itu kepada warga. Tentu dengan memberikan rekomendasi secara berjenjang untuk mengembalikan lahan yang diklaim warga sebagai tanah ulayat kepada negara dan dialihfungsikan untuk kebun rakyat. Karena hal itu akan dapat mensejahterakan perekonomian rakyat di kawasan tersebut," ungkapnya.<br /><br />Menurutnya, jika memang pemerintah atau perusahaan mau merekomendasikan kawasan yang diklaim warga untuk dikembalikan kepada negara selanjutnya dialihfungsikan menjadi kebun sawit rakyat, maka ia bersedia memfasilitasi rekomendasi itu ke Menhut RI.<br /><br />Karena bagaimanapun juga, klaim warga atas tanah itu semata-mata adalah untuk kesejahteraan warga juga. Katanya, pengelolaan lahan ulayat oleh warga selain dapat mensejahterakan warga juga pengelolaannya sangat bijaksana dan ramah lingkungan.<br /><br />Riau Tak Concern Pemetaan Tanah<br /><br />Terkait dengan hal itu, salah satu solusi yang bisa diambil pemerintah provinsi Riau menurut Intsiawati Ayus adalah melakukan road maping (pemataan lahan). Karena isu itu sudah menjadi isu global pada skala internasional.<br /><br />"Dalam Un Climate Change Conference di Bali, isu road maping sudah mejadi isu internasional. Kemudian isu itu juga ditangkap oleh pemerintah Indonesia untuk dilaksanakan di daerah-daerah Indonesia. Namun sayangnya Riau tidak menampakkan minat untuk melaksanakannya," tambahnya.<br /><br />Untuk itu ia mendesak pemerintah provinsi Riau untuk segera melaksanakan isu road maping di kawasan Riau. Tentunya agar ada kejelasan status kawasan. Terutama kejelasan bagi warga. ***(H-we)<br /><br />-------<br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17303<br /><br />Kamis, 17 Januari 2008 15:05<br />Pemprov Riau-SEGERA Sepakat Ikuti Saran Menhut<br /><br />Aksi demo lebih 1.000 massa SEGERA berakhir. Menyusul kesepakatan hasil pertemuan perwakilan SEGERA dengan perwakilan Pemprov Riau. Keduanya sepakat mengikuti saran Menhut menuntaskan persoalan lahan.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Pemprov Riau merespon aksi unjuk rasa sekitar 1.500 massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) dengan mengundang 13 perwakila pengunjuk rasa untuk berunding dan berdialog. Dari Pemprov Riau diwakili Kepala Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa (BIKKB) Riau Siad Amir Hamzah, Wakil Kadis Kehutanan Riau, dan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau Andreas Ginting. Pertemuan dilangsungkan di Ruang Kemuning Kantor Guberur Riau, Kamis (17/1).<br /><br />Dalam pertemuan tersebut, Said Amir Hamzah selaku pimpinan rapat memberi kesempatan kepada perwakilan SEGERA untuk memaparkan masalah yang menjadi pokok tuntutan. Ketua DPP Serikat Tani Riau (STR) yang merupakan komponen SEGERA Riza Zulhelmi menjad pembicara pertama SEGERA. Kemudian disusul Ketua Umum SEGERA Dendy Aryadi. Setelah itu berturut-turut perwakilan massa dari Desa Mandiangin, Kabupaten Siak bernama Gendon. Kemudian perwakilan dari Desa Tasik Serai, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis bernama Hamsyuri.<br /><br />Selanjutnya perwakilan massa dari Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar bernama Erikson Ritonga. Tiga pembicara terakhir adalah masyarakat asli Sakai dari Desa Suluk Bongkal bernama Rasyidin, dari Desa Belutu bernama Bachtiar dan dari Desa Minas Barat bernama Eli Rosmi.<br /><br />Dari pemaparan para perwakilan SEGERA tersebut, terungkap bahwa mereka menanyakan hasil pemetaan lahan PT. Arara Abadi yang telah dianggarkan dalam APBD Riau 2007 sebesar Rp 9 miliar. Selain itu juga terungkap bahwa seluruh lahan yang dituntut massa SEGERA di tiga kabupaten, yakni Kampar, Siak dan Bengkalis adalah 67.800 hektar dan seluruh merupakan konsesi lahan HTI PT. Arara Abadi.<br /><br />Menjawab masalah pemetaan lahan yang dianggarkan Rp 9 miliar, Said mengatakan, bahwa yang dimaksud pemetaan lahan, tidak hanya untuk PT. Arara Abadi yang bersengketa dengan SEGERA, namun juga seluruh lahan yang telah dikonsesikan kepada perusahaan di Riau. "Jadi tidak hanya lahan PT. Arara Abadi, melainkan seluruh lahan yang bermasalah antara masyarakat dan perusahaan. Artinya pemetaan tersebut sudah dilakukan, namun belum selesai," paparnya.<br /><br />Jawaba Said tersebut sempat membuat perwakilan SEGERA protes, karena menurut mereka pemetaan tersebut dilakukan sebagai respon tuntutan SEGERA. Namun kemudian setelah Kepala Kanwil BPN Riau Andreas Ginting menjelaskan masalah adanya petunjuk dari Menteri Kehutanan MS Kaban melalui SK No.S.319/Menhut-VI/2007 tertanggal 15 Mei 2007, mengenai persetujuan pemetaan lahan dilakukan Pemprov Riau yang kemudian untuk menentukan mana saja lahan yang perlu diinklav diserahkan kepada bagian planologi Departemen Kehutanan, massa kemudian merasa puas.<br /><br />"Selama 27 tahun saya bekerja di Riau ini baru kali ini ada surat dari Menhut yang memberikan kewenangan kepada gubernur untuk melakukan pemataan lahan yang bermasalah, meskipun kemudian hasil pemetaan harus diserahkan kepada bagian Platologi Departemen Kehutanan," ujar Andreas.<br /><br />Selain itu, Adreas juga menegaskan, bahwa bukti kepemilikan lahan warga tak harus berupa surat, namun juga berupa bukti fisik, seperti adanya makam leluhur, tanaman dan bukti kesaksian. Dalam SK Menhut tersebut juga ditegaskan, bahwa kepemilikan lahan dibawah tahun 1996 harus dikeluarkan dari kawasan konsesi perusahaan.<br /><br />Atas penjelasan tersebut perwakilan massa SEGERA bisa menerima dan sepakat menyerahkan hasil pemetaan kepada Menhut. "Kita menilai hasil pertemuan tersebut juga memuaskan. Kita tinggal menunggu tindak lanjutnya," ujar Riza Zulhelmi kepada riatuerkini usai pertemuan.<br /><br />Setelah merasa puas dengan hasil pertemua, massa SEGERA akan membubarkan aksi untuk selanjutnya kembali ke daerah masing-masing dengan tertib.***(mad)<br /><br />-------<br /><br />http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/17/brk,20080117-115666,id.html<br /><br />Ribuan Warga Tuntut Sinar Mas Group Kembalikan Lahan<br />Kamis, 17 Januari 2008 | 16:29 WIB<br /><br />TEMPO Interaktif, Jakarta:Sedikitnya seribu massa yang tergabung dalam Sentral Gerakan Rakyat Riau (Segera) melakukan unjuk rasa di Pekanbaru, Kamis (17/1). Massa memblokir pintu gerbang kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru, untuk menuntut pengembalian lahan masyarakat seluas 60 ribu hektar yang diserobot PT Arara Abadi, anak perusahaan Sinar Mas Group.<br /><br />Sejak pukul 10.30 WIB, massa yang berasal dari Kabupaten Bengkalis, Siak dan Kabupaten Kampar itu langsung menuju pintu gerbang utama Kantor Gubernur Riau. Mereka menenteng berbagai spanduk diantaranya bertuliskan "Kembalikan lahan rakyat", "Gubernur Riau Rusli Zainal Agen Lahan", "Pemerintah Jadi Calo Lahan Untuk Kongklomerat.<br /><br />Setelah sempat saling dorong dengan polisi dan pamong Praja karena massa ingin memasuki kantor gubernur, akhirnya massa hanya berdemo didepan pintu gerbang Utama. "Kami sudah muak dengan janji janji Pemerintah yang akan melakukan pengukuran ulang dan mengembalikan lahan yang diserobot. Kami minta agar Sinar Mas Group mengembalikan lahan warga, "ujar Koordinator Lapangan Aksi, Riza Zulhelmi, Kamis (17/1)<br /><br />Menurut Riza, yang juga Sekretaris Umum Segera ini, tuntutan masyarakat sudah berlangsung sejak lima tahun lalu. Waktu itu PT Arara Abadi, dengan dalih izin yang dimilikinya menyerobot lahan warga. Lahan itu, masing masing 22.000 hektar di Kabupaten Siak, 20.200 hektar di Kabupaten Bengkalis dan 12.500 hektar di Kabupaten Kampar. Lahan yang sudah ditanami sawit oleh penduduk, kata Riza, diambil paksa dan diganti dengan akasia untuk HTI. "Dulu semua takut, tapi sekarang sudah habis kesabaran kami, "kata Riza Zulhelmy.<br /><br />Menanggapi aksi demo itu, Humas PT Indah Kiat Pulp Paper, Nazaruddin tidak bersedia berkomentar banyak. Menurutnya, perusahaannya legal, memiliki perizinan sesuai ketentuan perundangan. " Mana mungkin perusahaan mendirikan usahanya di atas lahan orang lain. Kami memiliki izin sebagaimana yang diatur undang undang, "ujar Nazaruddin.<br /><br />Jupernalis Samosir<br /><br />-------<br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17281<br /><br />Rabu, 16 Januari 2008 14:51<br />Seribuan Massa Hadiri HUT Perdana SEGERA<br /><br />Peringatan HUT perdana SEGERA akhirnya sukses digelar. Namun dari 3.000 target massa, hanya sekitar 1.500 yang datang. Hadir juga seorang anggota DPD RI dan DPRD Riau.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Setelah sempat tak diberikan izin oleh kepolisian, akhirnya Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) berhasil juga menggelar peringatan hari ulang tahun (HUT) perdana di GOR Senapelan di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru, depan kantor Poltabes Pekanbaru, Rabu (16/1).<br /><br />Peringatan HUT diawali sekitar pukul 14.30 WIB ditandai dengan kehadiran anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Istiawati Ayus, anggota DPRD Riau Edy Ahmad RM, Ketua DPP Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Dita Indah Sari, dan ketua SEGERA Rinaldi. Sementara massa yang hadir diperkirkaan 1.500 orang.<br /><br />Dari pantuan riauterkini di lapangan, tidak terlihat adanya penjagaan ketat dari polisi pada acara tersebut, bahkan nyaris tak terlihat polisi berpakaian seragam ditugaskan melakukan penjagaan. Meskipun demikian, situasi nampak tertib dan terkendali. Seluruh massa sudah berada dalam GOR Senapelan mendengarkan pengarahan dari sejumlah simpul lapangan. Kekawatiran akan terjadi kemacetan di Jalan Ahmad Yani sejauh ini tidak terbukti. Arus lalu-lintas terlihat lancar.<br /><br />Sekitar 1.500 massa terdiri dari wanita dan pria berbagai umur tersebut berasal dari sejumlah daerah, seperti Mandau di Kabupaten Bengkalis dan Pantai Cermin di Kabupaten Kampar. Massa SEGERA merupakan masyarakat yang mengaku menjadi korban penyerobotan lahan oleh sejumlah perusahaan besar. Sampai saat ini kegiatan masih berlangsung.***(mad)<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Siaran Pers Sentral Gerakan Rakyat Riau</span><br />S I A R A N P E R S<br />Nomor: B/PR/SEGERA/I-08/36<br /><br />24 Januari 2008 mendatang, perjuangan Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) guna mengembalikan lagi hak-hak pengelolaan sumber daya alam ke tangan rakyat genap berusa 1 tahun. Perjuangan yang dicikal-bakali oleh Komite Perjuangan Pembebasan Tanah Rakyat Riau (KP2TR2) ini telah meyakinkan kepada sebagian besar rakyat korban penjajahan neoliberal, bahwa mobilisasi-mobilisasi rakyat adalah cerminan sejati pencapaian kemenangan perjuangannya. Perjuangan rakyat tanpa mobilisasi umum adalah nol besar. Dan mobilisasi umum tanpa kesadaran politik massa aksi adalah gerombolan yang gampang dikalahkan!<br /><br />(Rinaldi, Ketua Umum SEGERA Periode Januari-Agustus 2007)<br /><br />1 Tahun Perjuangan SEGERA; Bangun Persatuan Rakyat, Basmi 3 Parasit Ekonomi Rakyat: Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat!<br /><br />Salam Pembebasan!<br /><br />1 tahun perjuangan SEGERA dalam memenangkan konflik agraria untuk rakyat di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan SBY - KALLA benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri. Hal ini diteruskan dengan watak pro-modal Rusli Zainal sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan di Riau. Bukan malah menuntaskan konflik agraria yang mengedepankan kepentingan kaum tani atau rakyat, tapi malahan memperluas kekuasaan pemilik modal luar negeri dengan Riau Investment Submit (RIS), konsolidasi pemilik modal luar negeri.<br />Kaplingan tanah mana lagi yang akan diperuntukkan bagi pemilik-pemilik modal tersebut? Sementara itu, program Kebodohan Kemiskinan, dan Infrastruktur (K2I) yang katanya akan mendistribusikan tanah-tanah untuk perkebunan/pertanian rakyat Riau hanya menjadi lukisan indah tanpa kanvas. Ya, program mulia tersebut tidak berjalan, karena memang tidak ada lahan yang hendak dibagikan kepada rakyat. Lahan di Riau sebhagian besar sudah diabdikan kepada perusahaan-perusahaan besar, dan sebagian kecilnya lagi berkonflik dengan perusahaan-perusahaan atau intansi pemerintahan. Hal inilah yang menguatkan keyakinan SEGERA bahwa, jika Pemerintahan Rusli Zainal tidak berani mencabut rekomendasi yang pernah digunakan untuk dikeluarkannya SK Menhut no. 743 tahun 1996, atau menyatakan bahwa seluruh tanah konflik akan diserahkan pengelolaannya kepada rakyat, atau memberikan lahan perkebunan/pertanian alternative, atau mendukung kami untuk mengambil kembali lahan-lahan kebun, perkuburan nenek moyang, desa, dusun, dan seluruh milik kami yang sudah diambil paksa oleh perusahaan-perusahaan besar, termasuk di dalamnya PT. Arara Abadi, maka jangan salahkan rakyat nantinya jika Rakyat mengambil secara paksa apa yang mereka punya dari tangan kaum pemilik modal.<br /><br />Bahwa konflik agraria berkepanjangan antara rakyat dengan PT. Arara Abadi adalah sebahagian kecil persoalan tanah yang ada di Riau, apalagi Indonesia. Persoalan ini kemudian sadar atau tidaknya memunculkan aspek-aspek lain, seperti Korupsi dan Pemalingan Kayu oleh kaum pemilik modal untuk memperluas lahan produksinya, meningkatkan hasil, lalu kemudian melipatgandakan modal. Intinya, tiga soalan ini - Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat - kami sebut dengan parasit ekonomi rakyat Riau, yang akan menganggu stabilitas ekonomi dan tentunya merugikan Negara sangat besar. Dari itu, tahun 2008 akan kami deklarasikan sebagai tahun persatuan rakyat untuk membasmi 3 parasit ekonomi rakyat Riau.<br /><br />Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau<br /><br />Tiga parasit ekonomi rakyat Riau ini sebenarnya benalu yang menempel di tubuh ekonomi bangsa yang tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena factor kebijakan ekonomi nasional yang masih bersandarkan kepada perputaran modal secara bebas dan tidak terkendali, serta semakin kecilnya ruang penguasaan asset-aset produksi fundamen oleh Negara.<br /><br />Dalam kasus dugaan korupsi (Parasit pertama), misalnya Dalam sebuah harian local, Riau Mandiri edisi Selasa (10/04/07), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan lembaganya telah menerima sebanyak 553 laporan pengaduan masyarakat di Provinsi Riau terkait dugaan tindak pidana korupsi. Laporan tersebut diterima KPK sejak tahun 2004 dan untuk 2007 saja hingga bulan Maret, KPK telah menerima 40 pengaduan dari masyarakat. Meski demikian dari banyaknya pengaduan itu setelah ditelaah hanya 122 laporan atau 22,06 persen yang tergolong tindak pidana korupsi dan diteruskan kepada instansi yang berwenang. Instansi tersebut adalah kepolisian, kejaksaan, BPKP, Inspektorat Jenderal, BPK, Mahkamah Agung dan Bawasda. Erry Riyana mengungkapkan, dari 553 laporan dari Riau itu, sebanyak 11 laporan sedang ditelaah. Kemudian 8 laporan lainnya ditindaklanjuti internal KPK dan sebanyak 319 yang telah ditelaah tidak disampaikan kepada instansi berwenang antara lain karena bukan tindak pidana korupsi, kurang dilengkapi bukti awal, tanpa alamat pengadu. Selain itu sebanyak 93 laporan dikembalikan kepada pelapor untuk dimintakan keterangan tambahan. Dan yang mengejutkan lagi, menurutnya ada 18 ribu laporan yang masuk sejak KPK berdiri sejak akhir tahun 2003 dari seluruh provinsi di Indonesia, tidak hanya laporan tindak pidana korupsi yang masuk ke KPK, tapi juga ada juga laporan masalah perselingkuhan di keluarga, persaingan usaha, konflik di perusahaan dan lainnya.<br /><br />Di Riau, beberapa kasus dugaan korupsi sejak awal tahun 2007 yang menarik perhatian adalah; dugaan korupsi Program Ekonomi Kerakyata (PEK) Kabupaten Kampar sebesar Rp. 43 Milyar, dugaan korupsi Dana Panitia Legislatif (Panleg) sebesar Rp. 3,5 Milyar, Dugaan Korupsi di Sekolah Menegah Atas (SMA) Plus sebesar Rp. 3,5 Milyar, dugaan Korupsi pembuatan kapal Laksmana sebesar Rp. 5,22 Milyar, dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran, dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang mengemuka ini - walaupun tidak kami tuliskan secara komprehenship - menunjukkan bahwa, angka dugaan korupsi di Riau cukup tinggi. Dan bias dikatakan sangat kontraproduktif dengan program kerakyatan yang digembar-gemborkan oleh pemerintahan Rusli Zainal.<br /><br />Beralih kepada parasit kedua, perusahaan pelaku illegal loging, menurut JIKALAHARI, Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sekitar 3,3 juta hektar hutan alam di provinsi riau hilang. Musnahnya kawasan hutan alam ini disebabkan maraknya investasi sektor kehutanan dan perkebunan di Riau sejak era tahun 80-an serta aktivitas pembalakan liar (illegal logging). Hal ini ditengarai bahwa semasa rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.<br /><br />Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya. Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI). Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir - diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain.<br /><br />Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.<br /><br />Aktifitas Eksploitasi ini dipastikan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2006 karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung.<br /><br />Menurut JIKALAHARI pada tahun 2001-2003 APP dan APRIL juga memanfaatkan secara maksimal kewenangan Kepala Daerah dalam mengeluarkan izin HTI atau IUPHHK-HT dengan menggunakan mitra-mitranya untuk mendapatkan izin eksploitasi Hutan Alam. Bahkan hingga dicabutnya kewenangan Kepala Daerah pada awal 2002 melalui Kepmenhut 541/KPTS-II/2002 tanggal 21 Februari dan diperkuat dengan PP 34 tahun 2002 tanggal 8 juni 2002, mitra-mitra APP dan APRIL tetap mendapatkan izin-izin baru di atas Hutan Alam. JIKALAHARI mencatat ada 34 IUPHHK-HT yang masih dikeluarkan 4 bupati (Inhil, Inhu, Siak dan Pelalawan) dan Gubernur Riau sampai awal 2003. Izin ini jelas telah cacat Hukum, namun baik APP dan APRIL yang menerima kayunya maupun Kepala Daerah yang mengeluarkan Izin seolah-olah tutup mata, penebangan kayu alam terus berlanjut. Hingga pada tanggal 15 Januari 2005 Menteri Kehutanan M.S. Ka'ban mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 dan diteruskan dengan surat edaran ke Gubernur se Indonesia tanggal 25 Februari 2005 yang pada intinya menegaskan bahwa semua IPHHK-HT yang pernah dikeluarkan Kepala Daerah akan dilakukan Verifikasi mengingat kewenangan Kepala Daerah telah dicabut. Menjelang akhir tahun 2005 tim verifikasi bentukan Menteri Kehutanan ini dikabarkan telah turun ke kabupaten Pelalawan, namun apakah hasil verifikasinya menyatakan 21 IUPHHK-HT cacat hukum atau tidak hingga kini belum jelas.<br /><br />Sementara itu, untuk parasit ketiga yaitu, ulah para perampas tanah rakyat, membuat kita dapat berfikir secara logis, bahwa sempitnya lahan produksi, yang mengakibatkan rakyat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup secara layak. Rakyat Sialang Rimbun misalnya, hanya mampu mengonsumsi Ubi untuk makanan sehari-harinya, dan sedikit saja dari mereka yang sanggup membeli beras. Inilah hasil dari istilah Pembangunanisme kapitalisme-neoliberal yang dikoar-koarkan pemerintahan SBY-Kalla serta ditindaklanjuti oleh Rusli Zainal. Program-program palsu, lips servis, entah apalagi namanya. Pembangunan yang bisa dikatakan tidak mampu mengaliri sebagian desa di kecamatan Pinggir dengan listrik.<br /><br />Sempitnya lahan pertanian yang mengakibatkan rendahnya pendapatan rakyat, seperti yang sudah kami tegaskan diatas, adalah hasil perasan dari kebijakan pemberian izin pengelolaan hutan/perkebunan secara besar-besaran, seperti PT. Arara Abadi, yang dalam catatan Human Rigth Wacth sudah banyak memakan korban. Mulai di kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, hingga Bengkalis.<br /><br />Inilah kemudian yang melahirkan bentuk-bentuk perlawanan rakyat petani berbagai tempat di Riau. Untuk kasus PT. Arara abadi misalnya, sudah banyak korban yang berjatuhan seperti bentrokan antara rakyat angkasa, Balam Merah di Kabupaten Pelalawan dengan perusahaan yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group (SMG) itu tahun 2001, kasus Mandiangin (Kab. Siak) tahun 20031, kasus kec. Pinggir2 (kab. Bengkalis) tahun 2005-2006, kasus Tapung (kab. Kampar) 2006, terbaru adalah kasus di Pinang Sebatang dan sei. Mandau (Akhir tahun 2006). Hal yang paling memiriskan dari kesimpulan pemerintahan di propinsi Riau adalah, selalu mengambil kebijakan stanvas bagi setiap kasus yang ada, bukan malah mengumpulkan data-data tersebut bagi alasan pencabutan SK Gubernur yang pernah dikeluarkan pada 9 Februari 1990. Dan kemudian, tahun 1996 Menteri Kehutanan pada tanggal 25 November 1996 mengeluarkan surat Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri seluas 299.975 ha di Riau kepada PT. Arara Abadi. Surat tersebut bernomor 743/kpts-II/1996 - di Jakarta, isinya menyebutkan bahwa, surat tersebut merupakan surat balasan perusahaan tersebut mengenai permohonan penyediaan lahan untuk perkebunan yang dikirimkan kepada Gubernur Riau pada 7 Oktober 1989 bernomor 57/AIP/UM/-DL/X/89. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan. Konflik yang memakan tanah adat, ulayat, perkebunan rakyat, bahkan hingga kepada samarnya batas desa, kampong, pekuburan, dan lain sebagainya.<br /><br />Maka, untuk mendeklarasikan persatuan rakyat dalam membasmi 3 parasit ekonomi tersebut diatas, 16 Januari 2008 besok SEGERA akan menegaskan tuntutan utamanya, yaitu; Pemerintah Indonesia harus segera menguatkan fondasi ekonomi nasional dengan cara melakukan tiga hal yaitu; Hapuskan Utang Luar Negeri, Nasionalisasi Aset Tambang Asing, dan Bangun Industri (Pabrik) Nasional. Hal ini kami yakini sebagai haluan ekonomi baru yang tentunya hanya dapat dikerjakan oleh pemimpin-pemimpin baru. Jalan keluar tersebut mesti disokong dengan kekuatan rakyat Riau yang akan juga mendeklarasikan persatuan perjuangan dalam membasmi 3 parasit ekonomi rakyat; Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Parampas Tanah Rakyat! Sebagai turunan tuntutannya, kami menyuarakan:<br /><br /> 1. Mendesak Menteri Kehutanan RI untuk segera mencabut - minimal meninjau ulang - SK Menhut No. 743/kpts-II/1996 tentang Pemberian Izin HPH/TI kepada PT. Arara Abadi<br /> 2. Mendesak Gubernur untuk segera Mencabut Rekomendasi Gubernur Riau (minimal meninjau ulang) Rekomendasi Gubri No. 525/BKPM/400 tahun 1990 tentang Persetujuan Penyediaan Lahan untuk Perkebunan ditujukan kepada PT. Aneka Intipersada. sebab Bupati/walikota daerah konflik agraria antara rakyat dengan PT. Arara Abadi tidak melakukan langkah kongkrit dalam menyelesaikan konflik antara rakyat dengan perusahaan tersebut. Hal ini tentunya sangat kontraproduktif dengan surat yang disampaikan Gubernur Riau kepada Bupati Bengkalis, Bupati Kampar, Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Rokan Hilir, dan Walikota Pekanbaru tertanggal 8 Maret 2007 dengan nomor: 100/PH/14.06, perihal: Inventarisasi dan Rekonstruksi Areal HPH/TI PT. Arara Abadi<br /> 3. Ukur ulang seluruh lahan HPHTI PT. Arara Abadi di Riau!<br /> 4. Libatkan rakyat - utusan organisasi perjuangan rakyat - dalam tim penyelesaian konflik; 1) inventarisasi lahan konflik, 2) Pemetaan, serta 3) Proses pengembalian tanah rakyat berikut penjagaannya<br /> 5. Mendesak Polda Riau untuk menindak tegas pelaku kekerasan dan penggusuran sepihak yag masih kerap dilakukan oleh PT. Arara Abadi - 911 - di lahan konflik, serta memberikan ketegasan perlindungan dan penegakan hukum, terutama di lahan konflik<br /> 6. Kami juga mendesak Pemerintah Riau hingga kabupaten segera membangun sekolah, rumah sakit, jalan-jalan di desa, serta pengadaan listrik yang hingga sekarang belum bisa dinikmati oleh rakyat di daerah konflik. Untuk pembiayaan ini, kami menyerukan tuntutan Nasionalisasi asset tambang asing, seperti Chevron untuk pendidikan dan kesehatan gratis, Bangun Pabrik Industrialisasi nasional untuk jalan keluar pengangguran di desa-desa, dan hapuskan hutang luar negeri guna penghematan belanja Negara agar dapat membangun jalan, serta pengadaan listrik buat desa. Karena, masih banyak desa-desa terisolir seperti; Beringin, Melibur, Tasik Serai, Muara Basung, Minas Barat, Mandiangin, dll yang belum mendapatkan akses LISTRIK, JALAN ASPAL, serta minimnya fasilitas sekolah dan rumah sakit.<br /><br />Secara Umum, SEGERA menuntut:<br /><br /> 1. Turunkan Harga<br /> 2. Kesehatan dan Pendidikan Gratis Untuk Rakyat<br /> 3. Membuka Lapangan Pekerjaan<br /> 4. Memberantas Korupsi, dengan mendirikan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai tingkat kota<br /> 5. Menaikkan Upah Buruh Dengan Menetapkan Upah Minimum Nasional Sesuai Dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)<br /> 6. Memberikan Subsidi Untuk Sarana Produksi Pertanian, Bantuan Teknologi Murah dan Modal/Kredit Modal Usaha Bagi Petani Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Kaum Tani.<br /> 7. Subsidi Untuk Perumahan Rakyat, Berupa Program Rumah Susun Yang Layak dan Sehat dan Disewakan Secara Murah.<br /> 8. Menggratiskan Seluruh Biaya Pengurusan Pembuatan Dokumen Negara, Yang Harus Dimiliki Oleh Warga Negara Sehubungan Dengan Kewarganegarannya<br /> 9. Memenuhi Kebutuhan Gizi Anak Hingga Usia 12 Tahun Secara Gratis.<br /> 10. Penyediaan Beras Murah Berkualitas Bagi Rakyat Dengan Memberikan Subsidi Harga Bagi Petani.<br /> 11. Penyelesaian Sengketa Agraria Yang Mengutamakan Keadilan dan Kesejahteraan Kaum Tani.<br /> 12. Menghapuskan Sistem Kontrak dan Outsourcing<br /> 13. Memberikan Jaminan Hukum Bagi Pekerja Sektor Informal (Pedagang Kaki Lima, Pengamen, dll)<br /> 14. Menaikkan Upah/Gaji Layak Nasional sebesar Rp. 1.250.000 hingga mencapai Rp.3.250.000 (tanpa kena pajak dan jaminan sosial), termasuk juga di dalamnya kenaikan upah prajurit rendah TNI/POLRI.<br /> 15. Hapus biaya siluman untuk kenaikan upah layak<br /> 16. Lapangan kerja bermartabat untuk seluruh angkatan kerja.<br /> 17. Tolak sistem buruh kontrak; Tolak Outsourching.<br /> 18. Pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas untuk seluruh rakyat<br /> 19. Cabut UU. Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 2007<br /><br />Demikian hal ini kami sampaikan. Semoga kemenangan Rakyat SEGERA menjelang!<br /><br />BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT, LAWAN INPERIALISME-NEOLIBERAL!<br /><br />BASMI TIGA PARASIT EKONOMI RAKYAT RIAU; KORUPTOR, PERUSAHAAN MALING KAYU, PERAMPAS TANAH RAKYAT!<br /><br />Pekanbaru, 16 Januari 2008<br /><br />SENTRAL GERAKAN RAKYAT RIAU: [SERIKAT TANI RIAU; SERIKAT MAHASISWA RIAU; IKATAN PELAJAR MAHASISWA KEC. BENGKALIS - PEKANBARU; DPD I PARTAI PERSATUAN PEMBEBASAN NASIONAL - RIAU; DPW SERIKAT RAKYAT MISKIN KOTA - RIAU].<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pandangan STR Terhadap Kondisi Agraria di Riau</span><br /><br /><br />Serikat Tani Riau memandang bahwa kenyataan-kenyataan ekonomi negara kita masih terbelenggu oleh ketergantungan yang sangat besar dari pemodal asing. Secara kasat mata bisa kita lihat bersama penguasaan seluruh aset kekayaan alam negara kita – terutama di sektor tambang - oleh perusahaan-perusahaan asing yang berkepentingan mengeruk keuntungan dari kekayaan alam INDONESIA.<br /><br />Lahan Luas untuk Pemilik Modal dan Konflik Agraria di Riau<br /><br />Di Riau, rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia.<br /><br />Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.<br /><br />Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya.<br /><br />Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI).<br /><br />Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir – diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain<br /><br />Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.<br /><br />Aktifitas Eksploitasi ini dipastikan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2006 karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung<br /><br />Pada tanggal 14 Juni 2005 Pemerintah Pusat melalui Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban telah membuat target pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia hingga mencapai 5 Juta hektar HTI pada tahun 2009. Sementara hingga saat ini telah ada seluas 2,16 juta Hektar HTI yang sudah dibangun, berarti masih akan ada seluas 2,84 juta Hektar lagi HTI yang akan dibangun hingga tahun 2009. Untuk kontek Riau, Kebijakan ini patut dipertanyakan signifikansinya terhadap upaya penyelamatan Hutan Alam yang tersisa, karena keberadaan 2 Pabrik bubur Kertas (APRIL/RAPP dan APP/IKPP Group) di Riau yang mempunyai kapasitas produksi 4 Juta Ton per tahun dalam prakteknya tidak pernah serius menanam HTI untuk memenuhi kebutuhan Bahan Baku yang telah mencapai 18 juta meter kubik per tahun. Saat ini saja kedua Perusahaan Bubur Kertas dan mitranya telah mengantongi izin seluas masing-masing 1.137.028 Hektar untuk APP dan 681.778 Hektar untuk APRIL, sementara operasional kedua perusahaan ini sudah begitu lama (23 tahun IKPP dan 12 tahun RAPP) namun anehnya HTI yang berhasil mereka bangun baru mampu 30 % dari total kebutuhan kapasitas Industri terpasangnya 4 juta ton per tahun. Hal ini berarti kedua perusahaan ini bisa dikatakan gagal/tidak serius, dan hanya mau mengeksploitasi Hutan Alam untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Tidak hanya itu, kedua perusahaan ini juga kerap menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kayu alam, dan terus mengajukan izin perluasan konsesi di atas Hutan Alam. APRIL misalnya, saat ini masih terus giat melobby Pemerintah untuk dapat menguasai Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang seluas 215.790 ha untuk dieksploitasi Kayu Alamnya.<br /><br />Menurut JIKALAHARI pada tahun 2001-2003 APP dan APRIL juga memanfaatkan secara maksimal kewenangan Kepala Daerah dalam mengeluarkan izin HTI atau IUPHHK-HT dengan menggunakan mitra-mitranya untuk mendapatkan izin eksploitasi Hutan Alam. Bahkan hingga dicabutnya kewenangan Kepala Daerah pada awal 2002 melalui Kepmenhut 541/KPTS-II/2002 tanggal 21 Februari dan diperkuat dengan PP 34 tahun 2002 tanggal 8 juni 2002, mitra-mitra APP dan APRIL tetap mendapatkan izin-izin baru di atas Hutan Alam. JIKALAHARI mencatat ada 34 IUPHHK-HT yang masih dikeluarkan 4 bupati (Inhil, Inhu, Siak dan Pelalawan) dan Gubernur Riau sampai awal 2003. Izin ini jelas telah cacat Hukum, namun baik APP dan APRIL yang menerima kayunya maupun Kepala Daerah yang mengeluarkan Izin seolah-olah tutup mata, penebangan kayu alam terus berlanjut. Hingga pada tanggal 15 Januari 2005 Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 dan diteruskan dengan surat edaran ke Gubernur se Indonesia tanggal 25 Februari 2005 yang pada intinya menegaskan bahwa semua IPHHK-HT yang pernah dikeluarkan Kepala Daerah akan dilakukan Verifikasi mengingat kewenangan Kepala Daerah telah dicabut. Menjelang akhir tahun 2005 tim verifikasi bentukan Menteri Kehutanan ini dikabarkan telah turun ke kabupaten Pelalawan, namun apakah hasil verifikasinya menyatakan 21 IUPHHK-HT cacat hukum atau tidak hingga kini belum jelas.<br />Secara logis, sempitnya lahan produksi, yang mengakibatkan rakyat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup secara layak. Rakyat Sialang Rimbun misalnya, hanya mampu mengonsumsi Ubi untuk makanan sehari-harinya, dan sedikit saja dari mereka yang sanggup membeli beras. Inilah hasil dari istilah Pembangunanisme kapitalisme-neoliberal yang dikoar-koarkan pemerintahan SBY-Kalla serta ditindaklanjuti oleh Rusli Zainal. Program-program palsu, lips servis, entah apalagi namanya. Pembangunan yang bisa dikatakan tidak mampu mengaliri sebagian desa di kecamatan Pinggir dengan listrik.<br /><br />Sempitnya lahan pertanian yang mengakibatkan rendahnya pendapatan rakyat, seperti yang sudah kami tegaskan diatas, adalah hasil perasan dari kebijakan pemberian izin pengelolaan hutan/perkebunan secara besar-besaran, seperti PT. Arara Abadi, yang dalam catatan Human Rigth Wacth sudah banyak memakan korban. Mulai di kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, hingga Bengkalis.<br /><br />Inilah kemudian yang melahirkan bentuk-bentuk perlawanan rakyat petani berbagai tempat di Riau. Untuk kasus PT. Arara abadi misalnya, sudah banyak korban yang berjatuhan seperti bentrokan antara rakyat angkasa, Balam Merah di Kabupaten Pelalawan dengan perusahaan yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group (SMG) itu tahun 2001, kasus Mandiangin (Kab. Siak) tahun 2003, kasus kec. Pinggir (kab. Bengkalis) tahun 2005-2006, kasus Tapung (kab. Kampar) 2006, terbaru adalah kasus di Pinang Sebatang dan sei. Mandau (Akhir tahun 2006). Hal yang paling memiriskan dari kesimpulan pemerintahan di propinsi Riau adalah, selalu mengambil kebijakan stanvas bagi setiap kasus yang ada, bukan malah mengumpulkan data-data tersebut bagi alasan pencabutan SK Gubernur yang pernah dikeluarkan pada 9 Februari 1990.<br /><br />Dan kemudian, tahun 1996 Menteri Kehutanan pada tanggal 25 November 1996 mengeluarkan surat Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri seluas 299.975 ha di Riau kepada PT. Arara Abadi. Surat tersebut bernomor 743/kpts-II/1996 - di Jakarta, isinya menyebutkan bahwa, surat tersebut merupakan surat balasan perusahaan tersebut mengenai permohonan penyediaan lahan untuk perkebunan yang dikirimkan kepada Gubernur Riau pada 7 Oktober 1989 bernomor 57/AIP/UM/-DL/X/89. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan. Konflik yang memakan tanah adat, ulayat, perkebunan rakyat, bahkan hingga kepada samarnya batas desa, kampong, pekuburan, dan lain sebagainya.<br /><br />Konflik Antara Masyarakat Riau di beberapa Kabupaten dengan PT. Arara Abadi; Sebuah Catatan Penting<br /><br />Menurut data yang disampaikan oleh Human Rigth Watch pada 20 Februari 2001 lalu, bahwa Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas Group telah memimpin pertumbuhan yang luar biasa ini sebagai produsen terbesar di Indonesia, menghasilkan setengah dari seluruh produksi pulp dan seperempat dari kertas di negara ini. Dengan total kapasitas pulp saat ini sebesar 2,3 juta metrik ton dan kapasitas pengemasan sebesar 5,7 juta metrik ton, Indonesia menempati urutan pertama di antara negara-negara Asia selain Jepang, dan urutan kesepuluh dalam produksi dunia, setelah raksasa-raksasa seperti International Paper, Enso, Georgia Pacific dan UPM Kymmene. Berkantor pusat di Singapura, saat ini APP memiliki 16 fasilitas pabrik di Indonesia dan Cina dan memasarkan produknya di lebih dari 65 negara di enam benua. Pabrik APP Indah Kiat di Perawang, Riau, adalah salah satu dari dua pabrik kertas terbesar di dunia. Indah Kiat sendiri memiliki kapasitas produksi sebesar 2 juta ton pulp dan 1,5 juta ton kertas per tahun, yang telah meningkat pesat dari hanya 120.000 ton pada tahun 1989.<br /><br />Serat kayu untuk pabrik Indah Kiat dipasok oleh Arara Abadi, yang adalah anak perusahaan Sinar Mas Group, konglomerat yang memiliki APP. Arara Abadi adalah salah satu perkebunan kayu pulp terbesar di Indonesia, yang menguasai konsesi 300.000 hektar di Riau. Peralihan hak atas lahan masyarakat tanpa proses seharusnya atau tanpa ganti rugi yang adil dan tepat waktu merupakan faktor utama yang mendorong perselisihan dan kekerasan antara Arara Abadi dan masyarakat sekitarnya.<br /><br />Peraturan pemerintah provinsi yang dibuat bahkan pada saat awal pengembangan konsesi perkebunan mengharuskan lahan yang digunakan untuk usahatani masyarakat dan produksi karet dikeluarkan dari areal kerja HTI. Tahun lalu, sebuah survei telah dilaksanakan di kecamatan Bunut (Kabupaten Pelalawan, di mana desa Betung, Angkasa dan Belam Merah berada. Lihat Peta B) oleh tim gabungan yang terdiri dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk perwakilan dari pemerintah lokal, berbagai LSM, para pemimpin masyarakat lokal, dan Arara Abadi, untuk menentukan luas lahan di dalam kawasan HTI yang diklaim oleh masyarakat lokal. Meskipun areal yang diteliti hanya sebagian kecil saja dari kawasan milik Arara Abadi, survei tersebut menemukan kira-kira 20.000 hektar lahan yang diklaim oleh masyarakat. Fakta bahwa survei kepemilikan lahan secara sistematis dan menyeluruh belum pernah dilakukan merupakan indikasi kegagalan pemerintah dalam menegakkan hak-hak asasi: hukum Indonesia mengharuskan lahan yang diklaim pihak ketiga dikeluarkan dari konsesi hutan.