Jumat, 21 Agustus 2009

Sengketa Petani Takalar Dan PTPN XIV

TIDAK PERNAH CUKUP TANAH UNTUK KAPITALISME

Di Polombangkeng, Kabupaten Takalar, 6000 hektar tanah petani di 12 desa dirampas PT Perkebunan Nusantara PTPN XIV, perusahaan negara yang mengolah tebu menjadi gula. Tak ada rasa manis bagi petani, semenjak lahan mereka dikuasai PTPN XIV dari tahun 1982 hingga hari ini. Demi ekspor dan swasembada gula, dan atas nama pembangunan serta stabilitas pangan, negara mengorbankan lebih dari 3000 jiwa.

Saat itu, pemerintah memakai sistem paksa untuk mengambil tanah warga, disertai intimidasi dan ancaman bagi yang tidak mau. Kekerasan dan represifitas negara membekas di ingatan sebagian warga –saksi sejarah sekaligus korban dari masa Orde Baru Soeharto hingga Orde Baru SBY. Tanah sebagai sumber penghidupan bagi kaum tani tersebut, dijadikan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV hingga tahun 2004. Namun status HGU selama 25 tahun masa kelola PTPN XIV seolah-olah tanpa batas. Saat petani menuntut pengembalian lahan mereka di tahun 2004, mereka diabaikan sama sekali.

Tiga tahun hal ini terus berlalu, pemerintahan terus berganti dan ‘reformasi’ terus menjadi jualan para politisi, tapi sungguh tak ada yang berubah di lahan tebu itu. Masa penantian tak lagi terbendung, semenjak sejumlah upaya politik dan aksi tuntutan kepada aparat negara tak juga membuahkan hasil, warga akhirnya memilih untuk melakukan sebuah aksi langsung mengambil alih lahan dan mengembalikan kehidupan mereka sediakala sebelum kehadiran PTPN XIV. Padi, jagung, dan wijen adalah manis yang bisa dirasakan dalam setahun ini setelah mereka berhasil merebut kembali kepunyaannya.

Dan inilah yang menjadi keyakinan dan tekad untuk terus mempertahankan tanahnya, serta tak tersisa alasan untuk melanjutkan keberadaan perusahaan di tempat mereka. Saat ini, perjuangan itu masih berlangsung. Setiap hari, tanpa lelah warga dari 12 penjuru desa di 2 kecamatan Polombangkeng Utara dan Selatan bersama-sama berjuang mengembalikan tanah mereka. Tanpa perlu komando menyatu dalam sebuah harapan yang sama mempertahankan tanah, sumber kehidupan bagi anak cucu kemudian hari, walaupun harus menghadapi intimidasi, teror, ancaman, bahkan penangkapan oleh aparat.

Adalah ironis dan tak beralasan jika berfikir diri kita tak terkait dengan kejadian ini, tak berhubungan dengan penderitaan para petani. Semenjak hampir seluruh dari kita adalah bagian masyarakat yang dieksploitasi dalam sistem ekonomi kapitalisme, maka sejak saat itu pula kita adalah bagian yang sama dengan para petani.

Tanah mereka dirampas untuk menghasilkan gula demi target ekspor dan statistik ekonomi (baca : prestasi pemda). Pemerintah memprogramkan swasembada gula. Ini artinya, harus semakin banyak gula dihasilkan untuk dijual ke luar negeridan harus semakin bertambah luas lahan yang dibutuhkan atau semakin lama lahan tersebut digarap. Dan itu pula berarti, tak ada niat untuk mengembalikan tanah petani.

Tapi pemenuhan pangan dan swasembada adalah omongkosong besar, jika kita melihat fakta bahwa gula produksi lokal justru diekspor ke luar, dan gula yang kita konsumsi justru didatangkan dari luar negeri (impor dari Taiwan dan Australia). Persoalannya sederhana, dalam ekonomi kapitalisme, semakin banyak pertukaran (dari dan ke luar/dalam negeri), semakin banyak pula keuntungan yang bisa dihasilkan. Dan sudah barang tentu, yang diuntungkan dari proses ini adalah para kapitalis, baik swasta maupun negara.

Kita berada dalam posisi yang sama dengan petani. Petani dirampas tanahnya, untuk mendukung tata dagang yang menguntungkan kapitalis. Sementara kita dikontrol dan dijebak untuk berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan, dan lalu bekerja agar bisa bertahan hidup, sekaligus berperan sebagai konsumen untuk ters mengkonsumsi komoditi-komoditi yang tata dagangnya diatur oleh negara dan semakin menguntungkan kapitalis.

Semakin patuh kita pada kekuasaan, semakin gelap mata kita untuk terus mengkonsumsi, semakin pudar solidaritas kelas kita, maka semakin langgeng cara mereka menghasilkan keuntungan, semakin tereksploitasi para buruh di pabrik, petani di desa, dan kaum miskin lainnya di seluruh muka dunia. Dan akhirnya kita terus berfikir bahwa tak ada kaitannya kita dengan mereka, di Takalar, di Vietnam, Thailand, Afrika, Amerika –seluruh kelas tereksploitasi oleh kelas majikan.

Bagi kapitalisme, semenjak orientasinya menghasilkan semakin banyak keuntungan, takkan pernah ada tanah yang cukup, juga tenaga pekerja yang dieksploitasi, manusia-manusia yang dimiskinkan, konsumen yang akan terus mengkonsumsi, tatanan sosial yang dirobek-robek.

Solidaritas kami terhadap petani Polombangkeng, Takalar adalah solidaritas sesama manusia yang dieksploitasi hidup dan tenaganya, mimpi dan hari esoknya, untuk melanggengkan kapitalisme dan dominasi negara.

JARINGANLIBERTARIAN

(Flyer pada Aksi Solidaritas Untuk Petani Takalar, 22 Juli 2009 depan Kantor PTPN XIV, Makassar)


Kronologis Penembakan Polisi Terhadap Petani Polongbangkeng

Minggu, 9 agustus 2009


08:00 WITA
Aparat dari Polres Takalar berada di lokasi untuk mengawal pengolahan oleh pihak PTPN dipimpin langsung Oleh Kapolres Takalar.
08:15 WITA
Sebagian warga yang berada dikebun dan sebagian Warga yang berada di desa-desa masing yang mendengar akan adanya pengolahan atau untuk merawat bergegas kelokasi tetapi dilokasi warga tidak melakukan perlawanan
08:30 WITA
Warga dan pihak polisi saling berhadap-hadapan di lokasi lahan yang akan digarap PTPN. Beberapa orang aparat polisi memerintahkan warga untuk mundur, tapi tidak diindahkan oleh warga.
Pihak PTPN tetap memprovokasi warga dengan melakukan proses perawatan dgn menggunakan 6 buah traktor.
Pihak PTPN menurunkan 6 (enam) unit traktor untuk melakukan penggarapan lahan. Ini menyebabkan kondisi bertambah tegang, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat.
Di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian (berteriak, dll).
09:20 WITA
Pasukan tambahan pengamanan dari Brimob dan PHH tiba di lokasi, berjumlah sekitar 50 personal dengan bersenjata lengkap. Pasukan tambahan ini langsung menggantikan aparat dari Polres Takalar, dan langsung mengambilalih pengamanan.
Hanya berselang 5 menit kedatangannya di lokasi kejadian, aparat langsung menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga yang tidak menyangka akan mendapat perlakuan tersebut menjadi kaget dan panik. Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat memburu warga dan menangkapi satu persatu.
Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki (terlampir). Warga melakukan perlawanan dengan melemparkan batu ke arah aparat. Kondisi yang tidak berimbang ini makin tegang, dan represifitas aparat semakin meningkat dengan terus mengintimidasi warga.
Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih 1 (satu) jam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan 1 (satu) orang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan.
Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.
10:00 WITA
Suasana panas sedikit menurun, warga mulai mundur dan tercerai berai. Sementara itu aparat juga ditarik mundur ke arah titik awal berkumpul (tepi lahan garapan).
Selang beberapa waktu, warga mulai berkumpul kembali untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk.
10:45 WITA

Kondisi kembali berubah menjadi tegang. Warga yang berada di sekitar tempat kejadian kemudian tambah mendekat, untuk mencari tahu kondisi warga yang ditangkapi. Hal ini direspon oleh aparat untuk terus menghalangi warga mendekat ke arah lahan.
Warga dan aparat akhirnya bersitegang kembali. Warga kemudian mundur dan menyebar untuk bersiaga.
11:20 WITA
Kejadian ini langsung tersebar ke desa-desa sekitar. Warga dari desa lain kemudian datang dan bergabung dengan warga yang telah lebih dulu hadir di lokasi. Mereka berkumpul dan berjaga-jaga.
Baik warga dan aparat dalam kondisi siaga.
12:00 WITA
Warga terus berdatangan dan berkumpul di beberapa tempat. Kondisi tetap tegang, dimana warga dan aparat sama-sama kondisi siaga
13:30 WITA
Saksi mata menyebutkan ada sebuah lemparan batu dari arah PTPN, disusul suara deru mesin traktor yang cukup bising yang memancing perhatian warga. Kejadian ini membuat warga berkumpul kembali sebagai respon kejadian tersebut.
Provokasi ini akhirnya membuat suasana kembali tegang. Aparat kemudian mengeluarkan tembakan peluru karet dan gas air mata.
Warga yang kaget dan panik, hanya merespon dengan melemparkan batu ke arah aparat sebagai respon. Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan dengan teriakan “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”.
Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala.
Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata.
Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.
14:10 WITA
Warga membubarkan diri. Sebagian menuju posko pengaduan, sebagian menuju rumahnya masing-masing.
Seluruh korban dievakuasi ke puskesmas terdekat. Di puskesmas, petugas medis menolak menangani korban karena takut akan diminta pertanggungjawaban dari aparat, dan merekomendasikan untuk merujuk ke Rumah Sakit Takalar.



Brimob Tembaki Warga, 2 Orang Kritis

(Takalar, Sulsel 10/8), Sedikitnya 7 orang warga tertembak aparat Brimob dalam kejadian di hari Minggu (9/8). Sebelumnya terjadi ketegangan antara warga Polongbangkeng Utara, Takalar dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN XIV) yang sedang berupaya untuk mengolah lahan warga yang masa HGU-nya berakhir 3 tahun lalu.

Ketegangan memuncak dengan aksi provokasi berupa lemparan batu dari arah PTPN XIV, yang disertai dengan deru mesin traktor yang bising. Hal ini memancing perhatian warga yang sejak pagi berjaga-jaga untuk menghalau proses pengolahan lahan tersebut.

Aparat kepolisian yang diturunkan mengawal pengolahan tersebut kemudian menghalau dengan memerintahkan warga untuk mundur dan menjauh dari lahan. sementara itu pihak PTPN terus melakukan proses pengolahan lahan menggunakan enam traktor yang ada di lokasi. Merasa tidak diindahkan, warga terus merengsek dan mendesak agar pengolahan tersebut dihentikan.

Berselang beberapa waktu, pasukan Brimob dan Dalmas tiba di lokasi dengan bersenjata lengkap dan langsung menggantikan dan mengambil alih pengamanan dari aparat Polres Takalar. Dan hanya berselang 5 menit, tembakan peluru karet dan gas air mata dilepaskan beruntun ke arah warga. Ini membuat warga panik dan berhamburan untuk menyelamatkan diri.

Aparat mulai menangkapi warga, beberapa disertai dengan pemukulan. Saat itulah, salah seorang warga, Dg Nangring, ditembaki ke arah kepala. Warga yang terdesak dan dengan tangan kosong melakukan perlawanan seadanya yang tidak berimbang. Dari kejadian ini, 7 orang warga ditangkap dan satu orang mahasiswa ikut dipukul dan diangkut ke kantor polisi. Sementara itu 2 orang warga kirits dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan serius akibat luka tembak yang dialaminya.



Reportase dari seorang partisipan kontinum yang berada di lokasi kejadian

9 Agustus 2009
Semenjak akhir juli, aksi penghadangan oleh petani untuk menghalau pengolahan tanah warga oleh PTPN kembali terjadi. Pada Hari ini Minggu(9/8) satuan pengamanan dari Brimob, Polres, Polsek diturunkan(2 SSK) yang dipimpin langsung oleh Kapolres Takalar untuk mengawal Proses pengolahan lahan. Hal ini ditandai dengan Beroperasinya 6 unit traktor milik PTPN.
Informasi tentang pengolahan Lahan warga oleh PTPN terdengar oleh warga, sehingga mereka dari berbagai Desa berkumpul di lokasi penggarapan. Kejadian ini berawal pagi hari sekitar jam 8.00 wita.
Polisi yang sudah berada di lokasi langsung berhadapan dengan warga. Warga tetap bertahan untuk menghalau pengolahan lahan. Sekitar pukul 09.00 pasukan dari Brimob di kerahkan dengan persenjataan lengkap untuk menghadang warga. Hal ini memicu warga untuk berkumpul dari berbagai penjuru lahan menuju ke titik tempat ke 6 unit traktor beroperasi. Saat Brimob datang mereka langsung bertindak brutal dengan menembakan peluru dan melemparkan gas air mata kea rah warga. Sehingga warga berhamburan dan melakukn perlawanan dengan melempar aparat dengan batu.
Aparat reaksi semakin refresif dan terus menembakkan peluru menuju kea rah warga dan melemparkan gas air mata. Beberapa warga terkena tembakan dan ditangkap. Aksi ini berlangsung selama kurang lebih satu jam. Aparat terus memukul mundur warga, walupun beberapa kali warga tetap bertahan, Setelah situasi sudah mereda satuan brimob mulai ditarik mundur. Meskipun tetap bertahan dilokasi.
Provokasi terus datang dari aparat kepada warga dengan meneriakkan “Warga takalar Bencong”. Warga tetap saja bertahan bertahan untuk menghalau aparat.
Sampai pukul 14.00, aparat kembali melakukan tindakan refresif dengan melakukan penyisiran lokasi /lahan dengan memburu dan membubarkan kerumunan warga. Mereka menyisir sampai Mangga I (tempat warga biasa berkumpul untuk memantau proses pengolahan lahan oleh PTPN) dan menguasai tempat itu. Saat penyisiran itu kembali melakukan pelanggaran dengan menembaki warga dari jarak dekat dan melukai warga di bagian kepala. Akhirnya warga membubarkan diri dan kembali ke desa masing-masing dan sebagian ke posko pengaduan yang telah di bangun.
Samapi hari ini warga yang menjadi korban Penembakan
1. Haris Naba (desa Romang Lompoa) ditembak di lutu dan saat ini menjadi tahan dan dirawat di RS bhayangkara Makassar
2. Jupri Tona (parambado) tertembak di perut kana, juga di tahan.
3. Samaluddin la’bang (barugaya) tertembak di kaki (dekat mata kaki), kembali ke rumah
4. Dg Massu (barugaya) tertembak di pelipis, pulang ke rumah
5. Naswir Nanring (timbuseng) tertembak di kepala bagian kiri, tidak mendapat perawatan di puslesmas setempat dengan alas an takut berurusan dengan polisi dan kendala peralatan medis

Situasi di Desa timbuseng temapat warga berkumpul memanas. Warga tetap bersiaga di lokasi hingga malam. Aparat Masih bersiaga di lahan Perkebunan. Bahkan Polisi Menyisir desa-desa untuk mencari warga di tuduh provokator dan melempar aparat.



Pernyatan Sikap KPP STR Mengenai Penembakan Petani Takalar Polongbangkeng


PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 036/B.1-P/KPP/VIII/2009

Usut Tuntas Otak Pelaku Penembakan Petani Takalar Sekarang Juga!
Kapolres Takalar Dan Kapolda Sulawesi Selatan Harus Bertanggungjawab Atas Jatuhnya Korban Di Lahan Konflik Antara Rakyat Tani Dengan PTPN XIV



Salam Pembebasan,

Kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi. Setelah 18 desember 2008 lalu, dusun Suluk Bongkal, Bengkalis-Riau dibakar (diduga dilakukan oleh pihak kepolisian) yang disangka dipicu oleh sengketa lahan antara PT Arara Abadi (Suplyer bahan baku pulp and paper untuk PT. Indah Kiat Pulp and Paper-anak dari Sinar Mas Group), kemudian disusul kemudian 28 Mei 2009 3 orang petani diduga tewas akibat bentrokan antara rakyat tani desa Bangun Purba, Rohul-Riau dengan perusahaan suplyer bahan baku pulp and paper PT Riau andalan Pulp and Paper (RAPP), APRIL Group, kemudian Minggu (09/08/2009) tepatnya 8 hari menjelang peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-54, aparat keamanan diduga melakukan penembakan terhadap petani Takakar yang melakukan protes terhadap pengolahan tanah mereka oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Menurut data yang kami himpun dari berbagai sumber, bentrokan diduga oleh karena tembakan oleh pasukan Brimob Polda Sulawesi Selatan. Dan dari sumber anggota Pemantau dari Komnas HAM, Dedi Askari pada Tribun Timur mengungkapkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM di Takalar, Sulawesi Selatan dengan korban masyarakat sipil, dapat dirincikan, jumlah korban yang terkena tembakan berjumlah enam orang. Para korban penembakan itu terdiri, pertama; Haris Naba (28), warga Desa Romang Lompoa. Ia terkena mengalami luka di bagian lututnya. Kedua, Jufri Tona (30) warga Desa Parangbaddo yang mengalami luka di bagian perut sebelah kanan. Ia dirawat dan telah menjalani operasi tadi malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Ketiga, Jamaluddin La'bang (28) warga Desa Barugaya. Dia mengalami luka di bagian mata kaki kiri. Keempat, Daeng Massu (55), warga Barugaya. Ia mengalami luka di kepala bagian dahinya. Keliman, Nasmen Nanring (32), warga Desa Timbuseng.

Apapun alasan apparatus keamanan terhadap kejadian ini, merupakan bukti bahwa menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-54 ini, petani masih saja dirugikan dengan tindak kekerasan yang sudah banyak memakan korban. Lebih parah lagi, disetiap setelah aksi kekerasan terjadi, upaya pengusutan yang dilakukan oleh lembaga terkait sangatlah minim. Berdampak pada kejadian yang berulang-ulang, sebab tidak dilakukannya efek jera terhadap pelaku dan otak tindak kekerasan tersebut. Inilah sejatinya dampak yang dilahirkan oleh pemerintahan kakitangan neoliberalisme yang jelas-jelas melindungi pemilik modal besar, serta melakukan penindasan terhadap kaum tani sebagai rakyat tak berpunya. Pemerintahan dengan cirri neoliberalisme inilah juga yang menutup akses kaum tani untuk memajukan pertanian mereka dengan cara menarik subsidi pada SAPROTAN/SAPRODI, berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan harga SAPRDI/SAPROTAN. Hasilnya kemudian adalah, kaum tani yang jelas-jelas tidak mempunyai fondasi ekonomi kuat (karena dibiarkan lemah) akan dengan sendirinya "mati di lumbung padi".

Maka melihat kondisi demikian, Serikat Tani Riau, merupakan organisasi tani lokal yang berafiliasi kepada Serikat Tani Nasional (STN) MENYATAKAN SOLIDARITAS PERJUANGAN TERHADAP PETANI TAKALAR dan Menyatakan Sikap:

1. Mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres Takalar dan Kapolda Sulawesi Selatan. Dikarenakan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM di wilayah hokum Polres Takalar diduga dilakukan oleh Pasukan Brimob yang secara garis komando dibawah Kapolda Sulawesi Selatan

2. Mendesak Koomnas HAM untuk segera mengusut otak dan pelaku tindakan kekerasn yang menyebabkan jatuhnya korban luka-luka di pihak petani

Kami menyerukan kepada seluruh kaum tani untuk membangun front persatuan nasional melawan Neoliberalisme serta kakitangannya dalam negeri. Karena hanya dengan membangun persatuan front inilah, kemenangan akan kita jelang kemudian hari.

Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.

BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL

TANAH, MODAL, TEKNOLOGI MODERN, MURAH, MASSAL UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DI BAWAH KONTROL DEWAN TANI


Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam keras tindakan aparat kepolisian melakukan penembakan terhadap petani takalar

Penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV ini telah dilakukan sejak awal tahun 80-an hingga saat ini terus berlanjut. Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kab. Takalar melanjutkan kontrak tanpa menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008 hingga saat ini, telah terjadi pelanggaran HAM oleh PTPN XIV yang dibackup oleh Aparat Kepolisian.

Penembakan terhadap petani berlanjut kembali pada Minggu 9/08/09 kemarin, akibatnya Bentrokan tidak bisa dielakkan antara warga (petani) dengan Aparat Kepolisian (Satuan BRIMOB dan SATDALMAS Polda Sulawesi Selatan) kembali terjadi di atas lahan sengketa yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan sumber dari amggota KPA yang sejak awal hingga saat ini berada di lokasi kejadian, menyebutkan bahwa peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV pada hari Minggu 09/08 yang dikawal aparat Polres Takalar untuk kembali mengelola lahan perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.

Sementara, di lokasi telah hadir beberapa orang karyawan PTPN dan melakukan provokasi kepada warga dengan melakukan tindakan-tindakan yang memancing perhatian dengan berteriak teriak menyudutkan warga desa. Disamping itu, pihak PTPN juga terus memprovokasi warga dengan menurunkan 6 buah unit traktor yang siap melakukan penggarapan lahan, tentu saja kondisi demikian semakin menambah tegang keadaan, warga semakin mendekat dan saling berhadap-hadapan dengan pihak PTPN dan aparat. Namun demikian warga yang berada di lokasi perkebunan tetap berusaha tenang dan tidak melakukan perlawanan.

Puncak kejadian terjadi sekitar pukul 09:20 WITA saat aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas dari Polda Sulsel yang bersenjeta lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas airmata dan peluru karet ke arah warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Sehingga Warga berhamburan menyelamatkan diri, sementara itu aparat terus memburu warga dan menangkapi satu persatu. Setidaknya terdengar 100 kali tembakan yang keluarkan oleh aparat polisi, dan kemudian mengenai 6 (enam) orang warga masing-masing di bagian kepala, paha, perut, dada dan kaki.

Ketegangan terus memuncak hingga kurang lebih sejam lamanya. Dalam selang waktu ini, penangkapan terus terjadi disertai pemukulan, bahkan hal ini terjadi pada mahasiswa dan seorang jurnalis (Metro TV) yang tengah meliput di lapangan. Selain melakukan penangkapan, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera yang dimiliki wartawan Metro TV tersebut.

Selain Itu Provokasi aparat ke warga semakin dilancarkan secara aroganya dengan menyebut “orang Takalar bencong! Orang takalar penakut!”. Aparat terus memburu warga dengan mengarahkan tembakan langsung ke arah warga (bukan ke arah atas, tetapi ke arah tubuh). Aparat terus berteriak “Tembak saja! Tembak!” ke warga yang ditembak di bagian kepala. Satu orang warga, Dg Nangring, ditembak di kepala dari arah dekat, lalu dihantam senjata. Beberapa motor warga yang terparkir di sekitar tempat kejadian juga diangkut oleh aparat.

Tentu saja kasus penembakan yang menimpa petani Polongbangkeng Takalar Dalam pandangan KPA adalah sengketa agraria yang disebabkan timpangnya struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang aksesnya kepada rakyat (petani) sangat dibatasi adanya dan pengaturan kebijakan Nasional dan daerah setempat yang memberikan akses seluas-luasnya bagi perusahaan perkebunan.

Atas hal itu KPA Menyatakan sikap:

1. Mengecam keras tindakan tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel Penembakan yang melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng Takalar
2. Meminta Kapolri untuk menghukum para aparat pelaku penembakan dan intimidasi terhadap warga dan petani serta mengajukannya ke Pengadilan.
3. Meminta Polda Sulsel untuk menanggung biaya pengobatan dan rumah sakit kepada para korban penembakan.
4. Meminta Pemda Takalar menyelesaikan kasus sengketa agraria di Takalar dengan meninjau ulang pemilikan HGU PTPN XIV dan mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.
5. Mendukung Komnas HAM untuk menetapkan kasus ini sebagai tindakan pelanggaran HAM.

Tembusan:

1. Bapak Kapolri di Jakarta

2. Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta

3. Ketua Komnas HAM

4. Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar

5. Gubernur Sulsel Di Makasar

6. Bupati Takalar

7. Kapolres Takalar

8. DPRD II Takalar

9. Media Massa Cetak Maupun Elektronik di Indonesia

10. Arsip



Jakarta, 10 September 2009



Idham Arsyad

Sekretaris Jenderal KPA

Cp: 081342619987




Kapolda Akan Periksa Sejumlah Pejabat Takalar

Rabu, 12 Agustus 2009 | 01:28 WITA

Makassar, Tribun - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang akan memeriksa sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Kabuapten (Pemkab) Takalar terkait kasus sengketa lahan antara sejumlah warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PN) XIV di Takalar.

Hal tersebut diungkapkan Salempang usai bersilaturahmi dengan Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, di Gubernuran, Makassar, Selasa (11/8).
Senin (10/8) lalu, kepada Tribun, sejumlah warga yang melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di atas sebuah dataran tinggi di Desa Pa'rampunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut), Takalar, mengatakan, bahwa PTPN pernah memberikan ganti rugi ke warga pemilik lahan. Hanya saja, tidak semua dana tersebut sampai ke warga.
"Katanya uang ganti rugi itu dulu diserahkan ke gubernur dan bupati yang menjabat waktu itu. Namun, yang sampai ke tangan masyarakat hanya sedikit," kata Dg Lau, salah seorang warga yang mengaku pemilik sebagian lahan yang dipakai oleh Pabrik Gula Takalar tersebut.
Di atas dataran itu, Dg Lau bersama ratusan warga, setiap saat melakukan pemantauan terhadap aktivitas PTPN di daerah itu. Jika pihak PTPN melakukan aktivitas di lahan sengketa tersebut, mereka langsung mencegahnya.
Saat ditanyai siapa gubernur dan bupati yang menjabat saat itu, Dg Lau bersama rekan-rekannya tidak menjawab secara rinci.
Pengakuan warga inilah yang dinilai Salempang sebagai pintu masuk untuk melakukan pemeriksaan."Kami akan memeriksa siapa-siapa yang terkait dalam dugaan penyelewengan dana ganti rugi tersebut, termasuk Tim Sembilan yang sering dibicarakan," lanjutnya.
Tim Sembilan adalah tim yang dibentuk dulu untuk melakukan proses ganti rugi. Tim ini merupakan gabungan antara pemkab dan PTPN.
Hanya saja Salempang berulang kali mengatakan bahwa jika masyarakat yang mengadu tidak memiliki bukti yang valid, maka pihaknya akan menghentikan kasus tersebut. "Silakan melapor (warga) kepada kami, dan kami akan lakukan penyelidikan. Tapi, tentunya harus disertai dengan bukti-bukti. Jika tidak, maka maaf, kasus ini akan kami hentikan," ujarnya dengan nada tegas.
Salempang mengatakan, berdasarkan fakta yang ada, hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) di atas lahan seluas sekitar 40 hektare itu adalah milik PTPN. "Itu dibuktikan dengan dokumen yang dimiliki PTPN maupun BPN (Badan Pertanahan Negara) Takalar.
Meski demikian, dia tidak akan menutup diri dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan. "Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan agar melapor. Kami akan melakukan pemeriksaan," jelasnya. Salempang juga meminta agar Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusai (HAM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar agar melakukan pengawalan terhadap aduan atau laporan masyarakat tersebut. Kedua lembaga ini sudah turun tangan dalam sengketa ini.
Brimob Ditarik
Satu satuan setingkat kompi (SSK) dari Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya diturunkan ke lahan sengketa, sudah ditarik. Minggu (9/8) lalu, terjadi bentrok antara polisi dengan warga. Sebanyak dua warga dilarikan ke RS Bhayangkara, Makassar, akibat terkena peluru karet. Sejumlah polisi juga luka-luka termasuk kapolres dan kapolsek setempat terkena lemparan warga. Versi warga sebanyak 11 yang tertembak. Namun, yang dirawat di RS hanya dua orang.
Menurut Salempang, penarikan personel tersebut karena suasana sudah kondusif dan bukan karena desakan Komnas HAM. Komnas HAM, katanya, juga menjamin bahwa warga tidak akan masuk di area tersebut.
Demo Makassar
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Makassar untuk Rakyat Polongbangkeng Kabupaten Takalar, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PTPN di Jl Urip Sumoharjo, Makassar, kemarin.
Sebelumnya, massa yang terdiri atas berbagai kampus ini, terlebih dahulu melakukan aksinya di sekitar Jl Tol Reformasi, kemudian melanjutkan ke kantor PTPN. Dalam orasinya, para demonstran meminta agar kasus yang sudah cukup lama ini, segera diselesaikan. Tanah yang selama ini dikuasai PTPN juga diminta agar dikembalikan ke warga. Selain itu mereka juga meminta polisi menghentikan kekerasan terhadap para petani.
Demonstran juga meminta Salempang agar mencopot Kapolres Takalar dan mencabut hak PTPN atas tanah tersebut yang dinilai melakukan pelanggaran HAM.
Secara terpisah Kabid Humas Polda Komisaris Besar Polisi Hery Subiansauri saat dimintai keterangannya terkait kasus tersebut mengatakan bahwa keberadaan polisi di TKP hanyalah untuk melakukan pengamanan.
"Memang seharusnya pemerintah setempat menyelesaikan hal ini secepatnya, bukan diserahkan sepenuhnya kepada polisi," jelas Hery kepada Tribun.



Polda Sulselbar Minta Kasus PTPN XIV Diselesaikan Pemda


Minggu, 09 Agustus 2009 23:40
Takalar, Sulsel (ANTARA News) - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) meminta Pemerintah Kabupaten Takalar segera melakukan pertemuan dan menyelesaikan sengketa warga dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Kapolda Sulselbar Irjen. Pol. Mathius Salempang melalui Kabid Humas, H Hery Subiansauri, di Makassar, Minggu, mengatakan, sengketa warga dengan pengelola PTPN XIV sudah lama terjadi dan harus segera diselesaikan secara damai tanpa adanya persoalan.

"Kasus ini sudah lama terjadi dan ini harus segera diselesaikan, apalagi PTPN merupakan perusahaan umum yang juga masih milik negara. Makanya harus ditempuh dengan cara mufakat agar keduanya bisa beriringan tanpa adanya masalah lagi yang timbul," katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, sengketa warga yang sudah berlangsung selama beberapa tahun itu sudah mulai ada titik temu bahkan penyelesaian pembayaran tanah milik warga itu sudah terlaksana.

Namun karena adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang mencoba menyulut emosi warga dan tidak menerima uang pembayaran itu, akhirnya warga yang lainnya pun mencoba menuntut lebih hingga akhirnya permasalahan tersebut berlanjut terus.

Hery juga mengaku, posisi polisi hanya sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum yang harus bertindak jika ada oknum-oknum yang mencoba memperkeruh suasana dan mengacaukan permasalahan tersebut.

Selain itu, dalam insiden berdarah yang kembali terulang itu, tujuh polisi dan tiga warga dilaporkan terluka akibat bentrokan yang terjadi di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan saat ratusan warga mencoba menghentikan aktivitas pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.

Ketujuh orang polisi dan tiga warga terluka dalam insiden unjuk rasa yang digelar oleh ratusan warga Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut).

Anggota polisi yang terluka yakni, Kapolresta Takalar, AKBP Andi Asdi yang terkena lemparan batu dibagian kaki kanannya, Kapolsek Polongbangkeng Utara AKP Abdul Malik yang terkena lemparan batu pada bagian wajahnya sehingga beberapa giginya terjatuh.

Kepala Unit (Kanit) IDIK III Polres Takalar, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Idrus, serta lima anggota satuan pengendalian massa atau Dalmas Polres Takalar.

Ketujuh orang polisi yang mengalami luka memar sudah ditangani oleh tim medis bahkan ketiga orang warga lainnya yang juga terluka yakni, Aris Daeng Naba (30) terkena peluru karet pada betis kirinya.

Jufri Daeng Tona (32) juga terluka akibat tembakan pada pinggang sebelah kirinya serta seorang lagi yang belum diketahui identitasnya.

Kedua korban yang terkena tembakan peluru karet sudah dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Padjonga Daeng Ngalle sebelum dirujuk ke RS Bhayangkara Makassar karena mengalami luka yang cukup serius serta seorang yang tidak memiliki identitas masih di RSU Takalar.

"Luka-luka yang dialami oleh warga dengan anggota itu karena adanya oknum-oknum yang mencoba menyusupi kerumunan warga kemudian memicu terjadinya keributan hingga akhirnya warga melempari polisi dengan batu," ujarnya.

Pernyataan Sikap PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP) terhadap kebrutalan Polisi terhadap kasus Polongbangkeng takalar

PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

Nomor: 107/PS/KP-PRP/e/VIII/09

Mengecam keras kebrutalan pihak kepolisian dalam penegakan hukum!
Kapolri harus bertanggungjawab terhadap kekerasan pihak kepolisian!