<br /><br />Catatan Arara Abadi menunjukkan bahwa 113.595 hektar lahan konsesinya telah dikalim oleh masyarakat lokal. Walaupun perusahaan ini menegaskan bahwa setengah dari kasus-kasus ini telah diselesaikan, mereka mengakui bahwa 57.000 hektar masih dalam sengketa. Akan tetapi, perusahaan ini tidak memberi rincian yang terkait dengan penyelesaian yang dilakukan atau lokasi lahan yang dituntut, sehingga tidak mungkin melakukan pemeriksaan silang tentang kemungkinan klaim-klaim ini saling tumpang tindih dengan yang ditemukan oleh tim gabungan tersebut.<br /><br />Seperti polisi provinsi, para pejabat APP bersikeras bahwa Arara Abadi telah menerima konsesi yang sah dari pemerintah Indonesia. Selain itu karena penduduk lokal tidak memiliki surat kepemilikan resmi atas lahan tersebut, maka mereka tidak mempunyai hak yang sah. Direktur Arara Abadi mengakui bahwa hampir semua masalah keamanan mereka bukan bersumber dari "penebangan liar" seperti yang berulang-ulang ditegaskan oleh berbagai perwakilan, tetapi dari berbagai tuntutan hak atas lahan tradisional oleh masyarakat lokal.<br /><br />Sebenarnya, hampir semua masalah keamanan kami berasal dari masyarakat lokal. Mereka memiliki hak ulayat. Reformasi telah membangkitkan rasa kepemilikan dan keberanian masyarakat dalam mengajukan tuntutan meskipun mereka tidak mempunyai dokumen resmi. Kadang-kadang pemerintah mengirim seorang penengah (mediator), tetapi ganti ruginya sering terlalu mahal.<br /><br />Komentar ini mengungkapkan beberapa hal. Pertama, mereka menjelaskan bahwa istilah "penebangan liar" yang tidak tepat sering digunakan untuk mengaburkan tuntutan hak atas lahan masyarakat dan membuat keluhan-keluhan sah dan perlu dinegoisasikan menjadi seperti kegiatan kriminal. Hal ini merupakan faktor yang mendorong konflik-konflik di Angkasa/Belam Merah dan Mandiangin yang diuraikan di bawa. Kedua, pengamatan bahwa reformasi telah membuat masyarakat menjadi "lebih berani" dalam mendesakkan tuntutan mereka merupakan tanda betapa besarnya rasa takut masyarakat akibat diintimidasi di masa lampau. Ketiga, komentar pejabat tersebut menegaskan status kelas dua hak masyarakat asli, meskipun diakui oleh undang-undang. Pejabat Arara Abadi tersebut jelas menyadari bahwa masyarakat mempunyai hak ulayat, tetapi secara tidak langsung menyatakan bahwa akhirnya biaya ganti rugilah yang menentukan apakah hak-hak ini akan diakui atau tidak.<br /><br />Walaupun Indonesia mengakui hak ulayat dalam undang-undangnya, proses resmi bagi masyarakat lokal untuk mengajukan tuntutan atas lahan belum ada. Berhadapan dengan staf perusahaan dan pegawai pemerintahan lokal yang tidak responsif dan tidak dapat diminta pertanggung gugatannya, masyarakat mungkin mencoba mengajukan kasusnya ke pengadilan. Namuan praktik korupsi dan penyuapan yang harus dilakukan menyebabkan cara ini menjadi tidak praktis bagi masyarakat lokal yang miskin dalam usaha mencari keadilan. Bahkan, perusahaan-perusahaan mengeluh bahwa pengadilan yang korup kadang-kadang meminta mereka memberi ganti rugi kepada penuntut yang tidak sah. Dalam ulasannya pada bulan Juni tahun 2002 mengenai sistem pengadilan di Indonesia, seorang Utusan Khusus tentang Kemandirian Hakim dan Pengacara (Special Rapporteur on the Independence of Judges and Lawyers) dengan terkejut menyimpulkan bahwa ia "tidak menyadari betapa korupsi sudah sedemikian merasuk ke semua sendi." Penilaian ini dikuatkan oleh laporan penelitian yang rinci tentang sistem pengadilan yang disusun oleh Indonesian Corruption Watch. LSM independen ini mendokumentasikan korupsi dan penerimaan suap di semua tingkat proses pengadilan<br /><br />Karena tidak memperoleh surat kepemilikan dan sistem peradilan yang ada tidak menolong mereka, masyarakat lokal mempunyai beberapa cara untuk membuat pengaduan mereka didengar, dan pengaduan secara informal yang disampaikan ke para pejabat lokal sering dibubarkan oleh pihak yang berwajib, sehingga masyarakat lokal menjadi lebih tersingkir. Seperti yang dikatakan secara terbuka oleh pejabat polisi provinsi,<br /><br />Ya, mungkin kadang-kadang lahan disita tanpa diberi ganti rugi. Tetapi jika mereka tidak mempunyai surat-surat bukti kepemilikan, maka mereka tidak mempunyai hak sama sekali. Kebanyakan mereka tidak mempunyai surat bukti kepemilikan. Apa bukti tuntutan mereka? Jadi mereka tidak berhak atas apapun.<br /><br />Lahan Arara Abadi yang luas tidak saja dirampas dari penguasaan lokal. Hutan alamnya juga dibabat habis, yang sebelumnya digunakan secara tradisional oleh masyarakat sekitar untuk usahatani lokal dan pengumpulan hasil hutan, termasuk pohon madu yang berharga secara ekonomi dan budaya yang terdapat di hutan alam, yang kepemilikannya diwariskan dari generasi ke generasi. Kebun buah-buahan dan pohon karet masyarakat juga dibabat. Lahan luas yang dikuasai untuk HTI pulp, digabung dengan konsesi-konsesi yang luas milik perkebunan pulp terbesar kedua di Indonesia, ditambah dengan konsesi-konsesi penebangan dan perkebunan kelapa sawit-menyisakan sedikit lahan yang dapat digunakan untuk memperoleh sumber penghidupan tradisional yang bergantung pada hutan (Peta B menunjukkan seluruh wilayah konsesi).<br /><br />Peraturan pemerintah mengharuskan semua lokasi dan ladang desa dihilangkan dari wilayah kerja HTI, dan penanaman tidak diizinkan dalam jarak 1,5 km dari desa-desa atau jalan. Namun demikian, pohon-pohon akasia sudah biasa ditanam hingga ke pinggir jalan, dan di beberapa desa, hingga ke pintu dapur rumah-rumah penduduk desa. Seorang pria mengeluh, "Kalau kami ingin membangun kakus, kami harus menebang pohon akasia."<br /><br />Kenyataannya, perluasan APP/Sinar Mas Group yang dibiayai dari hutang telah menghasilkan pasokan serat kayu yang melampaui pasokan kayu dari perkebunan akasia dan hutan alam yang tersedia dalam konsesi Arara Abadi. Akibatnya APP/SMG harus membeli dari hutan alam tebang habis di luar wilayah konsesinya yang sudah sangat luas. APP/SMG mengakui ketergantungannya pada pembukaan hutan alam untuk memenuhi kebutuhan pabrik: angka-angka yang dilaporkan APP/SMG kepada Human Rights Watch menunjukkan bahwa saat ini pabrik APP, PT Indah Kiat, di Perawang mengunakan kayu seperti itu untuk memenuhi 65 persen dari kebutuhan kayunya-dari total 9,8 juta ton per tahun-saat ini, dari jumlah itu, 25 persen berasal dari luar wilayah konsesinya (meskipun kritikus menyatakan angka itu mendekati 50 persen).<br /><br />Saat ini, konsesi Arara Abadi meliputi 6 kabupaten. Pada saat dikeluarkan di akhir tahun 1980-an, HTI ini merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Akan tetapi, pada bulan Oktober tahun 2001, Arara Abadi mengumumkan keinginannya untuk memperluas areal operasinya sebesar dua-pertiga, yang berarti tambahan penebangan seluas 190.000 hektar hutan alam dalam lima tahun berikutnya untuk memasok kapasitas pabrik Indah Kiat Riau yang diperbesar. Perluasan ini akan dilaksanakan melalui "usaha bersama" dengan rekan-rekan yang tidak ditentukan dan di bawah persyaratan yang tidak ditentukan. Lagipula, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akibat peningkatan kapasitas produksi, APP/Sinar Mas Group berencana untuk melipatduakan luas hutan alam yang akan dibabat dalam lima tahun mendatang.<br /><br />Sekarang ini, insentif ekonomi menjadi tidak layak bagi APP dan pabrik-pabrik pulp di seluruh Indonesia untuk melanjutkan perluasan kapasitas yang berlebihan dan ketergantungan terhadap pembabatan hutan alam, dan tekanan keuangan yang kuat akibat biaya pabrik yang sangat besar dan hutang yang berasal dari kelompok kreditor (saat ini sebagian di antaranya menuntut APP untuk membayar kembali melalui proses litigasi) untuk melanjutkan penghematan dan meningkatkan produksi, tanpa memperhatikan konsekuensi terhadap hak-hak asasi dan lingkungan. Insentif seperti ini, terutama di saat peraturan yang efektif masih tetap tidak ada, akan tetap mengancam hak-hak asasi anggota masyarakat lokal. (untuk lebih jelas mengenai data-data sementara sengketa agraria antara rakyat dengan PT. Arara Abadi, silahkan melihat bundle yang telah kami siapkan. Bahan ini terdapat pada daerah Siak, Bengkalis, dan Kampar).<br /><br />Dari itu, upaya penangan konflik agrarian yang Serikat Tani Riau mendesak perjuangan untuk :<br /><br /> 1. Ukur ulang seluruh areal HPH/TI, HGU milik perusahaan swasta/pemerintah yang berkonflik dengan rakyat. Pengukuran ulang ini mesti melibatkan masyarakat korban konflik. Untuk Riau, pada tanggal 1 Mei 2007 lalu, Pemerintahan Riau melalui asistennya – Nasrun Efendi – telah mengatakan menganggarkan dana 9 Milyar Rupiah untuk pelaksanaan pengukuran ulang tersebut dan berjanji akan menyeleaikannya hingga akhir tahun 2007.<br /> 2. Cabut – minimal tinjau ulang – Izin HPH/TI, HGU bagi perusahaan yang melakkan pelanggaran (seperti illegal loging, tidak menepati batas waktu inclaving, dl). Karena ditengarai, hal inilah yang menyebabkan konflik berkepanjangan. Misalnya saja, PT. Arara Abdi menurut SK Menhut 743/kpts-II/1996 diberikan waktu untuk melakuakan penyelesaian inclaving 2 tahun setelah SK dikeluarkan. Namun hingga sekarang masih diindikasikan banyak wilayah yang belum mereka inclav, sehinga menyebabkan terjadinya sengketa agraria.<br /> 3. Pemerintah Daerah segera membuat Perda tentang Hak Ulayat dan Adat di Riau. Hal ini dikarekan masyarakat Riau mengakui Lembaga Adat Melayu Riau sebagai sandaran adat di Bumi Lancang Kuning ini.<br /> 4. Tunda Revisi RTRWP Riau sebelum konflik agraria diselesaikan<br /><br />Catatan :<br /><br />Pandangan Serikat Tani Riau ini disarikan dari surat yang ditujukan untuk Panitia Ad Hoc II Dewan Perwakilan Daerah RI [PAH II DPD RI] dalam pertemuan pada 26 September 2007 lalu di Ruang Kenanga Kantor Gubernur Riau. Adapun pokok pembahasannya adalah seputar konflik agraria dan illegal loging di Riau.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pertanyakan Alokasi Penyelesaian Konflik Rp 9 Miliar, STR Deadline Pemprov Berikan Solusi Hingga Pertengahan Januari 2008</span><br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=16974<br /><br />Sabtu, 15 Desember 2007 18:43<br /><br />Kendati sudah dialokasikan dana untuk penyelesaian konflik senilai Rp 9 miliar di APBD Riau 2007, namun konflik STR-PT Arara Abadi tak kunjung selesai. Pemprov dideadline berikan solusi hingga pertengahan Januari 2008.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU-Sejak Mei 2007 lalu, saat warga 3 kabupaten melakukan demo besar-besaran dengan massa sebanyak 2000 orang, pemprov Riau berjanji segera menyelesaikan konflik antara warga dengan PT AA. Namun hingga kini, konflik tetap berjalan dan perebutan lahan terus berlangsung dan semakin meluas.<br /><br />Untuk itu, Ketua Umum Komite Pengurus Pusat Serikat Tani Riau, Riza Suhelmi kepada Riauterkini sabtu (15/12) memberikan waktu (deadline) kepada Pemprov Riau untuk segera menyelesaikan konflik hingga pertengahan Januari 2008 mendatang.<br /><br />"Kita memberikan batas waktu kepada pemprov Riau hingga pertengahan januari 2008 untuk menyelesaikan konflik. Jika tidak juga dapat diselesaikan kendati sudah dialokasikan Rp 9 miliar untuk membentuk tim penyelesaian konflik, kami akan melakukan class action sekaligus akan memogilisasi massa secara besar-besaran untuk mendesak penyelesaian konflik," ungkapnya.<br /><br />Ia juga mempertanyakan alokasi dana anggaran penyelesaian konflik sebesar Rp 9 miliar. Menurutnya, dana tersebut disebutkan oleh Nasrun Effendi dan Herliyan Saleh saat menemui 2000 warga yang mendemo kantor gubernur Mei lalu.<br /><br />"Waktu menemui warga, Nasrun Effendi dan Herliyan Saleh berjanji mengalokasikan anggaran APBD 2007 sebesar Rp 9 miliar untuk membentuk tim guna menyelesaikan konflik warga-Arara Abadi Mei 2007 lalu dihadapan 2000 warga 3 kabupaten (Kampar, Bengkalis dan Siak). Namun kenyataannya hingga kini tidak ada solusi bagi penyelesaian konflik. Lantas uangnya digunakan untuk apa," ungkap Riza mempertanyakan.<br /><br />Kalau memang alokasi anggaran utu digunakan sebaik-baiknya untuk penyeleaian konflik, pasti saat ini masalahnya selesai. Karena dengan anggaran itu pemerintah sudah menurunkan tim untuk melakukan pemetaan dalam penentuan tapal batas antara lahan milik warga dengan lahan milik PT AA. Namun menurutnya, kondisi di lapangan semakin parah. Warga sudah ingin mengelola lahan ulayat. Sementara PT AA sendiri tidak mau melepas.<br /><br />Jika PT AA memiliki SK Menhut no.743/1996, Riza menyatakan bahwa dasar warga sangat kuat. Karena selain terdapat pekampungan di kawasan perijinan PT AA, warga memiliki surat dari kerajaan Siak untuk masyarakat Sakai. Kemudian juga ada surat dari pihak PT Chevron Pacifik Indonesia bahwa di kawasan perijinannya, PT CPI memberikan hak kepada warga mengelola lahan di permukaan. Karena CPI sendiri lebih fokus ke sumber daya minyak bumi di bawah permukaan tanah.<br /><br />Selain itu, tambah Riza, warga juga memiliki SKGR tahun 1980-an dan sudah menetap di kawasan areal perijinan PT AA sejak tahun 1940-an. Jadi menurutnya, warga jelas memiliki hak atas tanah ulayat yang masuk di kawasan HTI-nya PT AA.<br /><br />"Dalam SK Menhut No.743 itu disebutkan bahwa paling lambat 2 tahun pemegang ijin harus menginclafkan kawasan perkampungan, ladang dan kebun masyarakat dari kawasan HTI pemegang perijinan. Namun mengapa PT AA tidak memiliki itikad baik untuk inclafing lahan warga hingga berlarut-larut selama satu dasawarsa," ungkapnya.***(H-we)<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Insiden Helikopter, STR dan PT. AA Saling Klaim Jadi Korban Penyerangan</span><br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=17034<br /><br />Sabtu, 22 Desember 2007 20:08<br /><br />Perseteruan Serikat Tani Riau (STR) dan PT. Arara Abadi (AA) terus berlanjut. Terkait insiden helikopter di Suluk Bongkal, kedua pihak saling mengaku sebagai pihak yang diserang.<br /><br />Riauterkini-PINGGIR- Serikat Tani Riau (STR) mengklaim telah terjadi penyerangan terhadap massa STR di Suluk Bongkal KM 42 Desa Muara Basung, kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Sabtu (22/12) sekitar pukul 8.30 WIB. STR menuding PT. Arara Abadi (AA) menyerang dengan menggunakan sebuah helikopter terhadap puluhan bendeng yang digunakan massa STR menduduki lahan konsesi HTI PT. AA sejak awal Desember silam. Penyerangan dilakukan dengan menggunakan lemparan batu dan penyiaran cairan berwarna kekuning-kuningan dari helikopter.<br /><br />"Saya mendapat informasi dari teman-teman lapangan, kalau telah terjadi penyerangan dengan menggunakan helikopter oleh PT. Arara terhadap anggota kami di Suluk Bongkal KM 42," ujar Ketua Umum Komite Pemimpin Pusat (KPP) STR Riza Zulfahmi kepada riauterkini yang menghubungi pagi tadi.<br /><br />Hanya saja ketika ditanya mengenai kepastian penyerangan yang terjadi di lapangan, Riza belum berani memastikan kebenarannya, karena ia belum turun ke lapangan. Baru setelah dihubungi petang tadi, Riza berani memastikan telah terjadi penyerangan terhadap massa STR di Suluk Bongkal. "Saya sudah mendapat laporan dari Polsek Pinggir, katanya mereka telahmelakukan pengambilan data di lapangan," ujarnya saat hubungi riauterkin kembali pada petang tadi.<br /><br />Lantas Riza memaparkan, bahwa ia telah mendapat informasi dari dua personil Polsek Pinggir, bernama Jaka dan Yusril, mengenai situasi lapangan. "Polisi mengamankan tiga butir batu sebesar lengan dan mendata kerusakan akibat kerusakan tersebut," ujarnya.<br /><br />Ketika ditanya mengenai rincian kerugian dan dampak kerusakan akibat penyerangan tersebut, lagi-lagi Riza mengaku belum mengetahui secara detail. Informasi yang disampaikan baru sebatas data dari kepolisian dan dari aktifis STR di lapangan. Ia belum turun lapangan untuk melihat langsung. "Nantilah saya cek lagi," janjinya.<br /><br />Mengenai laporan kepada kepolisian atas insiden tersebut, Riza memastikan STR belum membuat laporan. "Kami belum membuat laporan resmi kepada polisi atas penyerangan tersebut," ujarnya.<br /><br />Sementara itu tudingan STR langsung dibantah pihak PT. AA. Justru perusahan pemegang konsesi lahan HTI ratusan ribu hektar itu balik menuding kalau helikopternya menjadi sasaran serangan dengan ketepel dan lemparan batu oleh massa STR. "Helikopter kami yang malah menjadi sasaran serangan massa STR. Heli itu diserang dengan lemparan batu dan ketepel. Lemparan itu ada yang kena dan membuat salah satu baling-baling helikopter rusak," ujar Humas PT. AA Nurul Huda kepada riauterkini yang menghubunginya, Sabtu (22/12).<br /><br />Nurul lantas menjelaskan, bahwa helikopter berpenumpang lima orang termasuk pilot pagi tadi melakukan penerbangan rutin untuk memantauan titik api. Kerena itu yang diangkut helikopter itu para petugas pemadam kebakaran. "Itu penerbangan rutin, untuk melakukan pemantauan lapangan agar jika ada titik api bisa cepat dipadamkan. Selain itu, penerbangan tersebut juga memantau kondisi lahan yang diduduki massa STR," paparnya.<br /><br />Ketika barada di sekitar bedeng-bedeng massa STR, lanjut Nurul, helikopter sempat berbutar beberapa kali untuk memastikan situasi lapangan, ketika itulah helikopter diserang dengan lemparan batu dan ketepel. "Jadi tidak benar kalau kami yang menyerang. Justru kami yang diserang," tegas Nurul.<br /><br />Terhadap aksi pendudukan dan perusakan fasilitasn perusahaan oleh STR, PT.AA mengambil sikap pasif, meskipun selain tanaman egalitusnya dibabat sekitar 120 hektar dan sebuah pos keamanan dibakar, namun tidak ada reaksi balasan. "Kalau kami mau menyerang balik, tentu saat tanaman kami dibabat atau saat pos keamanan kami dibakar," demikian penjelasan Nurul.***(mad)<br /><br />Catatan :<br /><br />Hingga hari ini, para anggota Serikat Tani Riau jaringan Serikat Tani Nasional terus mempertahankan tanah yang telah diduduki dengan mendirikan sejumlah besar pos-pos pengamanan swakarsa.<br /><br />Sementara di Jakarta, KomitePimpinan Pusat Serikat Tani Nasional tengah menggalang dukungan dari berbagai pihak untuk mendesak percepatan penyelesaian konflik dan meluluskan tuntutan perjuangan Serikat Tani Riau kepada pihak Menteri Kehutanan RI.<br /><br />Gambar diambil dari http://www.riauterkini.com/photo.php?arr=1570<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Merebut dan Menduduki Kembali Tanah Rakyat</span><br /><br />Dalam rangka menyambut perayaan hari HAM Internasional, sejak Kamis [06/12] hingga Senin [10/12] Serikat Tani Riau selaku jaringan Serikat Tani Nasional menyelenggarakan serangkaian perjuangan massa dengan merebut dan menduduki 8000 Ha areal PT. Arara Abadi. Perusahaan ini adalah pemegang hak pengusahaan hutan tanaman industri untuk bahan pulp and paper.<br /><br />Serikat Tani Riau berpandangan bahwa areal konflik tersebut patut direbut oleh kaum tani miskin dan tak bertanah yang berasal dari kalangan masyarakat adat sakai dan golongan yang lainnya. Mengingat, pemberian hak pengusahaan kepada PT. Arara Abadi oleh pemerintah telah meminggirkan masyarakat dari penghidupannya yang bersandar pada hutan dan wilayah kelolanya.<br /><br />Disamping itu, tindakan kelompok pengamanan swakarsa 911 PT. Arara Abadi seringkali melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat, baik secara fisik maupun perkataan yang intimidatif.<br /><br />Keadaan tersebut menunjukkan kelemahan negara melindungi hak-hak konstitusional rakyatnya, khususnya dalam bidang sosial-ekonomi dan budaya. ini adaah pelanggaran HAM.<br /><br />-----<br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=16903<br /><br />Senin, 10 Desember 2007 21:10<br />Massa STR Sandera Lima Karyawan PT. AA di Kampar<br /><br />Perseteruan massa STR dengan PT. Arara Abadi meluas ke Kampar. Puluhan massa STR menyandera lima karyawan dan sebuah alat berat di Kecamatan Tapung.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Puluhan massa Serikat Tani Riau (STR) melakukan penyanderaan terhadap lima karyawan PT. Arara Abadi dan sebuah alat berat di Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Senin (10/12). Penyanderaan terjadi sebagai buntut dari sengketa lahan 30 hektar antara warga dengan perusahaan.<br /><br />Penyanderaan terjadi mulai dari pukul 11.00 WIB, hingga pukul 16.00 WIB. Selama disandera, kelima karyawan tidak boleh pergi daerah lokasi tempat penahanan alat berat.<br /><br />Ketua Umum Komiter Pimpinan Pusat (KPP) STR Reza menilai yang dilakukan anggotanya di Tapung bukan penyanderaan. "Kita bukan menyandera, melainkan menahan mereka agar tidak melakukan aktifitas di lahan yang masih sengketa. Sudah kita lepas lagi, kok," ujarnya saat dihubungi riauterkini, Senin malam.<br /><br />Sementara itu, Humas PT. AA Nurul Huda menyatakan telah melaporkan secara resmi tindak penyanderaan yang dilakukan massa STR terhadap lima karyawannya dan sebuah alat berat. "Kita sudah laporkan ke Polsek setempat dan saya yakin polisi akan memprosesnya," ujar Nurul kepada riauterkini lewat telephon.<br /><br />Kapolsek Tapung AKP Yulian Effendi membenarkan kalau pihaknya telah menerima pengaduan resmi dari PT. AA. "Kita memang telah menerima laporan dari perusahaan atas terjadinya penyanderaan terhadap lima karyawan dan sebuah alat berat oleh massa STR. Kita akan proses sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya melalui telephon.***(mad)<br /><br />-----<br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=16902<br /><br />Senin, 10 Desember 2007 20:27<br />STR: Polisi Status Quokan 8.000 Lahan Konsesi PT. Arara Abadi<br /><br />Aksi pendudukan massa STR atas ratusan hektar lahan konsesi HTI PT. Arara Abadi sementara dihentikan. STR mengklaim Polda Riau telah menetapkan status quo atas lahan tersebut.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Setelah memenuhi panggilan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi di Mapolda Riau, Senin (10/12) tadi siang, Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau (KPP STR) Reza menyampaikan informasi bahwa Polda Riau telah menetapkan lahan seluas 8.000 hektar yang menjadi obyek sengketa PT. Arara Abadi (AA) dengan STR dalam status quo.<br /><br />"Kami tadi telah bertemu dengan Kapolda Riau, setelah beliau mengundang kami ke kantornya. Dari pertemuan tersebut, Kapolda menyatakan bahwa lahan sengketa antara kami dengan PT.Arara Abadi dinyatakan dalam status quo," ujar Reza kepada riauterkini yang menghubungi telephon genggamnya.<br /><br />Hanya saja ketika ditanya dalam bentuk apa keputusan Polda tersebut, Reza tak bisa merincikan, tetapi yang jelas tidak dalam bentuk surat tertulis. "Tidak ada surat tertulis, beliau hanya mengatakan status quo saja," tukasnya.<br /><br />Namun kepastian kebenaran penepatan status quo tersebut belum ada. Polda sendiri belum memberikan keterangan resmi mengenai hal itu.<br /><br />Sementara Humas PT.AA Nurul Huda mengaku belum mengetahui adanya penetapan status quo oleh Polda, jikapun ada, Nurul menilai keputusan Polda tersebut tidak tepat, sebab tidak ada kewenangan Polda menetapkan status quo. "Setahu saya yang berhak menetapkan status quo bukan polisi, melainkan pengadilan," ujarnya saat dihubungi riauterkini.***(mad)<br /><br />-----<br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=16890<br /><br />Senin, 10 Desember 2007 16:43<br /><br />Akui Bakar Pos Sekuriti, Dua Pengurus STR Penuhi Panggilan Polda Riau<br /><br />STR secara terus terang mengakui membakar pos sekuriti PT.AA. Sementara itu dua pengurusnya tadi memenuhi panggilan Polda Riau untuk dimintai keterangan.<br /><br />Riautrkini-PEKANBARU- Koordinator lapangan Serikat Tani Riau (STR) Tongah secara terus terang mengakui kalau pembakaran pos sekuriti PT. Arara Abadi (AA) kemarin petang, Ahad (9/12) dilakukan anggotanya.<br /><br />"Memang kami yang melakukan pembakaran pos keamanan itu. Kami membakarnya untuk membalas dendam," ujar Tongah saat dihubungi riauterkini melalui telephon genggam, Senin (10/12).<br /><br />Dijelaskan Tongah, balas dendam yang dimaksud adalah prilaku sekuriti PT. AA yang telah membakar beberapa kamp STR pada pertengahan Bulan Ramadhan lalu. "Dulu waktu tanggal 18 Puasa itu mereka membakar bedeng kami dan mengusir kami keluar. Mereka bilang, cepat keluar dari areal ini, anjing-anjing kami sudah lapar. Itulah yang membuat kami dendam," tegasnya.<br /><br />Selain mengakui terlibat dalam pembakaran pos sekuriti, Tongah juga mengatakan kalau dirinya bari kembali di Polda Riau untuk menjalani pemeriksaan. "Saya dipanggil lewat telephon untuk datang ke Polda Riau. Saya datang dan memberi keterangan serta surat-surat bukti kepemilikan tanah kami," ujarnya.<br /><br />Setelah memberi keterangan dan menyerahkan surat tanah, Tongah yang didampingi seorang pengurus kelompok tani Seluk Bongkal Rasyid langsung pulang.***(mad)<br /><br />-----<br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=16870<br /><br />Sabtu, 8 Desember 2007 11:48<br />Lahannya Dirusak dan Diduduki, PT. AA Siap Melepas, Jika Diputuskan Pemerintah<br /><br />Terkait aksi perusakan dan pendudukan ratusan hektar lahan HTI-nya, PT. Arara Abadi menyatakan tidak keberatan melepas kawasan tersebut, asal pemerintah memutuskan demikian.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Meskipun sejak Kamis (6/12) lalu seribuan orang yang tergabung dalam Seritat Tani Riau (STR) telah melakukan aksi perusakan dan pendudukan ratusan lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT.Arara Abadi, namun pihak perusahaan belum bereaksi untuk melakukan pembebasan kawasan tersebut. Bahkan pihak security diintruksikan untuk tidak mengambil tindakan apapun di lapangan. Kebijakan ini diambil untuk menghindari bentrok dengan massa.<br /><br />"Sejauh ini, PT AA tidak menurunkan tim security dari 911 untuk mengamankan lokasi. Keputusan tersebut merupakan kebijakan manajemen dengan tujuan tidak memperkeruh suasana di TKP yang memang sudah memanas. Kalau ada bus yang mengangkut para anggota security 911, itu hanyalah pergantian sift kerja mereka di pos-pos tertentu. Paling banter, 1 bus berisi 30-an anggota saja," ungkap Humas PT. AA Nurul Huda kepada riauterkini melalui telephon, Sabtu (8/12).<br /><br />Disinggung tentang ribuan hektar lahan yang diklaim dan dituntut warga, Nurul menyatakan bahwa perusahaan bersedia menginclaf atau melepas lahan itu untuk warga. Namun demikian, itu harus menjadi keputusan pemerintah sebagai dasar hukumnya jelas.<br /><br />"Sebagai pemegang hak konsensi, kami bukan pemilik. Pemilik lahan adalah pemerintah. Kalau pemerintah memutuskan itu harus diinclaf, kita ikut saja," demikian penjelasan Nurul Huda.***(mad)<br /><br />-----<br /><br />http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=16869<br /><br />Sabtu, 8 Desember 2007 10:58<br />Polisis Didesak Tegas Menindak, Aksi Perusakan dan Pendudukan Areal HTI PT. Arara Abadi Berlanjut<br /><br />Seribuan massa Serikat Tani Riau (STR) sudah tiga hari melakukan aksi perusakan dan pendudukan ratusan hektar areal HTI PT. Arara Abadi. Pihak perusahaan mendesak polisi bertindak tegas menindak.<br /><br />Riauterkini-MANDAU- Setelah sehari sebelumnya seribuan massa yang tergabung dalam Serikat Tani Riau (STR) membabat puluhan hektar tanaman akasia di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Arara Abadi (AA), pada Jumat (7/12) kemarin, aksi tersebut berlanjut. Sampai Jumat sore, kebun akasia yang telah dibabat kemudian diduduki warga sekitar 210 hektar. Aksi ini dilakukan warga yang berasal dari 6 desa di Kecamatan Mandau dan Pinggir, Kabupaten Bengkalis tersebut merupakan kelanjutan aksi serupa pada Juli silam. Mereka mengklaim ribuan haktar kawasan HTI PT. AA merupakan tanah ulayat mereka dan harus dikembalikan.<br /><br />Kawasan HTI PT Arara Abadi yang sempat dirusak warga adalah di Muara Bungkal (40 Ha), Melibur (40 Ha), Tasik Serai Timur (40 Ha), Umar Kasil (80 Ha), Raso Kuning (25 Ha) dan Mandi Angin (80 Ha). Kawasan yang dirusak warga diklaim sebagai tanah ulayat.<br /><br />Tokoh Masyarakat Desa Tasik Serai Timur, Walianto kepada Riauterkini Jum'at (7/12) menyatakan bahwa setidaknya, 200 warga desa Tasik Serai Timur sejak pagi sudah berkumpul di Km 70 pinggiran desa Tasik Serai Timur. Mereka bermaksud untuk membabat tanaman akasia di pinggiran desa.<br /><br />Hingga tengah hari dari pihak manajemen PT AA tak kunjung mendatangi massa warga, akhirnya warga benar-benar membabat akasia di kawasan tersebut. Hasilnya, puluhan hektar akasia (Eucalyptus) yang baru tumbung setinggi 1 - 1,5 meter habis dibabat massa warga Tasik Serai Timur. Bahkan papan peringatan larangan beraktivitas di kawasan HTI ditumbangkan warga.<br /><br />Aksi itu turut pengakuan Walianto, warga asli Jawa kelahiran Sumatera Utara dan tinggal di Tasik Serai Timur sejak tahun 1992 itu, dipicu penanaman akasia oleh perusahaan. Padahal setelah dibentuknya tim 9 oleh Pemkab Bengkalis dan kawasan tersebut dinyatakan sebagai status quo. Namun menruutnya, Kendati status lahan adalah status quo, pihak perusahaan masih melakukan penanaman pohon akasia.<br /><br />"Seharusnya pihak perusahaan menunggu hingga keputusan pemerintah keluar yang menyatakan lahan itu hak siapa yang mengelolanya. Bukan lantas keputusan belum keluar namun masih terus menanami dengan akasia," ungkap Walianto.<br /><br />Sementara itu, kanit Intel Polsek Pinggir, Bripka Novrianto yang masih berjaga-jaga di Tempat Kejadian Perkara (TKP) menyatakan bahwa untuk menjaga segala kemungkinan, pihaknya menurunkan 25 personil dari Polsek Pinggir. Jumlah tersebut ditambah 5 personil intel yang di BKO-kan dari Polres Bengkalis.<br /><br />"Kami hanya berjaga-jaga di TKP agar tidak terjadi bentrok dan ricuh antara pihak keamanan perusahaan (911) dengan warga. Karena dalam kondisi meradang kedua belah pihak bisa saja tersulut untuk terjadi bentrokan. Karena sebelumnya sudah sempat terjadi bentrokan antara kedua belah pihak hingga memakan korban jiwa," ungkapnya.<br /><br />Menurutnya, sebenarnya sejak 2 tahun terakhir ini sudah dibentuk tim 9 yang terdiri dari beberapa instansi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun hingga kini permasalahan tak kunjung selesai. Sementara upaya tim 9 hingga kini tidak nampak hasilnya. Padahal menurutnya, warga sudah ingin menyelesaikan permasalahan tersebut.<br /><br />"Sebab lahan yang menjadi perijinan PT AA adalah lahan negara yang 'dipinjamkan' kepada PT AA untuk dikelola selama kurun waktu tertentu. Jika pihak PT AA menanaminya dengan komoditi perkebunan, maka pihak perusahaan yang akan menerima sanksi dari pemerintah," ungkapnya.<br /><br />Sementara itu pihak PT. AA melalui Humasnya Nurul Huda mendesak aparat kepolisian mengambil tindakan tegas terhadap para perusak kebun HTI perusahaannya. "Semestinya polisi bertindak tegas, karena yang mereka lakukan jelas-jelas pelanggaran hukum. Merusak dan menghancurkan milik orang lain. Apa lagi ini merupakan kejadian ulangan, dan kita sudah melaporkan ini secara resmi ke Polsek Pinggir," ujarnya kepada wartawan.<br /><br />Dikatakan Nurul, kemarin, Kamis (6/12) pihak perusahaan langsung membuat laporan resmi begitu mendapatkan kepastian telah terjadi pembabatan tanaman akasia. Sayangnya hingga saat ini belum ada tindakan tegas yang diambil polisi terhadap aksi massa tersebut.<br /><br />Kapolsek Pinggi AKP Widi H mengakui adanya laporan dari pihak perusahaan, namun ia mengatakan tidak mungkin melakukan penangkapan terhadap massa dalam jumlah seribuan seperti itu. ***(H-we)<br /><br />-----<br /><br />http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0712/07/daerah/4051692.htm<br /><br />Nusantara<br /><br />Jumat, 07 Desember 2007<br />Konflik Lahan. Warga Tebangi Ekaliptus PT Arara Abadi<br /><br />Pekanbaru, Kompas - Ratusan warga dari Desa Suluk Bongkal, Desa Tasik Serai Timur, dan Desa Melibur, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau, menduduki kawasan hutan yang masuk dalam konsesi perusahaan hutan tanaman industri PT Arara Abadi. Warga juga menebang ribuan pohon ekaliptus di areal tersebut.<br /><br />Ketegangan muncul setelah puluhan petugas keamanan PT Arara Abadi (AA) mulai berjaga-jaga di areal yang disengketakan pada Kamis (6/12) petang. Meski demikian, sampai kemarin belum ada kontak fisik.<br /><br />"Warga hanya mengambil tanah ulayat milik petani yang diambil oleh PT Arara Abadi. Aksi ini kami lakukan karena tidak ada penyelesaian dari pihak perusahaan. Perusahaan masuk terlalu jauh dari lokasi konsesinya," ujar Antoni Fitra, salah seorang koordinator aksi dari Serikat Tani Rakyat, yang dihubungi lewat telepon di Kecamatan Pinggir, Kamis.<br /><br />Menurut Antoni, aksi akan berlangsung sampai tanggal 10 Desember. Sejak kemarin, warga sudah mendirikan kamp dan posko di areal yang diduduki. "Dua hari pertama ini, fokus pekerjaan kami menebang |pohon ekaliptus yang ditanam PT Arara Abadi di lahan kami. Selanjutnya, kami akan menanam tanaman pertanian di areal itu," katanya.<br /><br />Antoni menyatakan, PT AA telah menyerobot areal kebun milik warga sekitar 8.000 hektar.<br /><br />Humas PT AA, Nurul Huda, mengatakan, kasus areal yang disengketakan itu pernah dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Siak dan Pemkab Bengkalis. Kesimpulan mediasi, lahan sengketa merupakan kawasan hutan negara yang hak konsesinya diberikan kepada PT AA.<br /><br />"Bersama Dinas Kehutanan, kami sudah memetakan ulang. Kesimpulannya, areal sengketa itu memang kawasan hutan, bukan lahan pertanian milik masyarakat. Warga tidak mampu menunjukkan surat-surat yang mendukung kepemilikan tanah. Mereka juga mempersoalkan tanah setelah kami menanam ekaliptus," kata Nurul.<br /><br />Nurul menyatakan, persoalan sudah diserahkan kepada kepolisian. Namun, Kepala Kepolisian Sektor Pinggir AKP Widi Hardianto, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan belum menerima laporan dari pihak perusahaan. Dalam aksi pendudukan lahan itu, Widi mengaku tidak diberi tahu oleh warga.<br /><br />"Kami hanya melakukan pemantauan dan sampai saat ini situasi masih kondusif," kata Widi. (SAH)<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Film Aksi Ribuan Petani dan Masyarakat Adat 09 Agustus 2007</span><br /><br /><br />Silakan klik http://www.youtube.com/watch?v=rDvW0vG0N3k untuk melihat aksi ribuan petani/masyarakat adat sakai yang diorganisasikan oleh Serikat Tani Riau, jaringan Serikat Tani Nasional, dalam aliansi SEGERA.<br /><br />Aksi dilakukan pada hari Kamis, 09 Agustus 2007 saat ULTAH Riau ke-50 di Pekanbaru. Peserta aksi menuntut pemerintah riau untuk segera mengembalikan tanah mereka yang terlah dirampas oleh PT. Arara Abadi [PT. AA] , salah satu perusahaan yang mengantongi hak pengusahaan hutan tanaman industri yang menanam kayu akasia sebagai bahan dasar pembuatan pulp & paper. PT. AA adalah salah satu anak perusahaan konglomerasi Sinar Mas Group.<br /><br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Lagi Paripurna HUT Emas Riau, Gedung DPRD Dikepung Massa dan Dilempari Tomat</span><br /><br />http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=15418<br /><br />Kamis, 9 Agustus 2007 15:52<br /><br />Sekitar 1.000 massa SEGERA mengepung gedung DPRD Riau saat wakil rakyat menggelar rapat paripurna istimewa HUT emas Riau. Sementara mahasiswa melempar gedung dewan dengan tomat.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU-Sudah menjadi agenda rutin DPRD Riau setiap HUT provinsi menggelar sidang paripurna istimewa. Begitu juga pada HUT Riau ke-50, Kamis (9/8). Di saat para wakil rakyat bersidang, sekitar 1.000 massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) tiba dan langsung berkerumun di tepi jalan, luar pagar gedung DPRD Riau.<br /><br />SEGERA merupakan kelompok kedua yang berdemo di DPRD Riau, sebelumnya telah terlebih dahulu datang sekitar 100 mahasiswa dari BEM Unri, BEM UIR dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Riau. Secara umum, kedua kelompok massa sama-sama kecewa peringatan HUT emas Riau begitu meriah. Sementara rakyat Riau masih banyak yang melarat.