Salam rakyat pekerja,

Pada tanggal 22 Juni 2009, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) memberlakukan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI. Artinya, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) hendak menjalankan fungsi dan tugasnya dengan menghormati Hak Asasi Manusia setiap warga Negara. Dapat dikatakan, POLRI akan menjalankan fungsi mengayomi dan melindungi masyarakat.

Namun kenyataannya sangat berbeda jauh dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kapolri tersebut. Baru-baru ini, pada tanggal 9 Agustus 2009, telah terjadi tindakan brutal yang dilakukan kepolisian terhadap para petani di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Para petani yang hendak melaksanakan protes karena PTPN memaksakan memulai operasinya di atas tanah yang sedang berkonflik, terpaksa harus menjadi korban kebrutalan polisi. Beberapa warga bahkan menderita luka serius dan seorang petani ditembak dari jarak dekat serta mendapat pukulan popor senapan berkali-kali oleh aparat kepolisian.

Tindakan brutal kepolisian ini bukan hanya terjadi sekali saja. Di beberapa daerah lain tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian juga terjadi. Contoh saja tindakan kekerasan aparat dan pimpinan Polres Jakarta Utara terhadap para pekerja LBH Jakarta beberapa waktu yang lalu. Juga di Aceh, beberapa kali proses penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian menyebabkan meninggalnya sang tersangka atau korban. Tentu saja penegakan hukum yang dimaksud adalah penegakan hukum yang menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Perlakuan ini juga dilakukan oleh aparat kepolisian di beberapa daerah yang lainnya, sehingga menimbulkan korban luka atau bahkan korban meninggal. Penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan tentunya sangat bertentangan dengan peraturan Kapolri yang baru saja dikeluarkan. Namun yang menarik, tindakan penegakan hukum dengan menggunakan kekerasan sehingga menyebabkan korban jiwa, hanya dilakukan kepada rakyat pekerja.

Sementara kepada para pemilik modal dan pejabat yang melakukan penyuapan dan korupsi, akan diperlakukan dengan sangat baik. Tindakan atau perlakuan yang ditunjukkan oleh kepolisian bisa sangat berbeda jika menghadapi para koruptor yang jelas-jelas telah merugikan dan menyengsarakan negeri ini. Beberapa kali, pihak kepolisian pun melindungi kepentingan pemilik modal dengan menjadi penjaga keamanan aset modalnya. Mereka dengan sigap dan brutal akan menghalau segala gangguan yang akan merugikan kepentingan para pemilik modal termasuk gangguan dari rakyat yang ingin menuntut hak-haknya. Artinya di beberapa wilayah Indonesia, pihak kepolisian juga masih menjadi “anjing penjaga” kepentingan para pemilik modal.

Kapitalisme-Neoliberalisme
telah menyebabkan kebobrokan dalam institusi kepolisian yang seharusnya menjaga keamanan-ketertiban serta mengayomi dan melindungi masyarakat. Kenyataannya saat ini, institusi kepolisian seakan-akan telah menganggap rakyat lah yang harus diperangi demi menjaga kepentingan-kepentingan para pemilik modal. Maka dari itu, gerakan perlawanan rakyat harus mulai dibentuk dan disatukan untuk menghancurkan sistem kapitalisme-neoliberalisme, sehingga dapat mengembalikan peran dan fungsi kepolisian ke posisinya semula yang dicita-citakan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat.

Secara tidak sadar, aparat kepolisian pun sebenarnya merupakan rakyat pekerja yang juga dirampas kesejahteraannya oleh para pejabat kepolisian dan para kapitalis. Seharusnya aparat kepolisian dapat berjalan bersama-sama dengan rakyat pekerja lainnya untuk menuntut kesejahteraan dan melawan para penguasa yang jelas-jelas lebih berpihak kepada para kapitalis. Hanya dengan SOSIALISME lah kesejahteraan dan hak-hak rakyat pekerja dapat dijamin oleh Negara, termasuk kesejahteraan para aparat kepolisian.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:


1. Mengecam keras tindakan brutal dengan menggunakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian dalam menegakkan hukum di Indonesia.

2. Menuntut seluruh aparat kepolisian untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengayomi dan melindungi hak-hak rakyat pekerja di seluruh Indonesia.

3. Mendesak Kapolri dan jajaran pejabat kepolisian lainnya untuk bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang ditunjukkan oleh aparatnya kepada rakyat pekerja di seluruh Indonesia.

4. Kepada seluruh elemen gerakan perlawanan rakyat untuk bersatu, termasuk aparat-aparat kepolisian yang tertindas, demi memperjuangkan SOSIALISME untuk kesejahteraan seluruh rakyat pekerja di Indonesia.




Jakarta, 10 Agustus, 2009


Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)


Ketua Nasional

(Anwar Ma'ruf)


Sekretaris Jenderal

(Rendro Prayogo)



*****
Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP PRP)
Jl. Kramat Sawah IV No. 26 RT04/RW 07, Paseban, Jakarta Pusat
Phone/Fax: (021) 391-7317
Email: komite.pusat@prp-indonesia.org / prppusat@gmail.com / prppusat@yahoo.com
Website: www.prp-indonesia.org
*****


janji Caleg terhadap kasus PTPN XIV dan petani Takalar terhadap Konflik

(sinar Harapan)

Makassar - Janji politik calon peserta pemilihan legislatif lalu, yang mengaku siap memperjuangkan hak atas kepemilikan lahan perkebunan PTPN XIV dianggap sebagai pemicu konflik warga kecamatan Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, Sulsel.
Detail Berita
DEMO PTPN - Sejumlah pengunjukrasa dari berbagai elemen mahasiswa berunjukrasa di depan kantor PTPN XIV Makassar, Rabu (12/8). Mereka meminta agar PTPN segera menuntaskan kasus sengketa tanah perkebunan di pabrik gula Takalar, Sulsel antara warga dan PTPN XIV dan meminta agar polisi tidak melakukan tindak kekerasan terhadap para petani di pabrik tersebut. (ANTARA)

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pada pemilihan legislatif lalu banyak pihak-pihak yang ditemukan mengumpulkan suara dengan memanfaatkan permasalahan kepemilikan lahan itu untuk meraih simpati masyarakat.
"Kalau saya lihat kemarin memang terlalu banyak janji politik. Saya tidak mau bilang ada provokasi, itu hanya 'statement-statement' lepas," ucap Syahrul seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/8). Bupati Takalar, Ibrahim Rewa sebelumnya telah menduga bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian yang terjadi di kecamatan Polongbangkeng Takalar Sulsel, Minggu (9/8) telah dihasut oleh provokator.
Menurutnya, bentrokan antara warga kecamatan Polongbangkeng Takalar dengan anggota kepolisian dari Polisi Resor (Polres) Takalar, Brigader Mobil Polda (Brimobda) Sulselbar dan pasukan pengendali Massa (Dalmas) Takalar di areal PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar telah disusupi oleh orang-orang dan pihak-pihak yang menjadi provokator selama ini.
Sejauh ini, penyelidikan kepolisian diarahkan pada pengumpulan bukti-bukti awal adanya aktor intelektual dibalik bentrokan yang memakan korban dikalangan warga dan aparat kepolisian tersebut. Meski demikian, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Mathius Salempang mengaku pihaknya belum dapat berspekulasi untuk membenarkan adanya keterlibatan oknum tertentu dalam kasus tersebut.


Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV(keterangan Perundingan Kapolda Sulselbar dan Petani takalar rabu, 19-08-09)


Kapolda Temui Warga Bertikai Dengan PTPN XIV
Kamis, 20 Agustus 2009 04:54
Takalar, Sulsel - Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Irjen Pol Mathius Salempang, menemui ratusan warga yang bertikai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar, Rabu.

Pertemuan Kapolda dengan warga Polongbangkeng Utara dan Selatan juga menghadirkan unsur Muspida Takalar serta Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulsel, Roly Irawan, menyarankan kepada Bupati Takalar, Ibrahim Rewa untuk segera menuntaskan persoalan warga tersebut.

"Kasus ini sudah lama dan harus segera diselesaikan karena jika ini berlarut-larut permasalahan tidak akan selesai. Karena itu, Bupati harus segera membentuk tim penyelesaian konflik antarwarga dan pihak PTPN XIV Takalar," ujarnya.

Mantan Direskrim Sus Polda Metro Jaya ini menyatakan siap membantu pemerintah dalam penyelesaian masalah antarwarga dengan pihak PTPN. Apalagi, jika itu berkaitan dengan penciptaan suasana yang kondusif.

Dikatakannya, saat ini pihaknya telah memegang bukti Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dari PTPN XIV Takalar, selaku penerima hak dari pemerintah pusat untuk penggarapan lahan yang disengketakan.

Namun, ia juga mengaku tidak akan mempermasalahkan HGU dan HGB karena keduanya dinilai bisa menyulut konflik.

Dalam pertemuan itu, salah seorang warga mengugkapkan jika komitmen kontrak pada 1982 penggarapan lahan warga hanya sampai 25 tahun. Sedangkan luas lahan yang diserahkan hanya 6000 hektare.

"Jadi berdasarkan komitmen yang ada, apabila masa kontrak habis, maka lahan akan dikembalikan atau dibayar kembali apabila ingin digunakan pihak PTPN XIV. Itupun luasnya tidak melebihi dari 6000 hektare," ujarnya.

Bupati Takalar, Ibrahim Rewa menanggapi pernyataan warga mengakui bahwa ada beberapa lahan memang menjadi milik pemkab yang hak pengelolaannya diserahkan kepada warga.

"Luas lahan yang dikelola oleh warga sekitar 350 hektare. Penyerahannya berdasarkan kesepakatan dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan)," ujarnya.

(T.PK-MH/S016)




Release Solidaritas terhadap Petani Polongbangkeng Takalar : 21 Agustus 2009, Stop kekerasan Terhadap Petani dan Bubarkan PTPN

Thu, 20 Aug 2009 02:50:50 -0700


Siaran Pers Bersama

Solidaritas untuk Takalar

Bubarkan PTPN dan Stop Kekerasan Terhadap Masyarakat

Jakarta, 20 Agustus 2009. Konflik agraria kembali terulang. Kali ini melibatkan
petani dan PTPN XIV di Takalar, Sulawesi Selatan. Berkaca pada kaleidoskop
konflik agraria, penyerobotan tanah rakyat oleh PTPN XIV sudah berlangsung
sejak awal tahun 1980-an.



Selama beberapa tahun terakhir, rakyat menginginkan pengembalian atas tanah
mereka yang dirampas oleh pihak PTPN XIV dengan cara manipulasi, intimidasi,
dan kekerasan. PTPN XIV dan Pemda Kabupaten Takalar melanjutkan kontrak tanpa
menghadirkan masyarakat sebagai pemilik tanah yang sah. Sejak kasus penembakan
petani Takalar oleh aparat pada bulan Oktober 2008, telah terjadi pelanggaran
HAM oleh PTPN XIV.



Penembakan terhadap petani ini kembali terjadi pada tanggal 9 Agustus 2009.
Peristiwa ini dipicu oleh kedatangan pihak PTPN XIV dengan kawalan aparat
Polres Takalar. Kedatangan ini dimaksudkan untuk kembali mengelola lahan
perkebunan tebu. Mendengar kabar tersebut, sebagian warga desa langsung
mendatangi areal perkebunan yang sudah dijaga ketat oleh aparat kepolisian.



Puncaknya, pada pukul 09.20 WITA, aparat dari Satuan Brimob dan Satuan Dalmas
Polda Sulsel yang bersenjata lengkap, mengambil alih tugas lapangan yang
sebelumnya dikendalikan oleh Polres Takalar. Selang 5 menit aparat yang memakai
senjata lengkap itu kemudian menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah
warga. Hal ini membuat warga kaget dan panik. Tak ayal, mereka pun berhamburan
menyelamatkan diri. Ironisnya, aparat terus memburu warga dan melakukan
penangkapan secara sewenang-wenang. Di lapangan, menurut penuturan salah
seorang warga, setidaknya terdengar 100 kali tembakan . Akibatnya, 6 (enam)
orang warga menderita luka serius di bagian kepala, paha, perut, dada, dan kaki.



Selama satu jam lebih, ketegangan terus memuncak. Penangkapan pun terus
dilakukan. Bahkan disertai pemukulan. Salah satu korbannya adalah mahasiswa.
Lebih parah lagi, aparat melakukan penghapusan gambar pada kamera milik
wartawan Metro TV.



Merespons tragedi kemanusiaan ini, Solidaritas untuk Takalar tegas menyatakan:

Pertama, mengecam keras tindakan aparat kepolisian dari Polda Sulsel yang
melakukan penembakan terhadap para petani dan warga Polongbangkeng, Takalar,
Sulawesi Selatan.



Kedua, meminta Kapolri untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti telah
menyalahi fungsi keberadaannya, dengan melakukan penembakan dan intimidasi
terhadap warga dan petani.

Ketiga, menuntut Polda Sulsel untuk menanggung seluruh biaya pengobatan dan
rumah sakit para korban penembakan dan pemukulan.



Keempat, menuntut Pemerintah Daerah Takalar agar menyelesaikan kasus sengketa
agraria di Takalar. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali kepemilikan HGU
PTPN XIV dan kembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN XIV.



Kelima, mendesak kepada Komnas HAM untuk menindaklanjuti secara maksimal
tragedi kemanusiaan yang melukai hak asasi manusia ini.***

Solidaritas untuk Takalar
Eksekutif Nasional WALHI, KPA, AGRA, KontraS, FMN, LBH Masyarakat, KIARA,
KOMPAK, KAU



Untuk informasi selanjutnya, silakan menghubungi:
081808893713, Islah (Walhi)
085693623631, Yura Pratama (LBH Masyarakat)
085223336432, Zaenal M (KPA)
02199250046, Mustofa (KOMPAK)
081383461152, Erpan Faryadi (AGRA)
081315606332, Catur Widi A (FMN)






Tembusan:
Bapak Kapolri di Jakarta
Ketua Komisi II DPR-RI, Di Jakarta
Ketua Komnas HAM


Kapolda Sulawesi Selatan Di Makasar
Gubernur Sulsel Di Makasar
Bupati Takalar
Kapolres Takalar
Ketua DPRD II Takalar
Media Massa Cetak dan Elektronik
Arsip


Permohonan Peliputan Aksi Solidaritas Takalar
Kepada : Rekan-rekan Media Massa
Di,-
Tempat

Dilaksanakan Pada :
Hari/Tanggal : Jum'at, 21 Agustus 2009
Waktu : Pkl 10.30 - 11.30 WIB
Tempat : Kantor Menteri Negara BUMN, Jl. Merdeka Selatan Jakarta Pusat
Tema : Bubarkan PTPN dan STOP Kekerasan terhadap Petani

Demikian pemberitahuan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
banyak-banyak terima kasih.

Mbah Tarno : Inspirasi Topi Jerami





Mbah Tarno : Jangan buat Pabrik Semen di Jawa Tengah!

Rencana pembangunan pabrik semen baru di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah oleh PT. Semen Gresik mendapat banyak respon dari masyarakat setempat, termasuk juga dengan sesepuh komunitas sedulur Sikep atau masyarakat biasa menyebut dengan sebutan salah kaprah “Wong Samin”.

Mbah Tarno (100 tahun), demikian biasanya beliau disapa, telah menjalani beberapa jaman dan masa; dari sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi hingga orde yang tak jelas seperti sekarang ini.

Walau daya penglihatannya agak berkurang namun lelaki tua ini terlihat cukup segar ingatannya. Jari-jari tangannya yang masih nampak kekar sesekali mengambil handuk di pundak untuk mengelap mata-tuanya. Di usianya yang se-abad ini beliau lebih banyak menjalani akfititas keseharian di dalam dan sekitar rumah. Kursi panjang dari bambu di samping rumahnya adalah tempat biasanya beliau menghabiskan waktu siang.

Berikut petikan wawancara –tentunya dalam bahasa Jawa, Eko Arifianto, Jum’at, 24 Oktober 2008, dengan lelaki kelahiran tahun 1908 ini di rumahnya yang sederhana, di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

-----------------------------------------

Bagaimana tanggapan Mbah Tarno mengenai rencana pembangunan pabrik Semen Gresik di wilayah Pati, Jawa Tengah?

Yo ngene lho… Kok Jawa Timur iki maknane piye? Kok Jawa Barat dununge endi? Nek Jawa Tengah nggon opo? Lho.. iki aku kok ora ape mbantah utowo ngowahi opo-opo.. Iki pakem Jawa ningite ndik jaman kawitan… Sopo wetan sing ngarani nek ora kawitan? Iyo to? Diweki aran dino kok Legi? Maknane piye coba? Mongko iki ning nggone kemanusiaan iki kabeh. Nek Jawa Tengah kuwi tengahan wong… Iki tengah, mongko jenenge weteng.. Ojo diwet-wet lho! Mergo tengah iki daringan. Ora keno dibangun-opo-opo… Ogak keno!

(Ya begini lho... Kok Jawa Timur itu maknanya apa? Kok Jawa barat itu tempatnya di mana? Kalau Jawa Tengah tempatnya apa? Lho... ini aku bukan mau membantah atau merubah segala sesuatunya.. Ini pedoman pokok orang Jawa yang munculnya waktu jaman nenek moyang. Siapa “Timur” yang mengatakan kalau bukan nenek moyang? Iya to? Diberikan nama hari kok “Legi”? Maknanya gimana coba? Padahal ini tempatnya ada di manusia semua. Kalau Jawa Tengah itu ibarat bagian tengah tubuh seseorang. Ini tengah, maka dari itu disebut weteng (perut). Jangan diacak-acak lho! Karena ini tempat bahan pangan. Tidak boleh dibangun apa-apa... Tidak boleh!)

------------------------------------------

Atas dasar apa Mbah Tarno mengatakan hal tersebut?

Mulane ngene, iki nek aku moco pribadi, moco jiwo rogo.. Iki aku moco awakku dewe.. Ning angger ijih wong yo podho. Iyo to? Roso mung siji… Pecahe roso monggo. Iyo to? Pecahe roso kok dimanggakno, piye? Mergo sing ngidul yo ben.. ngulon-ngetan yo ben... Ning ojo ngaru-aru pedaringan iki! Mergo iki cawisane anak, putu, buyut, canggah, wareng ngasek udek-udek gantung siwur... iki jeh ditutup nung Jawa Tengah iki kabeh. Ngono. Itungane nek sejarah iki moco alame menungso. Opo meneh nek dititik soko bibit lan kawit.... Lha iki kesempatan leh ku ngelingno Bibit ki yo nek ngandel, ngono.

(Makanya begini, ini kalau aku membaca diri pribadi, membaca jiwa raga... Ini aku membaca diri saya sendiri... Tapi kalau masih orang kan sama. Bener, kan? Rasa cuma satu.. Terbukanya rasa adalah silahkan, bener, kan? Terbukanya rasa kok dipersilahkan, gimana? Karena yang ke Selatan ya biarkan aja..... Ke Barat-ke Timur ya biarkan.. Tapi jangan mengusik tempat bahan pangan ini! Karena ini disediakan buat anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, hingga udek-udek gantung siwur... ini masih ditutup di Jawa Tengah semua. Gitu. Kalau berkaitan dengan sejarah ini suatu pembacaan terhadap alam manusia. Apa lagi kalau dilihat dari bibit dan asal mula.. Lha ini kesempatan untuk saya mengingatkan Bibit (Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah) ini kalau dia percaya, gitu.)

------------------------------------------

Di salah satu media cetak, yaitu Suara Merdeka memuat berita yang isinya Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa Sedulur Sikep menyetujui pembangunan pabrik semen. Bagaimana tanggapan Anda?

Sing kondho sopo? Mongko nek aku, tak penging. Dadi yo ora mung mligi dulur Sikep sak anak putuku thok, senajan kabeh dulur wilayah Sukolilo sak andhakane yo ora setuju. Nek Jawa Tengah tak penging, mergo Jawa Tengah iku bageh anak putu buyut canggah wareng udek-udek gantung siwur kuwi nong tengah iki kabeh cadangane. Ngono loh aku olehku kondho karo Bibit Waluyo kuwi..

(Yang mengatakan siapa? Padahal kalau aku, aku larang. Jadi ya tidak hanya sedulur sikep dan anak cucuku saja, namun semua saudara wilayah Sukolilo beserta keturunannya ya tidak setuju. Kalau Jawa Tengah saya larang, karena Jawa Tengah itu milik anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, udek-udek, gantung, siwur itu di bagian tengah ini bagiannya. Gitu lho yang saya katakan kepada Bibit Waluyo itu..)

------------------------------------------

Lalu, bagaimana Mbah Tarno menanggapi peryataan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo sewaktu datang ke rumah Anda tanggal 22 Oktober 2008 lalu yang mengatakan bahwa “Yang butuh makan tidak hanya sedulur Sikep saja”?

Sikep kuwi opo? Kok muni “ora kabeh” iku? Wong kabeh “sikep” kok! Wong sikep kuwi rabi, nek lanang. Sikep iku sikep rabi. Wong lanang sak ndonya rak dho rabi kabeh. He’e to? Mongko iku lambang ning nyoto, ngono lho... Dadi awake dewe iki nek nebak ”Sing mangan ora sedulur Sikep..” Lho, kabeh sikep kok! Kabeh uwong.

(Sikep itu apa? Kok dibilang ”tidak semua” itu gimana? Semua orang itu ”sikep” kok! Wong sikep itu beristri, kalau laki-laki. Sikep itu sikep rabi. Laki-laki sedunia kan sama kawin semuanya. Benar, kan? Padahal itu lambang yang nyata, begitu lho.. Jadi kalau kita bilang ”Yang butuh makan bukan sedulur Sikep saja..” Lho, semua orang ini sikep kok! Semua orang.)

------------------------------------------

Trus bagaimana pendapat anak cucu Mbah Tarno sendiri terkait dengan rencana pembangunan pabrik semen ini?

Pancen ora setuju banget… Dadi Jawa Tengah kene iki nek digawe pabrik semen… Aku ora oleh! kabeh anak putuku… Bener iki? Setujuu..?? Ora oleh! Sak Jawa Tengah… Ora keno digawe… Gak keno! Iki langsung yo, dulur? Hei, dungokno kabeh! Dadi anak putuku yo setuju banget, nek iki ditolak, ojo gawe pabrik semen nong Jawa Tengah. Ora cik mung sak kabupaten Pati thok, sak Jawa Tengah! Yo, kabeh!

(Memang sangat tidak setuju... Jadi kalau Jawa Tengah ini dibuat pabrik semen ... Aku tidak boleh! Semua anak cucuku... Benar ini? Setujuu..?? (Sambil Mbah Tarno menengok ke kiri dan kanan, menanyakan langsung ke sedulur-sedulur, anak cucunya semua) Tidak boleh! Se- Jawa Tengah .. tidak boleh dibuat... Tidak boleh! Ini langsung ya, saudara? Hey, dengarkan semuanya! Jadi anak cucuku ya sangat setuju kalau ini ditolak, jangan buat pabrik semen di Jawa Tengah. Tidak hanya di Kabupaten Pati saja, tapi se- Jawa Tengah! Ya, semua!)


------------------------------------------

Kira-kira apa dampak terhadap masyarakat dan sedulur Sikep nantinya bila pabrik semen tersebut dibangun?

Nek kaitane Gunung Kendeng iki pekoro banyu, sumber piro wae kuwi digunakake kanggo pertaniane dulur Sikep kabeh yo kaum tani kabeh. Sing nong Kudus, Pati lan liya-liyane mbutuhno banyu ko kono kabeh. Mongko nek musim ketigo iku, banyu nggo ngombe wae kurang. Wayahe September ora ono banyune mbeke diduduk jerone ora karu-karuan kuwi. Mulane tak penging ganggu. Nek walikan nandur iku nganggo banyu sing ditakdirno soko banyu Gunung Kendeng kuwi. Iki wae nek gak diatur nek ora gentenan kuwi ora nyukupi kok. Mulane aku tak penging gawe ning Jawa Tengah.

(Kalau hubungan dengan Gunung Kendeng ini masalah air, sumber yang banyak jumlahnya itu digunakan buat pertanian sedulur Sikep dan kaum tani semua. Yang di Kudus, Pati dan lainnya membutuhkan air dari situ semua. Padahal kalau musim kemarau itu, air buat minum aja kurang. Bulan September tidak ada airnya walaupun tanahnya sudah digali sedemikian dalam. Makanya itu aku cegah agar jangan diganggu. Kalau waktu tanam kedua memakai air yang ditakdirkan dari Gunung Kendeng itu. Itu saja kalau tidak diatur dan kalau tidak gantian tidak nyukupi kok. Maka dari itu aku larang buat di Jawa Tengah.)


------------------------------------------

Apa hal tersebut adalah suatu rencana bentuk penjajahan baru?

Iku coro mbiyen le.. ndek jaman Presiden Soekarno... yo kapitalis utowo imperialis, yo klub dagang. Kabeh-kabeh wong ape dijatuhno wong rak yo dho moh ta? Tah dho gelem? Ngono lho. Lha iyo. Ning nek kowe dielek-elek wong yo seneng tah ora? Tunggale meh ngono.

(Itu cara dahulu, nak... ketika jaman Presiden Soekarno... ya kapitalis atau imperialis, yaitu kelompok dagang. Semua orang akan dijatuhkan/dikalahkan, orang-orang tidak mau, kan? Apa sama mau? Gitu lho... Lha iya.. Tapi kalau kamu dijelek-jelekkan orang senang apa tidak? Itu hampir sama dengan sekarang.)

------------------------------------------

Bagaimana Mbah Tarno sebagai sedulur Sikep melihat hal ini?

Wong ngantek ditrapi dino. Legi kok ning etan arane piye? Pahing kidul, Pon kulon, Wage lor. Mongko” lor” kuwi opo sing wis dieler maune yo ojo diowah-owah. Mergo iki bakal dienggoni sing nong tengah. Mulane Kliwon nggone nong tengah. Ojo dho kliwat le nindakno.. Sekabehe opo wae ki ojo ngasi dho kliwat. Dadi supoyo petitis le ngiseni kuwi lho.. Ning tengah... Dho kroso po ra ngono kuwi?

(Orang sampai diberi pelajaran tentang hari. “Legi” kok di Timur gimana maksudnya? “Pahing” di Selatan, “Pon” di Barat, “Wage” di Utara. Padahal “Utara” itu artinya apa yang telah dibentangkan sebelumnya jangan diubah-ubah. Karena ini akan ditempati yang di tengah. Itu sebab Kliwon ada di tengah. Jangan kebablasan kalau melakukan sesuatu hal. Segala sesuatunya jangan sampai keterlaluan. Jadi supaya tepat mengisi itu lho.. Di tengah. Sama merasakan apa tidak semua itu?)


------------------------------------------

Bagaimana pandangan Mbah Tarno melihat perjuangan rakyat seperti juga yang dilakukan warga dan para aktifis saat ini?

Nah, yo ngene iki.. Mulo iki ngene lho.. Lha iyo, iki mongko nek Pabrik Semen kuwi.. anggepku lho... Sing tak pikir iki, awake sing dho ngaku pejuang. Sing diperjuangi iku opo? kok ono kapitalis... Nek aku ngarani iki kapitalis. Lho kok dho dijarno iku... Dadi iki ono kapitalis sing gawe pabrik Semen. Lak bener yo, wo? Iyo, iku anggepku. Mulo dulurku sing ngaku pejuang, kuwi sing diperjuangi opo??

(Nah, ya begini ini.... Maka dari itu begini lho... Lha iya, padahal ini kalau Pabrik Semen itu... menurutku lho.. Yang saya pikir ini, kita yang mengaku pejuang, yang diperjuangkan itu apa? Kok ada kapitalis... Kalau aku bilang ini kapitalis. Lho kok sama dibiarkan itu.. Jadi ini ada kapitalis yang membuat pabrik Semen. Benar, kan? Iya, itu menurutku. Maka saudaraku yang mengaku pejuang, itu yang diperjuangkan apa??)

------------------------------------------

Ada masukan yang diberikan kepada pemerintah?

Wong ratu yo nduwe kliru kok, opo meneh iku lagek Presiden opo Gubernur. Ojo dho kemendel. Kemendhel tanpo njanur, wong kendel bakal kepetel.

(Raja aja punya kekeliruan kok, apa lagi itu hanya Presiden atau Gubernur. Jangan terlalu berani. Orang berani tanpa arah dan patokan akan kepetel (terjebak dalam kubangan lumpur))


------------------------------------------
------------------------------------------

Untuk informasi lebih lanjut tentang Gerakan Tolak Semen Gresik hubungi:

JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng)

Senjata Gabah




PROTES KERAS TERHADAP PEMBUNUHAN RAKYAT DESA SEKITAR HUTAN OLEH PERUM PERHUTANI


Yaimin, mati ditembak aparat keamanan hutan di hutan jati Perhutani KPH Madiun Selasa kemarin (6 Mei 2008). Di dada Yaimin bersarang 4 peluru. Yaimin diduga mencuri kayu bersama rekan-rekannya. Warga membantah Yaimin bergerombol di hutan, Yaimin hanya sendirian, menurut mereka.

Empat peluru! Untuk Yaimin seorang diri.

Belum genap 2 minggu berselang, tanggal 23 April 2008 tiga orang pencari kayu ditembak di hutan jati Perhutani KPH Bojonegoro. Dua tewas, satu orang kini dalam kondisi kritis.

Keamanan hutan tentu saja hal yang dirisaukan, dan Perhutani pun kemudian menggembar-gemborkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebagai salah satu langkah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pengamanan hutan. Bersama Masyarakat? Bukankah para penjajah telah silih berganti mengelola hutan bersama masyarakat? Mereka yang mengeruk hasil panen kayunya, masyarakat yang bersusah payah menanam dan memelihara pohonnya selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Bukankah Perhutani sudah selama ini mengelola hutan bersama masyarakat? Perhutani yang menembak dalam rangka pengamanan hutan, masyarakat yang menjadi korban; juga dalam rangka yang sama.

Sedikit yang tahu bahwa Cipto, korban tewas dalam penembakan di KPH Bojonegoro baru-baru ini, adalah anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan; sebuah lembaga yang didirikan untuk bekerjasama dengan Perhutani dalam kerangka PHBM.

Kematian! Bagi rakyat kecil pencari kayu yang telah bergiat dalam PHBM.

Belum kering tanah kubur mereka, Administratur KPH Bojonegoro berencana menaikkan pangkat kepada pelaku penembakan. “Ketujuh polisi hutan tersebut telah berjasa mengamankan hutan,” katanya. Tak kurang Menteri Kehutanan M. S. Kaban mengirim SMS yang mendukung Administratur KPH Bojonegoro.

Kenaikan pangkat! Untuk pembunuh rakyat.

Kami muak dengan kekerasan yang dilakukan oleh Perum Perhutani dan aparat pengamanan hutan. Yang dengan arogan, atas nama keamanan asset negara, tega menganiaya, menembak, dan membunuh rakyat desa sekitar hutan. Mereka yang miskin dan terdesak. Sejak tahun 1998 kami mencatat setidaknya telah jatuh 100 korban!

100 korban! Demi keamanan hutan yang dirampas dari para korbannya sendiri.

Seratus korban, 31 nyawa melayang, 69 luka-luka dianiaya atau ditembak aparat keamanan hutan. Agar Perum Perhutani, perusahaan pengelola hutan dapat dengan tenang menciptakan keuntungan tiap tahunnya? Hutan bukan milik perusahaan. Bukan milik Perhutani. Hutan adalah milik rakyat. Adalah milik rakyat yang telah ratusan tahun dirampas oleh penjajah dan belum pernah dikembalikan.

Kami menuntut agar keadilan ditegakkan. Pelaku pembunuhan dan pelanggaran HAM diusut, diadili, dan dijatuhi hukuman yang setimpal.

Kami menuntut kepada semua pihak agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan melucuti senjata api dari sistem pengamanan hutan.

Kami menuntut agar hutan yang selama ini dikelola Perum Perhutani dikembalikan kepada rakyat agar dikelola dengan lebih baik.

Kami menyerukan kepada semua organisasi tani, serikat tani, kelompok tani, organisasi masyarakat agar menghentikan segala bentuk kerja sama dengan Perum Perhutani.

Hari ini juga!

Jangan tunggu korban ke-101!

Lidah Tani
Blora
lidahtani@gmail.com


SAME OLD STORY!



58. Diduga Mencuri Kayu, Yaimin Tewas Diterjang 4 Timah Panas

http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/230433/idkanal/475/idnews/935087/

Selasa, 06/05/2008 23:04 WIB

Waskito Andiyono – DetikSurabaya
Madiun - Seorang warga Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun, tersungkur tewas setelah dadanya diterjang 4 timah panas.

Warga naas itu bernama Yaimin (40). Informasi yang dikumpulkan, korban yang bersama 4 kawannya diduga sedang melalukan pencurian kayu di hutan petak 48-50 KPH Madiun, Selasa (6/5/2008) pukul 17.00 WIB.

Namun naas, saat itu patroli gabungan polisi hutan dan anggota dari Polwil Madiun sedang melintas. Mendengar suara aktivitas penebangan kayu, para petugas itu pun curiga.