<br /><br />Kedua kelompok massa tiba di DPRD Riau setelah melakukan long march dari Taman Makam Pahlawan Kusuma Darma Pekanbaru. Khusus massa SEGERA, sebagaiana aksi-aksi sebelumnya, mereka datang dengan tuntutan penutupan PT. Arara Abadi (AA) dan Indah Kiat Pulp And Paper (IKPP).<br /><br />Tampil di atas podium dari sebuah mobil Pic-up, Rinaldi (Koordinator SEGERA), Intsiawati Ayus (anggota DPD RI) dan Mundung (Direktur Walhi Riau). Dalam orasinya, anggota DPD RI dari daerah pemilihan Riau, Intsiawati Ayus menyatakan dukungannya kepada masyarakat yang 'tertindas' oleh ulah perusahaan industri kehutanan yang menyerobot lahan adat (ulayat) suku sakai.<br /><br />"Kita akan mendesak pimpinan provinsi Riau dan DPRD Riau untuk segera menuntaskan permasalahan penyerobotan lahan ulayat milik warga suku sakai oleh PT AA dan IKPP. Kita juga akan meminta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera mengajukan data-data lengkat terhadap status lahan tersebut," terangnya.<br /><br />Selain dikepung massa, gedung dewan juga dilempari tomat. Mahasiswa yang merasa kecewa karena aksi mereka tidak ditanggapi lantas melemparkan tomat. Belasan tomat berserakan di jalan depang gedung dewan, tenaga mahasiswa tak cukup kuat untuk mengotori gedung dewan dengan tomat, sebab jarak mereka terlalu jauh.<br /><br />Sementara itu, Koordinator SEGERA, Rinaldi kepada Riauterkini menegaskan bahwa aksi kita ini bukanlah aksi demo seperti sebelumnya. Saat ini kita melakukan aksi pesta rakyat dalam rangka merayakan HUT Riau ke-50.<br /><br />"Kita hanya melaksanakan pesta rakyat untuk memperingati HUT emas Riau. Dan kegiatan kita juga tidak ingin bertemu dengan para pejabat," terangnya.<br /><br />terkait dengan aksi demo tersebut, Gubernur Riau, HM Rusli Zainal menyatakan bahwa aksi yang dilakukan adalah hal yang biasa. Pemprov Riau menghormati hak penyampaian aspirasi mereka.<br /><br />"Itu biasa. Mereka boleh menyampaikan aksi sebagai sebuah aspirasi mereka kepada pemerintah maupun wakil mereka di DPRD Riau. Tentunya kita menerima aspirasi mereka dan akan memberikan solusi yang adil untuk permasalahan yang saat ini melibatkan mereka," terangnya.<br /><br />Hal senada dikatakan ketua DPRD Riau, Chaidir. Menurutnya, aksi demo itu merupakan hal yang biasa dilakukan oleh warga untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dan aspirasi itu juga bisa menjadi sebuah dukungan ataupun berupa kritik dan saran untuk pemerintah.***(H-we)<br /><br />Gambar diambil dari http://www.liputan6.com/news/?id=145830&c_id=7<br /><br />Tambahan :<br /><br />SEGERA [Sentral Gerakan Rakyat Riau] adalah gabungan organisasi rakyat seperti Serikat Tani Riau - jaringan Serikat Tani Nasional, Serikat Mahasiswa Riau, Serikat Pedagang Jagung Bakar dan Papernas Riau. SEGERA juga didukung oleh kalangan LSM seperti IGJ - Jakarta, Walhi Riau, Jikalahari dan Yayasan Hakiki.<br /><br />Slah satu hasil aksi 09 Agustus 2007 adalah ditanda-tanganinya kesepakat bersama antara Serikat Tani Riau dengan Instiawaty Ayus, anggota DPD RI yang berasal dari Riau. Kesepakatan tersebut bertema upaya percepatan penyelesaian konflik-konflik agraria di Prop Riau.<br /> <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /><br />Konflik Lahan Warga-PT AA, Dishut Tunggu Hasil Pemeriksaan Kepolisian</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4o1S5u7rm8QwBW_jiJCJ3Ua2fAb7PMSwbk2crh3we3F11zSlEHVHvOKThm6Gl7wSKnZF7t4vaDovH5T0vyFPbYEAX_5gSw7obAt92RPyi_sr2hvPIa2HUKvAChNNvNJNoTKIgZ8XInAwl/s1600-h/18-juli07a.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4o1S5u7rm8QwBW_jiJCJ3Ua2fAb7PMSwbk2crh3we3F11zSlEHVHvOKThm6Gl7wSKnZF7t4vaDovH5T0vyFPbYEAX_5gSw7obAt92RPyi_sr2hvPIa2HUKvAChNNvNJNoTKIgZ8XInAwl/s400/18-juli07a.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5089333596014385634" border="0" /></a><br />http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=15189<br /><br />Jum’at, 20 Juli 2007 14:55<br /><br />Tentang penyelesaian konflik antara warga Desa Beringin Kecamatan Pinggir dengan PT AA, Dishut Riau hingga kini belum turunkan tim untuk tentukan tapal batas. Namun turunnya tim menunggu hasil pemeriksaan pihak Kepolisian.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU-Penyelesaian konflik antara warga Desa Beringin Kecamatan Pinggir dengan PT Arara Abadi hingga kini masih seputar hukum. Yaitu pengrusakan lahan HTI oleh warga. Sementara Dishut Riau yang berkewajiban untuk menyelesaikan tapal batas masih menunggu hasil pemeriksaan pihak Kapolisian.<br /><br />“Pengrusakan kebun akasia milik PT AA masih belum bisa dikatakan kasus. Karena saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian. Kita sedang menunggu hasil pemeriksaan pihak kepolisian dalam mencari unsur pidananya. Setelah hasilnya keluar, jika diminta, Dinas Kehutanan akan menurunkan tim dalam penetapan tapal batas. Antara lahan HTI PT AA dengan lahan yang diklaim warga,” terangnya.<br /><br />Menurutnya, hal itu dilakukan mengingat turunnya tim memerlukan pendanaan. Selain itu, dalam melakukan maping atau menentukan tata batas lahan HTI dengan lahan warga juga diperlukan dana.<br /><br />Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Riau, Bambang Tri menegaskan bahwa kondisi di lapangan saat ini masih panas. Jadi perlu adanya kepastian hokum dan status kawasan guna mencegah terjadinya konflik yang berkemungkinan bisa terjadi lebih besar lagi dibandingkan beberapa waktu lalu.<br /><br />“Kalau bisa, dilakukan penentuan tata batas sesegera mungkin oleh instansi terkait agar dapat mencegah adanya konflik yang lebih besar lagi di masa mendatang,” ungkap Kadishut Riau.***(H-we)<br /><br />Gambar diambil dari http://www.riauterkini.com/photo.php?arr=1366<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br />PT. AA Polisikan SEGERA, Pemprov Riau Menyesalkan Pembabatan Kebun HTI</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglCYAj7KY_LWvaS5dgDO07jJS6UPUTygupBTf0xq-hNRQS8PwGNVQeTIu850RRPRNwEN9S1MJK6U_OrZOIvm7S3z5miX1hAhH9eXUmL7Y54Tu38ayYTtedLwOrLjJgC1-Zs61mGneFX6h4/s1600-h/Riau_ara.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglCYAj7KY_LWvaS5dgDO07jJS6UPUTygupBTf0xq-hNRQS8PwGNVQeTIu850RRPRNwEN9S1MJK6U_OrZOIvm7S3z5miX1hAhH9eXUmL7Y54Tu38ayYTtedLwOrLjJgC1-Zs61mGneFX6h4/s400/Riau_ara.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5088942491997444562" border="0" /></a><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=15159<br /><br />Rabu, 18 Juli 2007 17:13<br /><br />PT. AA Polisikan SEGERA,<br />Pemprov Riau Menyesalkan Pembabatan Kebun HTI<br /><br />PT. Arara Abadi resmi mengadukan SEGERA dan warga yang membabati kebun akasia perusahaan tersebut. Sementara Pemprov Riau menyesalkan aksi SEGERA yang dinilai bisa menjadi preseden buruk di Riau.<br /><br />Riatuerkini-PEKANBARU- Tidak terima kebun akasia seluas 20 hektar dibabat habis warga Sakai dan massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA), PT.Arara Abadi menempuh jalur hukum. Laporan resmi disampikan ke Polsek Pinggi, Rabu (18/7) kemarin sore.<br /><br />"Kami berkeyakinan apa yang dilakukan massa SEGERA merupakan tindakan melanggar hukum. Tindak pidana yang harus diproses secara hukum, karena itu kami melaporkan ke Polsek Pinggir," ujar Humas PT. Arara Abadi (AA) Nurul Huda kepada riauterkini yang menghubungi, Rabu (18/7).<br /><br />Dijelaskan Nurul, laporan tersebut atas nama Reinhard Sinaga, selaku Humas PT.AA di Duri dengan nomor pengaduan Pol 192/VII/2007/YANMAS tertanggal 17 Juli 2007.<br /><br />Sementara itu Pemprov Riau melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Setdaprov Riau Tengku Khalil Jaafar menyesalkan tindakan SEGERA membabat lahan HTI PT.AA. "Itu jelas tindakan pidana yang menjadi urusan polisi. Harus ditindak tegas," ujarnya saat ditemui riauterkini di kantornya, Rabu (18/7).<br /><br />Dikatakan Tengku Khalil, mestinya SEGERA menghormati kesepakatan yang telah dibuat dengan Pemprov Riau, sebab dalam pertemuan beberapa waktu lalu, SEGERA memperacayakan proses inventarisasi lahan PT.AA dan lahan lain yang bersengketa dengan masyarakat kepada Pemprov Riau. "Prorses invetarisasi itu masih berlanjut. Belum tuntas," ujarnya.<br /><br />Tindakan seperti yang dilakukan SEGERA jika tidak ditindak, lanjut Tengku Khalil bisa menjadi preseden buruk di Riau. "Kalau SEGERA dibiarkan, bisa memancing kelompok lain untuk melakukan tindakan serupa. Dan jika itu terjadi, bisa sangat berbahaya bagi stabilitas keamanan dan iklim investasi di Riau," demikian penjelasan Tengku Khalil.***(mad)<br /><br />Tambahan :<br /><br />Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) merupakan front perjuangan multi sektoal di Riau yang terdiri dari Perkumpulan Hakiki (LSM), Ikatan Mahasiswa Pelajar Kecamatan Bengkalis (INPERALIS), Serikat Tani Riau (STR), Partai Persatuan Pembebasan Nasional (PAPERNAS), dan SATELIT GEMPUR. STR adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi<br />Riau.<br /><br />Berkaitan dengan hal ini, SEGERA tengah melakukan konsolidasi data dan informasi berkenaan dengan pelaporan PT. AA serta menyiapkan kemungkinan-kemungkinan pembelaan hukum.<br /><br />Foto diambil dari http://www.riauterkini.com/photo.php?arr=1362&det=1<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /><br />Dukung Polda Riau, Lebih Seribu Massa SEGERA Tuntut PT. Arara Abadi Ditutup</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM8EyyTe29CDWYNxg1NUvUZUFGqkmNwJNFX2x8CuKdk4uSqbclaI9k6IufSaq2FxXv7AWYXpVG304o3LFKITX81Ax2LINtjRK6KCDKs6FrMmeSyGHo160szJWWrSiDawy9WjKJBfnHDj1j/s1600-h/ara2.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM8EyyTe29CDWYNxg1NUvUZUFGqkmNwJNFX2x8CuKdk4uSqbclaI9k6IufSaq2FxXv7AWYXpVG304o3LFKITX81Ax2LINtjRK6KCDKs6FrMmeSyGHo160szJWWrSiDawy9WjKJBfnHDj1j/s400/ara2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5086593213606009266" border="0" /></a><br /><br />http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=15087<br /><br />Kamis, 12 Juli 2007 15:29<br /><br />Massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) kembali turun ke jalan. Mereka mendukung langkah Polda Riau menindak tegas illegal logging dan mendesak penutupan PT. Arara Abadi.<br /><br />Riauterkini-PEKANBARU- Sekitar 1.500 massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) yang datang dari tiga kabupaten kembali menggelar unjuk rasa. Massa tiba di Jalan Cut Nyak Dien, samping kantor Gubernur Riau sekitar pukul 11.00 WIB, Kamis (12/7). Sebanyak 30 truk dan 20 mobil kecil menjadi angkutan pengunjuk rasa yang telah tiga kali mengerahkan massa ke Pekanbaru tersebut. Jika dua aksi sebelumnya SEGERA berunjukrasa di kantor gubernur, kali ini mereka mendatangi markas Polda Riau dan DPRD Riau.<br /><br />Keberadaan aksi SEGERA membuat dua ruas jalan ditutup sementara, yakni Jalan Cut Nyak Dien dan Jalan Jendral Sudirman di depan Mapolda Riau. Secara bergantian perwakilan pengunjukrasa menyampaikan orasi. Kepada Polda, SEGERA menyatakan dukungannya untuk memberantas illegal logging, terutama yang melibatkan pejabat dan perusahaan besar, seperti PT. Arara Abadi (AA). Khusus untuk PT.AA, massa menutut agar perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut ditutup karena telah banyak melakukan penyerobotan lahan masyarakat dan mencuri kayu hutan.<br /><br />Atas langkah Polda Riau menetapkan tiga direktur PT.AA sebagai tersangka kasus illegal logging, SEGERA mengucapkan salut dan memberikan dukungan sepenuhnya. Kepada Kapolda SEGERA menyampaikan tiga pernyataan sikap. Pertama, diminta untuk tetap teguh melanjutkan proses penyidikan terahadap PT. AA, kedua membuka kemungkinan penyelidikan dugaan konflik tanah PT.AA dengan masyarakat di lima kabupaten, dan ketiga diminta pengusutan terhadap dampak kekerasan yang dilakukan PT.AA terhadap masyarakat sekitar HPHTI PT.AA.<br /><br />Keinginan massa SEGERA bertemua langsung Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi tidak kesampaian. Massa hanya diterima Dir Samapta Polda Riau Kombes Pol Edy Kustoro. Kepada pengunjukrasa, Edy menyampaikan ucapan terima Kapolda Riau atas dukungan yang diberikan. Sementara mengenai sejumlah tuntutan yang disampaikan, Edy berjanji akan meneruskan kepada atasannya.<br /><br />Puas dengan jawaban Edy, massa mengakhiri unjukrasa di Polda dan kemudian melanjutkan aksi di DPRD Riau. Di DPRD Riau massa hanya diterima sejumlah anggota dewan, seperti Syamsul Hidayat Kahar dari Fraksi Partai Golkar. kepada DPRD ada tiga pernyataan sikap yang disampaikan. Pertama DPRD Riau diminta segera memberikan dukungan politis atas langkah Polda Riau memberantas illegal logging, kedua segera menyelesaikan revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan memasukan tanah adat dan perkebunan rakyat dalam revisi RTRWP. Ketiga segera membuat rekomendasi peninjauan ulang izin HPHTI PT. AA.<br /><br />Setelah menyampaikan aspirasinya, massa kemudian membubarkan diri dengan tertib. Untuk melancarkan arus lalu-lintas, iring-iring mobil massa SEGERA dikawal polisi sampai perbatasan Pekanbaru.***(mad)<br /><br />Tambahan.<br /><br />Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) merupakan front perjuangan multi sektoal di Riau yang terdiri dari Perkumpulan Hakiki (LSM), Ikatan Mahasiswa Pelajar Kecamatan Bengkalis (INPERALIS), Serikat Tani Riau (STR), Partai Persatuan Pembebasan Nasional (PAPERNAS), dan SATELIT GEMPUR. STR adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi Riau.<br /><br />Foto diambil dari http://www.riauterkini.com/photo.php?arr=1362&det=2Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-70300190649945302972009-08-20T15:19:00.000-07:002009-08-20T15:22:00.182-07:00Berita Dari Kalimantan Timur<h3 style="color: rgb(255, 0, 0);" class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/09/kalimantan-timur-merosotnya-kehidupan.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Merosotnya Kehidupan Petani Tambak Ds. Tani Baru Akibat Operasi PT. Total Indonesia E&P"><br /></a></h3><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Merosotnya Kehidupan Petani Tambak Ds. Tani Baru Akibat Operasi PT. Total Indonesia E&P</span><br /><br /><div class="emeta"><br /> </div> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgadj77cM5tAZcB9SdgUs7dIDzHsla58Qcb9N5ZsPm_burqckUezUMtX4Bw0i_H_bOS1NX8YUNrhzq_eaHQOK86dpkR3QdPNL52QRTbS-4I36EGAttRofV6tlqFM_YLovh2uKofuN0WDOPa/s1600-h/Untitled-1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgadj77cM5tAZcB9SdgUs7dIDzHsla58Qcb9N5ZsPm_burqckUezUMtX4Bw0i_H_bOS1NX8YUNrhzq_eaHQOK86dpkR3QdPNL52QRTbS-4I36EGAttRofV6tlqFM_YLovh2uKofuN0WDOPa/s400/Untitled-1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5110987270505516370" border="0" /></a> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: ";";">No<span style=""> </span>: 001/sp/stt-dtb/h/07<br />Hal<span style=""> </span>: <st1:city st="on">Surat</st1:city> Pernyataan Kepada </span><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">INDONESIA</st1:place></st1:country-region> E&P.</span><br /><span style="font-family: ";";">Lamp<span style=""> </span>: -<o:p></o:p></span></p><span style="font-family: ";";"><o:p></o:p></span><span style="font-family: ";";">MENIMBANG<o:p></o:p></span> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: black;"><span style="font-family: ";color:#000000;";">Permasalahan yang terjadi antara </span><span style="font-family: ";";">PT. TOTAL INDONESIA E&P dan Para Masyarakat Desa Tani Baru Kec. Anggana Kab. Kutai Kertanegara Prop. Kalimantan Timur (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang diakibatkan oleh armada operasional PT. TOTAL INDONESIA E&P yang merusak seluruh bantaran sungai Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali).<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-family: ";";">Tidak adanya respon dari </span><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P dalam menyikapi permintaan Masyarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) untuk meyediakan sarana untuk memajukan produktifitas masyarakat.</span><span style="font-family: ";";"><o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-family: ";";">Undang-undang no 5 TAHUN 1960 (5/1960) tantang PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA </span><span style="font-family: ";";"><o:p></o:p></span></li></ol><span style="font-family: ";";">MENGINGAT<o:p></o:p></span> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-family: ";";">Hasil konsolidasi warga tanggal 20 Agustus 2007 tentang kelanjutan nasib mayarakat </span><span style="font-family: ";color:black;";">Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang <u>+</u> selama 4 tahun mengalami kegagalan panen dan sulitnya mendapatkan sarana pendidikan dan kesehatan.</span><span style="font-family: ";";"><o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-family: ";";">Situasi obyektif buruh tani tambak yang semakin terpuruk dan tidak sejahtera.<span style=""><o:p></o:p></span></span></li></ol><span style="font-family: ";";">MEMUTUSKAN<o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: ";";">Maka kami mayarakat </span><span style="font-family: ";color:black;";">Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang selama ini merasa dan terbukti sangat dirugikan akan kegiatan kendaraan operasional</span><span style="font-family: ";";"> </span><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P, akan terus mendesak PT. TOTAL INDONESIA E&P untuk memberikan semua tuntutan masyarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru hingga diberikannya tuntutan,<br /></span></p><p class="MsoNormal"> </p><ol><li><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya memberikan kompensasi (ganti rugi) yang setimpal atas gagalnya panen yang diakibatkan Speed Boat operasional PT. TOTAL INDONESIA E&P berserta kontraktornya sejak awal jebolnya tambak hingga hari ini.<o:p></o:p></span></li><li><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya mendirikan atau MEMBANGUN PENGHALANG OMBAK PERMANEN diseluruh bantaran sungai dalam teritori Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) untuk menanggulangi kerusakan berikutnya kemudian hari.<o:p></o:p></span></li><li><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya memberikan hak-hak masyarakat sekitar Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) bantuan yang berupa bantuan penambahan bibit, bantuan teknologi terkini pertanian tambak,<span style=""> </span>pembangunan tempat peribadatan, pembangunan sarana pendidikan, dan pembangunan sarana kesehatan yang memadai, berkualitas dan tidak diskriminatif untuk kesejahteraan masyarakat Desa Tani Baru dan sekitarnya<o:p></o:p></span></li><li><span style="font-family: ";color:black;";">PT. TOTAL INDONESIA E&P memerintahkan kepada seluruh armada operasionalnya untuk mengurangi kecepatan saat melewati teritori Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan sekitarnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dikemudian hari.<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: ";color:black;";">Demikian <st1:city st="on"><st1:place st="on">surat</st1:place></st1:city> pernyataan ini kami buat agar dapat diperhatikan dan dilaksanakan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh pihak manapun dikemudian hari dan seluruh pihak dapat melaksanakan aktifitas kesehariaannya tanpa ada pihak manapun yang merasa dirugikan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: ";color:black;";"><o:p></o:p></span>Desa Tani Baru, 26 Agustus 2007</p><p class="MsoNormal">Catatan :</p><p class="MsoNormal">PT. Total Indonesia E&P adalah salah satu kontraktor bagi hasil migas (minyak dan gas bumi) terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Perancis ini juga tercatat sebagai produsen gas terbesar di Indonesia dan memasok sekitar 60% dari kebutuhan kilang LNG Bontang.<br /><br />Sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) BP MIGAS, Total Indonesia E&P memproduksi migas dari lapangan Bekapai, Handil, Tunu dan Peciko yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.</p><p class="MsoNormal">Pada hari Minggu, 26 Agustus 2007 lalu, ratusan anggota Serikat Tani Tambak <span style="font-family: ";";">sebagai jaringan Serikat Tani Nasional di </span><span style="font-family: ";";">Prop. Kalimantan Timur </span>melakukan aksi massa di kantor PT. Total E & P Indonesie dengan menggunakan puluhan speedboat. Dalam aksi tersebut, Serikat Tani Tambak berhasil mendesak untuk diselenggarakannya tuntutan mereka melalui Pemkab Kutai Kertanegara.<br /></p><p class="MsoNormal">Pada awal September 2007, upaya perjuangan Serikat Tani Tambak Ds. Tani Baru <span style="font-family: ";";">Kec. Anggana</span><span style="font-family: ";";"> berhasil mendesak pemerintahan </span><span style="font-family: ";";">Kab. Kutai Kertanegara untuk membentuk tim khusus yang mengkaji konflik ini. Tim tersebut beranggotakan wakil dari pemkab, BP Migas setempat, Serikat Tani Tambak. DPRD dan PT. Total sendiri.</span></p><span style="font-family: ";";">Hingga report ini diturunkan, proses kajian tengah berlangsung di lapangan.</span>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-19451090275939340202009-08-20T14:29:00.000-07:002009-08-20T15:19:45.149-07:00Berita Dari Jawa Tengah<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kepastian di ‘Kukrukan’</span><br /><br /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot-1.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot-2.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot-3.jpg" alt="" /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL87xLPqgFK5Ml-sY-60GMZfWhMq5ab5OjY-26VqwqA-rf6iAZCwP2rDz4AkemyZNOjezgD_VF9ehciVksJOV0kYrNjY-KcA_jRQOFj21X7IQ_bc3FO9QlodHCUE0uCoNdG_24MDhfg2pX/s1600-h/Kukruk.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL87xLPqgFK5Ml-sY-60GMZfWhMq5ab5OjY-26VqwqA-rf6iAZCwP2rDz4AkemyZNOjezgD_VF9ehciVksJOV0kYrNjY-KcA_jRQOFj21X7IQ_bc3FO9QlodHCUE0uCoNdG_24MDhfg2pX/s400/Kukruk.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265349462815356178" border="0" /></a><br /><br />FOTO Sabarno [49] yang tengah mempersiapkan Kukrukan [bahasa jawa = lahan garapan di tanah terlantar]. Topografi yang berbukit menjadikan ia membuat teras miring untuk menahan laju air dan mencegah erosi.<br /><br />-----<br /><br />KALISALAK. Musim hujan telah tiba. Hal ini menjadikan rakyat di negeri ini senantiasa menyiapkan diri untuk mewaspadai datangnya banjir. Namun bagi kaum tani, datangnya hujan adalah saat tepat untuk memasuki musim tanam yang baru.<br /><br />Demikian pula bagi petani penggarap di Dusun Kalisalak Desa Lemah Ireng, Bawen Kabupaten Semarang. Alat bajak sederhana tengah disiapkan berikut bibit padi dan kacang telah disemaikan. “Kami menanam padi dengan cara di-gogo, bukan dalam bentuk sawah,” jelas Sabarno [49]. Gogo adalah cara menanam padi di ladang yang relative kering dan mengandalkan hujan sebagai satu-satunya sumber air “Di sana, di lokasi tersebut sulit menampung air,” tambah aktifis kelompok tani penggarap yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional. Ia mengarahkan telunjuknya untuk menunjuk ke arah utara dusun.. Tampaklah beberapa bukit yang telah dikelola sebagai lahan berladang lengkap dengan teras siringnya.<br /><br />Tanah apakah itu? Mengapa tidak menggarap di tanah yang lebih subur untuk diusahai sebagai sawah?<br /><br />Sabarno menjawab bahwa tanah yang ada di dusunnya hanya seluas 4 ha saja yang sebagian besar adalah tanah kas desa. Hal ini tidak mungkin mencukupi untuk ratusan keluarga petani Dusun Kalisalak. Mengandalkan upah dari bekerja di pabrik ataupun buruh tani sungguhlah tak mencukupi kebutuhan pangan mereka<br /><br />Di lain sisi terdapatlah sejumlah tanah terlantar ang persis berada di sebelah utara pemukiman warga. Tanah tersebut dibawah konsesi Hak Guna Usaha PTPN IX [Persero] Kebun Ngobo yang secara administrative termasuk dalam kawasan Dusun Kalisalak. Secara keseluruhan perusahaan tersebut mengusahakan karet, kopi dan kakao sebagai komoditas utama di atas tanah seluas 2.261.02 hektar.<br /><br />Atas musyawarah seluruh warga, sekitar 41 hektar tanah terlantar tersebut digarap dan diusahai sebagai lahan produktif oleh 88 KK. Masa tanam kali ini adalah tahun kesebelas bagi mereka.<br /><br />Sudah barang tentu pihak pihak PTPN IX bereaksi atas hal ini. Di tahun 1999 terjadi salah satu peristiwa yang mengakibatkan bentrokan antara kelompok tani penggarap yang bergabung dalam Serikat Tani Nasinal dan PTPN IX. Hal ini berujung pada perundingan yang menghasilkan kesepakatan pengakuan sementara keberadaan para penggarap oleh PTPN IX dan kalangan pemerintahan desa.<br /><br />“Saya katakan sementara karena pada saat perundingan belumlah cukup kuat dari segi hukum,” terang Magiyanto [39], mantan aktifis kelompok tani penggarap yang kini menjabat sebagai Kepala Dusun Kalisalak. Kesepakatan yang masih bersifat informal belumlah dapat menjamin pengakuan yang sungguh-sungguh dari semua pihak. Oleh karenanya perjuangan legal untuk mendapatkan hak garap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 harus terus dilakukan, tambahnya.<br /><br />Sengketa antara masyarakat dan PTPN IX juga meluas pada pemanfaatan mboso, limbah karet yang masih bernilai ekonomi. Hal ini berujung pada penangkapan dua warga pada April lalu yang disajikan dalam artikel Dua Petani pencuri ‘Mbosa’ Akhirnya Divonis 2,5 Bulan.<br /><br />Musim hujan memang sudah pasti tiba. Namun kejelasan atas hak atas tanah petani penggarap tanah terlantar Dusun Kalisalak harus sunantiasa diperjuangkan untuk menjamin penghidupan bagi mereka.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Forum Mediasi BPN Jateng Yang Berat Sebelah</span><br /><br /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot-4.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOKUME%7E1/user/LOKALE%7E1/Temp/moz-screenshot-5.jpg" alt="" /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUYtSxv0gpO8he_wDO40Osw5wtVZDr6dpzwTLauJOZwnIjmx6v-ZS2x7ywOgTxRhkME-mT8j3-dUcRJJFPoIu0Z_OwuWOGfQevlWGzbOwm5KXreCzxg5bEmLuEN_iiqrRS5_eWnu2u55YL/s1600-h/Mbah+Muhadi.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUYtSxv0gpO8he_wDO40Osw5wtVZDr6dpzwTLauJOZwnIjmx6v-ZS2x7ywOgTxRhkME-mT8j3-dUcRJJFPoIu0Z_OwuWOGfQevlWGzbOwm5KXreCzxg5bEmLuEN_iiqrRS5_eWnu2u55YL/s400/Mbah+Muhadi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5251170250057084130" border="0" /></a><br /><br /><br />FOTO Mbah Muhadi tengah bersiap menuju ladang di pagi hari. Ia adalah salah seorang petani penggarap tanah terlantar PT. Rumpun Sari Medini afdeling Kaligintung yang terletak di Desa Kemitir Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.<br /><br />-----<br /><br />SUMOWONO, SEMARANG. STN. Adalah Mbah Muhadi [71]. Jika hari menjelang pagi, ia telah bersiap-siap ke ladang dengan membawa pikulan berikut keranjang di kedua sisinya. Meskipun usianya tak lagi muda, ketangkasan dan kegigihan masih nampak di tubuh kecilnya. “Saya dulu ikut jadi pejuang rakyat,” jelasnya. Ia dan kawan-kawannya ada masa 1950-an dikenal sebagai aktifis pimpinan ranting salah satu organisasi pemuda militant. “Kami pernah ikut digerakkan untuk membangun GOR Senayan. Semua kami lakukan dengan sukarela dan senang hati,” ujarnya.<br /><br />Hingga hari ini, Mbah Muhadi dan para petani Desa Kemitir Kec. Sumowono Kab. Semarang, Jawa Tengah tengah berjuang memperoleh kepastian hak atas tanah. Sejak sebelas tahun yang lalu, mereka menduduki dan memproduksi tanah di sebagian areal PT. Rumpun Sari Medini afdeling Kaligintung [RSM] yang terlantar. Dari 148 Ha konsesi usaha yang dimiliki kebun, tak lebih dari 15 hektar saja yang telah ditanami teh sejak ia beroperasi 1997 yang lalu. “Kami harus menggarap tanah tersebut untuk bertahan hidup. Empat hektar tanah Desa Kemitir tidak mungkin cukup menghidupi kami dan ratusan kepala keluarga lainnya,” terangnya.<br /><br />Pertemuan Tiga Pihak<br /><br />Kamis, 21 Agustus 2008, Mbah Muhadi dan para petani berunding dengan jajaran pimpinan PT. RSM dengan dijembatani oleh Kanwil BPN Jateng. Pertemuan yang diselenggarakan di kantor Camat Sumowono adalah usaha pertama perundingan tiga pihak untuk menemukan jalan keluar konflik.<br /><br />Darmanto selaku kepala bidang sengketa pertanahan dan konflik agraria Kanwil BPN Jateng memimpin jalannya pertemuan. Hadir pula dalam kesempatan tersebut adalah Camat Sumowono, kepala desa Kemitir, direktur PT. RSM, kepala kantor pertanahan Kab. Temanggung serta jajaran pimpinan kantor pertanahan Kab. Semarang dan para petani.<br /><br />Para petani mengemukakan tiga hal berkait dengan tuntutan mereka, yakni [1] petani berhak bebas menentukan jenis tanaman di kawasan garapan tanah terlantar PT. RSM; [2] pihak PT. RSM tidak diperkenankan menggangu tanaman milik petani; [3] Pihak BPN harus memproses sesuai ketentuan Undang Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 tentang penelantaran tanah dalam areal hak guna usaha [HGU].<br /><br />Keinginan tersebut diperkuat oleh aspirasi Kepala Desa Kemitir Kec. Sumowono Kab. Semarang. Beliau menyatakan bahwa warganya, yang sebagian besar adalah anggota Serikat Tani Nasional ‘Setyo Manunggal’, diperkenankan terus menggarap tanah terlantar PT. RSM dan meminta BPN untuk meninjau ulang HGU PT. RSM dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat di wilayah ini.<br /><br />Namun PT. RSM bersikeras bahwa areal tersebut adalah kewenangannya berdasarkan HGU yang ada. Oleh karena itu, para petani penggarap harus bekerja sama dengan PT. RSM apabila tetap ingin menggarap di areal tersebut. “Bahkan Undang Undang Perkebunan No. 18 Tahun 2004 melarang siapa saja masuk dan menggarap di areal perkebunan. Barang siapa yang melanggar pasti dipidanakan,” ancam Tjuk Sugiarto, Direktur PT. RSM yang baru setahun menjabat kedudukannya.<br /><br />Darmanto menyatakan bahwa PT. RSM telah mengakomodasi keinginan para petani untuk tetap dapat menggarap. “Ini hal yang positif” tandasnya. Oleh karena itu, ia dan jajaran yang hadir berpendapat agar petani menerima saja tawaran kerjasama dengan pihak PT. RSM. “Karena HGU PT. RSM masih berlaku,” terangnya. Sambil berkata demikian, Darmanto menydorkan surat perjanjian kerjasama dari PT. RSM agar segera ditandatangani para petani.<br /><br />Kontan saja Mbah Muhadi dan para petani menolaknya. Apa pasal? Pertama, surat perjanjian tersebut secara sepihak disusun oleh PT. RSM dan mengabaikan keterlibatan petani. Kedua, keinginan PT. RSM dan tuntuan petani tidak bertemu secara substansi. Ketiga, BPN dinilai mengabaikan penilaian atas tanah terlantar yang menjadi objek konflik pertanahan dan cenderung memihak pada PT. RSM. Keempat, pengalaman pahit para penggarap bekerjasama dengan PT. RSM di masa lalu. Yang justru berbentuk pungutan-pungutan bagi hasil tanaman petani maupun mobilisasi para penggarap menjadi pemetik teh dengan upah yang sangat rendah.<br /><br />Dengan demikian pertemua tiga pihak tidak menghasilkan perubahan yang membela Mbah Muhadi dan kawan-kawan. Apakah parapetani akan menunggu hingga HGU PT. RSM habis di tahun 2018? “Sejak sekarang kami tetap mempertahankan tanah yang telah digarap sambil mencari cara lain dalam perjuangan”, tegas Mbah Muhadi.<br /><br />Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional manambahkan bahwa kanwil BPN Jateng dan Tim Penilai Tanah Terlantar patut menyampaikan temuan mereka kpeada para petani berkenaan dengan hasil penyelidikan 2006 yang lalu. "Jika terbukti ditemukan sejumlah bagian areal perkebunan yang ditelantarkan sejak PT. RSM menerima HGU tahun 1997 yang lalu, maka berdasar pasal 34 UUPA No. 5 1960 menyebutkan bahwa HGU hapus salah satunya karena ditelantarkan," tambahnya. Dan negara patut memberikan hak garap kepada petani tersebut.<br /><br />Asal usul Konflik<br /><br />Afdelling Kaligintung sejak zaman Belanda memang lokasi perkebunan dan bukan tanah rakyat. Takkala terjadi nasionalisasi atas asset bekas Belanda di masa presiden Soekarno pada masa 1950-an, kebun tersebut menjadi salah satu sasarannya. Dan kepengurusannya di serahkan pada tentara setempat, yang dikemudian hari dikenal sebagai Kodam IV Diponegoro. Selain kebun di afdelling Kaligintung yang secara administrative terletak di batas antara Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung, PT. RSM juga memiliki kebun di afdeling Medini Kab. Kendal.<br /><br />“Kami menghimpun para petani penggarap tanah perkebunan PT. RSM dalam kelompok tani dan bergabung dengan Serikat Tani Nasional sejak tahun 2005,” urai Suryono [39], ketua kelompok tani penggarap Setyo Manunggal. Kelompok tani tersebut telah mennyelenggrakan serangkaian perjuangan massa dengan mobilisasi aksi mendesak pada pihak-pihak terkait.<br /><br />Dan pada pertengahan 2006, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah [Kanwil BPN Jateng] menyelenggarakan peninjauan lapangan. Bersama jajaran kantor pertanahan Kabupaten Semarang dan Kab Temanggung, Kanwil BPN Jateng membentuk Tim Penilai Tanah Terlantar yang bertujuan menginventarisasi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh perkebunan. Tim tersebut menilai telah terjadi penelantaran tanah dan memberikan teguran pertama kepada PT. RSM, Teguran tersebut diberikan jangka waktu 18 bulan dan akan dinilai kembali pada Januari 2008.<br /><br />Menganggapi teguran Kanwil BPN Jateng, pada semester kedua tahun 2007, PT RSK mulai melakukan perluasan tanaman teh seluas 4 ha. Perluasan tanam inilah yang menuai protes petani penggarap. “Bagaimana tidak protes kalau teh ditanam di sela-sela tanaman jagung milik kami?” kata Suryono dengan nada tajam.<br /><br />Selasa, 04 Desember 2007 yang lalu, ratusan anggota kelompok tani kembali menyelenggarakan perjuangan massa dan menggerakkan anggota ke kantor pertanahan Kab. Semarang. Harian Suara Merdeka memuat liputannya dengan judul 'Ratusan Petani Geruduk Kantor BPN'.<br /><br />Salah satu hasil aksi tersebut adalah upaya BPN untuk mengedepankan mediasi antara petani penggarap dan PT. RSM. Hal tersebut baru terlaksana Kamis, 21 Agustus 2008 yang lalu.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Dua Petani Pencuri 'Mbosa' Akhirnya Divonis 2,5 Bulan</span><br /><br />BAWEN, STN. Setelah mengalami sekali persidangan di PN Kabupaten Semarang, Senin [09/06] Tuwolo [30-an] dan Budi [25] divonis bersalah dan dijatuhi hukuman selama 2,5 bulan potong masa tahanan. Keduanya adalah anggota kelompok tani yang menginduk pada Serikat Tani Nasional [STN] di Dusun Kalisalak Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.<br /><br />"Yang pasti mereka akan menghirup udara bebas pada hari Minggu 06 Juli 2008," jelas Sungkowo, anggota polisi dari Polsek Tengaran Kabupaten Semarang yang memantau jalannya persidangan.<br /><br />Tanggapan Komnas HAM<br /><br />Komisoner Komnas HAM dari Sub komisi Pemantauan, Johny Nelson Simanjuntak, mengemukakan simpatinya atas hal ini. Melalui email ia menyatakan bahwa Komnas HAM beritikad untuk mengambil tindakan yang merupakan wewenang Komnas HAM. Semisal melihat ke lapangan, memanggil PTPN yang bersangkutan atau tindakan lain yang mungkin dilakukan. "Saya berharap bahwa kerjasama yang sedang dan akan dibangun memberi manfaat maksimal untuk petani," tulisnya diakhir email yang dikirimkan kepada STN.<br /><br />Donny Pradana WR dari KPP STN mengemukakan rencana penyelenggaraan dialog terbuka atas kasus mboso yang melibatkan para pihak, termasuk Komnas HAM. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya awal kampanye massa tentang hak memungut mbosa sebagai jalan keluar jangka pendek untuk mengatasi krisis kehidupan akibat kenaikan harga BBM.<br /><br />Baca juga artikel sebelumnya yang berjudul Mengumpulkan 'Mbosa' Karena Miskin<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Mengumpulkan 'Mbosa' Karena Miskin</span><br /><br />BAWEN. STN. "Ada dua orang warga sini yang ditangkap mandor kebun sekitar tanggal 20-an bulan April lalu. Saat ini mereka mendekam di tahanan Polsek Bawen. Pihak PTPN menuduh mereka mencuri 10 Kg mbosa seharga Rp. 10.000,-. Sungguh Keterlaluan!," geram Mbah Mangun [70] seorang anggota kelompok tani setempat yang tergabung dalam Serikat Tani nasional.