Setelah mencari sumber suara, ternyata petugas melihat ada 5 orang yang sedang menebang kayu. Melihat aksinya diketahui, 5 orang itu berusaha kabur dari sergapan petugas.

Namun naas, salah satu dari mereka harus kehilangan nyawanya setelah seorang anggota polisi Bripka H melepaskan tembakan. Salah satu warga yang tersungkur itu adalah Yaimin, sedangkan 4 rekannya lolos.

"Petugas yang patroli memergoki mereka sedang menebang hutan. Dan mereka kabur begitu petugas mendekat," kata Kapolwil Madiun Kombes Tampubolon kepada wartawan di Mapolwil Madiun, Selasa malam. (bdh/gik)

58. Penembakan di Hutan Madiun
Warga Mengamuk, Rumah Petugas Perhutani Dihujani Batu

http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/231811/idkanal/475/idnews/935089/

Selasa, 06/05/2008 23:18 WIB

Waskito Andiyono - DetikSurabaya
Madiun - Tewasnya Yaimin (40) yang ditembak polisi karena diduga kepergok sedang mencuri kayu di hutan, memicu kemarahan warga Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun.

Rumah milik Agus, seorang Mantri Hutan RDH Blabakan pun dirusak.

Amuk massa itu mengakibatkan rumah Agus rusak berat. 500an warga dengan emosional melempari rumah Agus itu dengan bebatuan.

Selain bagian atap, jendela dan seisi rumah berantakan. Infomarsi yang dihimpun, Agus berhasil menyelamatkan diri.

Sebelum merusak rumah petugas perhutani itu, massa terlebih dulu mendatangi Mapolsek Mejayan. Mereka meminta pertanggungjawaban atas kematian salah satu warganya.

Namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, warga yang sudah emosional itu pun langsung bergerak menuju rumah Agus yang hanya berjarak 200 meter dari mapolsek.

Setelah puas merusak, warga pun berangsur-angsur membubarkan diri. Namun mereka akan mengancam akan demo dengan jumlah massa yang lebih besar.

Untuk menghindari amuk massa susulan, puluhan polisi menjaga rumah Agus. (bdh/gik)


58. Penembakan di Hutan Madiun
Diduga Penembak Yaimin, Satu Polisi Diamankan

http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/06/tts/233428/idkanal/475/idnews/935091/

Selasa, 06/05/2008 23:34 WIB

Waskito Andiyono - DetikSurabaya

Madiun - Buntut dari tewasnya Yaimin, seorang warga yang kepergok menebang kayu di hutan, Polwil Madiun menyatakan sudah menahan anggotanya yang diduga melakukan penembakan.

Anggota polisi yang menembak yang menyebabkan Yaimin (40) tewas dengan 4 luka tembak adalah Bripka A.

"Sekarang sudah diamankan," kata Kapolwil Madiun Kombes Tampubolon kepada wartawan di Mapolwil Madiun, Selasa (6/5/2008) malam.

Menurut Tampubolon, penembakan itu terjadi karena korban dan 4 kawannya berusaha melarikan diri saat kepergok petugas gabungan dari Polisi Hutan dan Polwil Madiun sedang menebang pohon di petak 48-50 KPH Madiun.

"Petugas saat patroli mendengar ada suara aktivitas penebangan kayu. Saat didekati ada lima orang yang menebang kayu. Petugas memperingatkan, tapi mereka lari," kata Tampubolon.

Sedangkan jenazah korban yang berasal dari Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. langsung dibawa ke RSU Dr Sudono untuk dilakukan otopsi.

"Kita akan lakukan pemeriksaan," janji Tampubolon. (bdh/gik)

58. Penembakan di Hutan Madiun
Ratusan Warga dan Kapolres Sambut Jenazah Yaimin

http://surabaya.detik.com/indexfr.php?url=http://surabaya.detik.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/05/d/07/tts/042107/idkanal/475/idnews/935115/

Rabu, 07/05/2008 04:21 WIB

Waskito Andiyono - DetikSurabaya
Madiun - Kedatangan jenazah Yaimin (40) yang diduga ditembak polisi Polwil Madiun karena kepergok sedang menebang kayu di hutan Jati disambut isak tangis.

Ratusan warga RT 07 RW 02 Dusun Kedung Dawung Desa Wonorejo Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun yang memenuhi rumah duka tak mampu menutupi kesedihannya.

Supartin (35), istri korban tak kuasa menahan tangis saat jenazah suaminya diturunkan dari mobil ambulan. Dia langsung jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah kerabat yang kebetulan lokasinya bersebelahan dengan rumahnya.

Selain meninggalkan seorang istri Yaimin juga meninggalkan seorang putra yang baru berusia 4 tahun.

Jenazah korban tiba di rumah duka dini hari ini Rabu (7/5/2008) sekitar pukul 01.15 WIB setelah dilakukan otopsi di RSU Dr Sudono Madiun sejak pukul 18.00 Selasa (6/5/2008).

Kapolres Madiun AKBP Andy Hartoyo yang didampingi para perwira Polresta Madiun turut menyambut kedatangan jenazah.

Sebelum meninggalkan rumah duka, Kapolres berjanji akan mengusut tuntas kasus penembakan ini.

"Siapapun pelakunya kita akan tindak sesuai dengn hukum. Dan saya mohon keluarga tabah dan sabar atas musibah ini," katanya.

Yaimin tewas setelah dadanya diterjang 4 timah panas. Informasi yang dikumpulkan, korban yang bersama 4 kawannya diduga sedang melakukan pencurian kayu di hutan jati petak 48-50 KPH Madiun, Selasa (6/5/2008) pukul 17.00 WIB.

Namun naas, saat itu patroli gabungan polisi hutan dan anggota dari Polwil Madiun sedang melintas. Mendengar suara aktivitas penebangan kayu, para petugas itu pun curiga.

Setelah mencari sumber suara, ternyata petugas melihat ada 5 orang yang sedang menebang kayu. Melihat aksinya diketahui, 5 orang itu berusaha kabur dari sergapan petugas.

Namun naas, salah satu dari mereka harus kehilangan nyawanya setelah seorang anggota polisi Bripka H melepaskan tembakan. Salah satu warga yang tersungkur itu adalah Yaimin, sedangkan 4 rekannya lolos. (gik/gik)






57. Dua Pembalak Tertembak di Bojonegoro
http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.04.23.21590989&channel=1&mn=2&idx=4
Kompas Rabu, 23 April 2008 | 21:59 WIB
BOJONEGORO, RABU- Dua orang tewas seketika dan satu orang lagi luka serius akibat tertembak senjata yang digunakan petugas Polisi Hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro, Jawa Timur. Kedua korban tewas adalah Bambang (28), warga Desa Babad, dan Sucipto (28), warga Desa Pejok; keduanya di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro.
Sedangkan korban luka adalah Budiono (24) dari Desa Babat, Kecamatan Kedungadem. Ia mengalami luka berat akibat terserempet peluru pada leher hingga tembus di muka bagian depan.
Penembakan itu terjadi pada Rabu (23/4) siang di kawasan hutan jati Desa Ndrenges, Kecamatan Sugihwaras, ketika korban dan puluhan orang lainnya sedang melakukan pembalakan di wilayah KPH Bojonegoro. Hingga malam ini kedua jenazah masih diautopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Kerabat dan keluarganya juga masih menunggui jenazah itu selesai diautopsi.
"Kejadiannya bagaimana, sekarang masih diusut Polres Bojonegoro," kata Kepala Kepolisian Sektor Kedungadem, Ajun Komisaris Sunarmin yang ditenui di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo.
Ditemui secara terpisah, Kepala Polsek Sugihwaras Ajun Komisaris Boel Hutasoit, mengaku belum tahu persis kronologis kejadian tertembaknya dua warga di Kedungadem itu. Akan tetapi, katanya, kedua korban tertembak senjata api Polhut KPH Bojonegoro.
Puluhan orang
Menurut keterangan, siang itu sejumlah polisi hutan sedang berpatroli di kawasan hutan jati di petak 30 dengan berjalan kaki menuju petak 18, sambil membawa senjata serbu jenis MP 1 A 1 buatan Pindad Bandung. Di perjalanan, dia mendengar ada sejumlah pohon roboh.
Dari lokasi petak 18 yang lokasinya di ketinggian, polisi mereka melihat ada sekitar 30 orang sedang menebang pohon jati. Para polisi hutan itu kemudian berusaha menghalau para pembalak dengan melepaskan tembakan peringatan ke udara.
Mendengar tembakan, seorang pembalak berteriak dan meminta rekan-rekannya berkumpul untuk menyerbu petugas sambil melempari batu, sehingga terjadilah aksi penembakan dengan jatuhnya dua orang tewas dan seorang lainnya luka tembak.
Akan tetapi, seperti dikatakan polisi setempat, sampai sejauh ini informasi mengenai kronologi penembakan masih dalam penyelidikan. (ANT)
57. Polisi Hutan Tembak Mati Pencari Kayu,
http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=42808&Itemid=149
Surya Thursday, 24 April 2008
Bojonegoro - Surya-Nasib nahas dialami tiga warga Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, Rabu (23/4) siang. Ketiganya tertembak peluru senapan Polisi Hutan (Polhut) saat bersama 30-an orang mencari kayu di Alas Jati Sekidang, Desa Bareng, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro. Akibat tembakan oknum Polhut bernama Supriyanto, dua warga tewas seketika, dan seorang lagi kritis. Korban tewas adalah Bambang Sutedjo, 28, warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem; dan Cipto, 33, warga Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem.

Sedangkan Suprayitno alias Yudono, 40, warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, luka tembak di pelipis kanan. Saat ini Suprayitno tergolek kritis di RS Aisyiyah Muhammadiyah Bojonegoro.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, Rabu pagi itu tiga korban bersama 30-an temannya berangkat ke Alas Jati Sekidang untuk mencari kayu. Menurut warga, kegiatan Bambang dan rekan-rekannya itu rutin dilakukan setiap hari. Namun, saat Bambang dan teman-temannya makan siang di tengah hutan, tiba-tiba ditembaki oleh Polhut setempat.

Begitu mendengar suara tembakan dan ada yang tewas, warga sekitar geger. Sejumlah aparat kepolisian langsung turun ke TKP untuk mengantisipasi amarah warga.

Dua jenazah korban tewas dievakuasi ke RSUD dr Sosodoro Djatiekoesoemo untuk diotopsi. Rabu petang, perwakilan tim dokter, dr Soepadjar mengatakan, bahwa di kepala Bambang Sutedjo terdapat lubang selebar 2 cm yang berada di bawah telinga hingga tembus di sebelah kanan hidungnya. Bambang tertembak dari belakang. Ia meninggal karena pembuluh darahnya pecah dan tulang tengkorak belakang pecah.

Kondisi Cipto lebih mengenaskan. Peluru menembus dari depan dahi hingga tengkorak belakang. Akibatnya, peluru menembus otak dan beberapa pembuluh darahnya pecah. Lubang di dahi Cipto selebar 2 cm, sedang lubang di tengkorak belakang selebar 3 cm.

Dugaan awal Polhut sebagai pelaku penembakan kemudian diakui Administratur (ADM) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono. Menurut Harmono, saat kejadian, Polhut yang berada di RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, adalah Polhut Supriyanto yang menjabat Manteri Hutan Bareng.

Rabu pukul 18.00 WIB, diantarkan Harmono, Polhut Supriyanto, 33, menyerahkan diri ke Mapolres Bojonegoro bersama teman-temannya. Tersangka bersama enam temannya diperiksa intensif. Kepada penyidik, tersangka mengaku terpaksa melakukan penembakan karena dalam posisi tertekan dan terancam.
“Kami telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Kapolres Bojonegoro AKBP Agus Syariful Hidayat.

Kata Agus, tersangka mengakui ia menembak kerumunan pencuri kayu yang melemparinya batu. Ia mengaku hanya membela diri. Penyidik akan memanggil sekitar 30 warga yang diduga melakukan penebangan hutan di kawasan RPH Sekidang.

ADM Perhutani KPH Bojonegoro Harmono menegaskan, yang dilakukan anak buahnya adalah pembelaan diri. Penembakan dilakukan saat para petugas Perhutani termasuk Supriyanto, melihat 30-an orang bergerombol di tengah hutan. "Saat didekati, korban Bambang dan gerombolannya malah berteriak sambil melempari batu," kata Harmono.

Merasa terancam, Supriyanto memberi tembakan peringatan ke udara. Namun karena tak dihiraukan dan para pencari kayu itu terus melempari petugas dengan batu, Supriyanto panik lalu mengarahkan tembakannya ke arah depan.

Di Mapolres, Supriyanto, warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, menceritakan peristiwa yang sangat cepat dan posisi kejadian di tengah hutan dengan medan sedikit miring itu.
Supriyanto mengatakan, awal kejadian saat dirinya berpatroli bersama enam rekannya. Kebetulan hanya dirinya yang membawa senapan, karena menjabat sebagai Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng.

Sekitar pukul 09.05 WIB, tiba-tiba dari kejahuan ia mendengar suara orang menebang pohon jati menggunakan gergaji dan kapak. Ia mendekat dan melihat sekitar 30 orang menebang pohon. “Awalnya kami hanya mengingatkan agar mereka menghentikan aksinya. Namun tiba-tiba salah satu di antara mereka berteriak mengumpulkan temannya,” kata tersangka.

Seketika, sekitar 30 blandong menyerang tujuh polisi hutan menggunakan batu dan kapak. Supriyanto yang membawa senjata api jenis PM1-A1 langsung memberi tembakan peringatan ke udara. “Karena para blandong terus menyerang, terpaksa kami menembak bagian bawah kerumunan orang tersebut,” tegas Supriyanto.

Setelah melepas tembakan, beberapa blandong tergeletak dan ia bersama temannya yang lain menyelamatkan diri dengan cara meninggalkan lokasi penembakan. “Kami sungguh-sungguh hanya menjalankan tugas. Kami bingung. Kalau tidak menembak, kami yang akan dibunuh mereka. Sebab, warga membawa kapak dan gergaji,” sambungnya. bjt
57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak
http://www.liputan6.com/news/?id=158361&c_id=2
Korban penembakan yang terluka.

23/04/2008 18:30 Kasus Penembakan

Liputan6.com, Bojonegoro: Dua orang pencari kayu hutan di Kecamatan Kedung Adem, Bojonegoro, Jawa Timur, tewas tertembus peluru, belum lama ini. Jenazah Cipto dan Bambang kini masih diotopsi di Rumah Sakit Umum Sosodoro Djatikoesomo, Bojonegoro. Seorang korban lain bernama Yudiono yang tertembus peluru di leher kondisinya kritis dan kini dirawat di RS Muhammadiyah.

Menurut keterangan saksi, insiden itu terjadi saat korban sedang istirahat makan setelah lelah mencari kayu bakar. Tiba-tiba terdengar suara letusan. Belum jelas pihak yang melakukan penembakan. Warga menduga peluru itu berasal dari senjata polisi hutan yang tengah bertugas. Namun, pihak Perhutani Bojonegoro sampai saat ini belum bersedia memberikan keterangan resmi mengenai insiden tersebut.(ADO/Mohammad Khodim)

57. Penembakan Dua Pencari Kayu
Tertembak dari Belakang, Tengkorak Bambang Pecah
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/290db70122024b966676c5ca55e67d21&newsid=40323
Rabu, 23/04/2008 20:00 WIB
Reporter: Abdul Qohar

Bojonegoro - Setelah menerima dua jenazah korban penembakan, tim dokter RSUD dr Sosodoro Djatiekoesumo langsung melakukan otopsi. Hasilnya baru diketahui sore tadi, Rabu (23/4/2008) pukul 17.00 WIB.

Perwakilan tim dokter, dr Soepadjar, kepada beritajatim.com mengatakan, bahwa di kepala Bambang Sutedjo (28) warga Desa Babat Kidul, Kecamatan Kedungadem, terdapat lubang selebar 2 cm yang berada di bawah telinga hingga tembus di sebelah kanan hidungnya.

Bambang tertembak dari belakang dengan sudut kemiringan sampai 46 persen. Ia meninggal disebabkan pembuluh darahnya pecah dan tulang tengkorak belakang pecah.

Sementara itu kondisi Cipto (33) warga Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, tewas, lebih mengenaskan. Sebab, peluru menembus dari depan dahinya hingga ke tengkorak belakangnya. Akibatnya, peluru menembus otak dan beberapa pembuluh darahnya pecah.

"Korban yang satu ini lebih banyak pendarahannya dibandingkan dengan korban Bambang," kata Soepadjar.