<br /><br />Mbosa adalah sisa tetes getah karet. Mengumpulkan mbosa adalah pekerjaan yang sama pentingnya dengan bertani bagi kalangan petani miskin dan buruh tani di sekitar perkebunan karet PTPN XIII. Perusahaan perkebunan tersebut memiliki kurang lebih 470 Ha areal tanaman karet yang terhampar di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.<br /><br />Dua orang yang ditangkap adalah warga Dusun kalisalak Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mereka adalah Tuwolo [30-an] yang telah berkeluarga dengan satu orang anak dan Budi [25] yang kebetulan masih melajang. Keduanya juga anggota kelompok tani yang dianggotai Mbah Mangun.<br /><br />Hingga saat ini, keduanya dititipkan dalam tahanan Polsek Bawen oleh pihak kejaksaan setempat. Sementara dalam bulan ini akan diselenggarakan persidangan tanpa adanya pembelaan hukum yang berarti.<br /><br />Tentu saja hal ini membuat Mbah Mangun pantas geram. Bagaimana ia tidak geram?<br /><br />Pertama, mbosa tak lebih dari getah karet yang jatuh ke tanah. Setelah bercampur dengan tanah, gerah karet tersebut tak lagi berwarna putih susu dengan bau menyengat seperti telur busuk. Jadi, mbosa lebih tepat disebut limbah/sampah dari pada sebagai getah karet.<br /><br />Kedua, terlambatnya informasi penangkapan Tuwolo dan Budi yang diterima oleh kelompok tanimengakibatkan tidak tertanganinya pembelaan hukum yang memadai bagi keduanya.<br /><br />Kemiskinan<br /><br />Sejak bergulirnya reformasi 1998 yang lalu, anggota kolompok tani dan masyarakat Dusun Kalisalak dengan gagah berani telah menggarap 41 Ha tanah terlantar di areal PTPN XIII. Namun pendapatan yang dihasilkan dari usaha bertani di atas tanah tersebut hanya mencukupi untuk keperluan makan sehari-hari.<br /><br />"Bagaimana dengan biaya sekolah anak dan kebutuhan lain di luar makan? Apalagi kini harga-harga sembako makin mahal setelah BBM dinaikkan oleh pemerintah SBY-JK. Maka kita harus bisa bertahan hidup dari apa yang didapat si sekitar kebun karet", jelas Barno [35] aktifis Serikat Tani Nasional yang memimpin kelompok tani Dusun Kalisalak.<br /><br />Diduga kuat pihak mandor dan sinder perkebunan memang sengaja mengumpulkan dan menjual mbosa ke kalangan penadah untuk mendapatkan sekedar uang tambahan. Mereka merasa tersaingi dengan keberadaan warga miskin yang juga turut mengumpulkan mbosa.<br /><br />Keadaan serupa juga terjadi Desa Sedandang Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, sebagaimana tersaji dalam artikel Kompas, Rabu 09 April 2008 yang lalu berjudul Kemiskinan; Mengais Sisa-sisa Tetes Getah Karet.<br /><br />Dengan demikian kesejahteraan warga di sekitar perkebunan patut menjadi perhatian penting oleh negara. Sekiranya, Program Pembaruan Agraria Nasional yang hendak dicanangkan oleh pemerintahan SBY-JK harus diletakkan sebagai sebuah kerangka untuk memberikan pengakuan atas 41 Ha areal terlantar PTPN XIII yang digarap kaum tani dan pemberian hak memungut mbosa sebagai jalan keluar jangka pendek untuk mengatasi krisis kehidupan akibat kenaikan harga BBM.<br /><br />"Apabila hal tersbut tidak dijalankan maka PPAN bukanlah reforma agraria sejati," tandas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Di Magelang, Tuntut Pendidikan Gratis; Mahasiswa Temanggung Tolak Kenaikan Harga BBM</span><br /><br />http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=164325&actmenu=35<br /><br />23/05/2008 14:44:43 TEMANGGUNG (KR) - Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Temanggung Peduli Rakyat (AMTPR), Kamis (22/5), menggelar demonstrasi untuk menolak rencana kenaikkan harga BBM di Gedung DPRD Temanggung.<br /><br />Sedangkan di Magelang, ratusan massa dari perwakilan organisasi kemasyarakatan dan partai politik berunjuk rasa di depan Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Magelang, menuntut pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin.<br /><br />Demonstrasi mahasiswa di Temanggung dikawal ketat aparat kepolisian. Mereka antara lain menyatakan SBY-JK telah membohongi rakyat dan memikulkan beban berat pada rakyat. Sebab dengan kenaikan BBM, beban rakyat akan semakin berat dengan melejitnya sembako.<br />Sementara BLT yang akan digulirkan bukanlah suatu solusi. “Kebijakan BLT hanya bikin rakyat malas, BLT tidak strategis dan tidak solutif,” kata Aska, koordinator aksi.<br /><br />Di Magelang peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, Kamis (22/5) dilakukan ratusan massa yang terdiri dari perwakilan Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Serikat Tani Nasional (STN) dan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) dengan berunjuk rasa ke Kantor Setda Kabupaten Magelang.<br /><br />Unjuk rasa diawali dengan berjalan kaki dari Lapangan drh Soepardi menuju kompleks Setda. Perwakilan pengunjuk rasa akhirnya ditemui oleh sejumlah pejabat dari dinas dan instansi terkait dan anggota DPRD setempat. Kepala Kesbanglinmas Kabupaten Magelang Drs Edy Susanto berjanji akan meneruskan aspirasi tersebut.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ijazah Ambar Dipersoalkan Lagi</span><br /><br /><br /><br />SEMARANG & SEKITARNYA<br /><br />29 Mei 2008<br /><br />SEMARANG- Serikat Tani Nasional (STN) dan Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) mendesak Polda dan Kejati Jateng untuk menindaklanjuti laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Wakil Bupati Siti Ambar Fathonah. Sebab, perbuatan Wakil Bupati tersebut dinilai sebagai pembohongan kepada masyarakat. Koordinator STN Imam Budi Sanyoto mengatakan, surat permohonan klarifikasi ijazah sudah dilayangkan ke Polda dan Kejati Jateng, 10 Mei lalu.<br /><br />Kemarin dua ormas tersebut mendatangi lagi kantor lembaga penegak hukum itu untuk menanyakan kelanjutan pemprosesan surat permohonan. ’’Kami hanya meminta klarifikasi soal ijazah yang digunakan Wakil Bupati saat pencalonan tahun 2005,’’ katanya saat mendatangi kantor Biro Kota Suara Merdeka Jl Pandanaran 30, Rabu (28/5).<br /><br />Diakuinya, persoalan tersebut pernah mencuat pada 2005 saat Ambar maju sebagai cawabup berpasangan dengan Bambang Guritno dalam pemilihan bupati Kabupaten Semarang.<br /><br />Meski masalah itu sudah dilaporkan, realitanya pasangan tersebut menang dan berhasil memimpin kabupaten. Dalam perkembangan kini, Bupati Semarang Bambang Guritno dinonaktifkan, karena sedang mengikuti proses persidangan tindak pidana korupsi dana pengadaan buku SD/MI sebesar Rp 3,36 miliar.<br /><br />Putusan Pengadilan<br /><br />STN dan FKI-1 Jateng berupaya membuka kembali keabsahan ijazah Ambar. Mereka beralasan selama ini Ambar menggunakan surat keterangan lulus dari Ponpes Pabelan Kabupaten Magelang.<br /><br />’’Apabila memang surat keterangan tersebut sah, kami menginginkan putusan pengadilan yang menyatakan sah berdasarkan peraturan undang-undang, termasuk ijazah SD yang disebut hilang,’’ tambah Koordinator FKI-1 Jateng Eko Hasri Ristyawan.<br /><br />Dia meminta ada proses hukum apabila ternyata ada pembohongan publik terhadap penggunaan ijazah itu. Dalam pengajuan permohonan itu, Imam juga menyertakan surat-surat yang menguatkan dugaan tersebut.<br /><br />Di antaranya, fotokopi surat Depdiknas tentang hasil penilaian Kulliyatul/Tarbiyatul Muallimin Al Isl/amiyah (KMI/TMI) Ponpes tertanggal 28 Januari 2005, fotokopi Keputusan Mendiknas tentang Pengakuan KMI/TMI ponpes setara dengan SMA, fotokopi Surat Keterangan Kelulusan Siti Ambar Fathonah No 321’/BP/PP/’77 tanggal 12 Desember 1977, fotokopi Surat Depdiknas tentang STTB atas nama Siti Ambar Fathonah tanggal 21 Juli 2005 telah dilegalisasi, fotokopi Piagam Madrasah Depag No WK/5.C/22/Agm ITS/1991, serta fotokopi Surat Keterangan No 045.2/V/2005 tentang surat keterangan kehilangan barang dari SD Negeri Pringapus 03.<br /><br />Sementara itu, Wakil Bupati Semarang Hj Siti Ambar Fathonah mengatakan, pihaknya sudah mengantongi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan penolakan terhadap kasasi Miftahudin, selaku calon Bupati Semarang yang dikalahkan pasangan Bambang Guritno (BG)-Ambar, pada Pemilihan Bupati Juli 2005. ’’Pada intinya tidak ada masalah dengan ijazah saya. Saya selama ini diam dan tidak mau berpolemik. Ini demi kondusivitas daerah,’’ tutur Ambar, kemarin.<br /><br />Dengan adanya kelompok-kelompok yang tidak puas tersebut, ia tidak terlalu mempermasalahkan. ’’Saya hanya berdoa agar mereka diberi petunjuk dan kesadaran oleh Allah. Saya hanya berpikir bagaimana sekarang lebih memajukan Kabupaten Semarang,’’ tegas dia yang pada saatnya nanti akan menunjukkan keputusan MA tersebut, karena sore kemarin dalam perjalanan dinas ke Jakarta. (H22,H14-37)<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Warga Ngancar Mengadu ke Wakil Bupati Minta Bagian Tanah Sengketa</span><br /><br /><br /><br />Sabtu, 19 Januari 2008 SEMARANG<br /><br />UNGARAN - Warga RT 02 dan 03/ RW III, Lingkungan Ngancar, Kelurahan/ Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, kemarin mengadu Wakil Bupati (Wabup) Hj Siti Ambar Fathonah. Hal ini terkait sengketa tanah seluas empat hektare yang berada di pinggir Jl Bawen-Tuntang atau tidak jauh dari Terminal Bawen.<br /><br />Di lahan yang terlantar tersebut, 33 orang menggantungkan hidupnya dengan menanam palawija. Warga kaget dengan terbitnya sertifikat hak milik (HM) atas nama Sisilia Sudiati dan Yohanes Sujono. Saat ini mereka meminta bagian tanah sengketa tersebut.<br /><br />Imam Budi Sanyoto (61) juru bicara warga mengatakan, tanah tersebut sudah digarap sejak 1955. ''Tapi anehnya pada 2005 terbit sertifikat hak milik. Dan yang membuat kami gelisah, pada awal September 2007 lahan dibuldozer tanpa musyawarah,'' kata Imam, Jumat (18/ 1) di ruang tamu bupati.<br /><br />Warga yang didampingi Camat Bawen Jati Trimulyanto menjelaskan, dari 33 penggarap, ada 11 orang yang hanya diberi uang masing-masing Rp 1,5 juta. Sedang 22 orang menolak karena tanah tersebut lebih berharga dari uang yang ditawarkan.<br /><br />Menurut informasi, lahan sengketa akan digunakan untuk pabrik rokok. Kalau warga diberi kompensasi pekerjaan? ''Ya kalau digaji dengan layak dan mendapat ganti untung, kami bersedia,'' ucap Imam.<br /><br />Saat ini para penggarap mencari pekerjaan seadanya. Ada yang menjadi kuli batu dan berjualan di terminal.<br /><br />Hana Jumini (40) sudah sepuluh tahun menggarap lahan kosong itu. Saat ini, dia yang memiliki sembilan anak, kebingungan mencari uang.<br /><br />''Dulu kami menanam jagung, kedelai, kacang tanah, dan lain-lain. Paling sedikit ya Rp 400 ribu per bulan bisa kami dapat,'' terang wanita yang sambil menggendong anak bungsunya, kemarin. Hana masih memiliki tanggungan empat anak sekolah di SD.<br /><br />Mempertemukan Pemilik<br /><br />Wabup Siti Ambar Fathonah dalam pertemuan itu mengatakan akan berusaha mempertemukan pemilik tanah dengan para warga. ''Karena mereka memiliki bukti sertifikat, kami harus mempertemukan warga dengan yang mengaku sebagai pemilik,'' tutur Wabup kemarin.<br /><br />Kasi Sengketa Konflik dan Perkara BPN Kabupaten Semarang Bintarwan yang hadir menjelaskan, kepemilikan tanah sesuai prosedur dan ada perpanjangan sejak 1977. ''Kalau ada gugatan warga dan ternyata dimenangkan warga, sertifikat bisa gugur. Sampai sekarang HM atas nama Sisilia Sudiati dan HGB Yohanes Sujono secara legal formal sah.''<br /><br />Muh Nur perwakilan LHB Semarang saat mendampingi warga di DPRD beberapa waktu lalu menegaskan, tanah yang berstatus HGB dan selama puluhan tahun tidak dimanfaatkan maka statusnya terlantar. Nur juga mempertanyakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat yang kurang teliti.<br /><br />''Mestinya HGB menjadi HM harus ada beberapa syarat, seperti bukti IMB dan SPPT PBB. Anehnya SPPT PBB bukan atas nama pemilik tanah tapi warga penggarap,'' tandas Nur. Menurutnya berdasar PP 36/ 1999, tanah terlantar boleh digarap siapapun. Tanah tersebut bisa dikuasai warga. (H14-16)<br /><br />Catatan :<br /><br />Warga Ngancar tersebut berhimpun dalam Komite Persiapan Desa Bawen Kab. Semarang Propo. Jawa Tengah. Mereka bersama-sama dengan Front Perjuangan Pemuda Indonesia Kota Salatiga dan Serikat Paguyuban Petani Qoriah Thoyibah mendirikan aliansi Sekretariat Bersama Pemuda dan Petani Kab. Semarang untuk memajukan perjuangan-perjuangan rakyat. Aliansi ini juga didukung LBH Semarang dalam segi-segi hukumnya.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ratusan Petani geruduk Kantor BPN</span><br /><br /><br />Rabu, 05 Desember 2007 SEMARANG<br /><br />UNGARAN - Ratusan petani Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Selasa (4/ 12). Mereka yang mengatasnamakan Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Nasional ''Setyo Manunggal'' Desa Kemitir mengajukan sejumlah tuntutan soal sengketa kebun Kaligintung. Kawasan Kaligintung ini terhampar di dua wilayah perbatasan antara Kabupaten Semarang dan Temanggung.<br /><br />''Kami meminta pencabutan hak guna usaha (HGU) PT RSM/ kebun Kaligintung sebagai wujud pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya,'' kata Suryono, salah satu tokoh serikat tani, kemarin.<br /><br />Para pengunjuk rasa juga secara tegas menolak surat penghentian penggarapan lahan yang diterbitkan PT RSM kepada para petani penggarap, yang membuka lahan di atas tanah sengketa. Sekitar dua ratus orang pendemo tersebut meminta pendistribusian tanah yang disengketakan kepada para petani penggarap, secepatnya.<br /><br />Asyari warga Ngoho, Kemitir, mengatakan selama ini dia mengalami penderitaan karena merasa ditindas oleh sekelompok orang tertentu. ''Saya berharap persoalan PT RSM sebagai pemegang HGU ini harus segera diselesaikan,'' tegasnya. Dikatakan warga lainnya, di saat para petani penggarap menanam jagung, lahan tersebut ditanami teh oleh perusahaan itu.<br /><br />Dalam selebaran tuntutan yang dibawa para petani disebutkan, pada 25 Januari 2006 ratusan petani berbondong-bondong ke kantor Gubernur Jateng dengan tuntutan tentang konflik agraria antara petani dengan PT RSM. Sudah hampir dua tahun berlalu, belum ada proses yang signifikan hingga munculnya isu tentang rencana Perpres tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).<br /><br />Melarang Petani<br /><br />Keresahan petani penggarap bertambah, karena pada 13 September 2007 muncul surat dari PT RSM yang isinya melarang petani menggarap lahan sengketa di kawasan Kaligintung. Keresahan petani tersebut cukup beralasan karena saat ini musim tanam telah tiba.<br /><br />''Kami resah karena ragu-ragu mau menanam. Padahal kami menggantungkan hidup di lahan tersebut,'' ucap seorang petani Darno.<br /><br />Mereka juga mendapat informasi bahwa pihak perkebunan mendapat kesempatan kedua dari pemerintah dalam hal ini BPN untuk melakukan rehabilitasi penelantaran lahan selama dua tahun terhitung sejak 2007. Hal ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan, karena petani yang lebih produktif justru diabaikan pemerintah.<br /><br />Dwi Purnomo SH Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kabupaten Semarang kepada wartawan menjelaskan, pihaknya akan memfasilitasi masalah ini. Sebab menurutnya yang berwenang menyelesaikan persoalan ini adalah Kanwil BPN Jateng, sebab lahan tersebut melibatkan dua wilayah, Kabupaten Semarang dan Temanggung.<br /><br />''Unsur mediasi akan dikedepankan. Kami berharap sama-sama ikhtiar untuk mediasi yang difasilitasi Kanwil agar lebih terfokus,'' ucap Dwi yang menerima perwakilan petani penggarap.<br /><br />Pihaknya, mengaku belum mengetahui secara detil persoalan ini sehingga terkesan bingung. BPN setempat kemarin membuat laporan ke Kanwil BPN Jateng tentang permasalahan ini. (H14-16)<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Resolusi Petani Di Hari Pangan Nasional</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwHWvy59P8-gk83xaVVksd0YZYVCNF0n9bpY2FbPB76m8Ci0ulvJLP4zcSxVzTMMrCC3EXucTVry7BJ9rSHabN8SF9FyMe3gTl5vrHx94Mk0z8DY6OVWbNLr7c8s9nzJBPQn2ftGbgk_R5/s1600-h/SSA40139.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwHWvy59P8-gk83xaVVksd0YZYVCNF0n9bpY2FbPB76m8Ci0ulvJLP4zcSxVzTMMrCC3EXucTVry7BJ9rSHabN8SF9FyMe3gTl5vrHx94Mk0z8DY6OVWbNLr7c8s9nzJBPQn2ftGbgk_R5/s400/SSA40139.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5119641211660030210" border="0" /></a><br />http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2007/10/05/brk,20071005-109073,id.html<br /><br />Jum'at, 05 Oktober 2007 | 08:25 WIB<br /><br />TEMPO Interaktif, Klaten:Menyambut Hari Pangan Nasional, Forum Petani Klaten (FPKP mengeluarkan resolusi yang ditujukan kepada pemerintah setempat. Mereka menuntut agar Pemerintah Kabupaten Klaten membuat peraturan daerah yang menatur mengenai pertanian berbasis organik. Peraturan tersebut bertujuan melindungi petani dan konsumen.<br /><br />"Pemerintah sudah seharusnya mengembangkan pertanian organik, sejak prosus produksi hingga distribusinya harus dalam perlindungan," kata Bismo Prasetyo, Koordinator FPK dalam Resolusi Petani Klaten, Jumat.<br /><br />Menurut FPK, resolusi untuk kembali ke pertanian berbasis organik sangat penting mengingat kerusakan ekosistem akibat pertanian kimiawi yang sudah secara langsung mengancam kehidupan petani. Mengutip hasil penelitian Dinas Kesehatan Magelang akibat penggunaan pestisida kesehatan para darah petani sayur di daerah tersebut mayoritas sudah tercemar pestisida. "Hari Pangan harus dijadikan momentum untuk kembali ke pertanian organik," tegasnya.<br /><br />FPK menyatakan pertanian organik bukan saja tuntutan kebutuhan konsumen tetapi juga menjadi kepentingan petani. Pertanian organik kata Bismo, menjadi dasar bagi perwujudan kemandirian petani dan mengurangi ketergantungan dari pihak luar.<br /><br />"Bertolak belakang dengan pertanian kimiawi dan transgenik yang dikendalikan secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya karena sebagai hasil kebijakan neo-liberalisme," kata Bismo.<br /><br />Keberlangsungan Klaten sebagai lumbung pangan di Jawa Tengah, ia melanjutkan, mulai terancam. Daerah ini memiliki luas lahan pertanian sekitar 24.494 hektare. Tetapi produktifitasnya hanya mencapai 26.776 ton beras.<br /><br />Bismo membandingkan dengan Kabupaten Sragen yang sejak enam tahun terakhir ini mengembangkan pertanian organik. Dengan lahan pertanian yang lebih sempit, namun mampu menghasilkan 24.122,00 ton beras. "Pertanian organik mampu kesuburan tanahnya sebaliknya pertanian kimiawi merusak kesuburan tanah," kata dia. Imron Rosyid<br /><br />Catatan :<br /><br />Forum Petani Klaten adalah salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi Jawa Tengah. Organisasi tersebut berkembang dalam perjuangan hak atas air antara petani dengan perusahaan air minum dalam kemasan Aqua dan pembelaan korban gempa bumi 2006 yang lalu.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Klaten Agar Kembali Jadi Lumbung, Produktivitas Lahan Menurun</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwUsWmCAom3_Hzz9cpR_3c4IVr7jTyC9hm4vIo013PegSPgNP2RrRqIe4sCfeCSVz8m0xwLo_0noBA96_auRuRvCPb2qvQiZmFDgeMUIhu0bze58xbJVULml1SlEkMfTING6rTvL_z6fJH/s1600-h/686392796l.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwUsWmCAom3_Hzz9cpR_3c4IVr7jTyC9hm4vIo013PegSPgNP2RrRqIe4sCfeCSVz8m0xwLo_0noBA96_auRuRvCPb2qvQiZmFDgeMUIhu0bze58xbJVULml1SlEkMfTING6rTvL_z6fJH/s400/686392796l.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5119350893345657074" border="0" /></a><br /><br />http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/08/jateng/61003.htm<br /><br />Jawa Tengah<br />Senin, 08 Oktober 2007<br /><br />KLATEN, KOMPAS - Menyambut Hari Pangan 16 Oktober 2007, sejumlah petani di Kabupaten Klaten yang tergabung dalam Forum Petani Klaten atau FPK mengeluarkan resolusi. Dalam resolusi ini FPK meminta Pemerintah Kabupaten Klaten agar peduli dengan kondisi pertanian dan mengembalikan Klaten sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Selain menjalankan konsep pertanian berkelanjutan dengan menerapkan konsep pertanian organis, pemerintah seharusnya melarang peredaran tanaman transgenik yang nyata-nyata membahayakan kesehatan.<br /><br />Selain mengembalikan Klaten sebagai lumbung padi, konsep pertanian berkelanjutan dinilai petani sebagai jalan keluar untuk meningkatkan kesejahteraan petani, melindungi petani, dan melindungi konsumen. Menurut Koordinator FPK Bismo Prasetyo, Minggu (7/10), Resolusi FPK yang telah disampaikan kepada Pemkab Klaten Jumat pekan lalu berangkat dari keprihatinan terhadap perkembangan kondisi pertanian di Klaten. Menurun Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tingkat produktivitas pertanian di Klaten menurun tajam.<br /><br />Penurunan produktivitas petani di Klaten disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya, penurunan areal sawah karena tingkat kesuburan tanah yang mulai berkurang, kondisi tanah yang mulai tidak bersahabat akibat banyaknya pemakaian produk kimia, dan jumlah air yang mulai berkurang. "Penggunaan pupuk kimia saat ini sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Selain membahayakan kaum petani, juga membahayakan konsumen," ujar Bismo. Berbasis organik Oleh karena itu, melalui Resolusi FPK, Pemkab Klaten dan dinas-dinas terkait didesak agar melakukan berbagai langkah, yakni melarang produk transgenik beredar di Klaten, mengembangkan pertanian berbasis organis, melindungi petani dan konsumen dengan membuat peraturan daerah untuk mengatur pertanian berbasis organis mulai dari proses produksi, penyediaan benih, penyediaan pupuk, sampai proses distribusi hasil pertanian.<br /><br />Selain itu, pemerintah harus mengontrol eksploitasi sumber daya air dengan cara menasionalisasi perusahaan asing yang mengelola sumber daya air sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. "Semoga momentum Hari Pangan Nasional ini mampu memberi semangat kepada kita untuk mengembalikan citra Kabupaten Klaten sebagai lumbung padi Jateng plus yang menyejahterakan kaum petani di Klaten," kata Bismo. Selama ini Klaten dikenal sebagai daerah yang subur. Kondisi ini menyebabkan Klaten menjadi penghasil padi dengan kualitas paling bagus di Jawa Tengah. (SON).<br /><br />Catatan :<br /><br />Forum Petani Klaten adalah salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Propinsi Jawa Tengah. Organisasi tersebut berkembang dalam perjuangan hak atas air antara petani dengan perusahaan air minum dalam kemasan Aqua dan pembelaan korban gempa bumi 2006 yang lalu.<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">ARK Kudus Tolak Kedatangan Wapres</span><br /><br /><br />Rabu, 20 Juni 2007 MURIA<br /><br />KOTA - Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Kesejahteraan (ARK), Selasa (19/6), menggelar unjuk rasa di depan Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus. Pada aksi itu, mereka menegaskan penolakan terhadap UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.<br /><br />Selain menggelar orasi, peserta aksi juga membawa poster yang berisi kritikan atas pengesahan regulasi tersebut. Di antara poster yang dibawa, juga terdapat poster penolakan kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melakukan kunjungan ke Pati dan Kudus.<br /><br />Menurut koordinator lapangan, Mustaqim, pihaknya secara tegas menginginkan pemerintah mencabut UU yang telah disahkan pada 29 Maret lalu. Hal itu didasarkan atas kekhawatiran bahwa aset-aset rakyat banyak yang akan jatuh pada pemodal, baik asing maupun lokal. "Selanjutnya, mereka yang akan mengendalikan harga, sehingga pemerintah kehilangan otoritas dalam melindungi rakyatnya," ujarnya.<br /><br />Peserta demo, yang terdiri atas unsur PMII, SB Inpro Sejahtera Jepara, SB CV Asri Jepara, Kelompok Swabela Perempuan, FSBDSI, LMND, BEM UMK, LPH Yaphi, YPL Jepara, FPPI, Pagar Lindung, KPI, dan PPBK, pada kesempatan tersebut juga membacakan petisi.<br /><br />"Petisi kami sampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, BPN Pusat, DPR RI, dan Mahkamah Konstitusi," jelasnya.<br /><br />Isi petisi tersebut, pertama meminta pemerintah mencabut UU Penanaman Modal. Kedua, meminta penghapusan utang lama dan menolak utang baru. Ketiga, melibatkan rakyat atau serikat petani dalam kebijakan "Program Pembaharuan Agraria Nasional". Terakhir, menolak adanya kekerasan terhadap petani. Usai menyampaikan petisi, sekitar 60 peserta aksi akhirnya membubarkan diri. (H8-76)<br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tanah Hak Petani Diminta Di kembalikan, Serikat Tani dan Mahasiswa Demo</span><br /><br /><br />Rabu, 20 Juni 2007 SEMARANG<br /><br />UNGARAN - Sekitar 70 orang yang menamakan Serikat Tani dan Mahasiswa menggelar demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Semarang, Selasa (19/6). Mereka mendesak lembaga legislatif untuk membantu memperjuangkan kepemilikan tanah yang dulu milik petani dan sekarang dikuasai pihak lain. Pengunjuk rasa yang diterima anggota Komisi A DPRD R Sedya Prayogo SH MH dan anggota Komisi B Drs Pujo Pramujito, menegaskan, jika tanah tersebut tidak dikembalikan ke petani maka masyarakat pedesaan akan semakin terpuruk.<br /><br />''Negara harus bisa menjalankan fungsi sosial yakni mengembalikan tanah-tanah rakyat yang saat ini dikuasai Perhutani. Tanah tersebut jelas asal usulnya digarap petani,'' kata Muntiarsih yang mengaku dari serikat petani Jateng, kemarin.<br /><br />Ia menegaskan, sudah selayaknya Perhutani dibubarkan karena secara ekonomi tidak menguntungkan negara. Dikatakan, sekarang ini juga banyak terjadi kerusakan lingkungan di hutan. ''UU Agraria 1960 dibekukan saat Orde Baru sehingga petani semakin terpuruk. Mestinya di saat petani kehilangan tanah, amanat UU Agraria tersebut benar-benar dijalankan,'' tandasnya. Dia menegaskan, rencana pemerintah mereformasi UU Agraria justru melukai hari rakyat. Muntiarsih menandaskan, pemerintah harus segera memberikan tanah di 19 objek land reform di kabupaten ini kepada petani.<br /><br />Sutikno (43) petani asal Gondoriyo, Bergas, dalam audiensi dengan anggota DPRD tersebut mengatakan ingin menggarap tanah kosong kehutanan. ''Kami hanya rakyat kecil yang hanya bisa menggarap lahan. Kalau kami tidak punya lahan bagaimana kelanjutan nasib kami,'' jelasnya.<br /><br />Jafar dari pemuda NU menjelaskan, meski UU Agraria ditetapkan pada 1960 nasib petani Indonesia tak banyak berubah. Menurut dia, konsekuensi semua ini semakin senjangnya ketimpangan penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria. ''Ketimpangan ini juga menjadi penyebab tragedi penembakan para petani oleh oknum aparat militer (marinir) di Pasuruan Jatim,'' tuturnya.<br /><br />Dibawa ke Polres<br /><br />Anggota Komisi A DPRD R Sedyo Prayogo menegaskan, mendukung gerakan pejuang petani tersebut. ''Karena lembaga DPRD adalah lembaga politis, kami akan sampaikan ke pemerintah secara politis. Apalagi di DPRD banyak parpol yang akan mendukung perjuangan ini,'' terang Prayogo di hadapan pengunjuk rasa. Namun, menurut dia, jika masalah itu terkait dengan hukum, sebaiknya diselesaikan dengan cara yudisial review.<br /><br />Triyono, staf BPN yang hadir dalam audiensi ini menjelaskan, pihaknya akan menampung semua aspirasi petani. ''Kami hanya melakukan sesuai aturan,'' jelasnya singkat. Usai aksi, puluhan orang tersebut diminta keterangan ke Polres Semarang karena tidak memberitahukan akan ada aksi mimbar bebas. ''Izinnya cuma audiensi kenapa harus ada mimbar bebas,'' ucap seorang anggota Polres, kemarin.<br /><br />Dalam aksi tersebut dihadiri Serikat Paguyuban Tani Qaryah Thayyibah, Serikat Tani Nasional, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, HMJ Syariah, Lakspesdam NU Salatiga, Teater Getar, BEM STIE AMA, D-Fash, Mapala STAIN, dan BEM STAIN. (H14-16)<br /><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Petisi Terbuka Kepada Presiden RI dan Kepala BPN RI</span><br /><br />Pada tanggal 5-7 Juni 2007 yang lalu, kami yang terdiri dari Serikat Tani, Serikat Buruh, Kaum Miskin Kota, dan NGO di Jawa Tengah, dan tergabung dalam Kelompok Kerja Jaring Demokrasi Jawa Tengah (KKJD Jawa Tengah) mengadakan sebuah pertemuan yang bertajuk “Konsolidasi Demokrasi”.<br /><br />Dalam pertemuan tersebut, ada dua hal yang dibahas secara mendalam:<br /><br /> 1. UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal<br /> 2. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Reforma Agraria.<br /><br /><br />I.<br />Kami menilai bahwa UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal sangat merugikan dan melukai hati rakyat khususnya kalangan petani, buruh, dan kaum miskin lainnya di Indonesia.<br />Kami melihat bahwa UU ini sangat berpotensi menggusur nilai-nilai kebangsaan kita secara keseluruhan sebab UU ini mencerminkan sebuah bentuk penjajahan baru yang sangat halus tetapi menjerat kehidupan kebangsaan kita.<br /><br />Kami mengambil sikap untuk mendukung sepenuhnya upaya-upaya kelompok masyarakat demokratis lain dalam melakukan Judicial Review untuk mencabut UU ini. Bahkan secara tegas, kami menuntut pemerintah untuk segera mencabut UU Penanaman Modal ini sebagai upaya penyelamatan kedaulatan bangsa dan upaya membendung kekuatan anti nasional-demokrasi.<br /><br />II.<br />Selanjutnya mengenai Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Kami mengajukan protes keras terhadap draft Peraturan Pemerintah (PP) ini karena:<br /><br /> 1. Pemerintah tidak melibatkan organisasi rakyat dalam identifikasi objek dan subjek reforma agraria seperti tercantum dalam draft PP tersebut. Padahal, Reforma Agraria yang berhasil harus melibatkan peran serta Organisasi Rakyat.<br /> 2. Pemerintah menentukan secara sepihak siapa-siapa penerima manfaat dan dalam subjek individu. Padahal, Serikat Tani memiliki peran yang sangat vital dalam setiap organisasi tani. Mereka harus dilibatkan sehingga pelaksanaan Reforma Agraria ini bisa diarahkan dalam bentuk-bentuk kepemilikan asset bersama seperti koperasi milik petani dan desa. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya pengalihan tanah-tanah objek Reforma Agraria kepada pengusaha dalam bentuk penjualan aset.<br /> 3. Pemerintah tidak menunjukkan iktikad baik dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria. Semestinya tanah-tanah sengketa yang jumlahnya mencapai lebih dari 1000 kasus ini merupakan bagian penting dari redistribusi.<br /><br /><br />Oleh Sebab itu, kami menuntut:<br /><br /> 1. Cabut Undang-Undang No 25/2007 tentang Penanaman Modal.<br /> 2. Pembahasan PP Pembaruan Agraria dan PPAN haruslah melibatkan serikat tani. Serikat-serikat yang dimaksud adalah serikat yang selama ini berjuang dalam pembaruan agraria.<br /> 3. Libatkan pula Serikat Tani dalam Identifikasi Objek dan Subjek di dalam program PPAN dan tercantum jelas dalam PP tentang Pembaruan Agraria.<br /><br /><br />Demikian Petisi Terbuka ini diajukan untuk menjadikan perhatian.<br /><br />Kelompok Kerja Jaring Demokrasi (KKJD) Jawa Tengah :<br /><br />FPPB Batang, FPPP Pekalongan, SITA Batang, SPP Temanggung, FPPK Kendal, PPKP Sulbar, Lidah Tani Blora, ORTAJA, JATIROGO, Serikat Petani Pasundan, Petani Mandiri Jakarta, Aliansi Buruh Yogya, FSPTG, YAWAS, Taring Padi, Soeketteki Semarang, Sanggar Shakuntala, FPPI Jateng, SMI Jateng, FPPI DIY, SMI DIY, Gerakan Kaum Jalanan Merdeka,<br />PERDIKAN Yogyakarta, SPPQT Salatiga, Serikat Tani Merdeka DIY, STN Jateng, DPD I Papernas Jateng, YAPHI Solo, YAPHI Kudus, YAPHI Purworejo, LBH Semarang, Yayasan Alur Batang, Percik Salatiga, LPRKROB Batang, Pewarta DIY, LSM Jangkeb DIY, PPR DPP DIY, Uplink DIY, Pergerakan Indonesia DIY,KPU Batang, Agrarian Resource Centre Bandung, Bandung, KPA, Pergerakan Bandung, LARAS Batang, Demos JakartaJaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-81078228951129337512009-08-20T14:12:00.001-07:002009-08-20T14:46:03.252-07:00Berita Dari Jawa Barat<div style="color: rgb(255, 0, 0);" class="navbar section" id="navbar"><div class="widget Navbar" id="Navbar1"><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener("load", function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script><br /></div></div><div id="wrap"><div id="content"><div class="section" id="main"><div class="widget Blog" id="Blog1"><div><div class="entry" id="post-3598806938714921308"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tanaman Perhutani Tidak Dirawat</span><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR22NOs3LF27k0daoVvrFnUFQS9clqO2ckviIxsWD0adwUSOM3t9yIYjTN7kfbjqSJsDXpyn7TV5UEDb1G4YveLQztlEuuYnxWBtF1glRfW6lzhyOJo9h1-OWqHwNUBrDYRZMUjSO9E3qi/s1600-h/Image0674.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR22NOs3LF27k0daoVvrFnUFQS9clqO2ckviIxsWD0adwUSOM3t9yIYjTN7kfbjqSJsDXpyn7TV5UEDb1G4YveLQztlEuuYnxWBtF1glRfW6lzhyOJo9h1-OWqHwNUBrDYRZMUjSO9E3qi/s400/Image0674.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5312824720098641490" border="0" /></a>GAMBAR tanaman padi ladang yang menguning milik petani penggarap di Kutatandingan. Di antara tanaman padi terdapatlah ratusan bibit jeunjing/sengon dan mindi yang ditanam Perhutani dengan jarak tanam 2 x 3 meter. Bibit tersebut ditandai dengan ajir/bambu tegak yang tertutup plastik hitam di atasnya.<br /><br />-------<br /><br />KARAWANG. Sejak awal musim hujan yang lalu hingga sekarang, Atan Nurmana jaya [39] dan kelompok petani penggarap Kutatandingan tengah berada dalam kebimbangan. Meraka bertanya-tanya dalam benaknya, seriuskah KPH Perum Perhutani bagian hutan Ciampel dan Pangkalan melakukan pemeliharaan tanamannya?<br /><br />Akhir November tahun lalu, sejumlah petugas Perum Perhutani memaksa penanaman ribuan tanaman kayu berjenis jeunjing/sengon [<span style="font-style: italic;">Paraserianthes falcataria</span>] dan mindi [<span style="font-style: italic;">Melia azzedarah</span>] di tengah-tengah areal peladangan milik Kang Atan dan kawan-kawannya. Berdasarkan penuturan Perhutani, areal penanaman tersebut termasuk dalam Petak 39 bagian hutan Teluk Jambe [Baca <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/12/perhutani-memaksa-menanam.html">Perhutani Memaksa Menanam</a>].<br /><br />Kini sejumlah jeunjing/sengon dan mindi itu tak terawat. Bibit yang sudah ditanam dibiarkan teronggok tak terurus. Di sana-sini nampak rumput liar melilitinya. “Tak seorangpun dari petugas Perhutani yang memelihara”, tambah Kang Atan.<br /><br />“Kamipun juga tak merasa memiliki tanaman itu. Karena sedari awal, Perhutani tak mengajak kami berunding dan mendengarkan kami”, lanjut salah satu pimpinan kelompok tani penggarap itu. Oleh karenanya, para petani penggarap tersebut tetap melanjutkan usaha peladangan di sela-sela tanaman Perhutani. “Namun, kami tetap melakukan konsolidasi untuk menghadapi hal-hal yang mengancam kelangsungan garapan di sini. Jika Perhutani tetap berkeras pada kami, kami telah menyiapkan diri untuk perjuangan”, tambahnya.<br /><br />ia dan kawan-kawannya mengerti persis bahwa status hukum areal yang meraka garap adalah kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani .Meskipun kini tersebut telah ditelantarkan Perhutani sejak pemanenan kayu jati di tahun 1997-1998, namun status sebagai kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan adalah tetap di mata hukum.<br /><br />Jadi, organisasi massa legal petani yang beranggotakan Kang Atan dan kawan-kawannya tengah menyiapkan diri untuk perjuangan reform social-ekonomi untuk menurunkan sewa tanah. Salah satu caranya adalah mendesak pada KPH Perum Perhutani setempat agar menyelenggarakan pembagian hasil yang adil atas tanaman jeunjing/sengon dan mindi. Selain itu, jarak tanam antar jeunjing/sengon atau mindi patut diperlebar menjadi 4 x 12 meter untuk keleluasaan usaha pertanian tanaman semusim bagi petani penggarap.<br /><br />Sementara di sisi lain, kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat [PHBM] telah dialamatkan oleh pimpinan Perum Perhutani sebagai jalan tengah mengatasi sengketa dengan masyarakat yang hidup di sekitar/dalam kawasan hutan. Kebijakan bernomor : 136/KPTS/DIR/2001 memiliki semangat untuk membangun kemitraan dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan.<br /><br />Benarkah demikian?<br /><br />Ibarat pepatah yang menyatakan jauh panggang dari api, kenyataan tersebut berbeda di lapangan. Paling tidak, apa yang tengah di alami oleh Kang Atan dan kawan-kawannya menunjukkan kenyataan tersebut.<br /><br />Patut diduga kuat bahwa PHBM memungkinkan terjadinya mobilisasi tenaga kerja murah. Tenaga kerja ini ditujukan untuk usaha produksi di atas lahan yang dikelola Perum Perhutani. Sebagai gantinya, tenaga kerja diupah lewat bagi hasil pada saat pemanenan tanaman kayu beberapa tahun mendatang dan izin menggarap usaha pertanian di sela-sela tanaman Perhutani, tanpa merusaknya. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=3598806938714921308" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-6685294947367956431"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('8:21 AM');</script></div> <span style="text-decoration: underline;"><span style="font-weight: bold;"><br /><br /></span></span> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kajian Umum Pangan</span><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMmeqaC8vcFRNxpqr8xP3F_gUTENBRiQbdmz3lXwn2y6vGOkTnw4irAUdTgPozTGSa03_xUadYlVkuSpleQ_R5YXoFVuuJPL1eNb2OOn9SQTql1Y3mlWgQp-8cgFF4utJYTs3GeGWqfdVn/s1600-h/Image0505.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMmeqaC8vcFRNxpqr8xP3F_gUTENBRiQbdmz3lXwn2y6vGOkTnw4irAUdTgPozTGSa03_xUadYlVkuSpleQ_R5YXoFVuuJPL1eNb2OOn9SQTql1Y3mlWgQp-8cgFF4utJYTs3GeGWqfdVn/s400/Image0505.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309509598434277874" border="0" /></a>GAMBAR jalanan rusak di sekitar areal persawahan Kobak Gabus, Desa Medan Karya, Kecamatan Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat. Pembenahan infrastruktur perhubungan maupun sarana pendukung lainnya patut menjadi perhatian penting demi meningkatkan kualitet produksi pertanian rakyat.<br /><br />-----<br /><br />Penelitian Awal Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional 2009<br /><br />Pangan adalah masalah kunci bagi umat manusia dalam melangsungkan hidupnya. Selama kunci ini belum terpecahkan, maka kehidupan manusia juga belum terjamin kelangsungannya.<br /><br />Jaman dahulu orang menentukan tempat hidup berdasarkan ketersediaan sumber pangan di suatu wilayah. Apabila tempat tersebut tidak dapat menyediakan pangan, mereka akan berpindah ke tempat yang memungkinkan sumber pangan untuk melanjutkan hidupnya. Tahapan selanjutnya, ketika peradaban berkembang dan kebutuhan hidup semakin beragam, seseorang yang memiliki bahan pangan akan menukarkan bagian yang dimilikinya untuk mendapatkan barang keperluan hidupnya. Itulah masa di mana penduduk bumi belum sepadat sekarang dan kehidupan masyarakat masih dalam corak yang sederhana.<br /><br />Seiring perkembangan ekonomi dan politik umat manusia, kini pangan menghadapi persoalan yang kompleks. Pangan telah melampaui batas wilayah dan negara, dalam satu sistem distribusi yang luas dan timpang. Orang yang hidup di daerah kering dan saat kemarau buminya sulit menghasilkan makanan, atau orang yang tingal jauh dari sumber pangan, tetap memungkinkan untuk mengaskses makanan berkat adanya sistem distribusi dan perdagangan yang berkembang. Pangan menjadi komoditi paling besar dan luas dalam sistem pasar (liberalisasi), serta paling intensif diperdagangkan. Ketika alam dipandang sebagai sumber daya ekonomi dan pangan menjelma komodoti, maka akses pangan menjadi jalur yang memunculkan kontradiksi kepentingan yang kian tajam.<br /><br />Pada akhir September 2006 Indonesia kembali akan mengimpor beras sejumlah 210.000 ton. Meski beberapa pihak menyatakan jumlah tersebut kecil, tak diragukan lagi, impor adalah tindakan yang menistakan petani dan menghancurkan dunia pertanian jika stok beras sesungguhnya masih berada di level aman.<br /><br />Tapi, dengan pertumbuhan penduduk mencapai 2,7 juta jiwa per tahun, jika diasumsikan konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia di masa akan datang sama dengan konsumsi per kapita tahun 2004 sebesar 136 kg, Indonesia akan membutuhkan tambahan pasokan beras 360.000 ton setiap tahunnya. Dengan demikian, sebagai contoh, pada tahun 2010 Indonesia akan membutuhkan suplai beras 1,4 juta ton lebih banyak dari kebutuhan saat ini. Dengan asumsi pertumbuhan produktivitas padi 2 % per tahun dan faktor lainnya tetap, pada tahun itu hanya dihasilkan tambahan produksi 800.000 ton lebih besar dari saat ini. Jadi, pada tahun itu kita akan kekurangan beras sekitar 600.000 ton.<br /><br />I. Krisis Pangan Dalam Negeri<br /><br />Pertama, dalam sepuluh tahun terakhir tidak terdapat peningkatan luas panen padi yang signifikan. Yang terjadi adalah sebaliknya, konversi lahan pertanian pangan menjadi lahan non-pertanian, baik yang terjadi dengan proses jual-beli maupun dengn jalan paksaan (menggusur/land-grabbing).<br /><br />Penelitian yang dilakukan Serikat Tani Nasional di awal 2009 mengandung asumsi dasar bahwa saat ini terjadi peningkatan jumlah petani tak bertanah secara luar biasa karena mengecilnya rata-rata penguasaan lahan pertanian keluarga petani.<br /><br />Pada tahun 1983 rata-rata kepemilikan sejumlah 0,93 ha, dan menjadi 0,83 ha pada tahun 1993. Di luar pulau Jawa menurun dari 1,38 ha menjadi 1,19 ha, dan di Pulau Jawa menurun dari 0,58 ha menjadi 0,47 ha, dan sekarang angka ini diperkirakan merosot menjadi 0,3 Ha. Sementara sebagian besar keluarga petani (43%) merupakan kelompok petani tunakisma atau petani miskin yang memiliki lahan pertanian kurang dari 0,1 ha.<br /><br />Berdasarkan data BPN (Badan Pertanahan Nasional) telah terjadi alih fungsi lahan pertanian di Pulau Jawa untuk permukiman dan industri antara tahun 1994-1999, seluas 81.176 ha terdiri dari permukiman seluas 33.429 hektar dan industri seluas 47.747 ha. Alih fungsi tanah pertanian tersebut yang terluas di Jawa Barat (79,41%), Jawa Timur (17,01%), Jawa Tengah (2,69%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (0,89 %).<br /><br />Besar kemungkinan kecenderungan ini terus berlanjut karena usaha perluasan selalu menghadapi persoalan pelik. Secara umum, padi akan bagus hasilnya jika ditanam di Pulau Jawa dan Bali. Rata-rata produksi padi di dua pulau ini paling tinggi dibandingkan dengan pulau lain, mencapai lebih dari 5 ton per hektar. Sementara rata-rata produksi di pulau lain 2-5 ton per hektar (Badan Pusat Statistik, 2005). Namun, ekspansi areal persawahan di Pulau Jawa dan Bali harus berkompetisi dengan kepentingan lain, seperti perumahan dan industri. Dalam kompetisi ini, kepentingan penggunaan lahan untuk sawah hampir pasti tersisih, terutama karena pertimbangan untung-rugi. Maka, yang terjadi bukanlah ekspansi, melainkan alih fungsi lahan sawah ke nonsawah.<br /><br />Adapun di luar Jawa, usaha untuk mengembangkan areal tanam padi telah dilakukan sejak lebih dari tiga puluh tahun lalu, mulai dari proyek rice estate di Palembang hingga proyek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan. Sebagaimana diketahui, semua usaha tersebut gagal total. Ini menunjukkan betapa muskilnya mengembangkan areal sawah baru di luar Pulau Jawa.<br /><br />Kedua, pertumbuhan produktivitas padi cukup rendah, kurang dari 2 % per tahun dalam 15 tahun terakhir (International Rice Research Institute, 2005). Meski hampir semua teknologi yang ada di dunia sudah diterapkan dan diadopsi oleh Indonesia, yang membuat usaha tani padi di Indonesia menjadi terefisien di Asia Tenggara dan lebih produktif dibandingkan dengan produksi rata-rata Asia bukan pekerjaan mudah untuk meningkatkan produktivitas padi ini. Apalagi jika mengingat efisiensi lahan sawah, terutama di Jawa, sudah mendekati jenuh dan keletihan (soil fatique).<br /><br />Ketiga, sulit diharapkan adanya terobosan teknologi yang tepat guna dalam waktu dekat. Padi hibrida yang direncanakan menjadi andalan untuk menggenjot produksi juga masih penuh kontroversi. Butuh waktu lama untuk mengetahui apakah padi hibrida ini dapat memenuhi seluruh persyaratan teknis dan ekonomis agar bisa ditanam di Indonesia.<br /><br />Keempat, sejumlah daerah sentra produksi padi dilanda bencana yang berujung pusonya padi. Perubahan ikim sangat mempengaruhi usaha tani. Bila pada masa sebelumnya produksi beras utama dihasilkan pada empat bulan panen raya (Februari-Mei), yang mencapai 60-65 persen dari total produksi nasional. Produksi berikutnya dihasilkan pada musim panen gadu pertama (Juni-September) dengan produksi 25-30 persen. Sisanya dihasilkan pada musim panen Oktober-Januari. Kini, irama tanam dan panen bagi petani serba tak menentu.<br /><br />II. Pemerintah Melakukan Impor Beras; Jalan keluar Tambal Sulam<br /><br />Di tengah dilema pangan nasional, impor beras adalah jalan yang diambil oleh kalangan pemerintahan. Persetujuan impor beras kepada Perum Bulog yang tertuang dalam surat Menteri Perdagangan Nomor 760/M-DAG/9/2006 juga menyebutkan kepastian kedatangan beras impor di pelabuhan tujuan beserta informasi jumlah dan kapal pengangkutnya harus dilaporkan kepada Ditjen Bea Cukai, Departemen Keuangan yang ditembuskan pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Depdag, sepekan sebelum impor dilakukan.<br /><br />Sepuluh kota/pelabuhan masuk beras impor tersebut adalah Lhokseumawe, NAD (18 ribu ton); Belawan, Sumatera Utara (22 ribu ton); Dumai, Riau (16 ribu ton), Padang (Teluk Bayur), Sumatera Utara (12 ribu ton); Ciwandan, Banten (untuk Bengkulu, Lampung dan Kalimantan totalnya 52 ribu ton); Balikpapan, Kalimantan Timur (14 ribu ton); Kupang, NTB (34 ribu ton); Bitung, Sulawesi Utara (24 ribu ton); Sorong, Irian Jaya Barat (12 ribu ton); dan Jayapura, Papua (6.000 ton).<br /><br />III. Memulihkan Pangan Nasional; Sebuah Rekomendasi<br /><br />Kaum tani adalah populasi yang terbesar di Indonesia. Menurut data Bappenas, melalui Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2003, jumlah petani diperkirakan mencapai 44,5 juta jiwa. Dengan jumlah ini, kaum tani adalah kekuatan produktif yang paling besar dibanding buruh manufaktur (12 juta jiwa), buruh niaga (19,4 juta jiwa), jasa (11,3 juta jiwa), dan sektor lainnya (11,8 juta jiwa). Namun kenyataan di lapangan, setelah 60 tahun republik ini merdeka, menunjukkan bagaimana sektor pertanian diperas, dipinggirkan, dijadikan tumbal pembangunan, dan dimiskinkan secara ekonomi dan dimandulkan kekuatannya secara politik.<br /><br />Dalam pandangan Serikat Tani Nasional, untuk mencapai apa yang dimaksud kedaulatan petani sebagai prasyarat ketahanan pangan nasional mengandung 3 pokok pikiran sebagai jalan keluar kebijakan mengurus pertanian nasional,<br /><ol><li>Pertama, pelaksanaan landreform sejati sebagai akar penguasaan alat produksi (tanah) yang kian hari kian sempit mengerogoti lahan petani. Dalam pengertian lain, suatu program nasional untuk mengangkat petani miskin dan buruh tani menjadi petani menengah yang lebih sejahtera dengan penguasaan tanah yang mencukupi syarat-syarat melangsungkan kehidupan sebagai keluarga petani.</li><li>Kedua, pembenahan budidaya tanaman pertanian untuk mewujudkan sistem pertanian yang berdikari dan lestari.</li><li>Ketiga, menggalakkan program diversifikasi pangan berbasis sistem budaya pangan lokal. </li></ol>Serikat Tani Nasioanl juga menilai bahwa impor beras justru memiliki mata rantai negatif yang panjang: larinya devisa, disinsentif terhadap petani, mubazirnya sumberdaya domestik dan yang lain.<br /><br />Sebetulnya, masalah ini bisa selesai apabila Perum Bulog menyerap beras sesuai target dengan harga berapa pun. Tapi karena dituntut untung, Perum Bulog lebih mengedepankan aspek bisnis. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=6685294947367956431" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-5177430622643634596"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('5:40 AM');</script></div> <h3 class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/12/perhutani-memaksa-menanam.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Perhutani Memaksa Menanam"><br /></a> </h3> <div class="emeta"> Perhutani Memaksa Menanam<br /><br /></div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiYj5HC2ypG6IfN04GMKP2oTB4gUcpBpE59jtfGP2uYb49QY5l5SNqrcUlED7fBr64v4aLLv0BjdiUcopPEbhuk8kmgJ0DtGi-GceG4Mfr7PgCQdxZXwcAbzdfk9FoyNUNEHFYXFdvyPBo/s1600-h/Penanaman+Petak+39.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiYj5HC2ypG6IfN04GMKP2oTB4gUcpBpE59jtfGP2uYb49QY5l5SNqrcUlED7fBr64v4aLLv0BjdiUcopPEbhuk8kmgJ0DtGi-GceG4Mfr7PgCQdxZXwcAbzdfk9FoyNUNEHFYXFdvyPBo/s400/Penanaman+Petak+39.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5280893147227070258" border="0" /></a>FOTO eblek [bahasa Sunda = plang dari seng] yang dibuat oleh Perhutani bertuliskan Dilarang mengerjakan dan atau menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah – UU RI no. 41 Tahun 1999.<br /><br />-----<br /><br />KARAWANG. Sebelumnya tak sebatangpun tanaman keras yang diproduksi Perhutani tumbuh di areal blok 39 yang dikenal petani penggarap sebagai wilayah Tegal Datar, Kutatandingan. Atan Nurmana Jaya [39], aktifis Serikat Tani Nasional setempat, menuturkan bahwa Perhutani telah menelantarkan tanah di kawasan tersebut setelah memanen kayu jati di tahun 1996 yang lalu.<br /><br />“Kami kelola tanah terlantar ini untuk ditanamai padi gogo, kacang-kacangan dan pisang. Untuk menyuburkan tanah, kami juga tanami dengan kayu seperti jeunjing/sengon, kapuk randu dan bambu . Karena kami sudah tak punya tanah lagi di desa asal”, tambah Kang Atan. Ia dan puluhan petani lainnya memilih menggarap di kawasan hutan terlantar tersebut demi menghidupi keluarga.<br /><br />Kini musim hujan telah tiba. Di tengah Kang Atan dan kawan-kawan bersiap untuk mengolah lahan tiba-tiba pihak Perhutani juga bersiap-siap mananami lokasi tersebut dengan jeunjing/sengon. “Ini adalah implementasi dari kebijakan Pengelolaan hutan Bersama Masyarakat [PHBM]”, kata Rahmat [47] selaku kepala BKPH Telukjambe Perum Perhutani KPH Purwakarta yang mengampu wilayah hutan terlantar tersebut. Progam tersebut diselenggarakan bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan [LMDH] Desa Parung Mulya Kec. Ciampel, Karawang. “Jadi kami sudah berkoordinasi dengan pihak masyarakat”, aku Rahmat.<br /><br />Benarkah demikian? Ternyata tidak menurut para petani penggarap hutan.<br /><br />“Tiba-tiba pada hari Minggu, 16 November lalu kami dikumpulkan oleh Mantri dan Mandor [aparatus Resort Pemangkuan Hutan. Red] setempat. Lalu mereka bicara bahwa akhir bulan mau menanam pokok jeunjing/sengon di sin”, jelas Enting [42] salah satu anggota kelompok tani penggarap. Dalam acara tersebut juga hadri para pengurus LMDH dan para tokoh masyarakat.<br /><br />Para petani penggarap jelas tidak setuju atas rencana tersebut. Mengingat jarak tanam 2x3 m antar pokok jeunjing/sengon yang sangat rapat dan tak memungkinkan tumbuh kembangnya tanaman milik petani secara baik. Di sisi lain, bagi hasil atas panen tanaman pokok tersebut dinilai jauh dari rasa keadilan oleh kalangan petani penggarap yakni 80% untuk Perhutani dan 20% untuk masyarakat. “Dua puluh persen dari bagi hasil panen itu sudah cukup sebagai tanda terima kasih kami kepada petani”, sambung salah seorang mandor Perhutani bernama Abrakjagat [37].<br /><br />Jaka [45] selaku ketua LMDH manyatakan bahwa penanaman harus terus dilanjutkan, khususnya di petak 39 Tegal Datar. “Surat Perintah Kerja dari KPH Purwakarta sudah turun dan tak mungkin dibatalkan”, sergahnya menanggapi keberatan petani. Menurutnya, Perhutani sudah berbaik hati membolehkan petani menggarap di kawasan hutan dan sudah seharusnya petani menghargai dengan merawat tanaman pokoknya. Para tetua masyarkatpun setali tiga uang dengan pendapat Jaka. “Memang mereka lebih berpihak pada perhutani daripada masyarakat”, sambung Enting lirih.<br /><br />LMDH yang ada tidak terbentuk dari partisipasi petani penggarap hutan. Tak heran, perannya pun hampir tak terdengar dalam melayani kepentingan masyarakat yang diampunya. Namun ia cenderung memiliki kekuatan pemaksa bagi petani alih-alih legitimasi yang dimilikinya. Bahkan Kang Atan menyampaikan temuan yang menyebutkan maraknya keterlibatan pegiat lembaga tersebut memungut sejumlah uang tak resmi pada petani penggarap hutan. [Baca <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/06/pemungut-pajak-di-kutatandingan.html">Pemungut Pajak Di kutatandingan</a>].<br /><br />Kini Perhutani telah memulai penanaman tersebut. Kurang lebih sebanyak seribu batang pokok jeunjing/sengon telah ditancapkan. Anehnya, justru kebun milik Kang Atan dan Enting-lah yang pertama kali mereka tanami.<br /><br />“Kami tidak akan surut. Jarak tanam harus diperlebar dan bagi hasil yang adil bagi petani penggarap”, tandas Kang Atan. Kini ia dan kawan-kawannya tengah menggalang konsolidasi luas untuk memperjuangkannya.<br /><br />Kang Atan dan kawan-kawannya adalah golongan petani yang bekerja di atas sebidang tanah untuk memenuhi kepentingan subsistennya. Akan tetapi mereka dipaksa memeliharan tanaman pokok Perhutani dengan upah 20% hasil panen pada 6-7 tahun mendatang. Dalam periode itulah jeunjing/sengon baru memasuki masa panen.<br /><br />Hal ini tak ubahnya menyerahkan sebagian hasil kerja dan tenaganya untuk merawat jeunjing/sengon dengan upah yang tak layak. Tidaklah keliru bila disebut PHBM adalah salah satu bentuk perampasan kerja kaum tani penggarap yang dilakukan Perhutani selaku tuan tanah tipe baru. Keadaan ini menjelaskan secara nyata bentuk kekuasaan klas tuan-tanah dalam hubungan produksi feodalisme. Dan apa yang menimpa Kang Atan dan kawan-kawannya tak ubahnya nasib kaum tani hamba pada abad pertengahan yang lampau.<br /><br />Kawasan kutatandingan termasuk areal hutan warisan kolonial Belanda di masa lalu. Tujuan pendiriannya jelas-jelas bermaksud melakukan produksi besar-besaran kayu jati/tekwood untuk pasar Eropa. Bahkan sejak masa kemerdekaan hingga 1996, negara RI melalui perhutani tetap menjadikan kayu jati/teakwood sebagai primadona ke pasar internasional. Di sinilah peran negara RI selaku pemasok bahan mentah bagi kepentingan imperialisme, sekaligus pasar potensial atas barang-barang komoditasnya.<br /><br />Kini Kutandingan tak lagi memiliki jati/teakwood. Tapi tanaman cepat tumbuh seperti jeunjing/sengon, akasia dan mindi tengah dikembangkan oleh Perhutani di kawasan ini. Jenis tersebut di arahkan memenuhi kepentingan bahan baku industri pulp & paper untuk pasar dunia. Dengan demikian makin teranglah kepentingan imperialisme atas kawasan Kutatandingan lewat pertalian yang erat dengan tuan tanah tipe baru dan para penyelenggara negara.<br /><br />Inilah tipikal indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal.<br /><br /><br /></div> <span style="color: rgb(255, 0, 0);" class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=5177430622643634596" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-3427665063472321572"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Mengabdi Dan Melayani Siapa?</span><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFECxt1EmutH3ACmlybO24cjpaZwurAv5HOU76Pe42gWUdHIRovvUNiejNY3552_1KwXYKujkrkimCQSrUycsQsUvkNQandgWkK9BGWBJZd75C4GlhBG0rxtP61aWu4T9Xx4SedKLMR1Pn/s1600-h/Persawahan+Sukamulya.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFECxt1EmutH3ACmlybO24cjpaZwurAv5HOU76Pe42gWUdHIRovvUNiejNY3552_1KwXYKujkrkimCQSrUycsQsUvkNQandgWkK9BGWBJZd75C4GlhBG0rxtP61aWu4T9Xx4SedKLMR1Pn/s400/Persawahan+Sukamulya.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5286231295655541714" border="0" /></a>FOTO sebagian persawahan di Desa Sukamulya, Kertajati, Majalengka yang akan dijadikan kawasan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat. Rencananya sebanyak lima ribu hektar sawah akan dibebaskan.<br /><br />-----<br /><br />SUKAMULYA. Pada awalnya warga Desa Sukamulya, Kertajati, Majalengka benar-benar larut dalam sukacita. Wajah gembira terpancar dari raut kaum tua dan muda. Tak henti-hentinya mereka membanggakan diri sebagai penentu kemenangan bagi yang mereka dukung.<br /><br />Apa pasal ini semua? “Kami senang karena Sutrisno dan Karna Sobahi menang”, jelas Abah Herry [62]. Keduanya adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala daerah pada Oktober 2008 lalu. Yang makin membuat Abah Herry dan para anggota Forum Komunikasi Rakyat Bersatu [FKRB] bersemangat ialah kesediaan pasangan kepala daerah tersebut untuk menolak kehadiran Bandara Internasional Jawa Barat [BIJB] di Desa Sukamulya.<br /><br />Namun tidak demikian yang terjadi pada 12 Desember 2008. Pemerintah provinsi Jawa Barat tetap bermaksud menyelesaikan pembebasan lahan untuk BIJB di Kecamatan Kertajati pada 2009 [Baca artikel dalam Koran Seputar Indonesia 12 Desember 2008 berjudul <a href="http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/195288/">Tahun Depan Pembebasan Lahan Tuntas</a>].<br /><br />Sudah barang tentu pemberitaan tersebut mencederai kepercayaan warga Sukamulya dan FKRB.<br /><br />Pada awal Agustus silam, Abah Herry mengemukakan adanya pemotretan udara di atas Sukamulya yang diduga kuat sebagai bahan penyusunan rancangan BIJB. “Kamipun memperoleh informasi bahwa telah disiapkan kucuran dana untuk pembebasan lahan”, tambahnya. Selang beberapa minggu kemudian datanglah beberapa orang yang mengaku dari Dinas Lingkungan Hidup Provonsi Jawa Barat. Mereka juga bermaksud melakukan penelitian berkenaan akan dibangunnya BIJB. Namun pihak Kuwu/kepala Desa Sukamulya dan anggota FKRB menolaknya.<br /><br />Kini saatnya pasangan Bupati Sutrisno – Wakil Bupati Karna Sobahi diuji dalam kenyataan politik pembangunan BIJB. Melayani kehendak rakyat atau takluk pada perintah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan?<br /><br />Secara lengkap, kebijakan, BIJB merupakan implementasi pengembangan wilayah Jawa Barat (Wilayah Ciayu Majakuning), sesuai dengan konsep pengembangan secara nasional dan Rencana Tata Ruang Jawa Barat. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka diharapkan tercipta beberapa kondisi seperti pertama, terjadinya percepatan pertumbuhan investasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Kedua, kebijakan tersebut merespon kebutuhan masyarakat dan dunia usaha dalam pemanfaatan outlet udara. Ketiga, meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) Jawa Barat. Keempat, peningkatan pelayanan jemaah haji asal Jawa Barat dan sekitarnya dan pariwisata Jawa Barat [Baca <a href="http://www.jabar.go.id/jabar/public/34429/menu.htm?id=78810">Rencana Pembangunan Bandara</a>].<br /><br />Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional [KPP STN] berpandangan bahwa pembangunan BIJP berpotensi mengancam ketersediaan pangan keluarga petani yang menjadi korban. Lebih lanjut, BIJB sangat bertujuan pada kepentingan kalangan pemilik modal dibandingkan golongan rakyat yang lainnya. Karena bandara tersebut diperuntukkan sebagai penarik bagi investor dalam negeri maupun luar negeri dengan jalan memberikan fasilitas infrastruktur transportasi dan perhubungan.<br /><br />Pelayanan tersebut sekaligus mengorbankan sekurangnya lima ribu hektar persawahan produktif yang telah lama dikelola. Pada akhirnya, perampasan tanah atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat justru makin meminggirkan kaum tani. Golongan rakyat tak bertanah akan semakin bertambah besar hingga pada akhirnya kemiskinan semakin merajalela di pedesaan.<br /><br />Sekiranya yang patut dilayani adalah sarana yang menunjang langsung proses produksi rakyat. Dalam kasus Sukamulya, kepentingan kaum tani miskin dan buruh tanilah yang menjadi perhatian utamanya. Mengingat luasnya areal persawahan yang ada masih menyisakan hubungan produksi feudal maka tepat kiranya bila upah buruh tani dinaikkan setara dengan penghidupan layak dan harga sewa tanah diturunkan sesuai dengan dayabeli tani miskin. Hal ini dimaksudkan agar kaum tani miskin dan buruh tani dapat berperan lebih nyata dalam proses produksi pertanian yang adil. Di sisi lain, akan jauh lebih baik apabila negara juga mengikutsertakan layanan pengembangan usaha rakyat yang berbentuk koperasi pertanian sebagai dasar untuk mempertinggi produksi nasional dan pendapatan nasional.<br /><br />Namun kiranya hal tersebut tidaklah mungkin terjadi. Karena dalam lapangan ekonomi politik, Negara Republik Indonesia hari ini adalah pelayan bagi kepentingan pemodal sebagaimana ditunjukkan dengan pendirian BIJB.<br /><br />Sekali lagi inilah salah satu fragmen kusam di negeri setengah jajahan dan setengah feudal. Dan FKRB bersama KPP STN serta kalangan aktifis pemuda progresif di Majalengka tengah menggalang konsolidasi luas untuk menyelenggarakan perjuangan massa berkait perkembangan BIJB terakhir ini.<br /><br />-----<br /><br />http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/195288/<br /><br />Tahun Depan Pembebasan Lahan Tuntas<br /><br />Friday, 12 December 2008<br /><br />MAJALENGKA (SINDO) – Pemerintah Provinsi Jawa Barat berjanji menyelesaikan pembebasan lahan untuk Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kecamatan Kertajati pada 2009.<br /><br />Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan, rencana pembangunan BIJB di Kecamatan Kertajati akan terus dilanjutkan.Pembangunan BIJB merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan ekonomi. Dia berjanji akan melanjutkan rencana pembangunan BIJB itu.<br /><br />”Kami akan lanjutkan pembangunan BIJB. Itu proyek pemerintah yang sudah jelas peraturannya,” ungkap Heryawan seusai melantik Bupati Sutrisno dan Wakil Bupati Karna Sobahi di Pendopo Majalengka,Jalan A Yani,kemarin.<br /><br />Dia menyebutkan, Pemprov Jabar telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp400 miliar untuk pembebasan lahan BIJB di Kecamatan Kertajati.Menunggu pembebasan,dia mengaku terus mencari investor untuk mega proyek Jawa Barat tersebut.<br /><br />Bupati Majalengka Sutrisno meminta Gubernur Jawa Barat selaku penanggungjawab rencana mega proyek itu secepatnya memberikan kepastian kepada masyarakat di Kabupaten Majalengka.<br /><br />Menurutnya, rakyat Majalengka tidak menolak rencana tersebut namun rakyat meminta lokasi pemindahan penduduk tidak dipindahkan dari Kertajati. ”Ada konflik, khususnya penolakan warga.Warga yang menolak itu karena mereka tidak diberi kepastian atas lokasi pemindahan dari desa asalnya,”jelas Sutrisno.<br /></div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=3427665063472321572" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-8215882635181155751"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('4:53 PM');</script></div> <h3 style="color: rgb(255, 0, 0);" class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/06/sewa-tanah-dan-para-bujang.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Sewa Tanah Dan Para Bujang"><br /></a> </h3> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sewa Tanah Dan Para Bujang</span><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfkb_J_ARhV5pLAHJ1RGvpwTUaa6kGgQkQkbcDTNpRxAky47-5-kDOSGu0NLMdfLSvVlSC5dLfjMzFBVBORpFipnkOfHuKI4792HXjwI57aMGtS0nTWtBlx1LXOuio2SA6tNQ8I8O6HYfr/s1600-h/Para+Bujang.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfkb_J_ARhV5pLAHJ1RGvpwTUaa6kGgQkQkbcDTNpRxAky47-5-kDOSGu0NLMdfLSvVlSC5dLfjMzFBVBORpFipnkOfHuKI4792HXjwI57aMGtS0nTWtBlx1LXOuio2SA6tNQ8I8O6HYfr/s400/Para+Bujang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5253337035050519250" border="0" /></a>FOTO kalangan bujang laki-laki dan perempuan yang tengah bekerja sebagai buruh panen padi di Kampung Kobak Gabus Desa Medan Karya Kecamatan Tirtajaya Kabupaten Karanwang, Jawa Barat.<br /><br />-----<br /><br />KARAWANG, STN. Siapa bilang bahwa feodalisme telah hilang di pedesaan? Praktek monopoli tanah oleh kaum pemilik masih mudah dijumpai di desa penghasil tanaman pangan. Salah satunya adalah Kampung Kobak Gabus Desa Medan Karya Kec. Tirtajaya yang terletak di pesisir utara Kab. Karawang. Tak satupun dari sejumlah 74 keluarga warga kampung yang memiliki sawah. Padahal mereka hidup di tengah hamparan kuningnya padi yang siap panen bulan ini.<br /><br />“Dalam usaha tani tanaman pangan, khususnya padi, sistem bagi hasil jauh dari adil bagi para penyewa tanah dan rendahnya upah para bujang,” kata Agus Wahyudi [33] aktifis Serikat Tani Nasional di kampung tersebut. Bujang adalah sebutan bagi buruh tani. Sementara, tuan tanah mempekerjakan bujang melalui upah.<br /><br />“Kira-kira, sehari mereka mendapatkan upah sebesar Rp. 25 ribu termasuk makan dan rokoknya. Sementara untuk bujang perempuan hanya Rp. 20 ribu,” terang Agus. Jangan dibayangan bahwa para bujang bekerja tiap hari per bulannya. Karena mereka biasanya hanya bekerja di saat musim tanam dan musim panen. Hal senada juga disampaikan Kang Martha [37] seorang buruh tani setempat.<br /><br />Kang Martha menambahkan bahwa rata-rata para bujang di kampung tersebut bekerja untuk, sebutlah, Haji Nadi. Oleh warga desa ia dikenal sebagai orang kaya yang baik. Baik di sini dalam pengertian bahwa ia membuka lapangan pekerjaan dengan mengajak warga tak bertanah menjadi bujang. Konon, Sang Haji menguasai hampir 75% dari seluruh lahan persawahan desa.<br /><br />Selain memiliki bujang, orang seperti Haji Nadi juga menyewakan tanah dengan pembayaran pembagian dari hasil panen. Perimbangannya sebesar 1:1 antara pemilik tanah dan penyewa. Pembagian tersebut masih bersifat kotor. Sang penyewa masih menanggung biaya modal usaha tani, seperti belanja pupuk, obat, benih dan sewa traktor jika diperlukan.<br /><br />Tony Quizon, pejabat sementara I<span style="font-style: italic;">nternational Land Coalition</span> kawasan Asia, menyebutkan bahwa bagi hasil yang demikian pernah dialami petani filipina pada periode tahun 1960-an. <span style="font-style: italic;">“Now, it is more equal for Philiphino peasant</span>.<span style="font-style: italic;"> But That's not enough. Landreform is a must</span>.” tambahnya saat bertemu STN pada Senin [23/06] di Jakarta.<br /><br />“Oleh karena itu, para buruh tani yang berhimpun dalam kelompok sedang mengusahakan perjuangan bagi hasil yang lebih adil untuk petani penggarap dan menaikkan upah buruh tani. Apalagi kenaikan harga BBM bulan lalu sangat memukul buruh tani di kampung ini,” tegas Agus.<br /><br />Beternak Itik<br /><br />Untuk mencukupi penghasilan, para keluarga buruh tani memilih beternak itik yang digembalakan secara tradional. Ada hubungan yang saling menguntungkan antara itik dan padi. Itik tersebut cukup digembalakan di areal persawahan jika panen padi datang. “Tak jarang, kami harus <span style="font-style: italic;">ngangngon </span>itik sampai ke desa tetangga bahkan ke Bekasi. Cari tempat yang sedang panen padi,” tambah Kang Martha.<br /><br />Gabah sisa potong padi dan <span style="font-style: italic;">nggebot </span>[merontokkan gabah] adalah pakan yang baik. Sehingga Sang pemilik itik tidak perlu biaya ekstra untuk membeli pakan buatan pabrik. Pakan pabrik hanya mereka gunakan untuk titit, sebutan bagi anakan itik, hingga usia dua bulan yang dicampur dengan bekatul, menir dan irisan daging <span style="font-style: italic;">kijing</span>, sejenis kerang yang hidup di air payau.<br /><br />Apa yang dimanfaatkan dari itik? “Telor untuk yang perempuan dan daging untuk yang jantan,”jawab Pak Lami [43]. Pengalaman memelihara dan menggembalakan itik selama sepuluh tahun terakhir telah mengubah Pak Lami dari seorang buruh tani menjadi pengusaha kecil yang sedikitnya memiliki 3000 ekor itik. Harga telor itik kini mencapai Rp. 1000/butir sementara dagung pejantan laku dijual Rp. 35.000,-/ekor untuk usia lima bulan.<br /><br />Pertanian Padi Di Karawang<br /><br />Pertanian padi di Karawang memiliki sejarah yang panjang. Ia dibangun sejak jaman mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung. Ketika itu pertanian berfungsi untuk menopang rencana mataram untuk melakukan serangan terhadap Batavia.<br /><br />Karawang bagian pesisir utara merupakan salah satu daerah pertanian penting dan pemasok terbesar padi bagi kawasan di sekitarnya. Tetapi keadaan tersebut tidak menjadikan masyarakat hidup dalam kesejahteraan. Kemiskinan telah menyebabkan mereka menjual sawah dan bekerja sebagai buruh tani, penyewa tanah maupun buruh migran di luar negeri.<br /><br />Sementara, banjir dan kekeringan senantiasa mengintai setiap tahunnya. Pada musim penghujan 2006, banjir telah menenggelamkan sekitar 3000 ha areal persawahan. Apabila dalam 1 ha menghasilkan 4 ton gabah, maka jumlah kerugian yang di derita petani di dalam kawasan tersebut berkisar 10.000 – 12.000 ton gabah. Dengan harga rata-rata gabah Rp. 1.800/Kg pada masa itu, ditafsir jumlah nominal kerugian yang diderita mencapai Rp. 21.600.000.000,00 per musim panen.<br /><br />Tanggung Jawab Negara<br /><br />“Negara patut bertanggung jawab untuk membantu golongan petani paling miskin di pedesaan dengan melaksanakan reforma agraria sejati [RAS]. Pukulan kenaikan harga BBM tidak cukup ditolong dengan pemberian Bantuan Langsung Tunai semata,” tegas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat STN. Di lapangan pertanian tanaman pangan, RAS mengandung maksud bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri sebagaimana semangat Undang Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 [UUPA] pada pasal 10 ayat 1 dan ayat 2.<br /><br />Di samping itu, RAS juga berarti menjaminkan hak kalangan buruh tani dan tani miskin dengan menurunkan sewa tanah melalui kenaikkan bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan dan kenaikan upah buruh tani. Dari sisi usaha pertanian, RAS patut mengurangi bunga peribaan serta menaikkan harga produk pertanian kaum tani untuk menetralisasi pertengkulakan.<br /><br />Dapatkah negara hari ini menjalankan UUPA dan RAS? </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=8215882635181155751" title="Edit Post"> </a><br /><br /><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=8215882635181155751" title="Edit Post"><span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-1122370017641287093"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('10:55 PM');</script></div> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Buruh Migran Perempuan Dan Petani Miskin Dari Kampung Palasari</span><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9Gv56TdQd7hIf3Smb-nOISDzmlw5CcXSY-c-ekdPdSYoAkZerN4OQbTEMoxCQmtdXpYGjKnpXSJ91gQy5Si7F_ePW3bZc-v9s3uCdn-s8XHw6sXjoBFd8xvDCepXrLywchCDX8zyq63-R/s1600-h/Bu+Enting.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9Gv56TdQd7hIf3Smb-nOISDzmlw5CcXSY-c-ekdPdSYoAkZerN4OQbTEMoxCQmtdXpYGjKnpXSJ91gQy5Si7F_ePW3bZc-v9s3uCdn-s8XHw6sXjoBFd8xvDCepXrLywchCDX8zyq63-R/s400/Bu+Enting.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265618027700995778" border="0" /></a>FOTO Bu Enting [52] dari Kampung Palasari yang tengah menggarap lahan di Kutatandingan. Peranserta kaum perempuan dalam produksi yang patut diapresiasi tinggi.<br /><br />-----<br /><br />KARAWANG, STN. Menjadi buruh migran di negeri orang adalah impian bagi para perempuan di kampung itu. Gaji yang besar sebagai pembantu rumah tangga adalah alasan mereka meninggalkan keluarga. Derita buruh migran teraniaya yang sering ditonton serta didengar dari berbagai media elektronik tak jua menyurutkan langkah. “Desa kami miskin. Kami gak mau ikut [menjadi] miskin,” tutur, sebut saja, Ito.<br /><br />Ito adalah seorang perempuan muda berusia dua puluh lima tahun dan baru saja menikah pada bulan yang lalu. Sementara rata-rata perempuan seusianya di kampung telah memiliki beberapa orang anak. “Saya telat menikah karena ke Saudi selama tiga putaran,” jelasnya.<br /><br />Sambil bercerita panjang lebar tentang pekerjaan rumah tangga yang takkala menjadi buruh migran di Saudi, Ito menuturkan bahwa hampir 90% perempuan di kampungnya pernah dan sedang mengenyam pekerjaan sebagai buruh di negeri orang. Sebagian besar dari mereka terbang ke jazirah Arab dan Malaysia. Sementara sebagian lainnya ke Taiwan, Hongkong serta Singapura.<br /><br />Di antara mereka, para alumni saudi-lah yang terkenal paling bersinar di kampung. Hal ini dicirikan dengan berdirinya rumah tembok bata nan megah. Tak ubahnya seperti rumah di kota besar.