Diterangkan, lubang di dahi Cipto selebar 2 cm. Sedangkan lubang di tengkorak belakang lebih lebar 1 cm, yakni 3 cm. Kemungkinan karena kedekatan menembak, sehingga proyektil tidak ada yang tersisa di tubuh korban. Peluru lolos begitu saja menembus kepala korban.(dul/bj0)

57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak
Dewan Minta Polisi Periksa Atasan Tersangka
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/beeb6c4c36641f6c141372fb4410d558&newsid=40349
Kamis, 24/04/2008 14:00 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - DPRD Kabupaten Bojonegoro meminta seluruh orang atau lembaga yang terlibat dalam kaasus insiden penembakan di Alas Jati Kidang harus diperiksa, termasuk atasan tersangka Supriyanto.

Hal ini seperti yang dikatakan Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto, SH kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).

Menurut Agus, dalam kasus ini polisi diminta harus tegas. Sebab, kasus ini bisa dibilang adalah pelanggaran HAM berat.

"Bagaimanapun juga, yang namanya penegak hukum atau penjaga aset negara harus sesuai dengan kewenangannya. Jangan sampai bertindak yang merugikan masyarakat kecil," kata Agus.

Ditambahkannya, walaupun tersangka dan pimpinannya yakni Administratur (Adm) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono mengatakan langkah yang diambil tersebut adalah langkah membela diri, tetap tidak dibenarkan secara hukum.

Sebab, saat kejadian polisi hutan yang bertugas membawa senjata api, sedangkan korban dan puluhan warga lainnya hanya bersenjatakan kampak dan batu.

"Kalau memang terpaksa, seharusnya tindakannya tidak seperti itu," ujarnya.

Agus menambahkan, mengenai kasus ini, pihaknya menegaskan akan turut mengawal pengusutan hingga tuntas. jadi, tidak hanya tersangka yang diperiksa polisi. Tapi petugas kepolisian harus juga memperdalam penyidikan hingga atasan tersangka.

"Sebab bisa jadi tersangka hanya menjalani tugas jabatannya saja," pungkasnya.[kun]

57. Dua Pencari Kayu Tertembak
Polres Bojonegoro Tahan Tersangka di Mapolres
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/33bedbbf5f4322acc36ecf15bd34cc57&newsid=40348
Kamis, 24/04/2008 13:36 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - Setelah diperiksa kurang lebih 4 jam sejak pukul 18.30 WIB, Rabu (23/4/2008) malam, penyidik Polres Bojonegoro akhirnya langsung menahan tersangka kasus penembakan warga di Alas Jati Sekidang, Supriyanto di tahanan Mapolres Bojonegoro.

Hal ini diungkapkan Kapolres Bojonegoro, AKBP Agus Syariful Hidayat kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).

"Saat ini kita masih menahan satu orang tersangka yang membawa senapan yaitu saudara Supriyanto," kata AKBP Agus Syariful Hidayat.

Selain menangkap Supriyanto yang saat kejadian membawa senjata, pihak Polres Bojonegoro juga mengamankan barang bukti yang ditemukan di TKP diantaranya senjata api jenis PM 1-A1 yang dipakai tersangka menembak korban, 3 buah gergaji tangan, 3 kampak dan 1 gagang kampak serta 5 buah sandal.

Ditambahkan Agus, untuk pengembangan kasus tersebut, pihaknya akan berencana memperiksa 6 saksi lain yang berada di dekat tersangka saat kejadian. Dan keenam saksi tersebut adalah anggota polisi hutan.

Tidak hanya itu, penyidik juga akan mencari saksi dari warga yang sampai saat ini identitasnya masih belum diketahui.[kun]

57. Pencari Kayu Tertembak
Polisi Hutan Akui Tembak Bambang dan Cipto
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/0dd53c8891cc022924207db32a860bb4&newsid=40304
Rabu, 23/04/2008 17:50 WIB
Reporter : Abdul Qohar


Bojonegoro - Kasus penembakan yang menewaskan dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, akhirnya terkuak.

Penembakan yang menewaskan dua korban yakni Bambang Sutedjo (28) dan Cipto (33), di duga kuat dilakukan dilakukan oleh Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng, Supriyanto karena diketahui sedang berada di RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng.

Hal ini diungkapkan Administratur (Adm) Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Harmono bahwa penembakan itu dilakukan saat 10 petugas dari Perhutani yang juga termasuk Supriyanto, melihat 30 orang bergerombol ditengah hutan.

"Saat didekati, korban Bambang dan gerombolannya tersebut malah berteriak sambil melempari batu kepada 10 petugas polisi hutan tersebut," kata Harmono saat dikonfirmasi beritajatim.com, Rabu (23/4/2008).

Merasa terancam, lanjut Harmono, Supriyanto salah satu polisi hutan yang membawa senapan yang sampai saat ini belum diketahui jenisnya, memberikan tembakan peringatan tiga kali ke udara.

Namun seakan tidak menghiraukan tembakan peringatan tersebut, Supriyanto panik dengan mengarahkan tembakannya ke depan untuk mengamankan dirinya yang sembari tadi bersama 10 petugas lainnya dilempari oleh korban dan rekan-rekannya.

Sampai saat ini, pihak Perhutani Bojonegoro akan menyelidiki kasus tersebut lebih lanjut. Dan rencananya, pihak Perhutani Bojonegoro akan mengkoordinasikan kasus terkait dengan Kepolisian setempat untuk melihat duduk persoalan yang sebenarnya.[kun]

57. Menyerah, Tersangka Penembakan Diperiksa Intensif
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/27cef5e32aec7ca8ff6af886e6dbb7e9&newsid=40326
Rabu, 23/04/2008 23:06 WIB
Reporter: Abdul Qohar

Bojonegoro � Setelah kembali ke kantor Perhutani KPH Bojonegoro di Jl Imam Bonjol, tersangka penembakan dua warga Kecamatan Kedungadem yang meninggal dunia, Supriyanto (33) menyerahkan diri ke Mapolres Bojonegoro.

Tersangka datang ke Polres Bojonegoro, Rabu (23/4/2008) pukul 18.00 WIB, diantarkan Administratur (ADM) KPH Bojonegoro, Harmono, dan beberapa temannya. Selanjutnya, tersangka bersama enam temannya yang lain diperiksa secara intensif oleh penyidik Polres Bojonegoro. Kepada penyidik, tersangka mengakui terpaksa melakukan penembakan, karena dalam posisi tertekan dan jiwanya terancam.

Walaupun begitu, sampai saat ini belum diketahui secara lengkap apa hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan teman-temannya yang lain. Kapolres Bojonegoro AKBP Agus Syariful Hidayat saat dikonfirmasi menerangkan, bahwa pelaku sudah diamankan di Mapolres Bojonegoro dan saat ini tengah diperiksa secara intensif.

"Kami telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka penembakan yang menyebabkan dua warga Kecamatan Kedungadem meninggal dunia," kata Agus.

Mantan Kapolresta Blitar itu menerangkan, tersangka mengakui kalau ia menembak kerumunan pencuri kayu yang melemparinya batu. Ia mengaku hanya membela diri saja. "Kami tidak percaya begitu saja, dan tetap akan memeriksa saksi-saksi lainnya," tegas Kapolres Agus.

Diterangkan, setelah selesai memeriksa tersangka Supriyanto, penyidik akan memanggil dan memintai keterangan kurang lebih 30 warga yang diduga melakukan penebangan hutan di kawasan RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng.

"Kami belum mengetahui siapa saja yang terlibat dalam masalah ini. Siapa saja yang ada kaitannya, akan kami periksa," sambungnya.(dul/bj0)

57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak
Kalau Tidak Menembak, Kami Yang Terbunuh
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/
2008/bulan/04/tgl/24/idnews/335ebb59c2d4bc89cef80c692c9a10b7&newsid=40325
Kamis, 24/04/2008 01:05 WIB
Reporter: Abdul Qohar

Bojonegoro-Serba salah. Itulah yang dirasakan oleh Supriyanto (33) warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, tersangka penembakan yang menewaskan dua warga Kecamatan Kedungadem, Rabu (23/4/2008) pukul 09.05 WIB.

Kepada beritajatim.com, tersangka bercerita panjang labar mengenai kejadian yang bisa dibilang sangat cepat. Sebab, posisi kejadian di tengah hutan dengan medan sedikit miring.

Supriyanto mengatakan, awal mula kejadian saat dirinya berpatroli bersama enam rekannya yang lain. Kebetulan hanya dirinya yang membawa senapan, karena menjabat sebagai Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng.

Mereka bertujuh berangkat Rabu (23/4/2008) pukul 02.00 WIB dini hari. Waktu itu cuaca sangat cerah dan kebetulan sedang terang bulan. Patroli sudah biasa dilakukan mulai dini hari, karena waktu-waktu seperti itu biasanya para blandong (pencuri kayu) tengah beraksi.

Tanpa rasa lelah dan takut, ia bersama enam temannya yang lain menyisir hutan jati yang termasuk wilayah RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, Desa Bareng, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro.

Matahari mulai bersinar dan posisinya semakin meninggi. Waktu itu kurang lebih sekitar pukul 09.05 WIB. Tiba-tiba dari kejahuan ia mendengar seperti ada suara orang menebang pohon jati menggunakan gergaji dan wadung (kapak). Ia mulai mendekat dan melihat kurang lebih 30 orang sedang beraksi menebang pohon.

"Awalnya kami hanya mengingatkan kepada mereka untuk menghentikan aksinya. Namun, tiba-tiba salah satu diantara mereka berteriak mengumpulkan temannya," kata tersangka.

Seketika, sebanyak kurang lebih 30 blandong menyerang tujuh polisi hutan itu dengan menggunakan batu dan kapak. Tersentak dengan arogan warga itu, dirinya yang membawa senjata api jenis PM1-A1 dengan amunisi sebanyak 12 butir kaliber 9 mm (senjata buatan pindad untuk standart petugas Perhutani, langsung memberi tembakan peringatan sebanyak lima kali ke udara.

"Para blandong tidak gentar dan malah membabi buta menyerang kami. Terpaksa kami menembak bagian bawah kerumunan orang tersebut," tegas Supriyanto sambil menggelengkan kepala mengingat-ingat kejadian.

Setelah melepas tembakan, beberapa blandong tergeletak dan ia bersama temannya yang lain menyelamatkan diri dengan cara meninggalkan lokasi penembakan. Sementara itu, dirinya juga melihat warga berkerumun menolong temannya yang tergeletak sambil melarikan diri.

"Kami sungguh-sungguh hanya menjalankan tugas saja. Kami bingung. Kalau tidak menembak, kami yang akan dibunuh mereka. Sebab, warga membawa kapak dan gergaji," sambungnya.

Selama ini, dirinya berusaha tegas tidak kompromi dengan para blandong. Apapun akan ditempuh untuk menyelamatkan aset negara dari kerusakan. "Saya siap kalau harus dihukum. Biar nanti pengadilan yang akan menentukannya," tegas tersangka sambil menitikan air mata.(dul/bj0)

57. Akibat Dua Warga Tewas Tertembak
Polres Kirim Pasukan ke Kedungadem
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/51c2b550a38982c5c07ff61c33b4a05a&newsid=40364
Kamis, 24/04/2008 15:32 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - Takut terjadi aksi brutal warga dari dua desa di Kecamatan Kedungadem, Polres Bojonegoro mengirimkan puluhan anggota ke sekitar tempat kejadian perkara (TKP) dan tempat umum milik pemerintahan.

Hal itu dikatakan Kapolres Bojonegoro, AKBP Agus Syariful Hidayat, kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008).

Agus mengatakan, pengamanan tersebut dilakukan menyusul adanya informasi sejumlah warga Babad Kidul yang akan mendatangi Mapolsek Kedungadem untuk menuntut pelaku penembakan dihukum seberat-beratnya.

"Sejauh ini kondisi di Mapolsek Kedungadem masih relatif aman dan belum ada gesekan sosial," katanya.

Mantan Kapolresta Blitar itu menerangkan, petugas tetap akan waspada jika sewaktu-waktu terjadi ancaman mendadak. Selain tempat umum, penjagaan juga dilakukan di rumah-rumah milik para personol polisi hutan (polhut).

"Pengamanan itu dilakukkan sewajarnya, karena anggota polhut merupakan warga negara yang membutuhkan perlindungan," sambungnya.

Diterangkan, pada saat ini penjagaan tidak ada perlakuan khusus seperti adanya pengamanan pejabat negara.

Sementara itu hasil pemeriksaan penyidik di Polres Bojonegoro menegaskan, kalau Supriyanto, Manteri Hutan Bareng bagian Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) KPH Bojonegoro ditetapkan sebagai tersangka sejak tadi malam setelah pemeriksaan dilakukan kepada tersangka.

Tersangka kepada penyidik mengatakan, bahwa dirinya bermaksud memberikan tembakan peringatan kepada warga yang berkerumun, tetapi 5 butir peluru kaliber 9 mm yang terdapat pada senapan api yang dibawanya justru mengarah kepada warga.

Akibatnya, Bambang dan Cipto, keduanya warga Kecamatan Kedungadem, tewas seketika. Sedangkan 5 dari 30 warga yang ada dilokasi mengalami luka-luka akibat terkena serpihan amunisi.

"Saat ini warga yang luka dan dirawat di rumah sakit Aisyah Bojonegoro kondisi sudah membaik dan sebagian telah pulang," terangnya.[dul/kun]

57. Pencari Kayu Tertembak
Dua Korban Alami Luka Tembus di Pelipis dan Punggung
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/74fde144c79640df7e7ccc94ce993504&newsid=40298
Rabu, 23/04/2008 17:30 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - Dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, korban tewas tertembak oknum yang diduga petugas Polisi Hutan (Polhut) setempat, saat ini sedang berada di kamar mayat RSUD. Dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, untuk proses otopsi.

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan pihak rumah sakit, Bambang Sutedjo (28), warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, mengalami luka tempak di pelipis bagian kanan yaitu dibawah telinga hingga tembus dibagian kanan hidungnya.

Sedangkan Cipto (33), warga Desa Pejok Kecamatan Kedungadem, mengalami luka tembak dipelipis kanan dan punggung hingga tembus ke dada.

Menurut warga setempat, yakni Mustaji (30), diketahui kedua korban bersama 20 teman-temannya yang lain berangkat ke hutan Alas Jati Sekidang pada pukul 07.00 WIB, Rabu (23/4/2008) pagi tadi.

Dan menurutnya, kegiatan Bambang dan rekan-rekannya tersebut cukup rutin dilakukan setiap hari untuk mencari recek atau kayu bakar untuk masak sendiri meskipun ada yang dijual.

Namun, dari informasi yang didapatkan Mustaji, saat Bambang dan teman-temannya tersebut sedang makan siang di tengah hutan Alas Jati Sekidang, Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, ditembaki dengan membabi buta oleh orang tidak dikenal yang diduga adalah polisi hutan setempat.

Oleh sebab itu, sampai saat ini warga setempat belum mengetahui berapa jumlah korban secara pasti selain dua orang tewas dan satu luka-luka.

Sementara warga sendiri saat ini juga menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian setempat.

Kapolsek Kedung Adem, IPTU Sunarmin saat dikonfirmasi beritajatim.com, meski kini pihak kepolisian sudah melakukan olah TKP dan mengevakuasi korban ke rumah sakit, namun sampai saat ini pihaknya belum bisa memastikan siapa yang menembak ketiga korban tersebut.

"Saya berjanji akan terus mencari siapa pelaku penembakan tersebut. Sampai saat ini, kita sedang melakukan beberapa pemeriksaan terhadap beberapa saksi yang ada," kata IPTU Sunarmin. [kun]

57. Tembakan Polhut Tewaskan Dua Warga
Para Korban Sekadar Mencari Kayu Bakar
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/f593b9ead8801922f74f0a5329e31486&newsid=40374
Kamis, 24/04/2008 16:56 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - Tudingan tersangka penembakan, Supriyanto (33) warga Jl Sawunggaling, Kota Bojonegoro, yang mengatakan bahwa 30 warga yang berkerumun adalah blandong (pencuri kayu jati), dibantah keras oleh saksi dari warga.

Hal itu seperti diungkapkan Iswanto (28) warga Dusun Kali Kunci, Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem, kepada beritajatim.com, Kamis (24/4/2008), di rumahnya.

Iswanto yang sampai saat ini masih shock dengan kematian dua rekannya mengatakan, bahwa apa yang dikatakan oleh manteri hutan, Supriyanto, ada tidak benar. Sebab, saat penembakan dirinya bersama 30 orang lainnya sedang makan. "Kami baru saja datang ke petak 17 di hutan jati kawasan RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng," katanya.

Waktu itu sekitar pukul 10.00 WIB, dirinya bersama 30 temannya yang lain duduk-duduk santai sambil menyantap bungkusan nasi yang dibawa dari rumah.