<br /><br />“Kami yang muslim lebih senang memilih majikan yang seagama. Negara-negara Islam adalah tujuan utama kami,” terang Ito. Mereka merasa risih apabila majikan di negara tempat bekerja adalah orang non-muslim. <span style="font-style: italic;">Mengapa</span>? Mereka takut melanggar agama bila hrus memasak makan-makanan yang tidak halal menurut Islam. <span style="font-style: italic;">Oh la la</span>. Ia rupanya tidak tahu bahwa menurut Institute For Migrant Workers [Iwork] bahwa pelecehan seksual sampai pemerkosaan mengintai setiap gerak langkah para buruh migran perempuan Indonesia yang bekerja di kawasan Timur Tengah. Hal ini disampaikan Iwork di artikel berjudul <a href="http://www.iwork-id.org/index.php?action=news.detail&id_news=95&judul=Istilah%20muskilah%20yang%20menyakitkan%20%85">Istilah muskilah yang menyakitkan …</a> dalam situs resminya.<br /><br />“Itulah keadaan kampung kami. Sebagian besar penduduk di kampung adalah petani miskin yang memiliki kurang dari 0,2 Ha sawah,” kata Atan Nurmana Jaya [39], seorang anggota Serikat Tani Nasional [STN]. Kang Atan, demikian ia biasa disapa, menjelaskan bahwa usaha tani di kampung tersebut bukanlah sawah dengan saluran irigasi teknis. Petani hanya mengandalkan hujan dan memanfaatkan derasnya aliran sungai yang mengalir di seberang kampung pada musim tersebut sebagai sarana irigasi tradional.<br /><br />Bagaimana masyarakat mengatasi keadaan tersebut? “Masyarakat di kampung ini memilih dua cara untuk mengatasinya, menjadi tenaga kerja di luar negeri atau menggarap di Kutatandingan” jawab Kang Atan.<br /><br />Kutatandingan adalah sebutan yang diakrabi oleh masyarakat untuk menunjuk kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh KPH Purwakarta melalui BKPH Teluk Jambe dan BKPH Pangkalan. Namun keberadaan petani penggarap di kawasan ini menuai reaksi dari pihak Perhutani. Salah satunya adalah praktek <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/06/pemungut-pajak-di-kutatandingan.html">pemungut pajak di Kutatandingan</a>.<br /><br />Kampung Palasari berbatasan langsung dengan kawasan hutan Kutatandingan. Secara administrasi, ia berada dalam wilayah Desa Kutalanggeng, Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang. Untuk menuju kampung ini dibutuhkan waktu 1,5 jam berkendaraan dari ibukota Karawang menuju arah selatan.<br /><br />Sampai kapan perempuan dan petani miskin Kampung Palasari bisa bertahan? </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=1122370017641287093" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-2945713314716973511"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br />Pemungutan Pajak Di Kutatandingan</span><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir8D8g9VNWo_ldNJ30LBYYLSa1vsYnuf7hvriC-c39y6EM7LLeBJ-xISVpZrrmEAtezDxoFlBAbdi6HEnhfNsq2Wgjt0AgPNTlVO6nnJqOSnvwXS7ZlqWqoYZ0uQm7bdc-ROo1OtzdREnz/s1600-h/Kutatandingan+1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir8D8g9VNWo_ldNJ30LBYYLSa1vsYnuf7hvriC-c39y6EM7LLeBJ-xISVpZrrmEAtezDxoFlBAbdi6HEnhfNsq2Wgjt0AgPNTlVO6nnJqOSnvwXS7ZlqWqoYZ0uQm7bdc-ROo1OtzdREnz/s400/Kutatandingan+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5253335016682975298" border="0" /></a>FOTO kawasan Kutatandingan yang kering dan ditelantarkan oleh KPH Perum Perhutani Purwakarta. Sejak 1997 dimanfaatkan oleh petani miskin tak bertanah untuk bertani ala kadarnya.<br /><br />-----<br /><br />KARAWANG, STN. Sebut saja ia bernama Asman. Usianya sudah melebihi setengah abad. Namun badannya tampak kokoh, khas petani yang gemar bekerja keras di ladang dan sawah. Rumahnya berada di Kampung Palasari yang berbatasan dengan kawasan hutan Kutatandingan. Secara administrasi, kampungnya masuk dalam wilayah Desa Kutalanggeng Kec. Tegalwaru Kab. Karawang. Ia mengaku kurang gembira setiap panen padi tiba. “Saya dan beberapa orang petani lainnya sering dipunguti pajak,” akunya kesal.<br /><br />Asman dan lima orang petani lainnya, sebut saja bernama Edi, Adung, Kemud, Juli dan Anip, adalah para penggarap ladang di kawasan Perhutani yang hingga hari ini masih bertahan.<br /><br />Semuanya berawal dari tahun 2004. Ketika itu, Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan [BKPH] Pangkalan selesai melakukan kegiatan pemanenan kayu akasia di petak yang dikenal oleh masyarakat sebagai Cikadut. Pihak Perhutani memperkenankan masyarakat untuk membersihkan tunggak-tunggak kayu dan mengusahai lahan tersebut untuk berladang. Namun, ‘izin’ tersebut dibarengi dengan pungutan sebesar Rp. 10.000,- per orang sebagai biaya ‘pendaftaran’.<br /><br />Asman dan kawan-kawannya serta puluhan petani miskin tak bertanah lainnya terpaksa menerima syarat tersebut. “Kami tidak berani membantah, Pak,” kenangnya.<br /><br />Rupanya bukan hanya biaya pendaftaran saja yang dipungut. Ketika memasuki musim panen padi ladang para penggarap kembali dimintai pungutan. Kali ini upeti yang mesti diserahkan ditetapkan sebesar jumlah bibit yang ditanam pada areal garapan tiap petani. “Kalau seorang petani penggarap memerlukan 2 kuintal bibit padi maka sebesar 2 kuintal gabah wajib diserahkan di saat musim panen,” jelas Asman.<br /><br />“Di Cikadut kami hanya bertahan dua tahun. Karena tanah sudah kurang subur setelah empat musim tanam padi ladang. Tahun 2006 kami pindah ke blok hutan Cijambe,” lanjutnya. Di blok tersebut Perhutani baru saja selesai memanen kayu akasia. “Tapi biaya pendaftaran tetap membebani kami. Kali ini sebesar Rp. 50.000,- per orang. Lebih mahal, Untuk pungutan tiap musim panen padi <span style="font-style: italic;">mah </span>tetep,” tuturnya sembari mengelus dada.<br /><br />Jadi, siapa sebenarnya yang memungut itu? Asman hanya menyebut nama Sholeh dan Aseng. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata Aseng adalah salah seorang pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan [LMDH] Langgeng Sari Desa Kutalanggeng.<br /><br />Menduduki Kutatandingan<br /><br />Kutatandingan adalah sebutan yang diakrabi oleh masyarakat untuk menunjuk kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan [KPH] Purwakarta melalui BKPH Teluk Jambe dan BKPH Pangkalan. Kawasan seluas ± 7200 ha ini meliputi lima kecamatan yakni Ciampel, Teluk Jambe Barat, Teluk Jambe Timur, Pangkalan dan Tegalwaru.<br /><br />Atan Nurmana Jaya [39], anggota Serikat Tani Nasional [STN], menuturkan bahwa Kutatandingan sejak 1997 relatif ditelantarkan oleh Perhutani. Lahan bekas tebangan tanaman jati yang diusahai pada masa masa lalu dibiarkan terbengkalai. Sementara di sisi lain, masyasrakat yang tinggal di sekitar Kutatandingan didera kemiskinan berkepanjangan akibat ketidak-cukupan lahan usaha pertanian.<br /><br />Kang Atan, demikian ia biasa disapa, adalah golongan petani miskin sebagaimana layaknya penduduk lain di Kampung Palasari. Luasan sawah yang digarapnya hanya 1800 meter persegi. Itupun lahan waris milik orang tuanya. Demikian juga dengan para tetangganya. Sawah yang mereka miliki rata-rata tak kurang dari 0,2 Ha. “Makanya sejak 1999, saya dan petani miskin lainnya menggarap ladang di kawasan Kutatandingan,” jelasnya<br /><br />Di tengah gelora reformasi 1998, Kutatandingan diduduki oleh petani yang miskin dan kaum tak bertanah. Mereka membersihkan areal yang terbengkalai dari sisa-sisa tunggak tanaman jati dan menanaminya dengan padi lading jenis lokal yang dikenal dengan nama kokosan, beragam palawija dan pisang-pisangan. “Kami tanami tanaman kayu seperti <span style="font-style: italic;">jeunjing</span>/sengon/albazia, kayu kapuk, kayu nangka dan petani serta jengkol di areal miring agar tidak longsor,” tambah bapak satu anak ini.<br /><br />Mereka yang duduk di Kutatandingan tidak hanya berasal dari desa-desa sekitar Kutatandingan. Kaum miskin tak bertanah dari berbagai pelosok di Kabupaten Karawang juga berdatangan dan turut mengusahai tanah tersebut. Bahkan ada juga yang berasal dari luar kota, termasuk mereka yang berketurunan suku Bugis dan orang Batak.<br /><br />“Kemiskinan dan ketiadaan lahan di kampung asal mengharuskan kami seperti ini. Kalau Negara ini serius mengentaskan kemiskinan petani, jalankan <span style="font-style: italic;">landreform </span>dan UUPA [Undang Undang Pokok Agraria --<span style="font-style: italic;"> </span><span style="font-style: italic;">red</span><span>]</span><span style="font-style: italic;"> dong</span>!,” tandasnya.<br /><br />Kini Kutatandingan telah dihuni ribuan keluarga. Di beberapa tempat telah berdiri perkampungan dan diakui keberadaanya oleh Pemerintah Kabupaten Karawang. Pengakuan tersebut ditunjukkan dengan terbitnya Kartu Tanda Penduduk [KTP] dan Kartu Keluarga [KK]. Sebut saja sebuah kampung bernama Cibulakan. Ia memiliki perangkat pemerintahan lokal dan diakui secara administrasi sebagai RT 14 Desa Parungmulya Kec. Ciampel.<br /><br />Bukankah keadaan yang demikian berakibat pada tumpang-tindihnya kepentingan antara Pemkab Karawang dan Perhutani?<br /><br />Tindakan Perhutani<br /><br />Perhutani ternyata tidak tinggal diam atas pendudukan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Drs. Rahmat selaku Kepala BKPH Teluk Jambe dalam forum dengar pendapat antara STN dengan Perhutani tahun 2005 mengatakan bahwa masyarakat akan diajak bekerja sama dalam pengelolaan hutan di Kutatandingan.<br /><br />Sejak tahun 2006 pihak Perhutani mendirikan LMDH di beberapa desa sekitar Kutatandingan. Jajaran pengurus LMDH dipilih sepihak dari kalangan birokrasi desa dan petani kaya. Keikutsertaan petani penggarap kurang mendapat perhatian. Oleh karennya LMDH cenderung berpihak pada Perhutani.<br /><br />“Sekiranya Negara RI patut dengan segera malaksanakan reforma agraria sejati di kawasan hutan. Kawasan-kawasan hutan produksi yang telah dikelola oleh petani penggarap patut segera dilepaskan status kawasannya, “ tegas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat STN. Setelah itu, wilayah kelola tersebut harus diakui oleh negara RI sebagai alat produksi masyarakat untuk hak atas pangan. “Dan hal mendesak yang harus diberantas adalah tindakan pemungutan pajak secara sepihak kepada petani penggarap.” </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=2945713314716973511" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-5157439126750005505"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('2:14 PM');</script></div> <h3 class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/06/jawa-barat-dirjen-pla-deptan-ri-turut.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Dirjen PLA Deptan RI Turut Kritis Atas Rencana Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat"><br /></a> </h3> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Dirjen PLA Deptan RI Turut Kritis Atas Rencana PEmbangunan Bandara Internasional Jawa Barat</span><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4t9I5efRZc_ixps5YAlC8R-H3QP4LqLy1v0yjAJY9027oaLRSAA7G2p9rRksWGxMYcnL3VQwkKgj4JCTtwsAszf8sb3XWlbTeJJS5IWw2bA4ytsykvoxHFncUKTJZ6PUrhsxCpDuWJtA8/s1600-h/Dirjen+PLA+utk+Majalengka+29+Mei+2008.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4t9I5efRZc_ixps5YAlC8R-H3QP4LqLy1v0yjAJY9027oaLRSAA7G2p9rRksWGxMYcnL3VQwkKgj4JCTtwsAszf8sb3XWlbTeJJS5IWw2bA4ytsykvoxHFncUKTJZ6PUrhsxCpDuWJtA8/s400/Dirjen+PLA+utk+Majalengka+29+Mei+2008.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5211736687885165122" border="0" /></a>MAJALENGKA, STN. Kiranya pihak Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan Dan Air Departemen Pertanian RI [Dirjen PLA Deptan RI] harus memenuhi janjinya. Komitmen Ir. Tangkas Panjaitan, M.Ag.Sc yang mewakili departemen tersebut dalam temu wicara [20/05] sekiranya menggembirakan para petani miskin Desa Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka.<br /><br />Hal tersebut termaksud dalam surat Direktorat Pengelolaan Lahan Dirjen PLA Deptan RI bernomor 166/PP.400/B.3/05/08 perihal rencana alih fungsi lahan sawah. Mereka meminta kepada Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jawa Barat dan Kepala Dinas Pertanian Kab. Majalengka agar menyerap aspirasi petani yang tergabung dalam Forum Komunikasi Rakyat Bersatu [FKRB] untuk meninjau ulang KA AMDAL. Hal ini berkaitan dengan rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat [BIJB] di kawasan tersebut.<br /><br />Koreksi Data<br /><br />Dalam surat tertangal 29 Mei 2008 dan ditandatangani oleh Ir. Suhartanto MM selaku Direktur Pengelolaan Lahan juga disebutkan pentingnya koreksi data produksi sawah tadah hujan yang tertulis dalam KA AMDAL. Data yang tertulis sebesar 0,6 ton GKP per hektar seyogyanya adalah sekitar 6 ton GKP per hektar.<br /><br />Besarnya produksi sawah tadah hujan tersebut menjadi salah satu dasar ketidaksediaan para petani miskin apabila lahan pertanian dan pemukimannya dibangun menjadi BIJB.<br /><br />"Departemen Pertanian RI telah bertindak tepat. FKRB telah mendesak mereka dengan langkah yang tepat pula. Namun kami tidak lantas berpuas diri. Mengawal proses surat tersebut adalah agenda kami selanjutnya agar tidak menyeleweng dari perjuangan ini," tegas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional [KPP STN].<br /><br />Ikhwal Sengketa<br /><br />Desa Sukamulya adalah satu dari sebelas desa yang menjadi korban rencana pembangunan BIJB di Kecamatan Kertajati. Rencana ini diajukan oleh Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2006 lalu sebuah tim meneliti kelayakan lingkungan di sekitar lokasi rencana pembangunan BIJB dan membuahkan dokumen KA AMDAL yang menjadi acuan proyek selanjutnya.<br /><br />Berbagai upaya perjuangan FKRB telah dilakukan. Terakhir, mereka bersama KPP STN menyelenggarakan <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/05/jawa-barat-bandara-internasional-jawa.html">kegiatan yang bertepatan dengan hari jadi desa</a> dan dihadiri oleh kalangan Departemen Pertanian RI. </div><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Rakyat Bersatu Lawan Rezim Anti-Rakyat Tolak Kenaikan Harga BBM! Turunkan Harga Sembako!</span><br /><br /> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=5157439126750005505" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-8490962671554267331"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('5:19 PM');</script></div> <div class="emeta"><br /> </div> <div class="ebody"> http://stn-sumedang.blogspot.com/2008/05/rakyat-bersatu-lawan-rezim-anti-rakyat.html<br /><br /><br />Pemerintah SBY-JK telah akan menetapkan harga BBM sebagai "pilihan terakhir" untuk mengatasi harga minyak dunia yang melambung tinggi yang mengakibatkan defisit APBN melambung tinggi.<br /><br />Sebelum rezim ini juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang anti rakyat seperti kebijakan import bahan pangan dengan menghilangkan bea masuk impor yang akhirnya memukul kehidupan kaum tani dan tidak melakukan proteksi pasar akan tetapi membiarkan harga-harga sembako membiarkan harga-harga sembako stabil setelah pasar pasar menentukan sendiri harga stabilnya. Hasilnya, harga stabil yang ada dipasaran hari ini melonjak lebih tinggi dari harga sebelumnya. Dengan berbagai pembenaran yang semangkin memperlihatkan ketidakmampuan rezim ini mengatasi kritis di dalam negeri kecuali dengan semangkin menghisap dan menindas rakyat, maka keluarlah kebijakan anti rakyat.<br /><br />Dengan harapan merebut simpati rakyat, maka rezim ini mengeluarkan pula bijakan yang seolah-olah memikirkan rakyat yaitu dengan BLT plus padahal kebijakan BLT plus ini hanya bersifat sementara dan tidak sebanding dengan melonjaknya harga-harga yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Sehingga jelas bagi kita, kebijakan BLT plus ini tidak membantu rakyat akan tetapi hanyalah upaya licik dari rezim yang anti rakyat untuk meebut simpati rakyat dengan melakukan pembodohan dan mengambil kesempatan dari kondisi rakyat yang semakin terpuruk.<br /><br />Maka, kami menyatakaan sikap dan menuntut:<br /><ol><li>Tolak kenaikan harga BBM!</li><li>Turunkan harga bahan-bahan pokok rakyat serta naikan subsidi bagi rakyat, seperti untuk pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan public lainnya!</li><li>Naikan upah buruh, termasuk buruh tani dan pekerja pertanian di pedesaan serta golongan pekerja rendahan lainnya. Upah yang didasarkan atas standar hidup yang layak!</li><li>Tolak PHK dan hapuskan system kerja kontrak dan bentuk outsourcing!</li><li>Laksanakan reforma agrarian sejati dan menolak segala bentuk kebijakan pembaharuan agraria </li><li>palsu seperti PPAN!</li><li>Menuntut penghentian penggusuran terhadap pedangan kecil dan berikan jaminan di dalam menjalankan aktivitas ekonominya!</li><li>Menuntut penyediaan lapangan kerja!</li><li>Pendidikan gratis bagi anak-anak buruh, kelas pekerja lainnya serta rakyat miskin luas!</li><li>Persamaan hak dan hapuskan diskriminasi bagi perempuan di seluruh aspek kehidupan!</li><li>Realisasikan 20% APBN dan APBD untuk pendidikan diluar gaji tenaga pengajar dan hentikan pemotongan subsidi pendidikan!</li><li>Tolak RUU BHP dan seluruh praktek komersialisasi pendidikan!</li></ol><br />Bandung, 21 Mei 2008<br /><br />Front Kebangkitan Rakyat<br />(KASBI, PBKM, SBSI 92, Bandung Raya, PPMI 98, FSBI, AGRA, STN, HMR, FAMU, LMND-PRM, GEMPA, KMB, GMP, Bilik Kuning, SBM, FMN, KMD, LSAK, GRI, LBHB) </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=8490962671554267331" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-3702895114696989921"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bandara Internasional Jawa Barat Yang Menuai Penolakan Petani</span><br /><br /> </div> <div class="ebody">MAJALENGKA, STN. “Kami tetap menolak keberadaan Bandara Internasional Jawa Barat yang akan dibangun di atas desa kami!”, demikian tegas Abah Herry selaku pimpinan Forum Komunikasi Rakyat Bersatu [FKRB] takkala memberikan kesaksian dalam temu wicara bertema Alih fungsi Lahan Pertanian pada hari Selasa, 20 Mei 2008. Ia menambahkan bahwa masyarakat Desa Sukamulya sebenarnya mendukung adanya Bandara. "Namun sebaiknya Bandara tersebut didirikan di lahan yang tidak produktifm, bukan di sini", imbuhnya.<br /><br />Temu wicara yang diselenggarakan oleh FKRB dan Serikat Tani Nasional di Balai Desa Sukamulya dihadiri oleh dua pembicara dari Departemen Pertanian RI. Mereka adalah Ir. Tangkas Panjaitan, M.Ag.Sc selaku Kepala Sub Direktorat Reklamasi Lahan dan Ir. Tjuk Edi, M.Ag.Sc selaku Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan. Hadir pula dalam Kuwu [kepala Desa] Sukamulya, para tokoh pemuda dan masyarakat serta kalangan petani penggarap anggota FKRB.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Anggota Tim Amdal Nasional</span><br /><br />Tangkas Panjaitan mengemukakan bahwa Bandara Internasional Jawa Barat [BIJB] baru sebatas rencana awal yang diajukan oleh pihak Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat. Kajian Amdal terhadap poyek tersebut juga masih bersifat analisis awal kelayakan yang masih memungkinkan terjadinya perubahan. “Kedudukan saya sebagai salah satu anggota Tim Amdal tingkat nasional akan memperjuangkan peninjauan ulang terhadap usulan Dinas Perhubungan tersebut”, janijinya.<br /><br />Sementara Tjuk menyatakan bahwa bertepatan dengan perayaan 100 tahun kebangkitan nasional para petani di Desa sukamulya patut membuka diri terhadap perubahan-perubahan zaman. “Namun kearifan lokal dalam pengelolaan sumber pangan tetap tak boleh ditinggalkan. Hal ini dimulai dari memupuk tanggung jawab pribadi diri kita kepada sesama yang miskin dan papa”, jawabnya aras pertanyaan peserta mengenai tanggung jawab sosial Perusahaan Gula Jatitujuh yang memiliki kebun di sekitar Desa Sukamulya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lumbung Padi Majalengka</span><br /><br />Desa Sukamulya adalah satu dari sebelas desa yang menjadi korban prencana pembangunan BIJB di Kecamatan Kertajati. Di sisi lain, Kecamatan Kertajati memiliki areal pesawahan tadah hujan yang terhampar dengan luas. Produksi padi di Kertajati dalam 1 hektar menghasilkan 6 ton padi kering siap giling.<br /><br />Dinas Pertanian Kabupaten dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka 2005 melaporkan bahwa luas tanam di Kertajati 9441 hektar, luas panen 9060 hektar, hasil produksi 47.428 ton, dengan rata-rata produksi 52,35 kuintal. Merekapun bangga dengan Kertajati yang berpredikat sebagai lumbung padi Majalengka.<br /><br />"Di tengah kebijakan negara yang berencana menaikkan harga BBM, sungguh tepat kiranya bila petani penggarap yang tergabung dalam FKRB menuntut keadilan untuk terjaminnya sumber pangan kehidupan mereka dan keluarganya hari ini dan masa depan.", tandas Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional sebelum kegiatan tersebut ditutup oleh Kuwu Desa Sukamulya. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=3702895114696989921" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-6686097362651722670"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('9:24 PM');</script></div> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Di Sukaresmi, Pantas Mereka Tidak Mensyukuri Kehadiran Pemerintah</span><br /><br /> </div> <div class="ebody">Pada tanggal 3 Maret 2008, di Sukaresmi-Kertajati Kabupaten Majalengka, ada petani-petani yang mensyukuri Dewi Sri yang hadir di setiap pesawahan yang menghasilkan padi. Mapag Sri, nama syukuran itu, di setiap panen di Musim Penghujan diadakan di Sukaresmi. Mapag Sri dalam Bahasa Sunda, artinya Menjemput Dewi Sri.<br /><br />Tanggal 3 Maret, di dusun Sukaresmi, ibu-ibu menghantarkan tumpeng ke bale desa, gamelan dibunyikan dari sebelum Dhuhur, ketika wayang-wayang kulit berhasil ditancapkan di batang pisang. Tumpeng-tumpeng itu akan dinikmati bersama setelah dibelah ujung-ujungnya.<br /><br />Jauh sebelum 3 Maret, pemerintah tak henti menjemput pemilik modal asing datang ke negeri ini, untuk ditegakan kuasanya di mana saja, di setiap ichi di tanah negeri ini. Satu akan ditegakan di Kertajati, berwujud Bandara Udara Internasional Jawa Barat. Amdalnya sudah ditandatangani Danny Setiawan selaku Gubernur Jabar, serta Tuty Hayati Anwar selaku Bupati Majalengka, mengiyakan lahan pesawahan di Kertajati tidak produktif, tetapi BPS dan Dinas Pertanian Majalengka telanjur mencatat Kertajati adalah tempat pesawahan terluas dan panen terbanyak di Kabupaten Majalengka. Tetapi hanya petani-petani Kertajati yang mensyukuri leganya pesawahan di Kertajati, dan banyak hasil panennya, di hari-hari pembebasan tanah sudah dijadwalkan dekat oleh pemerintah.<br /><br />Tanggal 3 Maret, bapak-bapak yang sedari pagi berkumpul di Sukaresmi tak henti tak mensyukuri kehadiran pemerintah yang memahalkan pupuk, tak memberi kredit dan teknologi pertanian, serta terus melakukan pembangunan yang tak melibatkan petani itu sendiri di tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, sebab pemerintah tak henti mengira petani itu tak berdaya, cuma pemerintah yamg pintar dan berhak merencanakan nasib bangsa, sebab bagi pemerintah, bahwa benar petani itu tidak pantas memiliki dirinya sendiri, juga tanah. Semuanya hanya pantas dimiliki kuasa modal untuk terserah dibagaimanakan sesuai selera pemilik modal.<br /><br />Tetapi akan disudahi, sehingga Bandara Udara Internasional Jawa Barat mereka tentang untuk ditegakan. Tahun-tahun berikutnya, seperti tahun-tahun lalu, petani-petani Kertajati cuma menghendaki tempatnya terus menjadi lumbung padi Majalengka.<br /><br />Tanggal 3 Maret, diundang hadir semua yang menentang korporasi untuk monopoli dan dominasi, sebab sepenuhnya mengerti, tidak cukup satu-dua tangan untuk menghadang kuasa jahat modal. Perlu persatuan. Ya perlu persatuan. ***<br /><br />Ditulis oleh Faisal N Faridduddin, Jl. Brawijaya 71 Kadipaten-Majalengka 45452, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Propinsi Jawa Barat. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=6686097362651722670" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-1468449740254951674"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br />Petani Tiga Desa Unjuk Rasa di DPRD</span><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=11983<br /><br />SUMEDANG, (PR).-<br /><br />Ratusan petani dari Desa Genteng, Banyuresmi, dan Desa Nangerang, Kec. Sukasari, Kab. Sumedang, berunjuk rasa ke DPRD dan Kantor Pemkab Sumedang, Kamis (14/2). Peserta aksi di bawah bendera Serikat Tani Nasional (STN) tersebut, menuntut pihak Pemkab Sumedang melakukan berbagai langkah serius untuk meningkatkan taraf kehidupan kaum petani.<br /><br />Massa dari desa-desa di kaki Gunung Manglayang itu, berunjuk rasa mulai dari Taman Endog lalu berjalan kaki ke gedung DPRD. Sambil berorasi, mereka menggelar spanduk dan sejumlah poster berisi tuntutan kaum petani.<br /><br />Para petani mendesak agar Pemkab Sumedang mencarikan lahan, memberikan bantuan modal, dan teknologi peralatan pertanian, untuk ladang usaha pertanian kolektif kaum petani. Selain itu, menurunkan harga pupuk dan obat-obatan pertanian, serta merealisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah tepat sasaran.<br /><br />Untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, mereka meminta Pemkab Sumedang melakukan negosiasi dengan pihak Perhutani. Harapan mereka, pihak Perhutani memberikan izin kepada kaum petani di desa-desa tersebut untuk menumpang bercocok tanam padi, sayuran, dan palawija pada bagian lahan Perhutani kaki Gunung Manglayang Timur sekitar desa mereka.<br /><br />Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, Ketua Komisi A DPRD Sumedang Drs. Sarnata mengatakan, semua aspirasi yang disampaikan pasti akan ditindaklanjuti pihaknya. Kepada petani, Sarnata menjanjikan pihaknya akan melakukan langkah-langkah serius dan akan menyampaikan jawaban atas berbagai aspirasi itu paling lama 14 hari.<br /><br />Khusus mengenai tuntutan agar petani di desa-desa tersebut bisa menumpang bercocok tanam pada lahan Perhutani di kaki Gunung Manglayang, dikatakan Sarnata, itu tidak mungkin mendapat izin dari Perhutani. Karena, berdasarkan hasil pertemuan pihaknya dengan pihak Perhutani, lahan Perhutani di kawasan Gunung Manglayang, semuanya termasuk dalam klasifikasi lahan hutan lindung. (A-91)*** </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=1468449740254951674" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-906974837295315412"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pemilihan Gubernur Dan Imperialisme!</span><br /><br /> </div> <div class="ebody">Majalengka. Kota ketiga di suatu dunia ketiga bernama Indonesia. Kota yang notabene bagian dari Jawa Barat, kini, dipenuhi wajah-wajah yang mencalonkan diri di Pilihan Gubernur Jawa Barat 2008. Poster-poster berwajah cagub dan cawagub meramaikan jalan yang sudah ramai oleh spanduk, billboard iklan.<br /><br />Sudah tersiar nama-nama yang mencalonkan diri di Pilgub Jabar 2008 itu: UU Rukmana, Danny Setiawan, Dadang Garnadi, Indra Hutabarat, Andri, Ramito, Irianto MS Syaifiuddin, Tuty Hayati Anwar, Muh. Nugraha, Dede Macan Efendi, MQ Iswara, Amung Ma’mun, Rudy Gunawan, Rudi Harsa Tanaya, Agum Gumelar, Nu’man Abdul Hakim.<br /><br />Dan di Majalengka wajah yang sudah diiklankan dalam poster dan billboard barulah Rudi Harsa Tanaya, dan Tuty Hayati Anwar serta Danny Setiawan yang disandingkan dalam satu spanduk dan billboard. Poster Tuty Hayati Anwar dan Danny Setiawan lebih banyak (baik dari jumlah dan corak desain) dari yang Rudi Harsa Tanaya miliki di kota Majalengka, dan poster mereka memiliki gambar latar yang bermacam, salah satunya bergambar pesawat boeing, seperti yang diduga itu ada kaitannya dengan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat. Tuty Hayati Anwar adalah bupati Majalengka, dan Danny Setiawan adalah Gubernur Jawa Barat. Keduanya menandatangani Amdal untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat.<br /><br />Data pemilih Pilgub juga hampir terkumpul seluruhnya. Dan dari beberapa angka jumlah pemilih itu adalah mereka yang mengorganisir diri di Kertajati, petani yang menentang pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat.<br /><br />Bandara Internasional Jawa Barat hendak dibangun ketika produk Danone di dalam jangkauan tangan khalayak, bersama produk Bayer. Kedua itu hampir bersebelahan dengan cabe dari Kertajati, dan kol dari Maja. KFC dekat sekali, tidak perlu menaiki pesawat untuk sampai pada haribaannya. Genteng Jatiwangi ada yang dibandrolin US dollar. Poster artis Korea di dinding bilik anak muda di suatu desa di dunia ketiga. Foto kekerasan Junta Militer Myanmar pada biksu yang menentang kenaikan bbm 500% bisa dilihat di warnet, dan juga bisa ditemukan tulisan soal Haur Koneng dalam Bahasa Belanda.<br /><br />Dunia telah datar, seru orang-orang, komoditas, informasi, dan modal bisa bebas berselancar. KFC bisa bebas datang ke mana saja, bersama Malboro. Bebas berlarian sepanjang inchi yang ada. Reebok berloncatan ke mana saja, tidak hanya bermaksud mencari buruh murah, juga pasarnya. Bahkan bisa hadir ke pojokan suatu kota ketiga di suatu dunia ketiga, kalau di sana hitung-hitungan laba-rugi berlaku. Starbucks bisa masuk Majalengka seperti dodol Garut bisa masuk.<br /><br />Tapi bukan datar yang dimaksud datar yang dipercayai dulu oleh mereka bahwa dunia itu datar dengan ujung-ujungnya jurang yang dalam, sehingga tidak perlu berlayar dengan kapal mencari dunia baru, sebab akan terperosok. Dan saat itu, mempercayai bumi itu bulat adalah bidah. Maka yang berlayar itu, mengarungi lautan, dan menemukan tanah baru itu adalah pahlawan karena mematahkan kepercayaan terlembagakan bahwa bumi itu datar dan ujung-ujungnya jurang, tapi tidak jadi pahlawan pada detik berikutnya, ketika para pelayar itu menjajah dengan semangatnya yang terkenal itu: gospel, glory, gold, gold, dan gold.<br /><br />Gold 3 kali itu menurut John A. Hobson yang menjelaskan motivasi dari imperialisme itu, tetapi John A. Hobson berbeda pendapat dengan Lenin. Menurut John A. Hobson, imperialisme adalah bukan dari kemajuan kapitalisme. Sedangkan Lenin berbicara lain. Menurutnya, imperialisme adalah puncak tertinggi dari kapitalisme. Sebut saja upaya mempercanggih kapitalisme.<br /><br />Mulanya mungkin dengan menekan pemerintah untuk mengeluarkan armada perang milik negara untuk pelesiran membawa senjata ke tempat yang penuh sumber bahan mentah, dan merampas semua yang ada pada atas tanah dan yang terkandung di dalamnya. Sebab itu lebih menguntungkan daripada memperoleh bahan mentah melalui kompetisi di pasar bebas. Kapitalisme monopoli memang pemberhentian berikutnya, sesudah kapitalisme kompetisi pasar bebas. Dan upaya mempercanggih kapitalisme itu tidak akan pernah berhenti.<br /><br />Masa kolonialisme ekspansi sangat fisikly sekali. Namun sesudah Perang Dunia ke II ekspansi lewat teori dan ideologi. Keduanya sama mencengkeramnya, tapi yang kedua susah disadarinya, apalagi kalau kapitalisme memperbaiki diri sehingga berwajah manusiawi. Bisa punya CSR atau menyetujui MDGS.<br /><br />Hulu dan hilir tersambung, sehingga dunia terasa pekarangan sendiri bagi pemilik modal, batas negara tidak menjadi pagar. Semua saling mendekat, terjangkau, selayaknya kampung. Modal pun bisa disimpan di mana saja. Lantas dunia ini pantas lebih dari sekedar dikatakan kampung global. Tetapi pusat dan pinggiran masih ada.<br /><br />Kapitalisme memang membutuhkan penaklukan ruang sehingga terkesan dunia terlipat, biar muat dalam genggaman tangan mereka untuk bisa dimasukan ke saku mereka. Yasraf Amir Piliang mengatakan itu: dunia telah dilipat, sebab ruang mesti ditaklukan oleh kaum monopolis untuk meningkatkan tempo konsumsi, produksi, demi perluasan dan pelanggengan penguasaan sistem politik dan sumber ekonomi, serta penguasaan kesadaran massa rakyat serta ingatan kolektifnya.<br /><br />Bandara Internasional Jawa Barat berada dalam logika ini. Tetapi beberapa mempercayai dunia telah menjadi indah ketika menjadi datar dan berhasil dilipat. Kalau gak percaya coba tanyakan pada band indie Bandung atau Jakarta yang musiknya bisa di dengar di Jerman setelah di download dari internet.<br /><br />Tapi tetapi sekali lagi tetapi, seperti imperialisme dulu, imperialisme kini juga serupa melahirkan banyak orang yang bernasib seperti Saijah yang kehilangan kerbaunya, dan mesti menjual keris peninggalan keluarga pada babah untuk bisa beli kerbau lagi, dan dirampas lagi. Tapi kini bukan hanya kerbau yang dirampas, tanah, sawah, tambang, tenaga manusia, atau apasajalah yang investor inginkan, hampir semua yang dipunyai, bahkan pemerintah tidak bisa mencegah. Dan itu sah dilakukan atas nama perdagangan bebas. Pantas pemerintah dan investornya tidak mau tahu soal nyeri atau tidaknya petani Kertajati kehilangan sawah dan rumah.<br /><br />Dunia tidak cuma jadi datar, tapi juga pusat pembelanjaan raksasa berukuran raksasa, yang datar tentunya. Dunia yang telah dilipat itu dipenuhi rak-rak yang berisi pajangan berupa sawah, tenaga manusia, tambang, negara dari dunia ketiga, dan segala rupa. Semua dijual murah, sekalipun begitu tetap saja tidak terbeli oleh kaum tanpa subsidi. Yang mampu membeli tentu kaum bermodal besar, yang sialnya tidak hanya mau membeli isi rak-rak di pusat pembelanjaan yang bernama dunia itu, tapi juga ingin membeli dunia itu sendiri, sebagai pusat pembelanjaan.<br /><br />Membeli itu, mumpung dunia berhasil dilipat. Dan tidak ada yang bisa menghadang upaya itu. Massa sekalipun tidak diperkenankan menghadang, di hari hulu hilir mesti tersambung seperti lorong-lorong yang menyambungkan satu rak dengan rak lain di dalam pusat pembelanjaan, dan yang menyambungkan tidak cukup display, tv, billboard, internet. Itu alat-alat purba juga masih diperlukan: bandara, pelabuhan, barak, dan semua alat lainnya untuk semakin memperkuat tertancapnya kuku imperialisme.<br /><br />Pemerintah pusat sampai pemerintah daerahnya mesti berminat dengan perluasan dan pelanggengan monopoli itu, dan tidak mengapa mereka kebagian sedikit laba dari yang kapitalis pusat dapatkan, sebab mereka membutuhkan sejumlah uang dan komisi itu untuk ikutan pemilu, pilkada yang menghabiskan banyak uang buat kampanye dan money politic-nya.<br /><br />Apa saya bicara terlalu cepat?<br /><br />•••<br /><br />Petani Kertajati yang mengorganisir diri menentang BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) itu mengetahui akan ada pelaksanaan Pilgub Jabar, calon-calonnya juga.<br /><br />Di bale desa Sukamulya, mereka sempat membicarakan itu, beberapa kali, sebelum keberangkatan aksi ke Jakarta, hendak menemui Komisi 5 DPR RI, tanggal 27 Agustus 2007, dan gagal menemui, terbentur birokrasinya polah Komisi 5. Di bale desa, petani yang mengorganisir diri itu menyatakan tidak akan memilih cagub dan cawagub yang akan mengkonversi lahan sawah mereka menjadi Bandara Internasional demi memenuhi kebijakan neoliberal yang menuntut pemerintahan di dunia ketiga untuk mengintregrasikan dan mengkonversikan ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi yang berorientasi ekspor, meskipun kebijakan itu mengorbankan lingkungan dan sistem sosial. Dr. Mansor Fakih, mengatakan begitu.<br /><br />Mereka mengerti bahwa Pilgub nanti tidaklah pantas sekedar mengganti birokrasi korporasi global saja. Pilgub dua putaran sungguh makan uang. Rakyat sudah kerepotan dengan pencabutan subsidi bbm, dengan privatisasi ber-eufimisme, sehingga privatisasi kampus jadi otonomi kampus, privatisasi puskesmas dan rumah sakit menjadi puskemas dan rumah sakit mandiri.<br /><br />Pantas petani yang mengorganisir diri menentang BIJB itu tidak percaya pada tujuan pembangunan BIJB yang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat itu. Itu gombal berikutnya, sebab pada pelaksanaannya demi membangun BIJB, pemerintah telah melakukan kecurangan.<br /><ol><li><span style="font-style: italic;"></span>Sampel wawancara tim Amdal yang hanya dilakukan 20 orang saja.</li><li><span style="font-style: italic;"></span>Peneliti Amdal hanya beberapa hari saja melakukan penelitian, padahal seharusnya empat bulan menurut surat tugas.</li><li>Pernyataan yang berupa tanda tangan 11 kuwu (Kepala Desa) dan camat yang menyatakan masyarakat siap mendukung, membebaskan tanah, rumah dan lain-lain untuk pembangunan Bandara Udara Internasional Jawa Barat, padahal tidak ada musyawarah dengan masyarakat berkenaan soal itu.</li><li>Tim Amdal mencatat dalam hasil Amdalnya bahwa tanah di Kertajati tidak produktif. Menuliskan dengan waktu tanam sekali dalam setahun dengan hasil rata-rata 1 hektar sama dengan 6 kwintal gabah kering (anehnya pemerintah daerah tidak keberatan dengan hasil Amdal yang melaporkan begitu, sekalipun mereka tahu itu artinya mereka gagal menjadi kota agraris yang seperti mereka gembor-gemborkan. Bupati pun menandatangani hasil Amdalnya dengan mudah). Padahal faktanya di Kertajati dalam 1 hektar menghasilkan 6 ton padi kering siap giling. Dinas Pertanian Kabupaten dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka malah melaporkan bahwa luas tanam di Kertajati 9441 hektar, luas panen 9060 hektar, hasil produksi 47.428 ton, dengan rata-rata produksi 52, 35 kuintal.</li></ol>Jadi di bale desa, petani Kertajati yang menentang Bandara Internasional Jawa Barat mengeluarkan kriteria gubernur Jawa Barat berikutnya: anti neoliberalisme.<br /><br /><br />Ditulis oleh Faisal N Faridduddin, Jl. Brawijaya 71 Kadipaten-Majalengka 45452, jaringan STN di Kab. Majalengka Jawa Barat. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=906974837295315412" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-1327279093808279616"><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bandara Internasional Jawa Barat, Mimpi Siapa Yang Dibangung di Kertajati?</span><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <span style="">Kertajati-Majalengka. Pesawahan terhampar datar, dan kalau malam, gelap membuat pesawahan tampak seperti televisi layar datar yang tidak menyala dalam posisi ditidurkan. Cabe tumbuh di situ, padi, juga buah mangga. Sawah tadah hujan memang. Genset menyedot air, dan sumur bor yang jumlahnya sedikit. Kalau banyak sumur bor, takut menyedot persediaan air buat rumah-rumah yang menggerombol sekepal demi sekepal. Rumah-rumah dikepung sawah, dan penghuninya bangga tinggal di situ sebagai petani yang membuat bunga berkembang tepat pada musimnya. Tersenyum bangga, ketika tempatnya disebut salah satu lumbung padi Majalengka. Mereka kelihatan mengerti telah berkontribusi dalam upaya memenuhi kesediaan pangan tidak hanya bagi keluarganya. <o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal"><span style=""><o:p></o:p>Dalam benak mereka muncul ingatan soal kehidupan dulu, ketika bertani di awal-awal, dan belum terlalu bisa mencukupi kehidupan keluarga. Mereka telah hidup dari nol di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place>. Listrik telah mereka usahakan datang. Tahun 1994, tiangnya terpancang. Untuk itu sudah berapa uang kolektif yang dikeluarkan buat bayaran resmi sekaligus tidak resmi. Lumpur di jalan yang mereka lalui tidak selutut lagi, sudah aspal di jalan, sekalipun banyak lubang. <st1:city st="on">Kota</st1:city> tempat mereka tinggal telah mencitrakan diri sebagai <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:city></st1:place> agamis dan agraris. Mereka semakin merasa betah di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place>, sebab sawah tidak hanya dipahami dari sekedar tempat padi tumbuh saja. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style=""><o:p></o:p>Tetapi pemerintah daerah dan provinsi berkehendak lain dengan kehendak petani yang ingin terus bertani di situ. Telah ada penelitian katanya, soal penelitian itu makan uang, terang lagi. Penelitian itu diadakan di Bandara Husen Sastra Negara, Ciparay-Bandung, Kalijati-Subang, Pengging-Cirebon, Jonggol, Sukani-Jatiwangi-Majalengka. Singkatnya Kertajati dipilih. Rencana pembangunan jalan tol CISAMDAWU konon jadi pertimbangan.<span style=""> </span>Di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place> Pemerintah Provinsi Jawa Barat bermimpi menegakan Bandara Internasional Jawa Barat. Jawa Barat tidak lagi punya itu, sebab Bandara Internasional Soekarno-Hatta jadi milik Banten. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Sekali lagi katanya, kata Pemerintah<span style=""> </span>Provinsi Jawa Barat, membangun Bandara Internasional Jawa Barat itu mendesak bagi Jawa Barat, demi peningkatan arus barang dan jasa ke luar negeri yang potensi katanya cukup besar di Jawa Barat. Sebab Jawa Barat kata Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sudah sedemikian termarginalkan dalam hal sarana pelabuhan dan bandara. Fasilitas milik DKI dan Banten yang sering digunakan. Dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ingin punya sendiri. Kata Pemerintah Provinsi Jawa Barat (dengan sedikit dramatisasi dari penulis): <i style="">Sudah cukup! Menggunakan Tanjung Priok untuk pelabuhan, dan Cengkareng untuk bandara. Dan itu membuat membuat pengiriman barang ke Jawa Barat jadi makan 8 jam.</i> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Penelitian yang makan duit negera sebesar 2 milyar pun menyatakan Majalengka sebagai pemenang. Kertajati dipilih sebagai tempat buat landasan pesawat sesuai standar <i style="">Fatergion Civil Aviation Organization</i>. Investor dari Inggris, Malaysia, Singapur, Brunei, dan Jepang mau ikutan dalam proyek itu, tentu investor lokal diajak, dan pemerintah daerah kebagian, tapi pembagian keuntungannya tidak seperti yang diusulkan Soekarno: <i style="">Indonesia 60% dalam dollar, dan kalian asing 40% dalam rupiah </i>(dramatisir berikutnya dari penulis). Sialnya, petani di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place> berkehendak lain dengan kehendak pemerintah provinsi-daerah, dan investor. Kehendak itu: mereka ingin terus bertani di <st1:city st="on">sana</st1:city>, sebab dipindahkan dari <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place>, berarti hidup dari nol. Dan warga Jatigede yang dipindahkan ke Kertajati pun jadi pelajaran bagi mereka. Dulu mereka hidup di tempat yang banyak air, sekarang dipindahkan ke tempat yang kurang air. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Lantas mereka pun belajar dari warga pasar tradisional Kadipaten, tempat mereka belanja. Belajar dari usaha warga pasar tradisional Kadipaten yang menentang pusat pembelanjaan dibangun di gigir pasar tradisional. Pusat pembelanjaan itu bernama Surya, dan warga pasar tradisional menentang ketika Surya itu tegak. Petani Kertajati pun mengerti, bahwa mereka mesti menentang Bandara Udara Internasional Jawa Barat, ketika jauh-jauh hari, sebelum pembebasan. Atau kerepotan. Sesudah Amdal dibikin tepatnya mereka mengorganisir diri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Mulanya keheranan sedikit demi sedikit diakumulasikan petani-petani itu. Pertama, sampel wawancara tim Amdal yang hanya dilakukan 20 orang saja. Kedua, peneliti Amdal hanya beberapa hari saja melakukan penelitian, padahal seharusnya<span style=""> </span>empat bulan menurut <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> tugas. Ketiga, pernyataan yang berupa tanda tangan 11 kuwu (Kepala Desa) dan camat yang menyatakan masyarakat siap mendukung, membebaskan tanah, rumah dan lain-lain untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, padahal tidak ada musyawarah dengan masyarakat berkenaan soal itu. Keempat, tim Amdal mencatat dalam hasil Amdalnya bahwa tanah di Kertajati tidak produktif. Menuliskan dengan waktu tanam sekali dalam setahun dengan hasil rata-rata 1 hektar sama dengan 6 kwintal gabah kering (anehnya pemerintah daerah tidak keberatan dengan hasil Amdal yang melaporkan begitu, sekalipun mereka tahu itu artinya mereka gagal menjadi <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:city></st1:place> agraris yang seperti mereka gembor-gemborkan. Bupati pun menandatangani hasil Amdalnya dengan mudah). Padahal faktanya di Kertajati dalam 1 hektar menghasilkan 6 ton padi kering siap giling. Dinas Pertanian Kabupaten dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka malah melaporkan bahwa luas tanam di Kertajati 9441 hektar, luas panen 9060 hektar, hasil produksi 47.428 ton, dengan rata-rata produksi 52, 35 kuintal. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Petani pun lekas mengorganisir diri ketika di TVRI bupati mereka membuat pernyataan lagi bahwa mereka telah siap dipindahkan. Aksi pertama ke DPRD II Majalengka. Seperti biasa Bupati tidak mau menemui., ia memang terkenal begitu, malah yang biasa menghadapi aksi tidak lain Pemuda Pancasila yang jumlahnya hampir melebihi jumlah polisi yang dikeluarkan. Bupati hanya berjanji datang ke Kertajati, desa Sukamulya. Dan janji itu tidak ditepati. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Belum punya nama mulanya ketika aksi di Majalengka, lalu merasa punya nama ketika hendak aksi ke <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>, mereka menamai diri Forum Komunikasi Rakyat Bersatu Menolak BIJB (Bandara Udara Internasional Jawa Barat). Di bale desa mereka biasa berkumpul, ketika di rumah tidak lagi muat. Mereka memang merasa mesti mengepalkan tangan terang-terangan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Dan mesti selesai panen untuk bisa pergi ke <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>, hasil panen pun mengongkosi mereka pergi. <span style=""> </span>Maunya nemui Komisi V DPR RI malah ketemu Fraksi PDI P. Padahal kontak petani di <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place> sudah mengabari Komisi V tidak bisa ditemui, untuk ditemui mesti menempuh cara yang naudzubillah himindzalik birokratisnya. Tetapi petani terkesan grasa-grusu bagi mereka yang tidak hapal alasan mereka untuk lekas-lekas aksi ke <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>. Keadaaan mereka setiap hari tertekan dengan pemberitaan koran yang menyatakan sawah mereka tidak produktif, dan tersiksa dengan pernyataan pejabat yang sampai ke telinga mereka. Salah satu pernyataan yang mengganggu itu adalah pernyataan bupati pada rapat koordinasi gubernur dengan komisi V <st1:place st="on"><st1:city st="on">DPR</st1:city> <st1:state st="on">RI</st1:state></st1:place>, yaitu : “bahwa kami masyarakat Majalengka yang jumlahnya sekian juta orang sangat menantikan pembangunan BIJB (Bandara Udara Internasional Jawa Barat) dan mendukung proyek tersebut untuk segera dibangun.”<span style=""> </span>Beberapa dari mereka malah jadi dalam keadaan ingin memukuli Tim Amdal yang melaporkan tanahnya tidak produktif.<span style=""> </span><i style="">”lamun ka dieu deui mun teu ditenggeulan ku warga,”</i> begitu kata celutukan salah satu mereka. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Corong-corong masjid telah digunakan untuk membewarakan pertemuan membicarakan rencana penolakan Bandara Internasional Jawa Barat. Ceramah pun tak sungkan bicara itu. Mereka terus ingin bertani di sini, tidak hanya memenuhi ketersediaan pangan yang bukan hanya untuk keluarganya. Impor beras bukankah selalu oligopoli?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><i style=""><span style="">Rendeng</span></i><span style=""> (musim hujan) nanti padi berlimpah. Hujan jadi berkah. Tapi koran boleh memberitakan sebaliknya, meniru mulut penguasa yang bicara dalam pidato resmi dan tak resmi, soal rakyat yang ikhlas dikorbankan demi proyekan dan siap di buang ke Lemah Sugih (apa kau mengingatnya tempat itu? Kecamatan di pojokan Selatan Majalengka yang memiliki peristiwa yang bernama Haur Koneng).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Di sawah tadah hujan itu. <i style="">Rendeng</i> nanti mereka bungah. Hasil panen, labanya bisa dibelanjakan, tidak hanya untuk sekedar buat membiayai sekolah. Ya <i style="">rendeng</i> nanti mereka semakin punya alasan untuk mengulang aksi 27 Agustus 2007 di Senayan. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> hasil panen buat memenuhi segala kebutuhan mengorganisir diri buat menentang Bandara Internasional Jawa Barat.<br /><br />Senayan 27 Agustus 2007, di tempat itulah, petani yang mengorganisir diri itu sempat menerbangkan pesawat-pesawatan kertas. Dan aksi simbolis itu boleh diartikan sebagai pesan yang bunyinya: <i style="">tanahku produktif, tempat setidak produktif-produktifnya adalah tempat dibuat kebijakan yang menguntungkan selain rakyat saja.</i> Dan pesawat-pesawatan kertas itu mendarat di tempat itu. Petani yang mengorganisir itu memang berkehendak pesawat tidak mau didaratkan di tempatnya. Tidak mau cabe, padi, buah mangga diganti landasan. Dan kehendak itu sudah kuat. Lalu akankah BPN akan jadi menolak konversi lahan pertanian yang terus berkurang? Dan lalu akankah Komisi V akan menyetujui alokasi dana dari APBN untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat? Petani yang mengorganisir diri di Kertajati itu menyaksikan pemerintahnya berpihak pada siapa. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="">Dasar-Dasar Pemikiran Penolakan.<o:p></o:p></span></p><span style="">Tim AMDAL telah merekayasa data. Disebutkan oleh tim tersebut bahwa lualitas tanah di Kertajati tidak subur. Dengan waktu tanam sekali setahun didapatkan hasil produksi 1 ha = 6 kw gabah kering siap giling. Dalam kenyataannya, 1 ha = 6 ton padi kering siap giling. Rekayasa data hasil produksi pertanian juga disampaikan oleh Dinas Pertanian kab. Majalengka dan Badan Pusat Statistik setempat yang menyebutkan bahwa pada tahun 2005 di Kec. Kertajati terdapat 9441 ha areal persawahan dengan 9060 ha areal panen. Dari luasan tersebut, produksi gabah kering giling hanya 47428 ton yang setara dengan 52,35 kw/ha.<o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal"><span style=""><o:p></o:p>Dalam melakukan penelitian di lapangan, tim AMDAL hanya melakukan wawancara terhadap 20 orang petani saja selama beberapa hari. Padahal menurut masyarakat Kertajati, sebagaimana sesuai dengan <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> tugas, tim AMDAL seharusnya melakukan selama 4 bulan lamanya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style=""><o:p></o:p>Pemerintahan Kab. Majalengka tidak pernah membuka dialog dengan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan sosilisasi tentang keberadaan bandara tersebut. Kebohongan public juga dilakukan oleh 11 orang Kuwu [lurah] dan Camat Kertajati menyatakan klaim atas nama masyrakat yang siap mendukung dan membebaskan tanah, rumah, lading dan lain-lain untuk pembangunan bandara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">Mengingat, upaya pemerintah yang berniat melaksanakan revitalisasi pertanian, perikanan dengan memprioritaskan program lahan-lahan produktif untuk pertanian sebagai sector unggulan serta rancangan undang-undang tentang lahan pertanian abadi, adalah keliru membangun BIJB di atas 5000 ha lahan produktif petani Kertajati. Di sisi lain, waduk Jatigede di Kab. Sumedang yang telah mulai dibangun akan membantu mempermudah petani Kertajati memperoleh air bagi usaha pernaian mereka. Produksi pertanian jauh lebih optimal dibandingkan sebelumnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><i style=""><span style=""><o:p></o:p></span></i> </p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;" class="MsoNormal"><i style=""><span style=""><span style="font-style: italic;">Disusun oleh </span>Faisal <st1:place st="on">N Faridduddin </st1:place>Jl. Brawijaya 71 <st1:place st="on"><st1:city st="on">Kadipaten-Majalengka</st1:city> <st1:postalcode st="on">45452, jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Majalengka Prop. Jawa Barat.</st1:postalcode></st1:place><o:p></o:p></span></i></p><p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><i style=""><span style=""> <o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><i style=""><span style=""><o:p></o:p></span></i></p> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=1327279093808279616" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /></div> <div class="entry" id="post-1315118244925994667"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('3:19 PM');</script></div> <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Berikan Perlindungan Dan Hak-Hak Buruh Migran</span><br /><br /><div class="ebody"><br /><span style="font-family:georgia;">Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant Institute For Migrant Workers (LBH-BM IWORK), Dewan Buruh Migran Pantura (DBMP Kab. Karawang), Serikat Tani Nasional (STN)</span><br /><span style="font-family:georgia;"> </span><br /><span style="font-family:georgia;">Satu lagi buruh migrant perempuan Indonesia meninggal dunia di Luar Negeri. Kali ini menimpa Rita Setiani binti Kosim, buruh migrant Perempuan asal Dusun Kosambi Lempeng Tengah RT 03 / 04 Desa Sukatani Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang Jawa Barat. Berdasarkan laporan dari Konsulat Jenderal R.I di Jeddah Saudi Rita Setiani bin Kosim meninggal dunia akibat penyakit paru-paru dan TBC, pada tanggal 1 Mei 2007.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Terjadi kesimpang siuran berita mengenai almarhumah, yang berkaitan dengan kapan meningganya dan sebab-sebab kematiannya, pada tanggal 30 April keluarga mendapat kabar dari majikan bahwa pada tanggal 1 Mei 2007 Rita akan dipulangkan karena sakit akibat jatuh dari lantai II rumah majikannya. Pihak keluarga bahkan telah melakukan penjemputan diterminal III bandara Soekarno-Hatta, akan tetapi setelah 2 hari menunggu sampai menginap, Rita tak kunjung datang.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Pada tanggal 16 Mei 2007 keluarga justru mendapat surat pemberitahuan dari kedutaan Besar Indonesia di Arab Saudi bahwa Rita Setiani telah meninggal dunia pada tanggal 1 Mei 2007 dengan lampiran visum dari Rumah Sakit King Fadh Bin Abdul Aziz yang menyebutkan bahwa penyebab kematiannya adalah Penyakit Paru-paru dan TBC.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Rita Setiani bin Kosim di berangkatkan oleh PT Fauzi Putra Hidayat, sampai di Arab Saudi pada 12 Oktober 2005. Berdasarkan dokumen keberangkatan yang dibuat PPTKIS PT Fauzi Putra Hidayat Usia Rita Setiani saat ini adalah 24 tahun, tapi berdasarkan konfirmasi tim bantuan hokum Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant Institute for Migrant Workers (IWORK) dan Dewan Buruh Migran Pantura dengan keluarga almarhumah yang kebetulan anggota Komite Persiapan Kabupaten Serikat Tani Nasional (STN) Karawang.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Rita Setiani sebenarnya berumur 18 tahun, yang artinya ketika berangkat menjadi Buruh Migrant Perempuan ke Arab Saudi masih berumur 16 tahun. Itu artinya ada upaya pemalsuan document yang berkaitan dengan usia Almarhumah, yang artinya mengindikasikan terjadinya trafiking.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Kasus yang menimpa Rita Setiani binti Kosim hanyalah contoh kasus dari sekian banyak kasus kematian Buruh Migrant Indonesia di Luar Negeri, ini juga bukan satu-satunya kasus lambannya proses pemulangan Jenazah kembali ketanah air. Birokrasi yang berbelit menyebabkan proses pemulangan Jenazah terkesan lambat, ditambah tarik ulur dari pihak PPTKIS antara tawaran pemakaman jenazah di Arab Saudi atau Dipulangkan ketanah air. Bahkan PT Fauzi Putra Hidayat terkesan menutup-nutupi proses pemulangan Jenazah agar tidak terekspose oleh media atas kelambanannya memproses pemulangan Jenazah dan pemenuhan Hak-hak Almarhumah sebagai buruh migrant kepada keluarga.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Sedangkan tuntutan keluarga sendiri adalah Pemulangan Jenazah dan pemenuhan Hak-hak almarhumah sebagai Buruh Migrant. Padahal di dalam Undang-undang 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pasal 73 menyebutkan kewajiban PPTKIS untuk memulangkan Jenazah Ketempat asal dengan layak, menanggung semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan agama buruh Migrant yang bersangkutan, memberikan perlindungan terhadap seluruh harta milik TKI untuk kepentingan anggota Keluarganya dan mengurus pemenuhan semua hak-hak Buruh Migrant yang harusnya diterima.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Pemalsuan document yang dilakukan PPTKIS yang bekerjasama dengan oknum aparat pemerintah Desa dan Kecamatan merupakan pilihan pahit yang harus diambil oleh Keluarga, karena tak ada pilihan lain demi meningkatkan perekonomian keluarga segala carapun diambil. </span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Alih-alih mendapatkan penghasilan yang lebih baik, almarhumah Rita Setiani merupakan anak satu-satunya pasangan Suami Istri Kosim (42 th) dan Narsih (35) yang bekerja sebagai buruh tani, berangkat dalam keadaan segar bugar bahkan tidak memiliki riwayat menderita penyakit paru-paru atau TBC, tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia akibat penyakit TBC. </span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Selama 20 bulan masa kerjanya Almarhumah belum pernah sama sekali mengirimkan hasil kerjanya kepada keluarga. Sesuai dengan keterangan keluarga yang pernah beberapa kali menghubungi almarhumah bahwa Majikan selalu menunda-nunda pembayaran gaji yang merupakan hak dari Almarhumah sebagai Buruh Migrant. Setelah menunggu hamper 3 bulan akhirnya Jenazah almarhumah sendiri telah tiba di Tanah Air kemarin Sore menggunakan pesawat Qatar Airways Nomor penerbangan QR-767 ETDJeddah-Doha dan QR-612 ETD Doha-Jakarta, tiba dibandara Soekarno Hatta jam 16.25 WIB. Dan hari ini jam 09.00 WIB telah dimakamkan di Daerah asal Almarhumah.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Kasus-kasus serupa yang seperti yang dialami oleh Almarhumah sudah tak terhitung banyaknya, tapi masih terus berulang. Ini menunjukkan masih lemahnya perlindungan terhadap Buruh Migrant dan Pelaksanaan Berbagai peraturan yang berkaitan dengan Buruh Migrant seperti Undang-undang 39 Tahun 2004, Undang-undang tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang, Peraturan tentang hak Asuransi Bagi TKI dan lain-lain.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Untuk itu, Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant IWORK (LBH-BM IWORK), Dewan Buruh Migran Pantura dan Serikat Tani Nasional Menuntut :</span><br /><br /><ol><li><span style="font-family:georgia;">Berikan Hak-hak Rita Setiani binti Kosim Sebagai Buruh Migrant kepada Keluarganya Yaitu Santunan yang telah di Berikan Majikan kepada PPTKIS, Gaji yang belum terbayar dan Asuransi.</span></li><li><span style="font-family:georgia;">Perjelas Hubungan Industrial antara Buruh Migrant dengan PPTKIS/PJTKI, PJTKA dan Majikan.</span></li><li><span style="font-family:georgia;">Penghormatan dan Perlindungan menyeluruh dan simultan terhadap Buruh Migrant oleh Negara.</span></li><li><span style="font-family:georgia;">Berantas Oknum Pejabat Pemerintah Pelaku Trafiking</span></li><li><span style="font-family:georgia;">Implementasikan Undang-undang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang.</span></li><li><span style="font-family:georgia;">Laksanakan Reforma Agraria Sejati demi menciptakan lapangan kerja di pedesaan.<br /></span></li></ol><br /><span style="font-family:georgia;">Jakarta, 27 July 2007</span><br /><span style="font-family:georgia;"> </span><br /><span style="font-family:georgia;"></span> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=1315118244925994667" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div></div></div></div></div></div> <script type="text/javascript" src="static/v1/widgets/1718410760-widgets.js"></script> <script type="text/javascript"> _WidgetManager._Init('http://www.blogger.com/rearrange?blogID=6461775459797818086', 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Jawa%20Barat','6461775459797818086'); _WidgetManager._SetPageActionUrl('http://www.blogger.com/display?blogID=6461775459797818086', 't5BK2XhEQm_J9jdJODiqrxxxcV4:1250716525618'); _WidgetManager._SetDataContext([{'name': 'blog', 'data': {'title': 'kabar kampung', 'pageType': 'index', 'url': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/search/label/Jawa%20Barat', 'homepageUrl': 'http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/', 'enabledCommentProfileImages': false, 'searchLabel': 'Jawa Barat', 'searchQuery': '', 'pageName': 'Jawa Barat', 'pageTitle': 'kabar kampung: Jawa Barat', 'encoding': 'UTF-8', 'locale': 'en-US', 'isPrivate': false, 'languageDirection': 'ltr', 'feedLinks': '\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/rss+xml\42 title\75\42kabar kampung - RSS\42 href\75\42http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/feeds/posts/default?alt\75rss\42 /\76\n\74link rel\75\42service.post\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42kabar kampung - Atom\42 href\75\42http://www.blogger.com/feeds/6461775459797818086/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42EditURI\42 type\75\42application/rsd+xml\42 title\75\42RSD\42 href\75\42http://www.blogger.com/rsd.g?blogID\0756461775459797818086\42 /\076', 'meTag': '\74link rel\75\42me\42 href\75\42http://www.blogger.com/profile/16771663885858946658\42 /\76\n', 'openIdOpTag': '\74link rel\75\42openid.server\42 href\75\42http://www.blogger.com/openid-server.g\42 /\76\n', 'latencyHeadScript': '\74script type\75\42text/javascript\42\76(function() { var a\75window;function f(e){this.t\75{};this.tick\75function(d,b,c){var i\75c?c:(new Date).getTime();this.t[d]\75[i,b]};this.tick(\42start\42,null,e)}var g\75new f;a.jstiming\75{Timer:f,load:g};try{a.jstiming.pt\75a.external.pageT}catch(h){};a.tickAboveFold\75function(e){var d,b\75e,c\0750;if(b.offsetParent){do c+\75b.offsetTop;while(b\75b.offsetParent)}d\75c;d\74\075750\46\46a.jstiming.load.tick(\42aft\42)};var j\75false;function k(){if(!j){j\75true;a.jstiming.load.tick(\42firstScrollTime\42)}}a.addEventListener?a.addEventListener(\42scroll\42,k,false):a.attachEvent(\42onscroll\42,k); })();\74/script\076'}}]); _WidgetManager._SetSystemMarkup({'layout': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47widget-wrap1\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap2\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap3\47\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74div class\75\47layout-title\47\76\74data:layout-title\76\74/data:layout-title\76\74/div\76\n\74a class\75\47editlink\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 target\75\47chooseWidget\47\76\74data:edit-link\76\74/data:edit-link\76\74/a\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'quickedit': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47clear\47\76\74/div\76\n\74span class\75\47widget-item-control\47\76\n\74span class\75\47item-control blog-admin\47\76\n\74a class\75\47quickedit\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 expr:target\75\47\46quot;config\46quot; + data:widget.instanceId\47 expr:title\75\47data:edit-link\47\76\n\74img alt\75\47\47 height\75\04718\47 src\75\47http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/span\76\n\74div class\75\47clear\47\76\74/div\076'}, 'all-head-content': {'varName': 'page', 'template': '\74data:blog.latencyHeadScript\76\74/data:blog.latencyHeadScript\76\n\74meta expr:content\75\47\46quot;text/html; charset\75\46quot; + data:page.encoding\47 http-equiv\75\47Content-Type\47/\76\n\74meta content\75\47true\47 name\75\47MSSmartTagsPreventParsing\47/\76\n\74meta content\75\47blogger\47 name\75\47generator\47/\76\n\74link href\75\47http://www.blogger.com/favicon.ico\47 rel\75\47icon\47 type\75\47image/vnd.microsoft.icon\47/\76\n\74link expr:href\75\47data:blog.url\47 rel\75\47canonical\47/\76\n\74data:blog.feedLinks\76\74/data:blog.feedLinks\76\n\74data:blog.meTag\76\74/data:blog.meTag\76\n\74data:blog.openIdOpTag\76\74/data:blog.openIdOpTag\76\n\74b:if cond\75\47data:page.isPrivate\47\76\n\74meta content\75\47NOINDEX,NOFOLLOW\47 name\75\47robots\47/\76\n\74/b:if\076'}}); _WidgetManager._RegisterWidget('_LabelView', new _WidgetInfo('Label1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:labels\47 var\75\47label\47\76\n\74li\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.url \75\75 data:label.url\47\76\n\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\n \74b:else\76\74/b:else\76\n\74a expr:href\75\47data:label.url\47\76\74data:label.name\76\74/data:label.name\76 (\74data:label.count\76\74/data:label.count\76)\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('Label1'), {}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogArchiveView', new _WidgetInfo('BlogArchive1', 'categories-widget',{'main': {'varName': '', 'template': '\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47flat\47\76\74/b:include\076'}, 'flat': {'varName': 'data', 'template': '\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74li class\75\47archivedate\47\76\n\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}, 'menu': {'varName': 'data', 'template': '\74select expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_ArchiveMenu\46quot;\47\76\n\74option value\75\47\47\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/option\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74option expr:value\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76 (\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\74/option\76\n\74/b:loop\76\n\74/select\076'}, 'interval': {'varName': 'intervalData', 'template': '\74b:loop values\75\47data:intervalData\47 var\75\47i\47\76\n\74ul\76\n\74li expr:class\75\47\46quot;archivedate \46quot; + data:i.expclass\47\76\n\74b:include data\75\47i\47 name\75\47toggle\47\76\74/b:include\76\n\74a class\75\47post-count-link\47 expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n (\74span class\75\47post-count\47\76\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76\74/span\76)\n \74b:if cond\75\47data:i.data\47\76\n\74b:include data\75\47i.data\47 name\75\47interval\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:i.posts\47\76\n\74b:include data\75\47i.posts\47 name\75\47posts\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/ul\76\n\74/b:loop\076'}, 'toggle': {'varName': 'interval', 'template': '\74b:if cond\75\47data:interval.toggleId\47\76\n\74b:if cond\75\47data:interval.expclass \75\75 \46quot;expanded\46quot;\47\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75close\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy toggle-open\47\76\46#9660; \74/span\76\n\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75open\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy\47\76\46#9658; \74/span\76\n\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\076'}, 'posts': {'varName': 'posts', 'template': '\74ul class\75\47posts\47\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47i\47\76\n\74li\76\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.title\76\74/data:i.title\76\74/a\76\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('BlogArchive1'), {'languageDirection': 'ltr'}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_HeaderView', new _WidgetInfo('Header1', 'section-head')); _WidgetManager._RegisterWidget('_NavbarView', new _WidgetInfo('Navbar1', 'navbar')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogView', new _WidgetInfo('Blog1', 'main')); </script>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-70460420412404057332009-08-20T14:04:00.000-07:002009-08-20T14:11:16.959-07:00Berita Dari Jambi<h3 class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2008/09/suku-anak-dalam-pt-asiatic-persada.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Suku Anak Dalam : PT. Asiatic Persada [WILMAR Grup] Berdiri Di Atas Tanah Kami"><br /></a> </h3> <div style="color: rgb(255, 0, 0);" class="emeta">Suku Anak Dalam : PT. Asiatik Persada (WILMAR Group) Berdiri Di Atas Tanah Kami<br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1tZ-Nkwi4Dr9baz9J5pe8_qLFLiH6rZLNBSmDDaeLJB0Ky_LwkkNDN1eEAFpIhPkaN268b0yS2iEiWLBBDN8lPu8HsSMdEkJWbMwivoojNjTwFlGtZ73o_if03JfSY_K_z7bpLMWPWNAM/s1600-h/Peta+tanah+SAD+dalam+HGU+3.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1tZ-Nkwi4Dr9baz9J5pe8_qLFLiH6rZLNBSmDDaeLJB0Ky_LwkkNDN1eEAFpIhPkaN268b0yS2iEiWLBBDN8lPu8HsSMdEkJWbMwivoojNjTwFlGtZ73o_if03JfSY_K_z7bpLMWPWNAM/s400/Peta+tanah+SAD+dalam+HGU+3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5251795292929271570" border="0" /></a>KETERANGAN gambar. Wilayah klaim tanah adat Suku Anak Dalam Kubu Bahar telah di-digitalisasi dan ditempelkan di atas peta kerja PT. Asiatic Persada oleh LSM Setara Jambi dan Yaasan Masyarakat Adat Kubu.<br /><br />-----<br /><br />SUNGAI BAHAR, BATANGHARI. Orik [55] adalah satu dari sekian ribu anggota Suku Anak Dalam Kubu Bahar [SAD] yang geram dengan sikap pemerintah. “Tanah adat desa lama kami diserobot perusahaan. Kami diusir. Tahun lalu BPN [Badan Pertanahan Nasional – <span style="font-style: italic;">Red</span>] sudah turun ke lapangan. Mereka akui tanah kami masuk HGU, tapi mengapa sampai sekarang belum dikembalikan pada kami?” tanyanya.<br /><br />Orik termasuk satu dari sedikit anggota SAD yang masih berani mendirikan gubuk dan pekarangannya di areal kebun PT. AP. Meskipun sering ditajut-takuti oleh aparat keamanan tapi Orik dan kawan-kawan tidak mundur. Karena gubuk yang dia dirikan terletak di atas tanah adat. Tanah adat desa lama tersebut terdiri dari tiga wilayah administrasi yang sering disebut sebagai Desa Padang Salak, Desa Pinang Tinggi dan Desa Tanah Menang.<br /><br />Sementara HGU yang dimaksud Orik adalah hak guna usaha yang dimiliki PT. Asiatic Persada [PT. AP], salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menginduk pada WILMAR Group Malaysia. Awalnya HGU tersebut diberikan pemerintah kepada PT. Bangun Desa Utama di tahun 1987. Namun di tahun 1992 telah terjadi pengalihan kepemilikan kepada PT. AP.<br /><br />BPN Jambi memang telah melakukan penelitian lapangan pada 19-25 Juli 2007 yang lalu. Penelitian tersebut berdasarkan surat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bernomor 2027 – 610.3 – DV.1 tentang ‘Percepatan penyelesaian konflik tanah masyarakat adat orang Kubu yang terletak di tiga desa yaitu Desa Padang Salak, Desa Pinang Tinggi dan Desa Tanah Menang Kec. Sungai Bahar Kab. Batang Hari Propinsi Jambi’ tertanggal 28 Juni 2007.<br /><br />“Surat tersebut dikeluarkan karena desakan perjuangan massa SAD di Jambi sejak 1987,” kata Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional [KPP STN]. Bersama LSM Setara Jambi, KPP STN bergiat aktif mendukung perjuangan massa SAD sejak pertengahan 2006. “Kamipun telah menyampaikan protes pada pimpinan WILMAR Group di Malaysia untuk memperhatikan permasalahan ini sebagai salah satu tanggung jawabnya dalam forum RSPO [<span style="font-style: italic;">Roundtable Sustainable Palm Oil</span>]” ujar Rukaiyah Rofiq Direktur Setara Jambi.menambahkan.<br /><br />Hasil Penelitian<br /><br />Bastian Helmi NIP 010150365 dan Samson NIP 010152046 dari BPN Jambi diserahi tanggung jawab sebagai pelaksana penelitian. Kegiatan mereka dilaporkan dalam dokumen berjudul Laporan Hasil Penelitian Konflik Tanah Masyarakat Adat Orang Kubu Kelompok Padang Salak, Pinang Tinggi dan Tanah Menang Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi berikut dengan peta.<br /><br />Mengutip salah satu hal penting yang termuat dalam laporan itu adalah ‘tanah masyarakat dat kubu tiga kelompok Padang Salak, Pinang Tinggi dan Tanah Menang di lapangannya adalah areal yang terletak diantara Sungi Merkanding, Sungi Temidai, Sungai bahar dan Sungai Samiyo dan seluruhnya masuk dalam HGU dimaksud dan terletak dalam wilayah Desa Merkanding Kecamatan Sungai bahar Kabupaten Muaro Jambi dan Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari’.<br /><br />Namun dalam dokumen yang sama, Bastian dan Helmi justru menyetujui rencana PT. AP yang bermaksud memberikan 1000 hektar areal di luar HGU yang dimilikya kepada SAD melalui pola kemitraan/plasma sebagai jalan keluar penyelesaian konflik. “Kami menolak keras. Masayarakat kami hanya ingin tanah adat kembali!” tegas Orik yang juga kepala desa lama Padang Salak. Pendapat Orik juga didukung oleh Abas [41] kepala desa lama Tanah Medang dan Nurman [45] kepala desa lama Pinang TInggi.