"Kami belum sempat mencari kayu bakar (rencek). Sebab, setelah perjalanan jauh, kami makan nasi bungkus beramai-ramai terlebih dahulu," terangnya.

Belum sempat menghabiskan nasi bungkus, tiba-tiba datang polhut yang sedang patroli. Dirinya bersama teman yang lain diam saja.

Namun, tiba-tiba ada suara tembakan yang membuat ia dan para pencari rencek lainnya semburat.

"Kami tidak mengetahui, berapa orang polhut yang datang dan menembak," sambungnya.

Setelah menembaki kerumunan warga yang sedang makan, selanjutnya para pengaman hutan itu melarikan diri. Ia melihat tiga temannya sedang tergeletak, dua diantaranya sudah tidak bernyawa lagi.

"Kami membawa korban pulang dan kami tidak melihat para penembak itu berada di tempat. Perlakuan polhut itu sungguh tidak manusiawi," lanjut saksi mata.

Hal senada juga dikatakan Edi Supangat. Menurutnya, apa yang dikatakan tersangka terkait dengan bentrok dan pelemparan batu oleh warga, semuanya tidak terjadi. Sebab, waktu itu semuanya sedang lahap makan.

"Mereka menembak dari jarak dekat, kurang lebih tiga meter. Polisi tersebut juga tidak memberikan tembakan peringatan," lanjutnya.

Yang disayangkan lagi, korban meninggal Cipto adalah anggota LMDH Jati Kunci, yang tak lain adalah rekanan pemeliharaan hutan milik Perhutani.

"Kami mengutuk perbuatan biadap itu dan meminta polisi mengusut tuntas sampai dengan atasan mereka," katanya.[dul/kun]

57. Pencari Kayu Tertembak
Keluarga Korban Minta Pelaku Dihukum Seberat-Beratnya
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/4614ebe3b424d6d3ed9d84d0f366598d&newsid=40312
Rabu, 23/04/2008 20:19 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro - Pukulan telak menerpa keluarga korban yang tewas tertembak di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras, Kabupaten Bojonegoro oleh Polisi Hutan setempat, Rabu (23/4/2008).

Salah satunya adalah keluarga Cipto (33), korban tewas asal warga Desa Pejok Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro.

Sebab menurut ayah Cipto, Tarpi (56), korban adalah tulang punggung keluarganya. Terutama satu anak dan istrinya yang ditinggalkan.

Selama ini, dikatakan Tarpi, anaknya memang sering mencari kayu bakar dihutan. Namun bukan mencuri kayu jati seperti yang menjadi larangan pemerintah.

Dan mengenai tewasnya Cipto, Tarpi menilai tidak ada kemanusiawian yang dilakukan polisi hutan. Oleh sebab itu, rencananya keluarga korban akan menuntut pelaku penembakan.

"Pokoknya, yang menembak anak saya harus dihukum seberat-beratnya," kata Tarpi saat menunggui jenazah anaknya di RSUD. Dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro untuk di otopsi sembari terus menangis.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua warga Desa Babad Kidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, dikabarkan telah tewas tertembak oleh petugas polisi hutan di Alas Jati Sekidang Desa Bareng Kecamatan Sugiwaras.

Kedua korban tewas tersebut adalah Bambang Sutedjo (28) dan Cipto (33). Sedangkan satu korban lainnya mengalami luka-luka.[kun]

57. Dua Pencari Kayu Tewas Tertembak
ADM Perhutani Naikkan Pangkat Penembak Dua Warga
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/idnews/21e7b6bc0412d4aaaf4158fdacb1d1ad&newsid=40324
Rabu, 23/04/2008 20:06 WIB
Reporter: Abdul Qohar

Bojonegoro-Walaupun anggotanya telah mengakui menembak dua warga Kecamatan Kedungadem hingga meninggal dunia, Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono, mengaku akan memberi reward kepada tujuh polisi hutan (polhut) yang bertugas.

Kepada beritajatim.com, Rabu (23/4/2008), Harmono mengatakan, apa yang dilakukan Supriyanto dan kawan-kawannya adalah demi kelestarian hutan dan menjaga aset negara. Jadi, sudah selayaknya mereka dihargai dan diberi imbalan jasa.

"Rencananya dalam waktu dekat, mereka akan kami naikkan pangkat satu tingkat sesuai golongan mereka. Karena, ketujuh polhut itu sudah berjasa mengamankan hutan," terangnya.

Mengenai Supriyanto, dirinya akan memberi apresiasi khusus. Karena, selain menjadi Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Manteri Hutan Bareng, RPH (Resort Pemangku Hutan) Sekidang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bareng, yang bersangkutan juga dikenal sangat tegas dalam melaksanakan tugas.

"Kami juga akan mengawal perlindungan hukum mereka dan akan terus melakukan pendampingan," katanya.

Ditanya mengenai keberadaan kasus yang menggegerkan masyarakat sekitar hutan itu, Harmono menegaskan, bahwa semua telah dilaporkan ke beberapa pihak, termasuk Bupati Bojonegoro, Drs Suyoto dan Kapolwil Bojonegoro, Kombes Pol Bambang Suryo Wardjoko.

"Inti laporan kami terkait dengan penyebab kejadian itu berlangsung. Kalau tidak menembak, maka polhut tersebut yang akan dibantai oleh para blandong," terangnya. Kenapa ia berani menyebut blandong ? Alasan kuat adalah ditemukannya beberapa barang bukti, seperti kayu hasil tebangan yang masih di tempat kejadian perkara (TKP), 3 gergaji tangan, tiga buah wadung (kapak), 1 buah gagang wadung dan lima sandal milik warga.

"Kami tidak akan segan-segan melawan para blandong. Sebab, mereka yang selama ini merusak hutan," lanjut Harmono.(dul/bj0)

57. Dua Pencari Kayu Tertembak
ADM Perhutani Bojonegoro di-SMS Menhut
http://www.beritajatim.com/index.php?url=http://www.beritajatim.com/index.php/tahun/2008/bulan/04/tgl/24/idnews/001f35b87b35111bcaf1087426d2884e&newsid=40372
Kamis, 24/04/2008 16:31 WIB
Reporter : Abdul Qohar

Bojonegoro- Penembakan yang dilakukan oknum polisi hutan (Polhut) Perhutani KPH Bojonegoro, Selasa (23/4/2008) kemarin, cepat menyebar melalui media massa.

Terbukti, Menteri Kehutanan (Menhut) MS Ka'ban langsung mengirim short message service (SMS) ke Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono.

Isi SMS antara lain, memberikan dukungan moral kepada anggota Polhut yang bertugas menyelamatkan aset negara.

Hal itu dikatakan Administratur (ADM) Perhutani KPH Bojonegoro, Harmono, kepada beritajatim.com, kamis (24/4/2008).

Harmono menerangkan, Menhut menyatakan bangga masih ada anggota yang dengan tegas menindak siapa saja warga yang merusak hutan.

"Menhut juga meminta anggota yang berjasa diberikan reward, agar bisa meningkatkan kinerja untuk personil lainnya," tegasnya.

Ditanya mengenai kelanjutan kasus penembakan oleh anggota polhut, Harmono menegaskan, sebenarnya anggota polhut tersebut tidak bisa dikenakan pasal pidana. Sebab, ada dalam KUHP yang menerangkan bahwa, penyelamat aset negera tidak bisa dijahui hukuman pidana atau penjara.

"Ya, semua itu kami serahkan kepada kepolisian yang sedang menangani kasus ini," katanya.

Diterangkan, hari ini rencananya barang bukti tambahan berupa 10 batang kayu jati yang diduga hasil penebangan liar akan dibawa ke penyidik Polres Bojonegoro.[dul/kun]




Pencuri Tewas Ditembak Rumah Perhutani Dibakar

GROBOGAN - Sagimin (29), warga Towo, Desa Denanyar, Sragen, Sabtu (16/4) tewas ditembak petugas patroli KRPH Dayu KPH Gundih di hutan jati petak 89 Desa Karanganyar Geyer, Grobogan. Sebab, korban diduga sedang mencuri kayu jati di petak itu.

Akibat penembakan itu, massa yang diduga teman-teman korban marah, lalu membakar dua unit rumah dinas petugas Perhutani. Massa juga membakar sebuah mobil selepan dan merusak satu unit rumah yang juga milik petugas Perhutani itu. Sampai sore kemarin petugas Dalmas Polres Grobogan dan aparat Polsek Gundih masih disiagakan di tempat kejadian.

Keterangan yang diperoleh menyebutkan, kejadian itu bermula ketika petugas Polhut Perum Perhutani KPH Gundih sedang berpatroli di KRPH Dayu, Desa Karanganyar, Kecamatan Geyer. Sekitar pukul 00.15, mereka mendengar bunyi pohon ditebang di petak 89. Petugas pun melakukan pengintaian.

Tak lama kemudian, mereka melihat enam orang yang sedang memikul kayu. Tiba-tiba seorang dari enam kawanan pencuri tersebut mendekat ke petugas dan mengarahkan lampu senter.

Untuk berjaga-jaga dari hal yang tak diinginkan, pelaku diperingatkan dengan tembakan yang diarahkan ke atas. Namun, korban berusaha melawan dengan kampak.

Petugas pun kemudian menembak paha kanan pelaku. Dia terus melawan hingga akhirnya petugas menembak tangannya. Upaya itu pun tak menghentikan langkah pelaku, sehingga petugas menembak dadanya.

Tersangka yang luka tembak langsung dilarikan petugas ke RS Yakkum Purwodadi. Namun tak lama kemudian meninggal dunia.

Sekitar pukul 18.00 tiba-tiba sejumlah orang bergerak menuju ke Dusun Dayu. Mereka langsung melakukan pembakaran rumah petugas. Warga setempat yang mengetahui kejadian itu tidak ada yang berani untuk menghentikannya, karena massa membawa senjata tajam.

Administratur Perum Perhutani Gundih Ir Jicky Soeprajitno mengatakan, penembakan bermula ketika ada pencuri kayu yang nekat menyerang petugas meski sudah diperingatkan.

''Pencurinya enam orang, saat diberi peringatan mereka lari. Namun, seorang di antaranya berusaha melawan. Petugas kami lalu mengeluarkan tujuh tembakan, empat ditembakkan ke udara dan tiga diarahkan ke tubuhnya,'' kata Jicky.

Lebih lanjut dia mengatakan, para pelaku diperkirakan berasal dari wilayah Sragen yang berada di daerah perbatasan.

Ditanya soal pembakaran tersebut, dia mengatakan, itu terkait dengan emosi massa. Padahal sebelumnya, baik keluarga, kepala desa, maupun pamong desa sudah menerimanya dengan baik dan tidak ada masalah.

''Kami juga menyerahkan bantuan kepada keluarga korban,'' ujarnya.

Kapolres Grobogan AKBP Drs Bedjo Sulaksono melalui Kasat Reskrim AKP Widi Atmoko SIK menyatakan masih melakukan penyelidikan.

''Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Sragen,'' ujarnya. Hingga kemarin pihaknya masih melakukan pengamanan di desa setempat. Setidak-tidaknya beberapa personel Dalmas, anggota reserse, dan petugas Polsek Gundih masih disiagakan. (H3-91t)





Teridentifikasi, Pencuri Kayu yang Tewas Tertembak

KENDAL - Korban tewas akibat terkena tembakan anggota Brimob Kompi I Pekalongan, Bhara (dahulu Bharatu-Red) DH, kemarin telah teridentifikasi. Korban yang diduga kuat salah seorang anggota kawanan pencuri kayu jati di Petak 35D RPH Mangkang, KPH Kendal tersebut adalah Sanusi (25), warga RT 4 RW 5, Dukuh Nolokerten, Desa Nolokerto, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal.

Sanusi tewas dengan luka serius di kepalanya akibat terkena sebutir peluru dari senapan serbu AK 200P. Jenazah Sanusi yang berada di kamar mayat RSUD Dokter Soewondo Kendal, pada Jumat (3/12) pagi telah diambil keluarganya untuk dimakamkan di desanya. Identitas korban penembakan diketahui setelah polisi dan aparat Perhutani datang ke beberapa desa yang diperkirakan sebagai tempat tinggal korban. Saat berada di Desa Nolokerto, aparat mendapati seorang warga sedang mencari saudaranya yang kabarnya ikut mencari di hutan.

Seperti diberitakan, anggota Brimob Kompi I Pekalongan Bhara DH, Kamis (2/12) sekitar pukul 14.30 menembak seorang yang diduga kuat pencuri kayu jati di Petak 35D. Akibat terkena sebutir peluru yang ditembakkan dari senapan AK 2000P itu, korban tewas seketika di kawasan hutan di wilayah Desa Sumberejo, Kaliwungu. Identitas korban penembakan saat itu belum teridentifikasi.

Diserahkan Provos

Peristiwa penembakan berawal ketika aparat gabungan dari Polhutmob Perhutani KPH Kendal bersama Brimob Kompi I Pekalongan berpatroli rutin di kawasan hutan jati RPH Mangkang. Ketika aparat gabungan yang terdiri atas empat anggota Brimob dengan senapan AK 2000P dan dua anggota Polhutmob tiba di petak 35D mendapati lima hingga enam orang sedang memotong beberapa batang kayu jati. Beberapa batang kayu jati yang dipotong menggunakan gergaji manual itu adalah hasil tebangan enam pohon di tempat yang sama.

Kedatangan petugas mengejutkan kawanan pencuri kayu. Mereka lari tunggang-langgang menyebar ke segala arah. Mengetahui kawanan pencuri kayu melarikan diri, Bhara DH melepaskan tembakan. Belum diketahui pasti apakah tembakan tersebut sengaja diarahkan ke kawanan pencuri atau tidak. Yang jelas, dari tembakan itu sebutir peluru mengenai bagian kepala seorang pencuri. Kawanan pencuri lainnya dapat melarikan diri.

"Hingga hari ini, kami masih memburu kawanan pencuri kayu yang melarikan diri. Jenazah korban tewas, Sanusi, telah diambil keluarganya. Tentang penanganan pelaku penembakan, Bhara DH, kami serahkan sepenuhnya ke provos di kesatuannya. Seusai kejadian, dia kami mintai keterangannya. Beberapa saat kemudian, dia dijemput provos Brimob Kompi I Pekalongan, " papar Kapolres Kendal AKBP Drs H Achmad Syukrani saat dihubungi lewat ponselnya, kemarin.(G15-73j)






Pencuri Kayu Tewas Tertembak

  • Penggerebekan oleh Perhutani KPH Mantingan

BLORA - Tim Pengamanan Swakarsa Perum Perhutani KPH Mantingan, Rembang, Rabu sore lalu sekitar pukul 14.00 menggerebek gerombolan pencuri kayu jati di petak 35, RPH Bedingin, BKPH Kalinanas, KPH Mantingan.

Dalam penggerebekan itu seorang pencuri kayu diketahui tewas di tempat kejadian. Diduga, dia terkena tembakan senjata salah seorang petugas Perhutani.

Korban itu bernama Ngadimin (27), warga Desa Ronggokulon, Kecamatan Jaken, Pati. Dia meninggal di tempat kejadian, di tengah hutan jati petak 35. Jenazahnya pada Kamis (16/9) pagi kemarin sekitar pukul 02.50 dibawa ke RSUD Kota Blora untuk dilautopsi.

Kapolres Blora AKBP Drs Zainal Arifin Paliwang melalui Kasatreskrim AKP Johan Setiajid SH ketika dimintai konfirmasi membenarkan adanya peristiwa itu. Dia mengatakan, hingga kemarin pihaknya masih mengusut peristiwa tersebut. ''Memang benar, dan saat ini kami telah melakukan pengusutan,'' ungkapnya ketika ditemui Suara Merdeka, kemarin.

Keterangan yang berhasil dihimpun menyebutkan, peristiwa itu terjadi saat sejumlah anggota tim Pam Swakarsa Perum Perhutani KPH Mantingan melakukan patroli (pengamanan) rutin di kawasan hutan Kalinanas, Blora, Rabu sore sekitar pukul 16.00.

Menebang Jati

Saat berpatroli, tim mendengar suara pohon jati ditebang dan langsung menuju ke arah suara tersebut. Saat tiba di lokasi, yakni di hutan petak 35, mereka mendapati belasan pencuri kayu sedang menebang jati. Tidak diketahui pasti, apakah sempat terjadi perlawanan atau tidak, tiba-tiba salah satu petugas melepaskan tembakan dan mengakibatkan Ngadimin jatuh tersungkur, tewas. Seorang tersangka bernama Tuban berhasil ditangkap.

Setelah tahu ada seorang pencuri kayu yang terluka dan meninggal, tim patroli segera menginformasikan ke Polsek Japah dan Polres Blora.

Mendapat laporan ada pencuri tewas yang diduga tertembak seorang anggota tim patroli hutan, Kasat Reskrim AKP Yohan Setiadjid, Kaur Binops Iptu Subardo, Kapolsek Japah Iptu Slamet Irianto, dan sejumlah anggota meluncur ke tempat kejadian. Polres pun segera mengirim satu satuan setingkat kompi (SSK) ke wilayah Japah.

Karena medannya sangat sulit, rombongan Kastreskrim Johan baru tiba di TKP sekitar pukul 21.30. Sementara itu, jenazah Ngadimin yang dibungkus tikar baru sampai di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blora pukul 02.50.

Diperoleh keterangan, kemarin sekitar pukul 08.00, tim medis RSUD Blora melakukan autopsi terhadap jenazah Ngadimin. Selanjutnya pihak keluarga membawa pulang ke desanya, Ronggokulon. Ajun Administratur Perum Perhutani KPH Mantingan, Rembang Ir Marsaid ketika dimintai konfirmasi mengatakan, ''Saya belum bisa berkomentar banyak, lagi pusing,'' tandasnya. (ud-15n)



  • Yang Terluka Dibawa Lari Penjarah

GROBOGAN - Penjarahan kayu jati kembali terjadi di hutan wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Dorosemi, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bandungsari, Grobogan pukul 02.30 dini hari kemarin.

Namun berhasil digagalkan tim perintis dan petugas keamanan hutan dari PT Perhutani. Dalam peristiwa itu, Darsono (25), salah seorang pelaku, tewas terkena tembakan. Seorang pelaku lagi yang belum diketahui identitasnya luka parah di bagian punggung. Namun tak berhasil ditangkap karena orang tersebut dilarikan kawanan penjarah ke arah Pati.

Sampai sore kemarin reserse dan tim dari PT Perhutani tengah mengejar pelaku yang belum diketahui identitasnya ke Pati. Petugas dari Polres Grobogan dan Polsek Ngaringan sempat mengejar ke beberapa rumah sakit di Pati. Namun mereka tidak mendapati pasien luka akibat tembakan dirawat di rumah sakit itu. Karena itulah petugas langsung melakukan pengejaran ke beberapa rumah sakit di Kudus, Rembang, Blora, Semarang, dan sekitarnya. Sebab ada kabar pelaku sempat dibawa kabur ke daerah sekitar tempat kejadian, yaitu berada di antara beberapa daerah tersebut.

Kejadian itu sempat membuat panik warga Dusun Kembang Kuning, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan. Sebab Darsono (25), warga dusun tersebut yang ikut dalam penjarahan masal dikabarkan hilang. Sebab pukul 08.00 WIB belum didapati pulang. Beberapa warga sempat mencari di hutan RPH Dosoremi. Namun tak ditemukan.

Tidak lama setelah itu warga dan keluarga memperoleh kabar, bahwa Darsono tewas akibat terkena tembakan. Karuan saja mereka terkejut. Bahkan pihak keluarga dikabarkan langsung menangis histeris.

Bersamaan itu tim Polres dikirim ke tempat kejadian guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang tak diinginkan. Sekaligus membantu petugas keamanan hutan dan Polsek Ngaringan dalam mengamankan situasi hutan sekitar RPH Dorosemi.

Polisi mengatakan, sebagian anggota penjarah itu diduga adalah mereka yang beberapa hari sebelumnya gagal melarikan hasil jarahannya akibat tiga mobil pikap yang digunakan untuk mengangkut hasil jarahan ditembaki ban depannya oleh petugas.

Dikatakan, penjarah beranggotakan 125 orang lebih itu belum sempat menebang kayu dalam jumlah besar. Sebab diduga baru mempersiapkan peralatan tebang, keburu dipergoki tim patroli. Mereka lari tunggang langgang karena mendengar tembakan peringatan.

Tidak diketahui posisi Darsono dan temannya yang terkena tembakan. Sebab di tempat kejadian dalam keadaan gelap gulita. Tim pengamanan hutan itu terdiri atas petugas perintis Polsek Ngaringan dan petugas keamanan hutan dari BKPH Bandungsari dan KPH Purwodadi.

Kapolres Grobogan AKBP Drs Suko Rahardjo didampingi Kasat Serse AKP M Kietong mengatakan, setengah jam setelah kejadian, mayat korban dilarikan ke RSUD Purwodadi untuk diautopsi.

Mungkin karena itu, warga Dusun Kembang Kuning mengira Darsono hilang di hutan, sehingga beberapa warga mengaku sempat mengadakan pencarian di RPH Dorosemi. Kemarin sekitar pukul 14.00 WIB, mayat korban dibawa pulang dari RSUD ke rumah duka dengan dikawal petugas dan perangkat desa. (A23-76)



Penjarah dan Polhut Bentrok

Satu Tewas, Dua Luka Serius

BREBES-Bentrok antara ratusan penjarah dan 30 polisi hutan (polhut) KPH Balapulang, kemarin (26/9) terjadi di hutan petak 75 Desa Wlahar, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Akibat kejadian itu, seorang yang diduga penjarah kayu tewas terkena tembakan senapan laras panjang jenis LE, dan dua polhut luka cukup serius dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Korban tewas hingga kemarin belum diketahui identitasnya dan masih disimpan di kamar mayat RSU Brebes. Sejumlah petugas kepolisian Brebes meyakini, korban adalah warga Desa Wlahar yang tergabung dalam kelompok penjarah. Ciri-ciri korban, umur sekitar 45 tahun, rambut pendek, badan kurus, dengan luka tertembus peluru di punggung kanan.

Imbas kematian korban, kemarin siang sekelompok orang tak dikenal menyerbu tempat penimbunan kayu (TPK) Prupuk BKPH Larangan KPH Balapulang, yang terletak di pinggir jalan antara Slawi-Bumiayu. Mereka merusak kantor dan dua rumah Dinas Perhutani. Kaca jendela, peralatan kantor, termasuk komputer, diremuk dengan benda keras.

Ketika massa menyerbu TPK, petugas yang berjaga di kantor sudah melarikan diri. Massa yang datang jalan kaki berusaha mencari petugas Perhutani yang ada di kantor itu, tapi tidak menemukannya, sehingga yang menjadi sasaran kantor dan perabotan.

"Saya kabur ketika massa berjumlah ratusan orang menyerbu kantor ini," kata Sundoro, petugas penguji TPK. Massa membubarkan diri setelah petugas dari Polres Tegal dipimpin Kapolsek Margasari Iptu Karyono datang ke lokasi.

Kelompok massa di Desa Wlahar kemarin juga menyandera seorang mandor Perhutani yang berasal dari desa itu. Mandor yang belum diketahui identitasnya itu hingga semalam belum diketahui nasibnya. Namun untuk menyelamatkan mandor itu, Polres Brebes kemarin sore menerjunkan satu peleton Perintis, serta satu regu gabungan unit serse dan intel ke lokasi kejadian. Kedatangan petugas ke lokasi dibekali persenjataan lengkap, guna mengantisipasi berbagai kemungkinan.

Dipicu

Bentrok massa dengan polhut itu, menurut keterangan, dipicu oleh sekitar 30 polhut yang patroli di sekitar petak 75 hutan jati KPH Balapulang. Saat itu petugas memergoki sekelompok penjarah sedang menebang kayu, dan sebagian lagi sedang memotong-motong kayu jati curian. Melihat aksi penjarahan itu, petugas yang menggunakan truk No Pol H-9269-GG berhenti dan berusaha menangkap mereka.

Salah seorang dari penjarah bisa ditangkap, tapi kemudian melakukan perlawanan dengan senjata golok yang mereka bawa. Sehingga akhirnya petugas kewalahan dan penjarah itu melarikan diri. Tak jauh dari pelaku yang kabur, ternyata muncul sekitar dua ratus penjarah sedang menebang kayu jati dan sebagian lagi terlihat sedang memanggul kayu. Mereka bukannya takut terhadap petugas yang datang, tapi justru berusaha melawan.

Saat itulah terjadi bentrok. Petugas yang hanya menggunakan pentungan dan lima senjata laras panjang menjadi kewalahan, karena penjarah melawan dengan melemparkan batu. Melihat jumlah kelompok penjarah tak seimbang, Kepala BKPH Larangan Sularso memerintahkan anak buahnya mundur, dengan terlebih dahulu memberikan tembakan peringatan ke udara. Tapi tembakan ini pun tak dihiraukan, mereka malah terus maju menyerang ke arah polisi hutan yang hanya berjumlah 30 orang itu.

Dalam posisi terpepet dan jarak sudah berhadap-hadapan, seorang polisi hutan melepaskan tembakan kepada seorang penjarah, hingga akhirnya roboh di tempat. Sedangkan tak jauh dari korban yang roboh, polisi hutan bernama Jadi Kurniawan (29) dan Giyanto (37) yang berhadapan langsung dengan kelompok penjarah, terkena pukulan batu di kepala dan bagian badan lain. Dua petugas Perhutani itu sekarang dirawat di RS Bhakti Asih, Klampok Brebes, guna perawatan lebih lanjut.

"Saya ditolong teman-teman lain dalam kondisi darah bercucuran. Untuk melindungi saya, dibuat pagar betis oleh teman yang bersenjata," kata Giyono di Ruang UGD RSU Bhakti Asih, Brebes.

Sedangkan Wakapolres Kompol Drs Erfan Prasetyo bersama tim medis dari Polres dan dokter RSU Brebes, kemarin sore mengambil amunisi yang menembus perut korban. Amunisi itu akan dibawa ke laboratorium untuk mengetahui jenis, dan dari jarak berapa peluru itu ditembakkan.

Secara terpisah Kapolres AKBP Drs Bambang Purwanto SH MSi ketika dimintai konfirmasi atas bentrokan itu mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan pengusutan sampai tuntas kejadian itu. Baik kepada penjarah kayu maupun polisi hutan yang melakukan penembakan hingga tewasnya penjarah.

Dalam menyelesaikan masalah ini, Kapolres berharap masyarakat tidak ikut terprovokasi atas tewasnya warga. Namun polisi akan tetap menyelesaikan setiap persoalan pelanggaran hukum, kendati yang melakukan oknum polisi hutan. "Masyarakat sebaiknya jangan terprovokasi dan bikin provokasi atas tewasnya seorang yang belum diketahui identitasnya ini," katanya.

Pada bagian lain, Kapolres mengatakan, pada patroli polhut sebelumnya selalu didampingi dan berkoordinasi dengan Polres. Dalam dua kali operasi dari Polres Brebes yang dipimpin langsung Wakapolres Erfan Prasetyo selalu tidak ada masalah. Bahkan, bisa mengamankan barang bukti 12 truk kayu jati. Namun untuk patroli kali ini tidak ada koordinasi dengan polisi. (wh,G12-64t)




  • Satu Tewas, Tiga Orang Luka- luka

KENDAL- Seorang oknum petugas PT Perhutani KPH Kendal berinisial Sdn menembak empat orang yang diduga sebagai penjarah kayu.

Penembakan terjadi di jalan setapak di tengah hutan Petak 47 B, (dikenal dengan blok Gembol) RPH Sojomerto Selatan, BKPH Sojomerto, KPH Kendal, Senin (28/7), sekitar pukul 08.00. Insiden itu menyebabkan satu orang tewas dan tiga orang lainnya menderita luka-luka.

Keempat korban yang tertembak diduga para tenaga buruh tebang kayu jati jarahan dan seorang sopir truk pengangkut kayu H-9314-FD. Korban tewas adalah buruh tebang Matius Sutino (25), warga Dukuh Pilangsari RT 05 RW 09, Desa Sidodadi, Patean, Kendal. Dia menderita luka tembak di bagian kepala. Sebutir peluru dari senjata standar milik petugas Perhutani jenis Pistol Metralium 1 (PR 1) mengenai kening sebelah kiri hingga tembus ke kanan. Hingga pukul 14.00 kemarin, jenazah Sutino masih berada di Rumah Sakit Ngesti Waluyo, Parakan, Temanggung.

Korban lainnya, Rohiyan (26), warga Dukuh Sapen RT 01 RW 09, Desa/Kecamatan Sukorejo, Kendal, sopir truk H-9314-FD terkena tembakan di paha bagian kiri. Hingga berita ini diturunkan korban masih dirawat di RSUD dr Soewondo, Kendal.

Dua korban luka tembak lainnya juga buruh tebang kayu. Mereka Karmiyo (40), dan temannya berinisial Gino (40). Masing-masing terserempet peluru di bagian pelipis sebelah kanan. Karmiyo masih dirawat di RS Ngesti Waluyo, sedangkan Gino diijinkan pulang dan dimintai keterangan oleh polisi.

Tembakan Peringatan

Keterangan yang dihimpun di lapangan menyebutkan, peristiwa itu berawal ketika dua petugas patroli PT Perhutani Kendal, Sdn dan Swd yang mengendarai sepeda motor memergoki truk H-9314-FD sedang mengangkut kayu jati. Truk itu melintas di jalan setapak tengah hutan, jalur Sojomerto-Cipluk. Kedua petugas itu menduga kayu-kayu jati tersebut hasil penjarahan dari hutan petak 52 F, RPH Tanjung, BKPH Sojomerto.

Ketika diperintahkan berhenti, sopir truk tidak mengindahkan. Truk terus melaju dan berbelok ke jalan menuju Dukuh Pilangsari. Karena tak mau berhenti, Sdn memberikan tembakan peringatan ke udara. Namun belum diperoleh kejelasan, apakah Sdn kemudian mengarahkan tembakan ke truk atau tidak.

Menurut seorang warga Dukuh Pilangsari, Roch (27), saat truk sudah berhenti, Sdn menembak beberapa kali ke arah truk. Akibatnya tiga buruh tebang yang berada di bak truk, Matius Sutino, Karmiyo, dan Gino tertembak. Sopir Rohiyan yang berusaha lari setelah keluar dari truk juga tak luput dari sasaran peluru.

Meski menderita luka tembak ketiga korban berhasil menyelamatkan diri. Dua petugas Perhjutani itu juga tidak berusaha mengejar. Ketiganya meninggalkan truk beserta muatan kayu jati, dan korban Matius Sutino yang diduga tewas di tempat kejadian tergeletak di atas truk. (G15-63)


Warga Tewas Ditembak, Massa Marah

GROBOGAN - Polisi Kedungjati, Grobogan, kemarin pukul 11.30 mendapat laporan dari warga Desa Prigi, Kecamatan Kedungjati bahwa di tengah jalan desa tersebut ditemukan sesosok mayat dengan dua luka tembak di bagian punggungnya.

Mayat ini dikenali bernama Jumeri (55), ditemukan dalam keadaan tengkurap tak jauh dari rumahnya. Diduga korban ditembak Ruslan, petugas keamanan hutan dari Resort Polisi Hutan (RPH) Desa Prigi. Akibat penembakan tersebut, massa marah dan membakar rumah dinas petugas RPH itu.

Belum diketahui berapa kerugian yang diderita Perhutani akibat pembakaran rumah dinas. Polisi bersama Perhutani masih berupaya membujuk massa supaya tak melanjutkan aksinya. Kabar penemuan mayat dengan luka tembak itu mengundang perhatian warga sekitar. Apalagi keluarga korban menangis histeris di dekat mayat.

Sebagian warga langsung melaporkan ke Polsek Kedungjati, warga yang lain mengadakan aksi balas dendam dengan cara membakar rumah dinas RPH. Begitu tiba di lokasi, polisi langsung membawa korban dengan ambulans ke RSUD Dr Soedjati Purwodadi untuk diautopsi.

Diperoleh keterangan, sekitar pukul 10.00, Ruslan, petugas RPH Prigi, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tempuran, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Semarang berpatroli di hutan Petak 47 Desa Prigi.

Saat itu dia mendengar suara seseorang seperti sedang menebang pohon jati di hutan petak tersebut. Orang tersebut adalah Jumeri. Petugas RPH itu langsung mendekat dan memberikan tembakan peringatan. Tiba-tiba Jumeri lari tunggang langgang. Petugas mengejarnya sambil memberikan tembakan peringatan ke atas.

Diduga dalam keadaan terpepet, korban berhenti dan melawan petugas. Di saat itulah petugas memuntahkan dua timah panas dari senapan laras panjangnya dan mengenai punggung korban. Seketika korban jatuh dan meningggal di tempat kejadian. Pelaku kini diamankan di Mapolres Grobogan berikut senapannya.

Kasat Reskrim AKP Suyono bersama beberapa anak buahnya mengadakan olah tempat kejadian guna memperkuat bukti-bukti kejadian tersebut. (A23-60v)