<br /><br />Padahal, 1000 hektar areal yang akan diberikan oleh PT. AP tersebut adalah areal perkebunan PT. Maju Perkasa Sawit yang terlantar dan telah digarap oleh masyarakat dari Desa Bungku. “Kalau kita terima tawaran itu, sama saja dengan mengadu domba SAD dengan orang Desa Bungku,” sergah Husein Aroni [60], ketua adat SAD dan Asnawi [65], ketua Yayasan Masyarakat Adat Kubu hampir bersamaan.<br /><br />Lain halnya tanggapan BPN Jambi. Menurut mereka dokumen tersebut bukanlah sikap resmi institusi. Masih diperlukan kajian lanjutan di bidang sosio-kultural SAD yang berkaitan dengan asal-usul komunitas tersebut.<br /><br />Namun hingga menjelang artikel ini disusun, BPN Jambi tak kunjung menerbitkan laporan resmi hasil penelitian. Hal ini justru menjadikan SAD makin resah dan persoalan makin berlarut larut.<br /><br />Pemetaan Partisipatif<br /><br />Guna memantapkan klaim adapt atas tanah SAD yang diserobot PT. ATP, LSM Setara Jambi bekerjasama dengan Yayasan Masyarakat Adat Kubu mengadakan pemetaan di lapangan pada Juli 2008. “Data dan informasi lapangan kami digitalisasi. Agar batas-batasnya akurat dan dapat diukur luasannya,” ujar Ade, aktifis LSM Setara Jambi.<br /><br />Husein Aroni menambahkan bahwa SAD bermaksud mendesak juga pada Gubernur Jambi dan para bupati dimana PT. AP beroperasi agar turut mendukung penyelesaian konflik. “Karena pemerintahan propinsi juga harus bertanggung jawab terhadap masalah yang menimpa kami,” tandasnya.<br /><br />Mewakili SAD, Husein Aroni menyatakan tiga tuntutannya yakni; <span style="font-style: italic;">pertama</span>, segera publikasikan berita acara resmi hasil penelitian BPN Propinsi Jambi; <span style="font-style: italic;">kedua, </span>segera kembalikan lahan tanah dusun hak milik dalam waktu singkat disertai dengan surat kesepakatan bersama demi kekuatan hukum; <span style="font-style: italic;">ketiga</span>, apabila lahan tanah tidak segera dikembalikan secara resmi melalui fasilitasi pemerintah, maka SAD akan mengambil alih sepihak karena semua proses damai telah dilalui dengan sabar. </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=1740558511616134448" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"></span></a></span><br /><div class="entry" id="post-8908005810383994797"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('2:28 AM');</script></div> <br /><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Jalan Panjang Suku Anak Dalam Merebut Hak Atas Tanah Yang di Kuasai PT. Asiatik Persada</span><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaJkQP0TYqYnci9il59TIlwGaVJ8IzcPDSp74r0RuUZH3DoKq4gQmLcfwMrJU7axXBV5iX5t-9vyLTrtQXL1LS4ZN_3MIq-ufIglQ7M0mwFf4aJuaDfFPmWGHa2a_mFLJgLVtfsxZUNpaL/s1600-h/Rumah+Bekas+Gusuran+SAD.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaJkQP0TYqYnci9il59TIlwGaVJ8IzcPDSp74r0RuUZH3DoKq4gQmLcfwMrJU7axXBV5iX5t-9vyLTrtQXL1LS4ZN_3MIq-ufIglQ7M0mwFf4aJuaDfFPmWGHa2a_mFLJgLVtfsxZUNpaL/s400/Rumah+Bekas+Gusuran+SAD.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5286668891116116914" border="0" /></a><br /><div style="text-align: left;"><o:p></o:p>Pernyataan Kasus SETARA Jambi dan Suku Anak Dalam 113<br /><br />Melalui Hak Guna Usaha nomor : 1 tahun 1986, PT BDU (Kini PT Asiatik Persada) beroperasi diwilayah desa Tiang Tunggang Bungku. Sertifikat HGU diterbitkan oleh BPN Kabupaten Batanghari propinsi Jambi Tgl 20 Mei 1987 dengan luas kebun seluas 20.000 Ha yang akan dibangun perkebunan kelapa sawit dan coklat. Sertifikat ini tidak memiliki gambar tanah dan penjelasan. <o:p></o:p> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Selain beberapa perladangan dan kebun masyarakat local, beberapa dusun yang ditempati oleh warga asli yang menyebut dirinya dengan Suku Anak Dalam (SAD) tergusur dengan kehadiran perusahaan yang kini dimiliki oleh pengusaha asal Nias Medan yang memiliki group fonemenal sepanjang akhir tahun 2000 yaitu Wilmar Group. Beberapa dusun itu adalah dusun Padang Salak, Dusun Tanahmenang, dan Dusun Pinang Tinggi.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Bukti dari masuknya dusun ini dalam areal konsesi adalah terlihat dari anak-anak sungai.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Ada Dusun Padangsalak dengan mewarisi beberapa anak sungai seperti Sungai Suban, Sungai Cermin, Sungai Padang Salak, Sungai laman Minang, Sungai Suban Ayomati, Sungai bayan Temen, Sungai Durian makan Mangku, Sungai Lubuk Burung, Sungai Ulu Suban Ayomati.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Dusun Pinang Tinggi yang mewarisi beberapa sungai seperti Sungai Tunggul Udang, Sungai Durian Dibalai, Sungai Empang Rambai, Sungai Nuaran Banyak, Sungai Pematang Tapus, Sungai Nyalim, Sungai Jalan Kudo, Sungai Durian Diguguk, Sungai Patah Bubung, Sungai Durian Diriring, Sungai Bayan Kralis, Sungai Durian pangulatan, Sungai Durian nenek Perda, Sungai Durian Tunggul Meranti, Sungai Mantilingan, Sungai lais, Sungai Sangkrubung, Sungai Durian Jerjak Ui, Sungai Tunggul Meranti, Sungai Tunggul Enaw.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Sedangkan Dusun Tanah Menang mewarisi beberapa sungai yaitu Sungai Limus, Sungai Dahan Petaling, Sungai Langgar Tuan, Sungai Pagar, SungaiKlutum, Sungai Lesung Tigo, Sungai Lamban Bemban, Sungai Tertap, Sungai Nyalim, Sungai Temidai, Sungai Sialang Meranti, Sungai Dahan Setungau, Sungai Ulu Kelabau, Sungai Marung Tengah, SungaiBindu, Sungai Nuaran Banyak, Sungai Semio, Sungai Klabau, Sungai Arang paro.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;">Kesemua anak sungai tersebut masuk dalam areal perkebunan milik PT Asiatik Persada. Walaupun kini banyak anak sungai yang berubah kondisinya karena ditimbun oleh pihak perusahaan untuk diratakan menjadi kebun sawit, tapi warga SAD masih bisa mengingat dengan baik tempat dan lokasi sungai tersebut.<o:p></o:p> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Beberapa peta dusun yang dibuat oleh warga secara bersama-sama, membuktikan bahwa mereka sangat mengerti dan bahkan hafal dengan lokasi-lokasi pedusunan yang kini sudah berubah menjadi kebun sawit. Bukti bahwa lokasi perkebunan kelapa sawit milik PT Asiatic yang dulunya berada dibawah naungan group lokal Asiatik Mas Coorporation terlihat pada Surat izin prinsip yang dikeluarkan oleh badan Inventarisasi dan Tata Guna hutan Jakarta No. 393/VII-4/1987 tanggal 11 Juli 1987 point 5 bahwa pada lokasi ini terdapat pemukiman penduduk, perkebunan, perladangan, hutan dan belukar milik masyarakat.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Izin prinsip pelepasan kawasan tertera bahwa dari sekitar 27.150 Ha sekitar 23.000 Ha lokasi yang masih berhutan, dan 1.400 Ha belukar, 2.100 Ha perladangan, dan 50 Ha pemukiman penduduk. Persoalan bermula ketika perusahaan ini tidak segera menyelesaikan ganti rugi sebagaimana yang diamanatkan dan disyaratkan untuk memperoleh izin prinsip perkebunan. <o:p></o:p></p><div style="text-align: left;">Beberapa dokumen sebagai pembukti bahwa Warga Suku Anak Dalam memiliki hak diwilyah perkebunan PT Asiatik Persada.<o:p></o:p><br /><br /></div><ol style="margin-top: 0cm; font-family: georgia; text-align: left;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal">Surat peninggalan dari Depati Kelek Depati Dusun Pinang Tinggi di tahun 1940 yang ditemukan di Kantor De Controleur Van Moeara Tembesi tertanggal 20 November 1940. pada surat ini tertulis bahwa benar ada pedusunan diwilayah dengan batas-batas ulu sungai bahar berbatas dengan sungai Jentik, wilayah dusun Sungai Jentik dan wilayah ini adalah wilayah Dusun Depati Djentik. Hilirnya Sungai Bahar berbatas dengan Muaro Sungai Markanding dan Markanding. Kiri mudik sungai Bahar berbatasan dengan Sungai Bungin-Sungai Kandang,-Sumatera Selatan. Kanan mudin sungai Bahar berbatasan dengan sungai Bulian-sungai Jernih Pangkal Tigo.<o:p></o:p></li><li class="MsoNormal">Surat dikeluarkan oleh Pasirah Kepala Marga Batin V Marmio di buat tanggal 4 maret 1978<o:p></o:p></li><li class="MsoNormal">Surat peninggalan nenek mamak suku kubu 113 menuntut PT BDU (sekarang Asiatik Persada) ditahun 1986.<o:p></o:p></li><li class="MsoNormal">Daftar lokasi dan jumlah kuburan warga masyarakat Suku Anak Dalam yang berjumlah 259 perkuburan yang terkena penggusuran akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan coklat ditahun 1985. <o:p></o:p></li></ol><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Kedudukan berbagai pihak yang mengklaim diri sebagai Suku Anak Dalam<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Ada dua kriteria Suku Asli diwilayah ini, yaitu:<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><ol style="margin-top: 0cm; font-family: georgia; text-align: left;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt;">Suku Anak Dalam Batanghari Sembilan (Sub Bagian Dari Suku Kubu Lalan Anak Sungai Musi) adalah suku pedalaman yang mendiami kawasan antara sungai Batanghari dan Sungai Musi, dan khususnya mereka disisi perbatasan Propinsi Jambi yang hidup disepanjang anak dari sungai Musi yang mengarah ke Propinsi Jambi. Suku Batin Sembilan berada dan pernah hidup secara tradisional di kawasan sisi perbatasan Sumatera Selatan. Menurut tetua adat disuku Batin ini, bahwa mereka merupakan keturunan dari moyang Nikat Air Hitam Penukal Musi Banyu Asin Palembang, kemudian menyebar dan merambah ke arah jambi melewati daerah Bakal Petas dan kemudian hidup didesa Tanjung Lebar, Pelempang, Nyogan dan Tanjung Pauh, jumlah mereka sekitar 597 KK atau sekitar 2.337 jiwa. Mereka sudah mendiami wilayah sejak puluhan tahun lalu. Sebenarnya mereka punya wilayah tersendiri yaitu di selatan daerah yang namanya Bakal Petas (Batas) yang masuk ke propinsi Sumsel. Di Bakal Petas ini terdapat tanaman yang khas yaitu barisan pohon yang membelah memanjang (sampai sekarang batas alam ini masih tersisa walaupun tidak utuh lagi akibat adanya HPH). Ketika mereka merambah kearah jambi dan melewati daerah Bakal Petas maka mereka melakukan perjanjian dengan tuo-tuo tengganai dari Suku Anak Dalam Sungai Bahar untuk menumpang hidup diwilayah suku Anak Dalam Sungai Bahar yang lebih dulu ada diwilayah ini, adapun isi perjanjian itu pada intinya adalah <i style="">tanaman tua untuk Suku Anak Dalam Sungai Bahar dan tanaman muda untuk Suku Batanghari IX sebagai pendatang</i>.<o:p></o:p></li><li class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt;">Suku Anak Dalam Sungai Bahar (sejak tahun 1999 mereka menyebut dirinya Suku Kubu Bahar Kelompok 113 hal ini untuk menjadi simbol identitas mereka dan membedakan dengan kelompok lainnya) adalah masyarakat asli yang mendiami wilayah ini jauh sebelum kedatangan beberapa kelompok suku asli diatas. Dan berhak atas tanah dan kebun yang tergusur akibat kedatangan perusahaan perkebunan PT Asiatik Persada. Mereka merambah dari arah Muarajangga Tembesi dan akhirnya mendiami Hulu Sungai Bahar. Sungai Bahar merupakan anak dari sungai Musi Sumsel dimana bagian ilirnya merupakan hak Masyarakat Asli Sumsel dan bagian Hulunya merupakan hak Masyarakat Asli Jambi, adapun batasnya adalah tanda alam yaitu daerah Bakal Petas. Perbatasan ini telah diakui oleh nenek moyang dari kedua masyarakat asli diatas. Dan berdasarkan surat pada zaman Belanda tahun 1940 ternyata dusun mereka telah diakui oleh Pemerintah Belanda dan dijadikan dusun khusus Suku Anak Dalam.<o:p></o:p></li></ol><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Usaha yang sudah dilakukan oleh Suku Anak Dalam kelompok 113<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;"><o:p></o:p>Pertemuan dengan pihak DPRD Batanghari tanggal 10 Maret 2003, yang membahas tentang penggusuran rumah warga kelompok 113. pertemuan ini akhirnya tidak menghasilkan apa-apa, karena pihak DPRD menunggu respon dari pihak perusahaan<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> </div><ol style="margin-top: 0cm; font-family: georgia; text-align: left;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal">Pertemuan kembali dengan pihak DPRD Batanghari tanggal 29 April 2003, kali ini dengan komisi A DPRD dan pihak Komisi A menjanjikan akan mempertemukan masyarakat dengan pihak perusahaan. Dan hasilnya akan ada pertemuan kembali yang akan menghadirkan pihak perusahaan.<o:p></o:p></li><li class="MsoNormal">Pertemuan dengan pihak DPRD Batanghari dan dihadiri oleh masyarakat sebanyak 113 orang, dan pihak perusahaan hadir Direktur Asiatik Persada Sean Marron. Pada pertemuan ini disepakati bahwa pihak perusahaan akan membangun kebun sawit dan perumahan untuk masyarakat suku kubu asal masyarakat mau dan bersedia menyerahkan lahan dan kebunnya kepada pihak perusahaan. Tapi ternyata janji tinggallah janji.<o:p></o:p></li></ol><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: georgia; text-align: left;">Sudah hampir 20 tahun warga suku Anak Dalam kelompok 113 ini berjuang untuk mempertahankan tanah warisan nenek moyang, tapi tak kunjung menemukan titik penyelesaian. Dari perusahaan ini dikelola oleh keluarga Senangsyah (1985-2000), kemudian beralih ke perusahaan PMA yaitu CDC-Pacrim/PRPOL (2000-2005), kemudian beralih lagi perusahaan Amerika yaitu CARGILL (2005-2006) dan sekarang dibawah managemen perusahaan besar yang berbasis di Malaisia yaitu Wilmar Group (2006- sekarang). Walaupun kepemilikan perusahaan ini terus berganti, tapi kami dari warga suku Anak Dalam kelompok 113<span style=""> </span>menuntut :<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;"> <span style="font-family: georgia;" lang="IN">PERUSAHAAN PT BDU atau PT ASIATIK PERSADA SEGERA MENGEMBALIKAN DUSUN KAMI YAITU DUSUN TANAH MENANG, DUSUN PADANG SALAK DAN DUSUN PINANG TINGGI DAN JUGA MENGEMBALIKAN ANAK-ANAK SUNGAI BERJUMLAH 50 KEPADA KAMI WARGA SUKU ANAK DALAM KELOMPOK 113.</span><br /><span style="font-family: georgia;" lang="IN"></span><br /><span style="font-family: georgia;" lang="IN">Catatan :</span><br /><span style="font-family: georgia;" lang="IN"></span><br /><span style="font-family: georgia;" lang="IN">Pernyataan kasus ini dirangkum oleh LSM SETARA Jambi yang mendukung perjuangan SAD bersama dengan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.</span><br /><span style="font-family: georgia;" lang="IN"></span></div> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=8908005810383994797" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"> </span> </a> </span> </div> <div class="entry" id="post-7415180921058118547"> <div style="color: rgb(255, 0, 0);" class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('11:26 PM');</script></div><div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /><br />Tradisi Besale , Bertahan Bersama Suku Anak Dalam</span><br /><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0712/19/daerah/4090527.htm<br /><br />Nusantara <br />Rabu, 19 Desember 2007<br /><br />Tanah Air<br /><br />Irma Tambunan<br /><br />Udara dalam rumah panggung milik Hasan terasa sesak. Asap kemenyan berpendar memenuhi ruangan, sementara sebagian orang terus menyanyi, menari, sambil mengelilingi Susi yang menggendong bayinya, Mima (3). Selama tiga malam berturut-turut, pesta adat digelar untuk memohon kesembuhan Mima.<br /><br />Masyarakat suku anak dalam atau orang rimba menyebut tradisi ini besale, ritual pengobatan tradisional yang dipimpin dukun, untuk mengusir roh jahat yang dipercaya bisa menyebabkan orang jatuh sakit.<br /><br />Mima, bayi yang mereka kasihi itu, sudah sebulan sakit parah. Ia menderita diare dan muntah-muntah, bahkan sempat pingsan selama satu minggu. Orangtuanya kebingungan untuk menyembuhkan si anak bungsu karena obat-obatan yang selama ini mereka gunakan, yaitu air rebusan pasak bumi, tidak mempan menyembuhkannya.<br /><br />Amid, kepala adat yang juga kakek Mima, berembuk dengan sejumlah warga. Mereka sepakat melaksanakan tradisi besale. Hanya selang dua hari, besale digelar dalam sebuah rumah panggung yang baru selesai dibangun bersama.<br /><br />Cukup rumit persiapannya. Sembilan rumah-rumahan dari bambu berisi berbagai jenis makanan disiapkan lengkap dengan kemenyan dan bunga-bungaan, yang dipasang di langit-langit rumah milik Hasan, paman Mima. Ini menjadi sesaji, selain lilin lebah, ketan, berondong padi, telur, ayam, dan dupa.<br /><br />Ruangan itu sangat ramai dan sedikit sesak. Sekitar 50 orang memenuhinya sejak pukul 23.00. Mereka tidak beranjak pulang sampai seluruh prosesi besale selesai esok paginya, sekitar pukul 06.00.<br /><br />Di luar dari berbagai persiapannya dibutuhkan setidaknya tujuh jam untuk satu kali pelaksanaan besale. Dalam kunjungan ke komunitas orang rimba di Sungai Bahar, Batanghari, Jambi, awal November lalu, Kompas merekam ada lima prosesi doa, yang kemudian berakhir dengan makan bersama pada sekitar pukul 06.00.<br /><br />Besale dimulai dengan tari-tarian mengelilingi Mima yang berada dalam dekapan Susi. Mereka berdua duduk di tengah-tengah ruangan. Persis di atas mereka tergantung sebuah rumah-rumahan atau balai dari bambu berisikan makan-makanan.<br /><br />Tiga pemimpin besale atau disebut datuk alias dukun mengawali tarian sambil mengelilingi Mima. Mereka mengucapkan doa-doa dalam bahasa rimba yang sulit diikuti, maupun dimengerti, sesekali mereka menyentuh dan mencium anak itu untuk menunjukkan rasa sayangnya.<br /><br />"Doa-doa ini hanya dapat dinyanyikan serius, tidak bisa begitu saja diucapkan. Namun, artinya dapat saya katakan, kami sedang mengundang nenek moyang hadir di sini untuk membantu kesembuhan cucu kami," ujar Amid.<br /><br />Sebagian besar tradisi orang rimba ini memang sangat dekat dengan mistik. Pada prosesi awal, misalnya, selama dua jam lebih mereka mengundang kehadiran roh nenek moyang dengan nyanyi-nyanyian dan tari-tarian. Alat musik tabuhan terus mengiringi lantunan suara nyaring mereka.<br /><br />Suasana riuh ini baru mereda setelah tiga datuk berkain dan bersorban putih duduk bersila. Mereka membeberkan sumber penyakit yang dialami Mima. Salah satu datuk mengatakan, Mima sakit karena selama ini kurang mendapat perlakuan baik dari orangtuanya. Makanan yang diberikan kepadanya sangat tidak memadai. Kondisi yang tidak berpihak kepada Mima ini berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan Mima sakit.<br /><br />Prosesi kemudian dilanjutkan kembali oleh tarian-tarian, dengan lilin menyala di sekeliling mereka. Padi yang telah dibakar disebarkan ke semua orang. Sejumlah balai berisi makanan, seperti balai kurung, balai mun, balai angin, balai pengasuh, dan balai pengadapan, diturunkan dari ikatannya di langit-langit ruangan.<br /><br />Riuh kembali ditutup oleh keheningan. Datuk pun membeberkan bahwa Mima dapat sembuh, tetapi ada syaratnya. Satu minggu setelah Mima sembuh, semua warga rimba setempat harus menggelar pesta sebagai tanda syukur, sedangkan sembilan balai berisi makanan yang digantung di langit-langit rumah harus dinikmati bersama oleh semua warga. Dan yang terakhir, kedua orangtua wajib merawat Mima dengan sebaik-baiknya, tanpa perlakuan yang kasar.<br /><br />Tak terasa, sang fajar mulai datang. Mereka menutup seluruh prosesi itu dengan ucapan syukur, makan bersama.<br /><br />Tidak mudah<br /><br />Masyarakat rimba di Sungai Bahar adalah kaum yang terusir dari hutan yang selama ini mereka sebut "rumah". Seingat Amid yang kini berusia sekitar 70 tahun, sejak tahun 1990-an ia dan rombongannya sudah tiga kali bermigrasi yang disebabkan oleh pembukaan hutan menjadi kebun sawit. Amid awalnya tinggal di hutan daerah Markanding. Lalu, karena wilayah itu akan dibangun kebun sawit oleh PT Perkebunan Negara, mereka ditawari program transmigrasi sosial ke Dusun Sungai Dayoh. Mereka akan dipekerjakan sebagai buruh plasma.<br /><br />"Kami menolak tawaran itu karena kami ini orang-orang yang tinggal dalam hutan, bukan di dusun," tuturnya.<br /><br />Dari situlah keberadaan Amid dan masyarakat rimba semakin terimpit. Ketika PT Asiatic membuka lahan sawit baru, Amid dan warganya terpaksa kembali terusir, dan mencari hunian lain yang masih berupa hutan.<br /><br />Tak terasa hutan mereka terus ditebangi pohon-pohonnya oleh para pembalak liar. Perambahan juga kian meluas. Ini mengakibatkan sumber-sumber makanan orang rimba kian sulit didapat. "Kalau dulu kami makan ayam atau rusa, tidak susah. Ada banyak rusa dalam rimba. Tapi sekarang, makanan sulit didapat. Kami sering kelaparan," tuturnya.<br /><br />Perubahan alam akibat ulah manusia membuat kehidupan orang rimba kian sulit. Menurut Amid, orang rimba mati karena sakit dan kelaparan sudah kerap terjadi. "Dokter keliling tidak pernah kemari. Kami pun takut dicucuk jarum suntik. Kami lebih pilih obat akar-akaran atau daun-daun pahit dari hutan," tuturnya.<br /><br />Ketika obat-obatan tradisional tidak mempan menyembuhkan penyakit, orang rimba masih memiliki pengharapan terakhir, yaitu besale. Mereka percaya bahwa alam semesta memiliki banyak jenis roh yang melindungi manusia. Untuk itu, manusia harus menghormati roh, dan tidak merusak unsur-unsur alam, seperti hutan, sungai, dan bumi.<br /><br />Gelisah<br /><br />Akan tetapi juga muncul kegelisahan, bahwa tradisi yang telah mengakar sepanjang hidup mereka kini menjadi tradisi yang makin sulit dilaksanakan. Pasalnya, untuk menjalankan tradisi ini, dibutuhkan berbagai sesaji yang kini semuanya tak mudah didapatkan di dalam hutan. Orang rimba harus mengeluarkan uang yang mereka sendiri sulit mendapatkannya, untuk belanja di pasar.<br /><br />"Untung saja masih ada keluarga yang mau menolong, memberikan kami uang untuk beli sesaji. Kalau tidak, susah payah betul untuk melaksanakan besale ini," tutur Susi, ibu Mima.<br /><br />Entah sampai kapan tradisi ini dapat bertahan, di tengah keterimpitan hidup orang rimba.<br /><br />Catatan :<br /><br />Masyarakat Suku Anak Dalam di Sungai Bahar tengah berjuang bersama Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional dan LSM SETARA di Jambi untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka seluas 2000 - an hektar yang hingga dewasa ini diusahai oleh PT. Asiatic Persada, anak perusahaan WILMAR Groups Malaysia.<br /><br />Pihak Kantor Wilayah Badan pertanahan Nasional Propinsi Jambi tengah mengadakan penelitian guna menyimpulkan keberadaan hak atas tanah di lokasi tersebut. </div> <span style="color: rgb(255, 0, 0);" class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=7415180921058118547" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><div class="entry" id="post-9063616692526622348"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Rebutan Lahan Negara, Masyarakat dan Perusahaan Swasta di Jambi Bersengketa</span><br /><div class="ebody"><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Jumat, 03 Agustus 2007</span><br /><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Jambi, Kompas - Sengketa lahan milik negara antara masyarakat dan perusahaan swasta masih terus berlanjut di Kabupaten Batanghari, Jambi. Warga yang mengklaim pemilik tanah negara mengajukan tuntutan terhadap perusahaan untuk segera mengembalikan tanah yang selama ini mereka kelola.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">"Kami telah mendapat legalitas hak mengolah tanah negara, tetapi tanaman kami belum lagi dipanen, sudah diserobot oleh pengusaha bermodal besar," tutur Umar (56), petani di Desa Olak Rambahan, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, kemarin.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Di Desa Olak Rambahan, seluas 341 hektar tanah negara diperebutkan. Menurut Umar, 80 keluarga setempat yang membentuk Kelompok Tani Rambahan Jaya mendapat hak kelola lahan untuk dua tahun dan paling lama selama tiga tahun.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Hak ini selanjutnya dapat diperpanjang mengingat petani tidak merasa membutuhkan adanya kesepakatan berikutnya. Pasalnya, pada saat masa hak kelola habis, para petani telah memanfaatkan lahan itu menjadi kebun karet secara berkelanjutan.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">"Tetapi, belum lagi karet dipanen, PT WKS (Wira Karya Sakti) sudah menggusur seluruh tanaman kami. Perusahaan mengklaim pihaknya yang paling berhak, sementara petani adalah pemakai lahan secara liar," tutur Umar.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Oleh karena itu, menurut Ismail, ketua kelompok tani setempat, mereka menuntut agar perusahaan mengembalikan hak para petani tersebut. Perusahaan yang sebelumnya telah mengusir petani harus hengkang dari lahan negara tersebut.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Punya izin</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Kurniawan dari Bagian Humas PT WKS mengemukakan, perusahaan telah mendapat izin dari negara untuk memanfaatkan tanah tersebut. Pihaknya bahkan telah membayarkan ganti rugi kepada masyarakat pada tahun 1995. Oleh karena itu, sangat disesalkan apabila ada kelompok masyarakat yang masih menuntut ganti rugi kepada perusahaannya.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Menurut dia, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keterangan yang berisikan pihak perusahaan memang telah memberikan ganti rugi kepada petani sehingga mestinya masalah ini tidak dipersoalkan kembali.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Suku Anak Dalam</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Penyerobotan lahan juga dikeluhkan masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Markanding, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Mereka memprotes sebuah perusahaan yang mengubah tanah adat mereka menjadi areal perkebunan sawit.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Ratusan keluarga yang sebagian besar tinggal di sekitar aliran sungai tersier berinduk pada Sungai Bahar telah tergusur dari tanah mereka, sementara kebun warga telanjur ditebangi. Antara lain jernang, karet, duren, dan rambutan telah habis. Padahal, perkebunan rakyat itu merupakan tempat untuk mencari makan bagi Suku Anak Dalam. </span> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=9063616692526622348" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"> </span> </a> </span> </div> <div class="entry" id="post-8301763228372899437"> <div class="jackbookDOTCOM_date"><script>jackbookDOTCOM_changeDate('10:14 AM');</script></div> <h3 class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/06/jambi-sad-menolak-keberadaan-kebun.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to SAD Menolak Keberadaan Kebun Sawit"><br /></a> </h3> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Suku Anak Dalam Menolak Keberadaan Kebun Sawit</span><br /> </div><div class="ebody"><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Sumatera Bagian Selatan </span><br /><span style="font-family: georgia;">Selasa, 26 Juni 2007</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Jambi, Kompas - Masyarakat Suku Anak Dalam atau SAD di Desa Markanding, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, menentang pembukaan lahan perkebunan sawit di atas tanah adat mereka. Pasalnya, pihak perusahaan tidak menepati janji untuk membangun infrastruktur jalan di daerah itu.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Unjuk rasa masyarakat yang berjumlah sekitar 50 orang tersebut berlangsung sejak pukul 08.00 di Kantor Badan Pertanahan Negara Provinsi Jambi, Senin (25/6). Dialog kemudian digelar Bagian Penyelesaian Sengketa Agraria BPN Jambi Khaerul hingga berakhir sekitar pukul 15.00.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Kutar (56), warga SAD yang ikut berunjuk rasa, mengemukakan, lahan warga diambil alih oleh perusahaan sawit PT BDU sejak 1985. Pada saat itu, sebagian besar warga mau memberikan tanah mereka untuk dikelola menjadi kebun sawit dan kebun cokelat, karena pihak perusahaan menjanjikan bakal membangun infrastruktur dan membuka akses desa ke kota.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Namun, hingga perkebunan tersebut dialihkan ke perusahaan lain, PT AP pada tahun 2003, janji-janji tersebut belum ditepati hingga kini. "Untuk itulah, kedatangan kami ke sini adalah menuntut kejelasan yang sudah tujuh tahun lamanya belum kami dapatkan," tutur Kutar.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Menurut dia, ratusan keluarga yang sebagian besar menetap di sekitar aliran sungai tersier yang berinduk pada Sungai Bahar, telah tergusur. Sementara kebun warga telanjur ditebangi, antara lain ditanami jernang, karet, duren, dan rambutan.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Penghasilan sehari-hari dari kebun tersebut cukup besar. Misalnya, untuk satu hingga dua kilogram jernang harganya mencapai Rp 1,5 juta per kilogram.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Warga yang tergusur akhirnya tinggal dalam hutan di luar perkebunan. Mereka justru menjadi perambah di tempat lain. </span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Catatan :</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Masyarakat Suku Anak Dalam dari Desa Markanding, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambitergabung dalam organisasi Gerakan Suku Anak Dalam Kelompok 113 yang merupakan jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Jambi.<br /><br />Salah satu kesepakatan yang didesakkan SAD kepada BPN Prop. Jambi adalah penyelesaian konflik agraria dengan melakukan pengukuran ulang terhadap tanah rakyat. Kegiatan ini akan dipimpin oleh BPN dengan melibatkan SAD dan dibiayai dari APBD kabupaten setempat. Sebelum akhir Juli 2007, kegiatan tersebut sudah berakhir dan hasilnya akan dikaji lebih mendalam sampai dilakukannya legalisasi/pengakuan atas tanah SAD dengan cara meng-enclave dari areal perkebunan.<br /><br /></span> </div> <span class="item-control blog-admin pid-1334796363"> <a href="post-edit.g?blogID=6461775459797818086&postID=8301763228372899437" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"><br /></span></a></span></div><a href="http://www.jackbook.com/2007/08/mushblue-blogger-template-another-dark.html"></a>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-39723207815731397202009-08-20T14:01:00.000-07:002009-08-20T14:03:33.102-07:00Berita Dari Flores<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Petani Minta Perhatikan Kebutuhan Rakyat</span><br /><div class="ebody"><br />ENDE, PK--Ratusan petani dari lima kecamatan di Kabupaten Ende, masing-masing Kecamatan Nangapanda, Ende, Weweria, Kelimutu dan Kecamatan Lio Timur yang tergabung dalam Komite Tani Ende bersama mahasiswa Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Ende aksi demo ke gedung DPRD Ende, Selasa (6/5/2008).<br /><br />Para petani dalam orasi yang intinya meminta pemeritah memperhatikan kebutuhan rakyat seperti air, listrik dan kesehatan. Aksi dimulai dari Bundaran Bandara Haji Hasan Aroeboesman menuju gedung DPRD Ende di Jalan El Tari. Massa sempat demo di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende meminta aparat kejaksaan lebih serius menuntaskan kasus korupsi di Kabupaten Ende.<br /><br />Di gedung DPRD Ende petani berdialog dengan sejumlah anggota Dewan, di antaranya Ketua DPRD Ende, Titus Tibo, Wakil Ketua, Ruben Resi, dan anggota DPRD Ende, Niko Palla, Frans Wangge, Djamal Humris dan H. Zainal Abidin.<br /><br />Para petani minta DPRD Ende turun langsung ke desa-desa untuk melihat langsung apa yang dibutuhkan rakyat sehingga berbagai program tepat sasaran dan tepat guna. "Jangan cuma turun di kantor camat setelah itu pulang," kata Yohanes Ndate, petani asal Kecamatan Ende.<br /><br />Petani lainnya, Pius Sato mengatakan, saat ini belum ada tanggul penahan banjir di Kali Loworea. Kondisi ini menyebabkan banjir merusak tanaman dan rumah milik warga. Mereka minta DPRD Ende turun ke lokasi untuk lihat langsung keadaan yang dialami masyarakat.<br /><br />Sementara Thomas minta dibangun bronjong di Kali Loworea agar tidak meluap ke perumahan. "Setiap Musrenbangdes, Musrenbangcam hingga Musrenbangkab selalu diusulkan warga namun tidak ada realisasi," ujarnya.<br /><br />Menanggapi berbagai usulan ini, Ketua DPRD Ende, Titus Tibo mengatakan, Dewan akan komunikasikan dengan dinas terkait. Menyinggung soal politik, Titus menjelaskan, saat ini DPRD Ende yang ada merupakan pilihan masyarakat, Baik buruk sudah terjadi. Diharapkan di waktu mendatang masyarakat bisa menentukan pilihannya memilih anggota Dewan yang baik sesuai keinginan rakyat. </div>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2496883500382801491.post-11780992122154497822009-08-20T07:58:00.000-07:002009-08-20T14:01:35.854-07:00Berita Dari Yogyakarta<h3 class="etitle" id="post-3"> <a href="http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2009/05/kuasa-kraton-jawa-atas-tanah.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to Kuasa Kraton Jawa Atas Tanah."><br /></a> </h3> <div class="emeta"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kuasa Kraton Jawa Atas Tanah</span><br /><br /><br /> </div> <div class="ebody"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi90dn_MLvL6_g9blqVkmGu-hNMeKX2z7vRojBDdSahvaBehXkcBbmk9tY4n6tQAU4hSOcoj1dBzUsFwHf5xvAmicKnVFADtdXbk8H68k68D_8G9UTnpUTmlm22Vlhi3psd6fsWlI-yzGFn/s1600-h/SG+-+PAG+2004.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi90dn_MLvL6_g9blqVkmGu-hNMeKX2z7vRojBDdSahvaBehXkcBbmk9tY4n6tQAU4hSOcoj1dBzUsFwHf5xvAmicKnVFADtdXbk8H68k68D_8G9UTnpUTmlm22Vlhi3psd6fsWlI-yzGFn/s400/SG+-+PAG+2004.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5339308730744048978" border="0" /></a>GAMBAR salah satu patok bertuliskan SG/PAG 04 di areal persawahan masyarakat Desa Poncosari Kec. Srandakan, Bantul, DIY. SG/PAG adalah singkatan dari 'Sultan Ground' dan 'Paku Alam Ground'.<br /><br />-------<br /><br />Oleh masyarakat Dusun Sambeng II, ia biasa disapa sebagai Pak Lubino [54]. Profesinya adalah petani dan tinggal bersama keluarga adik perempuannya yang beberapa tahun lalu pernah mengenyam pekerjaan sebagai buruh migrant di Malaysia.<br /><br />Pertanian adalah mata rantai kehidupan yang telah di jalani Pak Lubino sejak usia muda. Areal garapannya hanya sebanyak tiga kotak. Satu kotak kira-kira seukuran 300 m2. Kesemuanya adalah warisan dari orang tuanya sejak puluhan tahun yang lampau.<br /><br />Semula kehidupannya berjalan dengan lancar. Sampai pada tahun 2004 yang lalu, muncullah patok-patok putih dari pipa peralon yang diisi semen di sekitar areal garapannya. “Jumlahnya banyak, membujur dari utara-selatan. Jarak tiap pathok sekitar 100-an meter. Tapi kami tidak tahu apa gunanya,” jelas Pak Lubino setengah bertanya.<br /><br />“Di ujung pathok ada tulisan SG/PAG 04,” tambahnya.<br /><br />Hal tersebut membuatnya khawatir. Ia was was bila areal garapannya termasuk dalam kuasa ‘Sultan Ground/Paku Alam Ground’. Hal tersebut pantas diresahkannya. Mengingat para petani tetangganya di Desa Karangwuni Kec, Galur, Kulon Progo DIY tengah menghadapi ketentuan pembayaran sejumlah ‘pajak tanah’ berjuluk ‘kekancingan’ kepada pihak keratin sebagai penguasa Sultan Ground/Paku Alam Ground.<br /><br />Pak Lubino termasuk salah satu dari ratusan ribu petani di seantero wilayah bekas kerajaan Mataram yang kini bernama Daerah Istimewa Yogyakarta. Petani adalah golongan mayoritas di propinsi ini. Akan tetapi, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional mencatat bahwa dari 3.185.800 km2 luas areal Yogyakarta, 300.770 km2 adalah milik Sultan dan Paku Alam.<br /><br />Ketimpangan penguasaan atas tanah tidak hanya berdampak pada tidak meratanya kesehjateraan secara ekonomi dan social, akan tetapi juga berdampak pada minimnya penguasaan atas akses politik. Seperti yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Suhartono, di dalam masyarakat yang didalamnya masih berlaku corak produksi yang feodalistik, dimana fungsi tanah menentukan status dan perannya dalam masyarakat, maka pemilik tanahlah yang mempunyai kedudukan kuat baik secara politik, ekonomi, dan social.<br /><br />Dengan demikian, kepemilikan tanah yang luas dapatlah menjamin Sultan dan Paku Alam untuk juga memiliki lembaga ekonomi modern seperti perusahan.<br /><br />Hal ini adalah pertanda bahwa Pak Lubino dan para petani lainnya di Yogyakarta juga tak luput dari cengkeram feodalisme di negeri ini. </div>Jaringan Media Akar Rumputhttp://www.blogger.com/profile/09246670031419570155noreply@blogger.com